GIBRAN DIRGANTARA

Por fafayy_

19.8M 2M 1.2M

Sudah terbit dan tersebar di seluruh Gramedia Indonesia -Satu dari seratus sekian hati yang pernah singgah. K... Más

01. GIBRAN DIRGANTARA REYNAND
02- KOLOR POLKADOT
03-BERITA HOT
04-BENDAHARA CANTIK
05-PIZZA MALAM
06-NODA MERAH
07-ADA YANG TURUN
08-GAK BOLEH BAIK
09- GIBRAN SADBOY
10- ADA YANG LEPAS
11- KAUS KAKI
12-HARGA DIRI ABEL
13- TENTANG MASA DEPAN GIBRAN
14- TAMPARAN MANTAN
15- MALAIKAT PELINDUNG
16- KECEBONG VS RENTENIR KELAS
17- KECUPAN SINGKAT
18- SURAT KEHILANGAN
19. I LIKE YOU
20- RINDU YANG AKAN DATANG
21- UNGKAPAN HATI
22- SETITIK LUKA & SETITIK RASA
23- CEMBURU TANPA MEMILIKI
25- KESAYANGAN GIBRAN
26- BAHAGIAMU BAHAGIAKU
27- AKU, KAMU, DAN BAHAGIA
28- CANTIKNYA GIBRAN
29- GIBRAN, ABEL, DAN KENZO
30- RATUNYA GIBRAN & GUGURNYA PAHLAWAN
GC KE 2 AGBEROS TEAM (BUKAN UPDATE)
31- RATU CANTIK VS PARASIT CANTIK
32- HADIAH UNTUK ABEL & BENTENG PERTAHANAN
PENJELASAN!
33- SUATU PERBEDAAN & TIGA PARASIT
34- GAGALNYA KENCAN
35- PERMINTAAN MAAF
36- MURID BARU
TYSM FOR ARGANTARA (BUKAN UPDATE)
37- SYARAT BERSAMA
38- TERIMAKASIH LUKA
39- PUTUS ATAU TERUS
40- HUJAN DAN USAI
41- LINTAS KENANGAN
42- MERINDUKANNYA
43- BUKAN PURA-PURA
44- DI BAWAH RINTIK HUJAN
45- GORESAN LUKA
46- TITIK TERAKHIR
47- KEMBALI
coming Soon
price list
Vip order
Special Offer Po ke 2
SPIN OFF GIBRAN DIRGANTARA

24- OFFICIAL HIS

337K 41.1K 40.8K
Por fafayy_


GIBRAN DIRGANTARA REYNAND

Azzura arabella :

Sekarang banyak banget aski plagiarisme atau menirukan karya orang lain. Untuk penulis yang memplagiat cerita orang, belajar tentang undang-undang dan pasal yang berlaku ya.

Jangan sampai aksi plagiarisme kalian masuk ke meja hukum.

Mari bergabung dengan Agberos team, menolak aksi plagiarisme cerita Argantara dan juga cerita Gibran.


Play songs Budi Doremi- Tolong.

Kurasa 'ku sedang jatuh cinta
Karena rasanya ini berbeda
Oh, apakah ini memang cinta?
Selalu berbeda saat menatapnya

Mengapa aku begini?
Hilang berani dekat denganmu
Ingin 'ku memilikimu
Tapi aku tak tahu
Bagaimana caranya?

Tolong katakan pada dirinya
Lagu ini kutuliskan untuknya
Namanya selalu kusebut dalam doa
Sampai aku mampu
Ucap maukah denganku.

°°°°

24- Official his

Siang itu, Abel seperti tidak ada rasa semangatnya sama sekali. Tak satupun ia menyahuti ucapan yang terlontar dari bibir Arion, cowok itu dari tadi berceloteh tanpa lelah. Bahkan sesekali Arion mengucapkan kata maaf akan kesalahannya dulu, yang dengan lancangnya menjadikan Abel sebagai bahan taruhan.

"Yon, lo bisa diem gak? Gue pusing banget dengerin lo ngomong dari tadi," ucap Abel.

Arion menutup bukunya, kemudian mengatupkan bibirnya yang tanpa sadar sedari tadi berceloteh ria layaknya seorang perempuan. "Sensitif banget lo hari ini. Ada apa?"

Abel memalingkan wajahnya, jujur saja, saat ini ia masih sangatlah muak dengan sifat lembut Arion. Walaupun cowok itu berusaha mati-matian membujuk Abel untuk mendapatkan maaf darinya, namun mengingat perilaku Arion waktu itu membuat Abel sangat sulit untuk memaafkan cowok yang ada didepannya ini.

"Gak usah kepo lo sama urusan orang lain. Mending urusin diri lo sendiri aja," ujarnya.

"Bel." Panggil Arion. Gadis dengan mata sipit tersebut menolehkan kepalanya dengan alis yang terangkat sebelah.

"Lo dulu beneran suka sama gue?" Tanya Arion.

Abel menyeruput jus mangganya, kemudian berkata, "Pertanyaan lo gak ada yang bermutu dikit apa? Jawaban yang jelas-jelas udah ada jawabannya ngapain pake ditanyain lagi?"

Arion tertawa pelan. "Jadi beneran lo waktu itu suka sama gue? Terus sekarang?"

"Waktu itu gue emang suka sama lo karena sikap baik lo dan juga perhatian kecil lo. Tapi," Abel beranjak dari duduknya, kemudian melanjutkan kalimatnya, "Semenjak gue tau sifat busuk lo, gue udah buang jauh-jauh rasa suka gue sama lo," ucapnya.

Senyum yang mula-mula terbit dibibir tebal Arion perlahan memudar lantaran telinga tajamnya begitu jelas mendengar kalimat pedas yang keluar dari bibir Abel.

"Inget, Yon. Gue cuma suka sama lo bukan cinta sama lo." Setelah mengatakan itu, langkah kaki jenjang Abel meninggalkan Arion didalam ruang guru seorang diri.


"Aduuh, cyiin! You siang-siang begini udah ditekuk aja mukanya. Smile dong, cyin, biar tambah cantik kayak Momoy!" Kata Momoy sembari mencolek bahu Abel.

"Astaghfirullah, istighfar, Mon! Istighfar! Dunia udah tua, lu mending balik lagi ke laki dah, daripada jadi banci kaleng begini," sahut mbak Jum, bos es dogernya Cimon.

Cimon berdecak kesal lantaran kain lap yang baunya seperti kecebur air kolam ikan. "Mbak Jum jorok banget sih! Ini 'kan kain lapnya bau amis, masa buat dagang sih!"

Abel menatap drama antara manager es doger dengan bos es doger ini dengan tatapan jengah. Seseorang jika sudah bertemu dengan Cimon, dunia mereka seperti terjungkal. Apalagi mood yang sudah ia susun baik-baik sekarang jadi hancur akan kedatangan Cimon.

"Ngemeng-ngemeng, you kok jadi murung begini sih, cyin? Akhir-akhir ini you kayaknya lagi banyak thinking, ya? Aduh! Gini ya, cyin, hidup itu dibawa santai aja, jangan dibawa sampe ke brain, nanti yang ada malah nambahin beban pikiran," ujar Cimon pada Abel.

"Kalo hidup gak gak pake otak, itu namanya gila! Lo contohnya," ucap Abel.

Cimon menekuk wajahnya kesal lantaran Abel menyindirnya jika dirinya gila. "Heh! Momoy bukan gak punya otak ya! Momoy itu cuma...."

"Cuma apa?!" Tanya Abel ngegas.

"Cuma gak ngotak dikit," kata Cimon sembari memamerkan deretan gigi putihnya dan gigi emas yang terselip disana.

"Lo itu bukannya gak ngotak dikit, Mon, tapi gak ngotaknya banyak! Jatuhnya lo udah kayak gak punya otak dah!" Sahut mbak Jum.

"Heh Jumini!"

"Juminten!" Ralat mbak Juminten.

"Ya itulah pokoknya! Mulut you kayaknya kebanyakan makan Chilli ya! Pedes banget, sekali-kali makan es batu, cyin! Biar adem!"

Abel menatap jengah dua orang yang saling adu cekcok ini. Telinganya terasa panas, mood yang ia susun baik-baik langsung hancur. Langkah kaki jenjang Abel berjalan meninggalkan stand dagangan es doger mbak Juminten.

Bel masuk kelas baru saja berbunyi, ia membelokkan langkahnya lantaran sudah sampai didepan kelasnya, XII IPS 3. Keadaan kelas begitu ramai, banyaknya cewek-cewek yang duduk melingkar bersama cowok-cowok yang bermain kartu poker disana.

"Kalah lu, Mor! Coret muka Mori!" Kata Ando seraya menunjuk Mori.

"Apa-apaan! Gak, gue gak mau! Lo jangan macem-macem ya, Ndo!"

"Jangan licik lo, Mor! Kesepakatan kita diawal kalo ada yang kalah, mukanya dicoret pake bedak," sahut Maya, gadis itu wajahnya seperti dilumuri tepung, putih semua.

Mori menghela nafasnya pelan, kemudian melempar kartu poker yang ada ditangannya dengan sebal. "Bukannya apa-apa ya May, Ndo. Masalahnya muka gue udah kayak bakwan, lo semua enak mulus, paling dikit lo kena dua atau tiga coretan. Lo liat bos muka gue! Udah kayak adonan bakwan aja," kata Mori kesal.

"Udahlah gue udahan aja. Tuh bel masuk udah bunyi, Pak Irham bentar lagi masuk. Kena ceramah mampus lo pada kalo ketauan main kartu poker," ujar Mori. Gadis itu beranjak dari duduknya dan melangkahkan kakinya menuju toilet untuk membersihkan wajah cemongnya.

"Huuu! Cemen lo, Mor!" Teriak Ando.

Abel menatap kepergian Mori yang menutupi wajahnya dengan selembar tissue. Gadis itu malu jika keluar kelas dengan penampilan seperti kuntilanak.

"Bel!" Panggil Ando.

"Apa?"

"Sini gabung, main bareng kita. Dari tadi gue gak liat lo, sekalinya liat pas mau masuk gini. Kemana aja lo?" Tanya Ando sembari membereskan kartu-kartu poker yang berserakan.

"ABEL 'KAN LAGI BROKEN HEART, NDO! LO GAK TAU YA!" Sahut Algerian sedikit mengeraskan suaranya.

"Diem lo, bencong!" Maki Gibran sembari memukul kepala sahabatnya ini dengan kotak pensilnya.

Mendengar jawaban yang terlontar dari bibir Algerian, lantas Ando berdiri dari duduknya dan menghampiri Abel yang berdiri di samping meja paling depan.

"Lo lagi patah hati, Bel?" Tanya Ando.

Abel mengerutkan dahinya. "Siapa yang patah hati? Gak guna banget gue patah hati," ucapnya, gadis itu sedikit melirik Gibran yang turut menatapnya dengan intens. Kemudian gadis itu melanjutkan kalimatnya, "Gue tadi habis dari ruang guru ngumpul buku sejarah sama Arion,"

Ando mengangguk-anggukkan kepalanya paham, tapi Ando tidak bisa tertipu dengan raut wajah Abel, apalagi mata teduh Abel yang bergerak kesana-kemari, membuat Ando yakin jika gadis ini tengah berbohong.

"Kirain lo patah hati beneran." Ucapnya.

"Ada-ada aja lo!"

Kemudian, langkah kaki Abel berjalan menuju bangkunya yang terletak pada urutan ketiga. Sedikit menolehkan kepalanya lantaran matanya menangkap sosok gadis cantik yang duduk diatas meja Kenzo.

Rani menjulurkan kakinya saat Abel hendak melewatinya, gadis dengan tinggi badan tidak terlalu tinggi tersebut tersungkur dengan tangan yang bertumpu pada susut meja.

Gibran yang melihat itu lantas berdiri dari duduknya dan menarik tangan Abel untuk berdiri. "Bel, gapapa?" Tanyanya.

Rani menatap Abel sinis. "Caper banget lo jadi cewek!"

Abel mendongak lantaran kalimat kurang ajar yang keluar dari bibir Rani. Sungguh, Abel tidak bisa menahan emosinya dari kemarin, ia sangat tidak suka dengan kehadiran Rani yang terus mengusiknya.

"Lo lagi nyindir diri lo sendiri, ya?" Kata Abel sembari menyunggingkan senyum miringnya.

"Savage!" Sahut Afkar.

"Ngena gak tuh dihati?" Tanya Algerian menggoda Rani.

"Langsung kena mental," sahut Kenzo.

"HEH! CUCU LAMPIR! KELAS LO BUKAN DISINI! TAPI DISEBELAH, PERGI LO! SEPET GUE LIAT LO DISINI! PARASIT DASAR LO!" Teriak Mori dari ambang pintu kelas.

Dari dulu, Mori memang tidak suka dengan kehadiran Rani. Selain genit dan ganjen, Rani juga cewek alay dan sok cantik yang suka menindas adik-adik kelasnya tanpa sebab. Jadi tak heran lagi jika sebagian dari siswa-siswi SMA Galaksi turut membenci Rani.

Rani berdecak kesal, kehadiran Rani dikelas XII IPS 3 karena ia ingin menemui Zelin yang notabennya teman satu kompleksnya. Namun, gadis yang dituju Rani malah tidak berangkat. Jadi, sekarang Rani mendekati Gibran dan juga beberapa temannya dengan alasan ia tidak punya teman satupun dikelasnya.

Suara derap langkah mengalihkan atensi anak-anak kelas XII IPS 3, Pak Irham baru saja memasuki kelas ini dengan membawa beberapa buku ditangannya. Kedatangan beliau menghamburkan anak-anak yang tengah bermain poker tadi.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikum salam Pak!" Jawab mereka serempak.

"Yang non islam silakan menuju tempat peribadatan masing-masing," ucap Pak Irham.

Beberapa dari mereka yang beragama non-islam, berjalan keluar kelas dengan membawa kitabnya masing-masing. Jam menunjukkan pukul sebelas siang, yang artinya sebentar lagi adzan dzuhur akan berkumandang.

"Disini bapak gak mau kasih materi ataupun soal-soal pekerjaan ke kalian. Bapak cuma mau sharing-sharing sedikit aja tentang islam," ujarnya.

Diam-diam Gibran menatap Abel dengan intens, jarak bangku keduanya hanya selisih dua meja saja. Meja Algerian dan juga meja Mori. Tak sedikitpun Gibran mengalihkan pandangannya dari wajah cantik Abel, tersenyum tipis saat gadis cantik itu disuruh membacakan ayat-ayat pendek Al-Qur'an.

"Masya Allah calon istri gue," gumamnya.

"Pantesan lo gak mau sama gue, Bel. Lo terlalu subhanallah untuk gue yang astaghfirullah ini," ucapnya lirih.

"Yaudah, Bong! Lo jadi ustadz aja biar subhanallah!" Sahut Algerian yang tak sengaja mendengar gumaman Gibran.

Gibran menoleh, kemudian melayangkan satu pukulan tepat dikepala cowok itu. Belum cukup tadi kena cambukan maut dari sabuk Gibran? Kadang Gibran heran sendiri, kenapa Algerian dan Kenzo begitu betah berteman dengannya, padahal mereka sering kena siksa Gibran.

"Ada yang mau ditanyakan?" Tanya Pak Irham, menatap murid-muridnya secara bergilir.

Algerian mengangkat tinggi-tinggi tangannya membuat Pak Irham tertuju pada cowok itu. Dua sahabatnya yang berada disampingnya pun turut bingung dengan Algerian, seperti tidak biasanya untuk Algerian bertanya dimata pelajaran Pak Irham.

"Pak! Istri yang disarankan Rasul itu empat istri 'kan ya, Pak? Kemarin ada yang melenceng, Pak! Mana orangnya sok cakep lagi!" Kata Algerian sedikit mengeraskan suaranya.

"Iya, jadi sunnah Rasullullah itu memiliki empat istri. Apa maksudmu, Al? Siapa yang melenceng?" Tanya Pak Irham.

Algerian mendorong bahu Gibran dan menendang punggung cowok itu hingga tersungkur ke lantai dengan kursi yang juga ikut terjatuh.

"Nih, Pak, nih! Katanya dia mau punya istri lima belas, Pak!"

Gibran melebarkan bola matanya."Algerianjing!'

Saat ini, Abel dan juga Mori tengah berada dikantin Mak Jingga. Tidak ada alasan lain selain mereka untuk mengisi perutnya yang sedari tadi berbunyi menandakan sang majikan ingin diberi makanan, alias cacing kremi yang ada diperut mereka.

Jam menunjukkan pukul setengah tiga, tapi bel pulang sekolah tak kunjung berbunyi. Banyaknya siswa-siswi yang bermain basket, nongkrong, dan ghibah didepan kelas mereka masing-masing. Jam kosong dijam siang menjelang sore seperti ini memanglah sangat menyenangkan bagi mereka.

Karena menurutnya, di jam-jam siang seperti ini mereka sudah tidak ada semangat lagi buat belajar atau mengisi otak mereka dengan banyaknya materi-materi pelajaran.

Sedari tadi, tak ada henti-hentinya Mori menerjang Abel dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurut Abel sudah tahu jawabannya dan tidak perlu ditanyakan lagi. Dari tadi, Mori menanyakan perihal hubungan Abel dan Gibran akan datangnya parasit berwujud manusia, Rani dan Arion.

"Lo gimana sih, Bel? Modelan Rani lo tanggepin, masa cuma gara-gara mak lampir aja lo mundur sih!" Kata Mori kesal.

"Gini nih efek manusia kalo baru ngenal cinta," Mori mencondongkan wajahnya dihadapan Abel, kemudian ia melanjutkan kalimatnya. "Hey! Maju, sayang. Kalo lo ngalah terus, kapan dapet pasangannya?"

Mori kembali menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi plastik yang ia duduki. Menatap Abel yang akhir-akhir sering murung, Abel yang ada dihadapannya ini bukan seperti Abel, sahabat Mori yang cerewet.

"Apa iya gue harus egois?" Tanya Abel.

"Hidup juga sekali-kali kita yang egois. Hidup juga banyak lika-likunya, masa iya lo cuma diem aja terus tanpa melangkah, tanpa ngelawan mereka. Terutama soal cinta dan hubungan,"

"Sekali-kali lo kudu egois perihal perasaan lo sendiri. Ada parasit, ya biarin aja," ujar Mori sembari meminum es tehnya.

"Kelamaan mikir lo! Sini hape lo!" Mori menyaut ponsel Abel yang ada digenggamnya gadis itu.

"Mau lo apain, Mor?!"

"Udah! Lo diem aja, lama-lama gue geregetan juga sama Lo, Bel."

Mori mengotak-atik ponsel Abel, membuka aplikasi WhatsApp gadis itu kemudian mencari kontak yang ia tuju. Hingga mata sipitnya tertuju pada satu nama 'Gibran'. Lantas jemari lentik Mori menyentuh nama Gibran, kemudian mengetikkan sesuatu disana.

Gibran
Online

Gib
Gue mau ngomong sesuatu

Apa, Bel?
Ngomong aja.
Lo dimana?

Lo baca baik-baik ya.
Gue lagi dikantin

Iyaaa,

Sudahi sadboymu, mari menjadi my boy
Dan akan ku sudahi sad girlku, dan menjadi your girl.

Bel,
Lo kenapa?
Tiba-tiba gini.

Mori tersenyum puas lantaran Gibran begitu cepat merespon pesannya, lebih tepatnya pesan yang ia kirim lewat nomor WhatsApp Abel. Niat Mori bukan untuk mempermalukan Abel, hanya saja Mori merasa geregetan sendiri melihat Abel dan Gibran terus berjauhan layaknya hubungan yang sedang dalam masalah.

"Nih, makasih, ya. Bel, gue pulang duluan. Udah ditungguin sama Maya," pamitnya. Kemudian langkah kaki jenjangnya melangkah meninggalkan Abel dan juga kantin ini.

Abel yang penasaran, buru-buru membuka ponselnya. Begitu ia menatap roomchatnya dengan Gibran, tidak! Lebih tepatnya pesan yang dikirimkan oleh Mori, lantas gadis itu melebarkan bola matanya.

Panggilan tak terjawab dari Gibran
Panggilan tak terjawab dari Gibran

"Mori sialan! Tanggung jawab lo, Setan!"

°°°°°

Abel melangkahkan kakinya menuju kelasnya, wajahnya ia tekuk dengan kesal. Kesal dengan Mori dengan lancangnya mengirimi pesan gombalan kepada raja gombal yang tentunya lebih pro darinya.

Niatnya ingin menarik pesan yang dikirimkan Mori, tapi nasi sudah menjadi bubur. Pesan yang dikirimkan Mori sudah dibaca bahkan dibalas oleh Gibran.

Abel memalingkan wajahnya malu saat ia tak sengaja bertatapan dengan Gibran yang duduk didepan kelas bersama Algerian dan juga Kenzo.

"SUDAHI SADBOYMU! MARI MENJADI MYBOY! ADUUH! SIAPA YA, TADI YANG NGIRIM PESAN KAYAK GITU?!" Sindir Algerian dengan melirik Abel diam-diam.

Malu? Tentu saja iya, siapa yang tidak malu jika dijadikan bahan ledekan oleh teman orang yang ada didalam hatinya. Selebihnya itu Algerian, manusia yang ceplas-ceplos dan hobi berteriak.

"PENGEN DEH GUE DIGITUIN KAYAK ABEL! VIKA MAU GAK YA?! SAMA KENZO AJA, DEH! KEN! GODAIN ABANG, DONG!" Kata Algerian sembari mencolek dagu Kenzo.

"Najis!" Kata Kenzo.

"Ayo, Ken! Biar romantis!" Seru Algerian.

Kenzo memutar bola matanya malas, cowok itu memutar badannya menghadap Algerian. Tersenyum paksa dan menampilkan finger heartnya.

"Sudahi badboymu mari menjadi....."

"Jadi apa, Ken?" Tanya Algerian lantaran sahabatnya itu malah menggantungkan kalimatnya.

"Mari menjadi babuku,"

"Sialan lo, sat!" Makinya.

Gibran berdiri dari duduknya saat ia melihat Abel yang baru saja keluar kelas. Cowok itu menarik pergelangan tangan gadis itu membuat langkahnya terhenti.

"Ayo pulang sama gue, lo gak bawa motor 'kan?" Tanyanya.

"Gak usah, Gib. Gue naik angkutan umum aja, gue gak mau repotin lo,"

"Biasanya selalu repotin gue sok-sokan banget lo. Ayo," Abel mendengus sebal akan jawaban yang dilontarkan Gibran. Tanpa menunggu persetujuan dari sang empu, lantas Gibran menarik paksa tangan Abel menuju parkiran.

Mau memberontak dengan cara apapun tenaga Gibran jauh lebih kuat darinya. Ia hanya pasrah ditarik Gibran menuju parkiran. Tidak ada alasan lain kenapa ia dengan terpaksa mengikuti kemauan Gibran, Abel hanya ingin---berdamai dengan perasannya sendiri.

"Kita mau kemana?" Tanya Abel pada Gibran yang sibuk memakai helm full-facenya.

"Mau penuhi permintaan lo,"

Alis Abel terangkat bingung. "Maksudnya?"

Gibran mengambil helm bulat yang setia ia simpan didalam jok motornya, kemudian ia memasangkannya pada kepala Abel. Abel terdiam sejenak menikmati detak jantungnya yang berpacu dengan cepat.

Gibran mencondongkan wajahnya didepan wajah Abel. "Menyudahi sadboyku dan menjadi your boy."

°°°°°

Tak henti-hentinya Abel mengumpat kasar kepada Gibran, mulutnya berkomat-kamit menyumpah serapahi manusia yang duduk anteng disampingnya ini dengan satu piring makanan yang ada ditangannya.

Dengan bodohnya Abel percaya akan omongan Gibran yang katanya mau menghantarnya pulang. Oh tidak! Dekat dengan Gibran tak sebegitu mulusnya.

Seperti saat ini, dengan sengaja Gibran membawa Abel kerumahnya.

"Gue gak mau tau, anterin gue pulang!" Kata Abel memaksa Gibran yang enak-enaknya memakan kripik singkong diatas piring yang ia pegang.

"Nanti gue anterin, santai aja,"

"Santai, santai matamu!" Batin Abel berkata kasar.

Abel tersentak pelan saat merasakan berat pada pahanya. Ia menundukkan kepalanya dan mendapati Gibran yang tiduran diatas pahanya. Seperti tidak punya kesalahan apapun, cowok itu dengan santainya memakan keripik singkongnya.

"Gib, minggir ah! Gak enak sama keluarga lo," tegurnya.

"Biarin, keluarga gue gak ada. Mamah sama papah pergi ke rumah nenek, cuma ada Geisha aja adik gue yang belom pulang," ujarnya.

"Ya, tapi---" Abel menghela nafasnya lelah, ia hanya takut menjadi bahan omongan para pembantu rumah Gibran. Ia malas mendapatkan cibiran demi cibiran.

Ia hanya takut mendapatkan omongan, orang seperti Abel yang posisinya dari orang rendah, berdekatan dengan Gibran yang posisinya dari keluarga berada. Bukan maksud tak mensyukuri keadaan, hanya saja Abel tidak pantas jika dipikir-pikir.

Abel menundukkan kepalanya lagi lantaran merasakan pipinya yang diusap lembut oleh tangan kekar yang berada dibawahnya.

"Bel, kapan?" Tanya Gibran.

"Kapan apanya?"

"Kita,"

"Jadiannya," lanjutnya.

"Gue udah dari lama nunggu jawaban iya dari bibir lo, Bel. Bilang, bilang enggak sekali lagi kalo emang lo nolak gue," ucapnya.

"Biar gue sadar diri, dan gak kejar lo lagi," lanjutnya.

Abel memalingkan wajahnya, kenapa dirinya tidak suka Gibran berbicara seperti itu. Abel hanya ragu, ia hanya ragu untuk memulai semuanya, ia takut semuanya gagal. Dan terutama ia takut----sakit hati dengan kisah cintanya sendiri.

"Lo gak usah ragu, Bel, gak usah takut, dan gak usah peduliin omongan mereka yang nentang keras hubungan kita nanti, terutama Rani. Yang jalani itu kita, bukan mereka," ucapnya.

Gibran merubah posisinya menjadi duduk, tangannya terangkat menyelipkan anak rambut Abel yang menutupi wajahnya. Sebentar ia menatap manik mata teduh didepannya ini, menatap intens wajah cantik yang selalu hadir dalam mimpinya.

"Bel, gue ulangi. Jadi pacar gue, mau?"

"Plis, gue gak tau mau jawab apa." Batin Abel.

Abel menolehkan kepalanya dengan cepat saat tangannya digenggam erat oleh Gibran, kemudian cowok itu mengangkat tangan Abel lalu menyentuhkannya pada dada bidang cowok itu.

"Lo rasain gimana kencengnya detak jantung gue sekarang. Bel, gue serius kali ini," ucapnya dengan lirih.

Untung saja penghuni rumah pada pergi semua, terutama ayahanya dan ibundanya yang katanya pergi ke rumah orangtua mereka tanpa mengajak Gibran. Sedangkan para pembantu-pembantu rumah Gibran, mereka semua dipekerjakan dibelakang. Jadi Gibran tidak khawatir kepergok.

"Gib, gue---" Abel menghentikan ucapannya, ia ragu harus menjawab apa.

"Hmm?"

Abel menahan nafasnya sebentar, memejamkan matanya sejenak, kemudian menghembuskannya dengan perlahan, mata lentik gadis itu menatap Gibran dengan intens.

"Iya," jawab Abel finish.

Gibran mengerjapkan matanya berkali-kali, kemudian mengorek telinganya yang tiba-tiba tidak berfungsi. Ini telinga Gibran yang konslet atau Gibran lagi di dunia mimpi? Jika ini berada di dunia mimpi, Gibran sangat mohon kepada sang kuasa untuk tidak membangunkannya dari mimpi seindah ini.

"B-Bel, s-serius?" Tanya Gibran. Abel memalingkan wajahnya malu, kemudian mengangguk sebagai jawaban.

Gibran memejamkan matanya dan menggigit bibir bawahnya menahan kegembiraan ini, sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak jingkrak-jingkrak ditempat. Sekarang Abel jadi pacarnya? Official jadi miliknya? Gibran masih tidak percaya dengan itu semua.

Begitu pun dengan Abel, pertemuan mereka yang diawali perdebatan-perdebatan kecil, serta gombalan maut dari Gibran, sekarang berujung mereka disatukan oleh hubungan indah yang akan mereka jalani.

"Bel, tatap gue," suruh Gibran. Namun, gadis itu sepertinya tidak merespon sama sekali, Abel tambah memalingkan wajahnya dan menggeser posisi duduknya sedikit menjaga jarak dengan Gibran.

"Bel," panggilnya sedikit berbisik.

"Sayang,"

Abel menahan nafasnya sejenak, tangannya reflek bergerak menyentuh dadanya dan meremas pelan seragamnya. Jantungnya berdetak sangat kencang lantaran Gibran memanggilnya dengan panggilan semanis itu, walaupun sering kali Gibran mengucapkan kata itu, namun rasanya berbeda untuk sekarang.

"Tatap gue sini," Gibran menarik dagu Abel menghadap dengannya.

"Gue sayang sama lo, gue cinta sama lo. Gue gak mau janji, tapi sebisa mungkin gue jagain lo, sebisa mungkin gue jaga hubungan kita sebaik mungkin. Dan lo," Gibran menyentuh hidung Abel dengan jari telunjuknya.

"Satu-satunya cewek yang akan singgah disini," Gibran menunjuk dadanya sendiri dengan jari telunjuk sebelah kirinya, kemudian melanjutkan ucapannya, "Untuk selamanya."

Tak satupun ucapan Gibran dibalas oleh Abel. Gadis itu masih canggung dengan status barunya. Percayalah, hubungan yang berawal dari teman adalah hal yang sedikit memalukan. Awal yang blak-blakan, dan berakhir malu-malu kucing.

"Bel, jangan pernah tinggalin gue dalam keadaan apapun. Gue liat lo pergi sama Arion aja udah sakit banget, Bel. Apalagi liat lo pergi dari gue nanti," ucap Gibran lagi.

Abel menatap Gibran dengan teduh. "Seharusnya gue yang bilang gitu sama lo, Gib. Seharusnya lo yang jangan ninggalin gue dalam keadaan apapun. Kita itu beda, lo dengan segala kecukupan lo dan gue dengan segala---"

"Jangan ngomong gitu. Kita itu sama derajatnya dimata Tuhan," potong Gibran.

"Yaudah ganti aja,"

"Ganti apa?" Tanya Gibran.

"Lo terlalu sempurna buat gue yang biasa ini," ucap Abel.

"Kebalik," ucap Gibran.

"Hmm?"

"Lo terlalu sempurna buat gue yang jauh dari kata sempurna ini," ucap Gibran diiringi kekehan kecil dari mulutnya.

Gibran memegang bahu Abel, hendak mengarahkan kearahnya untuk ia peluk. Sebelum akhirnya suara bariton terdengar dari arah ambang pintu, membuat Gibran mengurungkan niatnya.

"Astaghfirullah anak cebong! Nikah dulu baru peluk-peluk!" Tegur Arga, ayah Gibran yang baru saja pulang bersama istri dan juga anak kembarnya.

Abel menatap dua orang paruh baya itu dengan perasaan tak enak hatinya. Sungguh ia merutuki Gibran yang hendak berbuat seenaknya disini.

Gibran berdecak. "Ganggu aja lu!" Gumamnya.

"Abel? Teman satu kelas Gibran 'kan?" Tanya Syera seraya menunjuk Abel.

Dengan ragu Abel mengangguk. "I-iya tan,"

"Kalian pacaran?" Tanya Syera seraya menunjuk Gibran dan Abel secara bergilir.

Ingin rasanya Abel melenggang pulang, takut dan malu menjadi satu. Siapa yang tdiak takut dan malu coba, jika mereka dipergoki oleh orangtua dari Gibran.

"Kenapa emang, mah?" Tanya Gibran.

Syera menggeleng kemudian tersenyum tipis. "Gapapa, semoga langgeng, ya. Mamah setuju daripada kamu sama pacar-pacar kamu yang lainnya. Abelnya dijaga, Gib, jangan dirusak!"

Gibran berdecak, senakal-nakalbya Gibran, Gibran enggak pernah yang namanya merusak spesies perempuan. Selama apapun ia pacaran dengan jajaran para mantannya, enggak sedikitpun Gibran menyentuh dan minat merusak mereka.

Karena menurut Gibran, wanita itu dijaga bukan dirusak. Jika mau merusak harga diri seorang wanita, maka ingatlah ibu dan adik perempuanmu dirumah.

"Kamu pacarnya Gibran, bener?" Tanya Arga pada Abel.

"I-iya om," jawab Abel sedikit takut.

"Ooh, om cuma mau bilang kamu gak pantes sama Gibran," ucap Arga.

Jantung Abel berdetak sangat kencang, desiran ngilu sangat terasa dihatinya, serta sorot matanya menatap tak percaya ayahnya Gibran.

Gibran berdiri dari duduknya dan menatap ayahanya dengan kecewa. "Maksud papah apa? Jangan karena harta---"

"Dengerin papah dulu, anak monyet!" Potong Arga menyentak ucapan putra sulungnya.

Langkah kaki jenjang pria paruh baya itu menghampiri Abel yang berdiri disamping Gibran, kemudian mata tajam pria paruh baya itu menatap Abel dari atas hingga bawah dengan detail. Abel meneguk ludahnya dengan kasar, ia hanya takut direndahkan, sedangkan saja dirinya bukan dari keluarga berada.

Hingga tepukan pada pucuk kepala Abel ia rasakan, Abel mendongak menatap ayah Gibran dengan teduh.

"Kamu gak pantes sama anak saya. Anak saya terlalu astaghfirullah untuk kamu yang subhanallah, nak." Ucap Arga dengan mimik wajah yang dibuat sesedih mungkin.

Setelah mengatakan itu, Arga melenggang pergi bersama istri dan juga putra kembarnya. Masa bodo dengan putra sulungnya yang akan ngamuk habis-habisan.

"PAPAH SETAN!" Teriak Gibran.

°°°°°

To be continue

Buat kamu yang baca hari ini, semoga suka dengan part ini ya. Semoga nggak bosen sama apa yang aku tulis.

Terimakasih buat kalian yang selalu dukung aku dibelakang.

I always love you all🖤

Buat kamu yang selalu menyamakan karya ini dengan kehidupan nyata, atau selalu mengkritik habis-habisan cerita Gibran dengan dunia nyata. Tolong diubah pola pikir kalian ya.

"Kak, kok ini gini? Seharusnya didunia nyata gak gininih thor!"

Inget ya, ini hanya dunia fiksi dan dunia halu. Author bakalan bikin cerita ini sehidup mungkin, tapi nggak menjanjikan mirip sama kayak didunia nyata.

Terimakasih ya.

Buat kamu yang datang disini hanya untuk plagiat, lebih baik kalian tinggalkan saja lapak aku. Lebih baik kehilangan seribu pembaca yang datang hanya untuk plagiat, daripada kehilangan satu pembaca yang datang untuk menikmati dan mendukung karya aku.

Mari bergabung untuk menolak aksi plagiarisme.

See you All!

(Jangan lupa beri vote dan komentar baik kalian ya!!!"

Seguir leyendo

También te gustarán

4M 311K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
3.5K 312 18
PLAGIAT HARAP MENJAUH!!🚫 singkat saja ini hanya cerita tentang Fanya yang terjebak cinta Friendzone kepada Sahabat kecilnya yaitu Rafa. *Star:21 Mei...
20K 2.9K 49
[SUDAH TERBIT] Untuk pemesanan buku hubungi WA : 081774845134 Dear Pembaca ... kisah ini bukan kisah edukasi yang bisa membuat wawasan kali...
ALLEN Por Nuraini💙

Novela Juvenil

1.8K 313 8
Hellen Adiwiyana, wanita yang masih merindukan sosok lelaki dimasa lalunya, yang kini datang kembali dengan wajah serupa tetapi sifat dan nama yang b...