Sepanjang perjalanan, Rival menggerutu. Ini semua gara-gara Guntur! Ia harus menggunakan motor beat bututnya lagi untuk ke mana-mana. Bahkan ke sekolah sekalipun. Sebentar lagi, pasti banyak hujatan yang terlontar.
Rival memasuki gerbang sekolah lalu menuju parkir. Keberuntungan sedang tidak ada di pihaknya. Ketiga temannya sudah stand by di parkir. Siap-siap Rival akan dihujat kemiskinannya.
"Wah ... Ducati lo mana, Val?" tanya Lego dengan nada mengejek.
"Tuh kan apa gue bilang. Rival pake Ducati kalo nggak maling, ya rental." Dengan santainya Gilang mengatakan itu.
Rival tersenyum tabah. Tidak pa-pa. Sudah biasa dihujat.
"Mana Ducati lo?" tanya Genta serius. Ia sedikit kaget Rival mengendarai motor beat lagi. Ditambah dengan plaster yang menempel di jidatnya.
"Gue rongsokin!" balas Rival jengkel.
"Lo kemaren pake Ducati biar keliatan orang kaya, ya?" cetus Lego tak berperasaan.
Emang gue kaya woii!
"Rival pake Ducati tuh buat ngegaet cewek," ralat Gilang.
Rival menatap malas keduanya. "Udah ngehujatnya?"
Keduanya kompak menggeleng. Mereka belum puas.
"Kenapa lo balik jadi miskinable?" tanya Gilang.
"Gue lagi males jadi orang kaya. Nanti lo semua pada ngutang."
"HALAH BACOT."
"Lo bertiga jangan sampe gue kick dari dunia ya!" omel Rival sambil melotot. Ia tak cukup sabar sekarang.
"Kaya kok pake motor butut," ejek Gilang lalu cekikikan bersama Lego. Genta menyimak, masih belum tertarik masuk obrolan.
"Gue itu nggak mau pamer sama kaum sok sultan kayak lo berdua. Tadi mau pake Lamborghini, tapi takut lo berdua maling."
"Wah! Makin ngadi-ngadi ngayalnya nih bocah," cetus Lego sambil menggeleng pelan tak habis pikir. Makin ngelantur.
Rival bersabar tapi memaki dalam hati.
"Kapan-kapan gue berangkat sekolah pake helikopter, dah. Biar mulut lo berdua berhenti ngehujat gue miskinable."
"Anjir! Halunya makin overdosis," ejek Gilang lalu tertawa bersama Lego. Keduanya begitu semangat mengejek Rival.
Rival tersenyum tabah. "Belum aja gue keluarin ilmu kebal tendang kanuraga, biar dua manusia kuman ini ditendang ke mars."
Lego dan Gilang, menurut Rival tidak cocok tinggal di bumi. Bumi terlalu istimewa untuk ditinggali kedua manusia penuh sifat jelek itu.
"Jangan ke mars. Mars aja menolak kayanya kalo ditinggalin mereka," sahut Genta mendukung Rival. "Tendang aja ke neraka langsung."
"Hmm ... mari kita cobaaaa!"
****
Cahya melewati kelas Rival sambil mengintip. Ternyata, cowoknya itu sedang duduk sambil melamun dengan muka memelas. Sendirian lagi. Cahya langsung bergegas masuk menghampirinya dan duduk di sampingnya.
"Ngapain ngegalau?" tanya Cahya penasaran. "Muka lo jelek banget kalo lagi melas gitu. Jadi malu gue punya pacar kaya lo."
Rival diam saja tak minat membalas membuat Cahya bertanya-tanya. Tidak biasanya Rival seperti ini.
"Rival kenapa?" tanya Cahya lembut sambil merapikan rambut Rival yang acak-acakan. Dirasa sudah rapi, Cahya menatap teduh mata Rival.
"Rival kenapa? Sini cerita punya beban hidup apa?" bujuk Cahya saat Rival masih diam.
"Lo mau?"
Dahi Cahya mengernyit. "Mau apa?"
"Beban hidup gue."
"Sialan! Gue nanya, bukan minta!"
"Ya santuy. Gue cuman nawarin."
Rival menopang dagunya, melamun lagi.
"Lo kenapa? Cerita! Kalo nggak cerita gue banting!" ancam Cahya seperti kata-kata yang sering Rival sampaikan.
"Dihukum sama Papa."
Tawa Cahya ingin meledak saat itu juga tapi ia tahan. "Dihukum apa? Lo takut banget sama Papa lo, ya?"
Rival menggeleng. "Nggak takut, sih. Tapi hukumannya ngeri banget."
"Emang apa hukumannya?"
"Duit jajan gue dipotong. Semua kartu ATM disita."
"Ya biarin disita. ATM lo juga nggak ada isinya."
"TEGA-TEGANYA LO NGOMONG GITU, CAY!" Rival histeris. Bahkan pacarnya pun juga tidak menyemangatinya.
Rival melamun lagi memikirkan hutangnya pada Cahya. Ia juga belum jajan dari tadi. Mengirit demi keuangannya utuh.
"Sudahi galaumu, mari ngepet bersamaku," ajak Cahya cengengesan.
"Lo babinya. Gue yang jaga lilin."
"Pale lo! Enak di elo itu mah!"
Rival melamun lagi. Tak niat bercanda. Cahya sebal melihat itu. "Rival! Lo jangan bisu aja dong. Gue nemenin di sini tapi lo diemin."
"Gue juga nggak minta lo temenin."
Rival memang menyebalkan. Cahya berniat pergi tapi tangannya dicekal.
"Lepas! Gue mau nyamperin Kevin kalo nggak Kenzo!"
"Sini aja. Ngapain mau ketemu dua kuman itu."
Cahya menghela napas pasrah. Ia lagi tak ingin mengomel jadi menurut saja. Cahya kembali duduk di samping Rival.
Rival menyandarkan kepalanya di bahu Cahya tiba-tiba, membuat cewek itu kaget. Rival mencari kenyamanan di sana, hari ini ia lelah. Mungkin efek tawuran kemarin. Ia ingin sejenak mengistirahatkan badannya.
"Cahya ... gue capek banget. Mungkin karena tawuran kemaren." Rival memejamkan matanya sambil bersandar di bahu Cahya. Rival menemukan kenyamanan di sana.
Abang Gledek! Tunggu omelan gue! Bisa-bisanya lo bikin cowok gue kecapekan!
"Makanya jadi cowok itu yang kalem. Lo pecicilan mulu, sih."
"Lo ngomel mulu, nggak capek apa? Gue yang denger aja capek."
Cahya langsung kicep melihat Rival terganggu. Tangannya bergerak mengelus rambut Rival lembut agar cowok itu tambah nyaman. Sebenarnya malu, tapi jarang-jarang Rival bertingkah begini.
"Tidur, ya."
Rival mengangguk pelan, masih bersandar di bahu. Elusan lembut dari tangan Cahya membuatnya nyaman sekaligus mengantuk.
Cahya tersenyum melihat muka kalem Rival saat tertidur. "Cowok gue ganteng amat kalo mode kalem gini."
Lego, Gilang, dan Genta yang ada di depan pintu dari tadi menyaksikan drama itu, mereka menatap malas couple aneh itu.
"Genta, jadi PHO gih. Gue dukung seratus persen!" dukung Lego menggebu-gebu. Ia sudah lelah menyaksikan kegengsian mereka berdua.
"Nanti kalo gabut. Gue siap jadi PHO." Genta juga lelah melihatnya. Sama-sama saling sayang tapi terlalu gengsi mengungkapkan.
"Pengen jadi PHO juga." Gilang dulu sempat menyukai Cahya, tapi keduluan Rival. Tidak ada pilihan lain selain merelakan.
"Terapin protokol 3S, Lang." Lego mengingatkan.
"Apa tuh?"
"Sadar diri, sadar muka, sadar posisi."
"Hmm ... kayaknya bukan Rival lagi yang mau gue bunuh, sekarang gue mau bunuh lo aja dah!"
Lego langsung kabur.
****
Cahya menghampiri Rival yang sedang berada di parkiran untuk pulang bersama.
"Ducati lo mana?"
"Gue rongsokin."
"Hm. Bagus. Besok ganti mobil ya biar nggak kepanasan."
"Astaga, Cay. Matre banget lo."
Cahya cengengesan.
Rival menyentil dahi Cahya pelan lalu memberikan buket yang ia sembunyikan dari belakang tubuhnya kepada Cahya.
"Nih."
Cahya melongo melihat buket itu. Suatu benda yang paling diidamkan wanita. Yaitu buket bunga uang. Cahya tercengang. Walaupun setelah dihitung, uangnya hanya ada sejuta. Tapi ia tetap speechless.
Dengan gesit, Cahya langsung menerimanya dengan raut bahagia.
"Sangkyuuu Rival! OMG LO GANTENG BANGET KALO LAGI MODE ROMANTIS GINI!" heboh Cahya.
"GILIRAN DUIT AJA LANGSUNG SENENG!"
Cahya terkekeh. "Manusiawi kalo gitu mah."
"Buat bayar utang gue."
"Tapi ini kan sejuta. Sedangkan utang lo cuman lima ratus ribu."
"Itu gue nitip. Soalnya kalo gue yang pegang duitnya nanti habis. Jaga-jaga kalo Papa masih ngehukum."
Bahu Cahya meluruh kecewa. "Ini mah sama aja. Gue nggak ada untung."
Rival tertawa terbahak-bahak melihat raut kecewa Cahya.
"Yuk pulang. Takut lo nangis bombay di sini."
*****
Thank you ❤️ jangan lupa tekan bintang ❤️
Masalahnya otw😭 tapi gasiap😭😭😭
Dahlah gini aja wkwkw❤️