My Valentines ✔️

By roseannejung

290K 34.5K 3K

[SELESAI] Tentang Jaehyun yang setengah mati menyembuhkan luka dan Chaeyoung yang berkali-kali menggariskan b... More

Tokoh
1. Titik Tengah
2. Hubungan yang Aneh
3. Dimulai dari Sini
4. Menggapai Bintang
5. Positif
6. Harapanku, Kamu
7. Hancur tak Terbentuk
8. Bukan Malapetaka
9. Old Habits
10. Di bawah Pohon Mahoni
11. Toxic and Slipping Under
12. Sepatu Bayi
13. Kami Berempat Bertemu
15. The Name I Love
16. Separuh dan Setengah
17. Pilih dengan Bijaksana
18. Badai
19. Bintang dan Baru Kerikil
20. One Step Away
21. Sisi Buruk Dia
22. Terlambat Sejak Awal
23. Passionate
24. Little Light
25. Yang Terbaik
26. Top Priority
27. Push and Pull
28. Park Alice
29. Half as Pretty
30. Fast Forward to Present
31. Give Me Two
Episode Spesial : Jung Rion
32. Draw The Line
33. Two Way Feeling
34. Ciuman dan Ilusi
35. A Whole Mess
36. Put A Ring on It
37. The Pandora Box
38. How Fast The Night Changes
39. I Like Me Better
40. Crumble Apart
41. Dunia dalam Genggamanku
42. Frog Prince
43. My Love Is Gone
44. A Dream That Doesn't Sleep
45. Sly Fox
46. Diakhiri untuk Dimulai
Extra 1 : Rion dan Adik
Extra 2 : Half way Through
Extra 3 : Purple Sky and Kisses
Special : LDR

14. Love Me, Love Me not

6.2K 768 191
By roseannejung

"Cuaca hari ini bagus, ya."

"Di luar gerimis." Chaeyoung berucap sembari berjalan ke ruang TV untuk menaruh barang bawaannya. "Jam berapa sampai Korea?"

"Jam dua siang landing, tapi aku ke kantor dulu dan jam empat baru sampai rumah."

"Sudah makan belum?" Chaeyoung berbalik menatap Jaehyun yang berdiri dengan tangan terselip di saku celana.

"Aku belum makan dari siang."

"Kenapa belum makan? Sekarang udah jam tujuh." Chaeyoung melihat jam tangannya.

"Aku nunggu kamu dan Rion,"

Chaeyoung mengerjap, kemudian luapan rasa bersalah langsung merambat di dadanya.

"Jaehyun, maaf, aku lupa ngabarin. Aku dan Rion sudah makan malam di luar bareng Lisa dan pacarnya."

"..."

"Maaf, aku pikir kamu makan malam di luar bareng teman-teman kantor kamu."

"It's okay." Jaehyun mengangkat bahu santai.

"Kamu mau makan apa? Aku masakin, ya. Nggak apa-apa, kan, kalau nunggu." Chaeyoung menggulung lengan sweaternya sambil melangkah ke dapur, diikuti oleh Jaehyun.

"Kalau kamu nggak repot, aku bersedia nunggu."

"Sebentar." Chaeyoung membukas kulkas untuk melihat bahan makanan apa saja yang mereka punya. Ia berharap akan menemukan sayuran, daging, atau ayam beku tapi ternyata nihil.

Yang ada hanya mie instan, pasta instan, dan makanan kalengan.

Sial, dia belum belanja bulanan.

"Eeee..., Jaehyun, kayanya aku nggak bisa masak. Stok bahan makanan habis dan aku belum belanja. Apa kamu mau delivery aja?"

Jaehyun terlihat berpikir sejenak. "Nggak perlu. Temenenin aku makan di luar aja, bertiga sama Rion," ucap Jaehyun dan tentu saja Chaeyoung tidak akan menolak.

"Aku panggil Rion dulu."

Chaeyoung melangkah melewati Jaehyun menuju kamar Rion.

Pintu kamar bocah empat tahun itu terbuka, dan dari luar Chaeyoung sudah bisa mendengar suara Rion yang sedang bermain dengan mainan barunya.

"Raaarwwww, aku gigit kamu."

"Mbeeeeekkk, Jangan! Jangan gigit aku. Aku masih kecil."

"Tetep aku gigit. Raaarrwww, nyam, nyam, nyam. Daging kamu pahit kaya kopi Papa."

"Rion?" Chaeyoung membuka lebar pintu kamar sang anak.

Sedangkan yang dipanggil namanya seakan tuli dan masih asik bermain dengan miniatur harimau dan domba di tangannya.

Chaeyoung menyisir isi kamar Rion, dan melihat ada tiga kantong belanjaan yang isinya sudah tumpah ruah di lantai.

Hampir semua mainan yang dibelikan Jaehyun sudah dibuka dari segelnya, dan hanya menyisakan crayon yang masih terbungkus rapih.

"Rion," Chaeyoung berjongkok di depan anak semata wayangnya.

"Moyi-moyi, gigit Mama graaawwww." Rion menempelkan gigi Jerapah yang dipegangnya ke lengan Chaeyoung.

"Jahat! Kamu jahat Moyi, itu Mama aku. Jangan sakitin Mama. Aku bilangin Tomi ya biar kamu dihukum." Rion berpura-pura memarahi si jerapah, padahal dia sendiri yang menyuruh Moyi-moyi menggigit Chaeyoung.

"Rion, Mama sama Papa mau ke luar, nih. Kita jalan-jalan terus makan—"

"Nggak mau." Rion cemberut sambil berbalik memunggungi Chaeyoung. Kemudian kembali asik dengan mainannya.

"Kok Rion begitu. Papa belum makan, loh, dari siang. Masa Rion tega Papa kelaparan."

Rion tidak menjawab.

"Temenin Papa makan, yuk, sebentar aja."

"Nggak mau." Rion menjauh saat punggungnya disentuh Chaeyoung.

"Yuk... yuk... yuk... jagoan. Nanti Mama beliin es krim, deh. Tinggalin dulu mainannya, mereka nggak akan kemana-mana, kok. Nanti pulangnya Rion bisa main lagi."

"Nggak, nanti pulangnya jam sembilan, dan Rion disuruh tidur nggak boleh main lagi," protes Rion.

Kalau dipikir-pikir alasan anaknya itu ada benarnya juga.

Jam sembilan adalah batas jam malam Rion.

Apalagi dengan adanya Jaehyun, sudah bisa dipastikan kalau ia akan menunggui Rion di kamar sampai anakitu tertidur.

Ya, tapi mau bagaimana? mau tidak mau Rion harus ikut. Masa ditinggal sendirian di rumah?

"Oi, Tiger," Jaehyun berseru di ambang pintu kamar Rion.

Kali ini ia sudah mengenakan hoodie abu-abu, dan topi baseball—setelan yang biasa ia gunakan setiap kali mereka keluar untuk acara santai.

"Aku bukan Tiger! Aku kodok!" Rion yang tadinya sudah kesal semakin menekuk wajahnya.

"Oke, kodok. Temenin Papa makan, yuk. Kita makan di tempat barbeque yang Rion suka. Yang waktu itu Rion masak sendiri dagingnya. Terus ada perosotannya juga."

Untuk pertama kalinya, wajah Rion terangkat dan ada sorot ketertarikan di matanya.

"Nanti kita pesen cheese mandu sama puding mangga di sana. Rion suka, kan?" Jaehyun kembali membujuk.

Rion kali ini sudah 50% tertarik dengan tawaran Jaehyun, namun miniatur hewan yang ia pegang memberatkan hatinya.

"Mainannya bawa aja. Tapi jangan banyak-banyak."

"Boleh, Pa?" mata Rion berbinar.

"Boleh, dong. Kata siapa nggak boleh."

Dengan senyuman lebar Rion membawa miniatur kambing dan harimau lalu berlari ka arah Jaehyun.

"Ayo, Pa, aku mau masak daging. Aku mau makan puding." Rion menarik-narik celana Jaehyun.

"Oke, Tiger."

"Ihhh kodok, Papa!"

Jaehyun tertawa. "Iya, pangeran kodok." Ia lalu menggandeng tangan Rion. Sebelum benar-benar melangkah, Jaehyun melirik Chaeyoung yang masih berada di dalam kamar Rion.

"Ayo," ajak Jaehyun, kemudian ia dan anaknya yang terobsesi dengan kodok itu melenggang pergi.

Meninggalkan Chaeyoung sendirian.

Kenapa, ya?

Kalau urusan bujuk membujuk Rion, Jaehyun itu selalu menang dari aku?

Padahal yang mengandung Rion selama delapan bulan itu aku, yang melahirkan juga aku, yang menghabiskan waktu dengan Rion lebih lama tentu saja aku, tapi kenapa...

Chaeyoung menghembuskan napas

"Ah,sudahlah." Gumamnya sebelum menyusul dua laki-lakinya keluar kamar.

***

Entah ini hanya perasaan Chaeyoung saja, atau Jaehyun memang sejak tadi mencoba untuk menggandeng tangannya?

Saat di depan pintu apartemen, Chaeyoung tiba-tiba merasakan genggaman tangan Jaehyun. Tapi ia buru-buru berkilah dengan pura-pura membetulkan tali sepatunya yang sebenarnya baik-baik saja.

Lalu di dalam lift, saat segerombolan laki-laki masuk ke di lantai tujuh. Jaehyun langsung menggendong Rion dan menggenggam tangan Chaeyoung sebelum menarik tubuh perempuan itu mendekat kepadanya.

Beruntung saat itu Rion mengeluh matanya kelilipan sesuatu, jadi Chaeyoung langsung melepas genggaman tangan Jaehyun untuk membantu sang anak.

Tidak berhenti di situ, saat mereka berada di parkiran basement, Jaehyun lagi-lagi menggandeng tangan Chaeyoung.

Sumpah mati, Chaeyoung tidak tahu harus dengan cara apa lagi menolak.

Hinggapada akhirnya, ia membiarkan Jaehyun menggandeng tangannya mulai dari pintumasuk parkiran hingga mobil mereka yang terparkir di B5.

***

"Papa, sekarang Rion sudah punya pacar." Suara bocah empat tahun itu membaur dengan bunyi panggangan.

Tangan Jaehyun yang sedari tadi sibuk menggunting-gunting daging sampai terhenti.

"Pacar?" mata Jaehyun melirik Chaeyoung meminta penjelasan.

"Bukan pacar, tapi temen perempuan. Benar kan Rion."

"Enggak, Ma. Pacar." Rion menggeleng dengan semangat, sampai poninya bergerak ke sana, ke mari. "Kata Bubu, temen sama pacar itu beda. Kalau temen itu yang biasa main sepeda bareng, tapi kalau pacar itu yang baik sama Rion."

"Bubu siapa?"

"Temen sekelas Rion, anaknya pejabat di Mahkamah Agung," jawab Chaeyoung sambil menaruh potongan daging yang sudah matang ke piring Jaehyun dan Rion.

"Besok-besok Rion jangan main lagi sama Bubu. Orangnya aneh," pesan Jaehyun sebelum menyumpit daging ke dalam mulutnya." Masa anak umur empat tahun udah ngajarin anak aku pacar-pacaran."

"Ya, jangan diambil serius, Jaehyun. Namanya juga anak-anak," jelas Chaeyoung.

Meksi demikian, Jaehyun masih belum bisa menyingkirkan kejenkelannya pada Bubu. Menurutnya bocah kecil itu aneh.

"Pacar Rion namanya siapa?" Sambil makan, Jaehyun kembali mengajak ngobrol Rion.

"Namanya Kim Yena. Dia baik banget sama Rion, Pa. Yena sering kasih Rion sosis goreng. Tapi hari ini Yena jahat. Dia bagi sosisnya ke Junhee bukan ke Rion."

Chaeyoung mengulum senyum, sedangkan Jaehyun terlihat serius menanggapi cerita sang anak.

"Terus?"

"Rion sedih Yena nggak kasih Rion sosis. Tapi Rion tetep suka Yena."

"Kenapa Rion suka sama Yena?"

"Soalnya Yena cantik. Hehehe" Rion tertawa malu-malu.

Wah... wah... gawat. Pikir Chaeyoung.

"Rambut Yena panjang kaya Mama, cantik." Rion menyentuh rambut Chaeyoung yang sekarang sedang dikuncir kuda.

"Berarti Mama cantik, dong."

Karena mulutnya saat ini sedang penuh daging, Rion hanya mengangguk sambil menunjukan kedua jempolnya.

"Makasih, Jagoan." Chaeyoung mencium pipi Rion yang penuh dengan makanan.

Di sisi lain, Jaehyun terpaku melihat pemandangan manis yang ada di hadapannya.

Tiga minggu adalah waktu yang sangat lama, dan Jaehyun tidak ingat bagaimana bisa dia melewati hari-hari itu tanpa menyentuh dan merasakan hangat tubuh keduanya?

Beruntung, semuanya sudah berlalu.

"Kalau Papa punya pacar nggak?" Rion yang sudah menelan makanannya kembali buka mulut.

"Nggak punya, Papa punyanya Rion sama Mama."

"Kok nggak punya? Mama aja punya pacar?"

"Uhukkk... uhukkk..." Chaeyoung tersedak ocha dingin. Ia mengangkat kepala dan Jaehyun sudah menatapnya intens.

"Mama bilang sama Rion punya pacar?" tanya Jaehyun dengan mata yang tidak teralih pada netra Chaeyoung.

Rion mengangguk

"Kapan Mama pernah ngomong begitu?" Chaeyoung melirik Rion, dan bocah empat tahun itu terlihat tidak peduli—padahal ia baru saja melempar bom atom di percakapan malam ini.

"Waktu itu Mama pernah bilang punya pacar."

"Nggak, kayanya bukan begitu maksud kalimat Mama, deh." Chaeyoung panik. "Waktu itu Rion lagi ceritain Yena, dan tiba-tiba nanya aku punya pacar atau enggak. Aku bilang, kalau mantan pacar Mama punya. Rion salah ngomong, nih. Ya, kan."

"Rion lupa, Ma." Dengan tanpa rasa bersalah, Rion menjawab sembari mencomoti daging yang sudah dibakar dengan sempur oleh Jaehyun.

"Ya, pokoknya begitu. Mantan pacar. Bukan pacar, kok." Chaeyoung tersenyum kaku kepada Jaehyun.

Laki-lakiitu buang muka, kemudian menunduk untuk meneruskan makannya.

***

Keluarga kecil itu kembali ke unit apartemen mereka jam sepuluh malam. Besok hari jum'at dan itu berarti Rion masih harus sekolah.

Sesampainya di dalam rumah, Jaehyun langsung mengawasi Rion bersih-bersih, sikat gigi, kemudian menemaninya sampai tertidur di kamar.

Sedangkan Chaeyoung melakukan ritual malamnya sendirian; mandi, memakai piyama, dan skin care-an

Saat Chaeyoung selesai dengan semua rutinitasnya, Jaehyun masuk ke kamar. Ia membuka hoodie dan kaosnya sebelum melempar gumpalan kain itu ke keranjang baju kotor.

"Kamu mau aku buatin teh madu?"

Biasanya, Jaehyun memang suka minum teh madu sebelum tidur. Dan sebagai teman hidup yang baik—sekaligus karena rasa bersalah karena sejak dari restoran barbeque Jaehyun jadi jauh lebih pendiam—Chaeyoung menawarkan diri.

"Nggak perlu, makasih," ucap Jaehyun datar tanpa menatap wajah Chaeyoung. Ia kemudian mengambil handuk dari lemari sebelum masuk ke kamar mandi.

Suara shower tidak lama terdengar, dan Chaeyoung langsung membuang napas yang tanpa sadar ia tahan.

Jaehyun yang pendiam seperti itu jauh lebih menyeramkan dari pada Jaehyun yang marah.

Aura disekelilingnya menjadi dingin, dan rasanya kalau Chaeyoung salah berucap sedikit, kepalanya akan terpenggal.

Dipikir-pikir, alasan Jaehyun jadi pendiam begitu pasti karena omongan Rion, kan. Tapi kenapa sampai seperti itu?

Apa jangan-jangan....

"Ah, masa bodoh!" Chaeyoung menggelengkan kepala, kemudian masuk ke selimut.

Kira-kira dua puluh menit kemudian Jaehyun keluar dari kamar mandi.

Chaeyoung yang sedang pura-pura tidur, dapat mendengar suara grasak-grusuk Jaehyun yang sedang membuka lemari, memakai pakaian, lalu mondar-mandir di dalam kamar entah melakukan apa.

Lampu kamar mati tidak lama kemudian mati, lalu sisi lain ranjang bergerak.

Jaehyun berbaring di sana, bergerak-gerak mencari posisi nyaman sebelum keheningan menyelimuti kamar bernuanasa monokrom itu.

Saat yakin Jaehyun sudah tertidur, Chaeyoung membuka mata.

Pupil matanya cepat beradaptasi dengan redup cahaya.

Cahaya yang keluar dari jam digital yang ada di atas meja dekat kaki ranjang mengalihkan perhatian Chaeyoung.

Jam 11:29

"Aku tahu kamu belum tidur."

"Astaga!" Chaeyoung berjengkit kaget saat suara berat Jaehyun terdengar.

Perempuan itu berbalik dan mendapati mata laki-laki itu menatapnya dalam.

"Kamu buat aku kaget." Chaeyoung mengelus dada sembari menghembuskan napas.

"Kenapa belum tidur?" tanya Chaeyoung.

Wajah mereka saling berhadap-hadapan dan Chaeyoung dapat melihat mata Jaehyun yang berkilau di kegelapan.

"Aku mikirin omongan Rion."

Chaeyoung menghambuskan napas. "Rion salah ngomong. Maksudnya mantan pacar."

Jaehyun sama sekali tidak bersuara dan malah mengangkat tangannya untuk menyelipkan helaian rambut Chaeyoung di balik telinga.

"Kamu jangan khawatir, aku masih ingat dengan perjanjian pra-nikah kita, kok."

Masih tidak ada menjawab.

"Kamu belum ngantuk? Udah malem, loh. Tidur," perintah Chaeyoung

"Sebentar lagi," ucap Jaehyun dengan tangan yang sekarang mengelus-elus punggung Chaeyoung.

Untuk beberapa saat tidak ada yang berbicara. Hanya suara deru AC dan napas keduanya.

Mata Chaeyoung sudah mulai terasa berat, ketika Jaehyun menarik tubuhnya mendekat; perlahan, tidak tergesa-gesa.

Nafas Jaehyun terdengar, dan saat Chaeyoung mengangkat pandangannya, netra laki-laki itu ternyata sedang terfokus pada bibirnya.

Dan sedetik kemudian, Chaeyoung merasakan ujung hidung Jaehyun menempel pada ujung hidungnya.

Wangi pasta gigi, shampoo, dan sabun mandi memenuhi indera penciuman Chaeyoung, hingga kemudian bibir laki-laki itu menempel pada bibirnya.

Hanya menempel, tidak lebih, untuk beberapa detik. Seakan sedang menunggu penolakan.

Saat harapan buruk itu tak kunjung datang, barulah Jaehyun membuka mulutnya untuk mengulum bibir Chaeyoung.

Satu kali, dua kali, tiga kali.

Chaeyoung masih terdiam, sama sekali tidak membalas.

Yang keempat kali, Jaehyun mencium sambil menarik ke bawah dagu Chaeyoung hingga bibir perempuan itu terbuka.

Tanpa basa-basi Jaehyun langsung memasukan lidah panasnya ke dalam mulut Chaeyoung. Membelit lidah perempuan itu dan menyesapnya hingga tidak ada yang bisa Chaeyoung lakukan selain membalas ciuman panas laki-laki itu.

Jaehyun is a good kisser.

Dia tipe laki-laki yang jago berciuman sampai membuat lawannya kewalahan.

Tangan Chaeyoung terangkat untuk menangkup pipi Jaehyun, membelainya hingga laki-laki itu melenguh untuk pertama kali.

Perut Chaeyoung seketika jungkir balik.

Cukup lama mereka berciuman hingga Chaeyoung merasa pasokan oksigen di paru-parunya menipis. Ia menarik diri dan sekarang bibir mereka berjarak sebatas dua jari.

"Rambut kamu udah panjang." Chaeyoung menyugar rambut Jaehyun yag mengenai dahinya.

Jaehyun tersenyum kecil, dan Chaeyoung tidak bisa menghentikan jari telunjuknya untuk tidak menyentuh lesung di pipi laki-laki itu.

"Besok aku potong rambut."

"Nggak mau dipanjangin aja?"

"Biar bisa kamu tarik-tarik setiap malam?"

"Jaehyun!" Chaeyoung memukul dada Jaehyun, dan laki-laki itu menangkap tangan Chaeyoung dan menaruhnya di atas kepala.

Dengan gerakan cepat, Jaehyun menyingkap selimut yang menutupi tubuh Chaeyoung dan memposisikan diri di atas perempuan itu.

Chaeyoung tahu, kemana arah permainan mereka saat ini.

"Kamu nggak capek?"

"Sama kamu? Nggak akan pernah."

"Bukan, maksudku, kamu baru pulang dari dinas di Jepang tiga minggu."

"Lalu?" jawab Jaehyun santai.

Ia mengecup bibir Chaeyoung sekilas sebelum menegakan tubuh untuk melepas kaos dan membuangnya ke sembarang tempat.

"Aku rindu kamu," Jaehyun kembali mensejajarkan wajahnya dengan Chaeyoung dan kembali mencium perempuan itu.

Tidak ada kelembutan di ciuman mereka saat ini. Jung Jaehyun seakan sedang memberitahu Chaeyoung seberapa rindu laki-laki itu melalui setiap hisapan, gigitan, dan belitan lidahnya.

Jaehyun membawa tangan kanan Chaeyoung yang semula berada di pipinya, untuk menyusuri dada dan otot perutnya.

"Sentuh aku." bisik Jaehyun dan napas Chaeyoung semakin berat karena itu.

"Jaehyun...,"

"Hm?" Jaehyun bergumam sambil menyesap kulit leher Chaeyoung. Kali ini pelan karena ia cukup cerdas untuk tidak memberi tanda di leher Chaeyoung pada hari kerja.

"Langsung aja."'

"Sabar," tangan Jaehyun sekarang sudah menyelinap di balik piyama satin Chaeyoung; meraba, menyentuh, dan meremas apapun yang ditemuinya.

Meski Chaeyoung menikmati setiap sentuhan Jaehyun, namun pikirannya tidak bisa berhenti berpikir tentang esok.

Mereka bertiga masih harus beraktifitas di pagi hari hari. Kalau Jaehyun tidak cepat-cepat, yang ada mereka semua kesiangan.

Lamunan Chaeyoung buyar saat ia merasakan remasan di paha sebelum tangan kekar Jaehyun melebarkan kaki Chaeyoung—memberikan ruang kepada tubuh besarnya untuk berada di tengah-tengah.

Bibir Jaehyun turun ke area dadanya yang entah sejak kapan terekspose.

Chaeyoung semakin gelisah, namun yang berada di atasnya terlihat santai sambil menikmati.

"Sayang, buka—"

"Mamaaaaaaa."

DUUKK!

Suara kepala Jaehyun yang terbentur kepala ranjang karena didorong oleh Chaeyoung terdengar nyaring.

"Rion?" Chaeyoung bangun dari posisi tidurnya.

Ia segera merapikan piyamanya yang sudah porak poranda dan menyalakan lampu tidur.

"Kenapa Jagoan?" tanya Chaeyoung.

Perempuan itu menaruh kakinya di pinggir kasur dan tak sengaja melihat kaos Jaehyun yang tergeletak tidak jauh dari sana.

Dengan cepat, Chaeyoung melempar benda itu kepada laki-laki yang sekarang sedang meringis sambil memegangi kepalanya.

"Mama, ada monster di kamar Rion." Rion berlari kepelukan Chaeyoung.

"Rion, kenapa bangun?" Jaehyun yang sekarang sudah kembali berpakaian menghampiri sang anak yang ada di pelukan Chaeyoung.

"Rion tidur di sini, ya, Mama."

"Nggak, nggak, nggak!" ucap Jaehyun cepat.

Laki-laki itu bergerak untuk menarik Rion dari pelukan Chaeyoung, namun anak itu memeluk sang mama dengan sangat erat sambil menangis.

"Huweeee....., Rion mau tidur sama Mama."

"Ya, Papa juga mau tidur sama Mama, makanya Rion jangan di sini."

Chaeyoung memberikan Jaehyun tatapan peringatan, dan laki-laki itu langsung mendengus.

"Oi, pangeran kodok. Ayo, Papa temenin tidur di kamar."

"Nggak mauuuuu, huweeeee..., mau sama Mama. Mau tidur sambil di usap-usap Mama."

Jaehyun yang saat ini sedang berdiri langsung berkacak pinggang.

Rion itu memang anak kandungnya, dan Jaehyun sayang setengah mati dengan anak berumur empat tahun itu, hanya saja kalau seperti ini, Jaehyun juga kesal.

"Cup, cup, cup, jangan nangis lagi." Chaeyoung mengusap kepala Rion.

"Rion mau tidur di sini sama Mama."

"Nggak boleh, Rion udah besar. Punya kamar sendiri. Untuk apa punya kamar kalau tidurnya bareng Mama Papa?"

"Yaudah, Papa aja yang tidur di kamar Rion," jawab bocah itu tanpa ada rasa bersalah.

Chaeyoung menahan tawa, sedangkan Jaehyun menahan emosi.

"Oke, kalau gitu malam ini Rion, bobo di sini. Tapi janji ya, cuma hari ini aja. Besok-besok nggak boleh lagi."

Rion mengangguk semangat.

"Yaudah sini." Chaeyoung menepuk-nepuk sisi tengah ranjang.

"Nggak mau, Rion nggak mau tidur dekat Papa." Rion menggeleng dan malah bersiap-siap tidur di pinggir kiri.

Jaehyun yang melihat sudah tidak ada kesempatan untuknya membopong si pangeran kodok kembali ke kamarnya, mengalah.

"Nanti Rion jatoh."

"Enggak, Ma." Ucap Rion sambil menyamankan diri tidur di atas bantal Chaeyoung.

Tidak lama kemudian Chaeyoung mengikuti Rion untuk bebaring dan menarik anak itu ke dekapannya.

"Udah, sekarang Bobo." Chaeyoung mengusap-usap punggung Rion—seperti apa yang diinginkan anak itu.

Melihat Chaeyoung dan Rion yang sudah berbaring siap-siap tidur, tangan Jaehyun bergerak menyelimuti mereka berdua sebelum ikut berbaring.

"Gerah." Chaeyoung menepis tangan Jaehyun yang berusaha memeluk pinggangnya.

"Aku janji cuma peluk," ucap Jaehyun, dan pada akhirnya Chaeyoung setuju.

Berselang sepuluh menit kemudian, Jaehyun dapat mendengar napas teratur Chaeyoung dan Rion.

Ia mengangkat kepala dan melihat wajah pulas Rion yang terandar di dada Chaeyoung.

Senyum kecil terulas di wajahnya.

Tangan yang semula hanya melingkar di pinggang Chaeyoung, Jaehyun lebarkan agar dapat merengkuh Rion.

Ya, meskipun anak itu malam ini sangat menyebalkan, dia tetap darah dagingnya.

Selamatmalam, duniaku.

.

To Be Continued

A/N : Gemes nggak sih kalian sama Rion?

Continue Reading

You'll Also Like

10K 1K 32
Jatuh cinta diatas larangan itu-- Sedikit berbisa.
122K 9.7K 22
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ••• RE-WRITE. ••• "Marriage hurt. Divorced hard". Ketika pilihan tidak ada di hidup mereka. Ketika perjalanan kehidupan suda...
65.1K 5.9K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
6.5K 923 40
Yakin persahabatan kalian nggak ngandelin perasaan? Cowok-cewek? Tanpa ada rasa suka? Yakin? Yang satu nganggep dia kayak dunianya sendiri. Satunya l...