Aura hitam pekat terlihat menyelimuti pedang kayu milik Fang. Menatap ratusan anak panah yang menghujani mereka, ia mulai mengalihkan pandangannya kearah Lena yang segera mengangguk pelan menanggapi hal itu.
"Re: potition!"
Pria berambut hitam itu segera menghilang dari pandangan, sebelum tiba-tiba muncul di udara tepat beberapa meter dihadapan hujan panah itu. Aura hitam yang menyelimuti pedang kayu itu mulai membesar bahkan memenuhi langit, membuat langit siang yang di terangi terik matahari itu tiba-tiba bagaikan diselimuti kegelapan.
"Ascendant Of Devouring : Revenge!"
Beberapa serangan sihir terlihat terbentuk dari aura hitam itu. Sihir-sihir tersebut mulai melahap habis setiap anak panah di udara sebelum meledak di langit, membuat sebuah pertunjukan ledakan sihir yang memukau setiap orang yang melihatnya.
"H-hebat.."
"Ini.."
Arnold mulai berdecak kagum melihat kekompakan dan kekuatan dari party itu. Widya dan Lilyd disisi lain terlihat takjub melihat pemandangan itu, sementara Hanzo dan Tom hanya terdiam dengan mulut terbuka lebar.
Fang yang masih berada di udara mulai memperhatikan sekitarnya dengan teliti sebelum akhirnya menemukan sumber dari serangan itu. Beberapa ratus meter jauhnya, terlihat beberapa Orc dengan beberapa senjata jarak jauh seperti tongkat sihir dan panah melebarkan matanya ketika melihat hal yang terjadi sebelumnya. Terlihat pula beberapa alat berat raksasa seperti Trebuchet(Pelontar batu) dan busur silang di tempat itu membuat Fang menaikkan sebelah alisnya.
Terjatuh akibat gravitasi, pria berambut hitam itu mulai mengeluarkan secarik kertas dan menggambar sebuah peta dalam sekejap mata sebelum menandai setiap tempat yang di lihatnya sebelumnya. Mengalihkan pandangannya ke arah Arnold dan partynya, ia mulai memberi tanda kepada kelimanya untuk mendekat sebelum memberikan masing-masing salinan dari peta itu.
"Seperti yang terlihat, mereka mengepung kita dari empat arah mata angin, untuk itu.."
Fang mulai menjelaskan rencananya kepada kedelapan pemain dihadapannya. Mengelus dagunya, Arnold mulai menatap anggota partynya satu demi satu yang hanya mengangguk pelan menanggapi hal itu.
"Kami akan melakukannya." Mengangguk pelan, Fang segera menatap ke arah ketiga pemain lainnya, yang juga mengangguk sebagai balasan.
"Baiklah... Mari kita mulai!"
***
Piglin merupakan salah satu dari beberapa suku orc yang hidup di Midgard. Mereka memiliki kerangka, struktur tubuh, serta tengkorak yang kotak-kotak yang membedakannya dengan bangsa Orc lainnya.
Berbeda dengan sifat bangsa orc yang terkenal rakus akan hal-hal duniawi dan begitu barbar dalam pertempuran, Piglin merupakan makhluk yang haus akan pengetahuan.
Mereka bahkan bisa dikatakan lebih baik dari Dwarf dalam membuat suatu hal, baik itu senjata maupun bangunan, membuat kehidupan suku mereka terlihat lebih baik serta beradab dibanding suku orc lainnya.
Memang, nenek moyang suku piglin diketahui tidak berasal dari Midgard bahkan dataran Alteia, sehingga mereka memiliki pola pikir yang berbeda dibanding bangsa orc lainnya.
Hal itu membuat bangsa orc yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebiadaban, nafsu, dan darah menganggap keberadaan suku piglin sebagai aib. Mereka menganggap suku piglin sebagai pengecut karena hanya mengandalkan alat yang mereka buat dan tidak begitu banyak bergerak seperti para pejuang orc lainnya.
Mereka kemudian mengasingkan diri, dan mulai membangun pemukimannya sendiri. Awalnya, segalanya berjalan begitu baik. Mereka kembali ke tempat dimana nenek moyang mereka secara tiba-tiba berada di dunia itu.
Mereka mulai membangun tempat tinggal yang layak bahkan lebih baik dari sebelumnya dikarenakan sumber daya yang melimpah di tempat itu. Hingga pada suatu hari, terjadi sebuah wabah yang menyerang pemukiman mereka. Hal itu membuat beberapa piglin mengalami perubahan pada tubuhnya.
Beberapa dari mereka berubah menjadi seperti Orc pada umumnya, sementara sisanya mulai menjadi gila dan menghancurkan apapun yang ada di sekitarnya. Kejadian itu terjadi begitu cepat, membuat sang kepala suku mulai memerintahkan para bawahannya untuk menyelamatkan para piglin yang tersisa.
Begitu banyak bangsa piglin yang menjadi korban, membuat kepala suku mulai mencari tahu asal muasal wabah itu. Setelah di teliti lebih lanjut, rupanya hal itu berhubungan dengan suatu kuil, tempat peninggalan nenek moyang mereka.
Mereka menemukan kebocoran gas beracun yang begitu aneh. Racun itu tidak dapat dilihat maupun dirasakan, terlebih lagi ketika racun itu menginfeksi makhluk hidup, mereka dapat menularkannya ke makhluk lain seperti racun yang ada di mulut zombie.
Untuk mencegah jatuhnya korban dari pihak mereka, para piglin sepakat untuk menutup dan menjaga ketat kuil tersebut. Mereka mulai mengusir bahkan membunuh setiap orang yang berani mendekati kuil itu. Pada awalnya, mereka bisa mengendalikan situasi. Namun kedatangan sembilan orang dihadapannya merubah segalanya.
"Fast Arrow!"
Belasan anak panah terlihat terjatuh dari langit, membuat piglin beberapa piglin yang belum sempat bereaksi terkena serangan itu. Beberapa bahkan terjatuh kehilangan nyawa akibat anak panah yang menembus kepala Mereka.
"Fire Cakram!!"
Tak sampai disana, beberapa Cakram api melesat ke arah rombongan piglin yang tersisa, membuat beberapa ledakan dan gelombang energi berbentuk spiral memenuhi lapangan itu.
Pasukan piglin yang berada di sisi lain area, menyadari hal itu. Mereka berniat untuk memeriksa asal ledakan tersebut, namun sebuah portal tiba-tiba saja terbuka tepat dihadapan mereka membuat beberapa dari mereka mulai mengerutkan alisnya.
Penasaran, beberapa piglin mulai mendekatkan wajahnya ke arah portal tersebut, berniat untuk mengetahui apa yang ada dibalik portal itu. Namun, sayatan pedang segera membelah kepala piglin itu, membuat darahnya muncrat ke mana-mana.
Piglin yang berada di dekatnya mulai berteriak histeris, sebelum akhirnya ikut menyusul temannya akibat sebuah tebasan sesosok makhluk yang keluar dari portal itu.
"Summon : Shadow Undead!"
Lena mulai memanggil lusinan pasukan Undead guna mengepung para piglin yang sebelumnya menyerang mereka. Hanzo dan Tom yang melihat hal itu hanya bisa saling berpandangan sambil tersenyum canggung.
"Kekuatan salah satu makhluk itu setidaknya setara dengan kemampuan bertahanku." Tom terlihat menghela nafas, juga merasa sedikit iri dengan kemampuan summon milik Lena.
"Ya.. kau benar." Hanzo di sisi lain juga hanya bisa tersenyum pahit. Ia kemudian mulai mengalihkan pandangannya ke satu arah, dimana beberapa teriakan kesakitan dapat terdengar dengan jelas.
"Nature Root!"
Beberapa akar pohon mulai mencuat dari tanah dan mengikat kaki para piglin. Tak sampai disana, akar akar tersebut mulai membesar dan menyerap energi mereka hingga kering, membuat para piglin yang terikat mulai meronta-ronta sebelum akhirnya merasa lemas dan mati dengan tubuh kurus kering.
Seorang gadis berambut pirang terlihat melemaskan tubuhnya. menatap sekelilingnya, gadis itu mulai menguap bosan sebelum mengalihkan pandangannya ke arah gadis priest yang menatapnya dengan takjub.
"Kau adalah seorang Priest kan?" Lilyd yang mendengar pertanyaan itu terlihat mengerutkan alisnya namun, ia segera mengangguk pelan, "Ya... Walaupun bisa dibilang secara tak sengaja mengambil Class cleric sih..." Lilyd terlihat menghela nafas sebelum menatap Martha dengan mata berbinar.
"Sejujurnya, aku ingin menjadi seorang Mage sepertimu..." Lilyd terlihat mengerucutkan bibirnya.
Sebelumnya ia memang memilih Class Cleric karena Atribut awal kelas itu lebih tinggi dibandingkan dengan Class Mage. Ia yang berpikir bahwa kedua kelas itu sama saja, awalnya tak terlalu menghiraukannya. Namun setelah bermain cukup lama, ia sadar bahwa terdapat beberapa perbedaan mencolok diantara kedua Class itu.
Cleric, merupakan tipe Class yang umumnya menggunakan sihir dengan atribut langka yakni cahaya. Dimana beberapa sihir yang dapat dilakukan dengan Atribut ini cocok untuk memberikan Healing dan Buff maupun Debuff pada kawan maupun lawan.
Sementara itu, Mage di sisi lain merupakan Class yang menggunakan atribut elemental dasar seperti api, air, tanah, dan udara yang sekali lagi disesuaikan dengan kondisi si pemain itu sendiri.
"Hah.. ditambah lagi ketika mengambil second Job, para Mage dapat memiliki atribut elemental tingkat lanjut." Gadis itu terlihat menghela nafas, membuat Martha segera menggelengkan kepalanya pelan menanggapi hal itu.
"Jika menurutmu elemen cahaya adalah elemen yang lemah, itu tidaklah salah, namun menurutku hanya kurang tepat." Hal itu membuat Lilyd mengerutkan alisnya sebelum memandangi Martha dengan tatapan heran.
Tertawa kecil, wanita berambut pirang itu mulai mengadahkan tangannya ke depan sebelum menutup kedua matanya, mencoba untuk fokus.
"Light was the embodiment of life.."
"A spring that come from the heaven.."
"Healing, but also deadly.."
Aura keemasan terlihat mulai menyelimuti telapak tangan Martha disertai dengan kilatan emas yang mulai membesar dari waktu ke waktu.
"Light elements : Heavenly Thunder!"
Membuka kedua matanya, wanita berambut pirang itu mulai memfokuskan serangannya ke arah para piglin yang tersisa. Energi berbentuk petir emas terlihat muncul dari telapak tangannya, membuat para piglin yang terkena serangan itu jadi gosong tak bersisa.
-600.000
-600.000
...
Lilyd yang melihat hal itu, membelalakkan matanya, "Jadi.. selama ini kau-" Melihat reaksi gadis itu Martha hanya tertawa kecil sebelum mengangguk pelan, "Yup, aku juga seorang cleric sepertimu."
Wanita berambut pirang itu kemudian mulai menambahkan, " Sebenarnya semua Class tipe sihir, baik itu Mage maupun cleric sama-sama dapat mempelajari kemampuan masing-masing."
Martha terlihat berhenti sejenak sebelum melanjutkan, " Hanya saja, ada beberapa syarat yang harus di penuhi."
Wanita berambut pirang itu kemudian mulai menjelaskan, bahwa terdapat sebuah sub-job khusus untuk Class tipe sihir. Dimana pemilik sub-job itu memungkinkan pemain untuk meneliti bahkan membuat sihirnya sendiri.
"Sub-job itu bernama Scientist, kau dapat memilikinya dengan berlatih di college of Dwargon, tempat dimana para mage mengambil sub-job mereka."
Wanita berambut pirang itu kemudian menambahkan, " Namun, kusarankan kau juga mempelajari kemampuan literasi dan kemampuan berpuisi dunia nyata, hal itu akan sangat membantumu dalam membuat mantra."
Mendengar hal itu, Lilyd terlihat mengerutkan alisnya. Ia terlihat mengelus dagunya sebelum mengangguk pelan.
"Terimakasih atas sarannya, sensei!" Lilyd terlihat membungkuk dihadapan Martha, membuat gadis berambut pirang itu hanya menggaruk kepalanya dengan canggung.
"Tapi, kalau boleh tahu mengapa kau memberi tahuku hal ini? bukankah itu... kau tahu?" Lilyd terlihat menyatukan kedua jarinya dengan malu-malu, membuat Martha hanya tertawa kecil sebelum tersenyum tipis menanggapi hal itu.
"Hahaha, tidak perlu sungkan untuk bertanya padaku, selain itu teman Kapten adalah teman kami juga."
Gadis berambut pirang itu kemudian mulai mengalihkan pandangannya ke arah selatan, tempat dimana seorang pria berambut hitam menatap lautan musuh dihadapannya dengan dahi yang berkerut.
Rombongan piglin dihadapannya, terlihat memakai senjata seperti tombak dan pedang serta pakaian tempur membuatnya hanya bisa menghela nafas dari waktu ke waktu ketika mengalihkan pandangannya ke arah MP bar miliknya yang kini hanya tersisa setetes saja.
______________________________________
[Ascendant Of Devouring : Black Hole (Active Skill)]
-
[Salah satu art form dari Ascendant Of Devouring.]
[Membuat bola hitam yang menyerap segala macam sihir.]
[Catatan : hanya dapat maksimal membuat 9 bola.]
-
[Cost:100.000 mana/bola yang dibuat.]
[Cooldown time:-]
______________________________________
[Ascendant Of Devouring : Revenge (Active Skill)]
-
[Versi peningkatan dari Devour Shield : Revenge.]
[Mengeluarkan berbagai macam sihir yang telah di serap sebelumnya dalam lingkup area yang lebih luas.]
-
[Cost:1.000 mana/meter.]
[Cooldown time:-]
______________________________________
"Hah.... Dua skill ini menghabiskan seluruh manaku." Menghela nafas, pria berambut hitam itu hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. Ia sebelumnya menggunakan [Abhisheka] untuk mentransfer skill [Time Manipulation] miliknya kepada Martha membuat ia kini dapat menggunakan skill tanpa cooldown miliknya dengan lebih bebas kembali.
Meneguk 10 botol super MP Potion, ia mulai menatap para piglin yang kini telah bersiap untuk menyerangnya. Aura berwarna jingga terlihat menyelimuti pedang kayu di tangannya, sebelum ia mulai menebaskan pedang itu.
"Blade Step!"
Energi pedang berwarna jingga terlihat muncul dari tebasan pedangnya yang segera melesat dengan cepat ke arah lautan musuh tersebut. Para piglin yang berada di barisan depan, menyadari hal itu. Mereka mulai bersiap dengan perisai masing-masing.
Namun tepat ketika energi pedang itu mencapai salah satu piglin, sesosok pria berambut hitam muncul dihadapannya. Pria itu segera melakukan tebasan tepat di leher sang piglin, membuat kepalanya terpisah dari tempatnya.
Piglin lain yang berada di tempat itu mulai menahan nafasnya. Sebelum ia sempat untuk bereaksi, pria berambut hitam itu lagi-lagi mulai melakukan Serangannya. Ia mulai menyerang setiap area vital setiap piglin yang di temuinya, seperti kepala dan jantung berniat untuk mendapatkan serangan critical.
Serangkaian tebasan ia lakukan dengan cepat dan tepat. Bagai dewa kematian, setiap tebasannya mengambil satu sampai lima piglin yang berada didekatnya. Dalam beberapa tarikan nafas saja, hanya satu dari puluhan piglin yang tersisa, memandangi pria itu dengan tubuh yang bergetar hebat.