Oh My Husband!

By twelveblossom

221K 20.1K 8K

Daripada dijodohkan dengan a crazy rich grandpa, Lizzy lebih memilih menikah dengan temannya yang dia cap seb... More

1. Pernikahan Dengan Kontrak Tertulis
2. Tidur Bersama Tala
3. Menangis di Pelukan Tala
4. Kiss Kiss Untuk Tala
5. Naik Satu Tangga
6. Ada Yang Aneh Dengan Lizzy
7. Lizzy Lupa-lupa Ingat
8. Terbangkan Aku ke Bulan
9. Hujan Punya Cerita
10. Sedihnya Tanpa Alasan
11. Obrolan Singkat Sebelum Berperang
12. Seberapa Berani Felicia?
13. Si Beruang Galak
14. Kerisauan Hati Felicia
15. Serba Terburu-Buru
16. Malam Ini, Kamu Untukku
17. Mengetuk Pintu Rumah Malaikat
18. Yang Paling Cantik Ya Felicia, Lah
19. Aku Berharap Waktu Berhenti, Tapi Tidak Bisa
20. Kalau Tidak Percaya, Kamu Pergi Saja
21. Waktunya Maaf-Maafan
22. Yang Sengaja Disembunyikan
23. Malaikat Kematian Pun, Punya Pengecualian
24. Kisah yang Lama Hilang
25. Yang Hilang Bersama Angin Musim Hujan
26. Suara dari Keheningan
27. Alasan Yang Sulit Diterima
28. Satu-Satunya Yang Linglung
29. Hidup yang Singkat pun Akhirnya Diakhiri
31. Dunia Yang Terbalik
32. Tidak Masalah Jika Kamu Melupakanku
The Heartless Marriage
33. Dia Yang Egois

30. Pikiran Yang Rancu - S1 selesai

3.1K 393 127
By twelveblossom


Kenangan itu bagai adegan film yang berputar di pikirannya. Adegan yang terputus-putus, tidak menyatu lagi karena lupa. Kadang manusia hanya ingat intinya saja, sementara detailnya terurai sedikit demi sedikit, samar lalu hilang sama sekali.

Begitu pula dengan ingatan milik Felicia tentang yang lalu. Dia hanya tahu, semuanya telah usai. Tidak ada yang ia anggap penting karena ingatan itu memilih pergi dan lenyap.

Hanya satu atau dua adegan terpenting. Pertama ketika mereka pertama kali bertemu, kedua perihal pertemanan mereka, dan ketiga perpisahan.

"Jadi Bara," Felicia yang kala itu duduk di taman rumah sakit yang sudah disulap menjadi kebun mawar putih dan merah oleh Sambara pun mencoba menyimpulkan. "Kamu bakal pulang dari rumah sakit dua hari lagi," sambungnya murung.

Sambara yang awalnya sibuk merangkai bunga langsung mendongakan kepala agar bisa menatap Felicianya. Ada raut duka dalam ekspresi Felicia.

"Jangan sedih. Kita mungkin bisa bertemu lagi di Jakarta," jelasnya.

"Bagaimana cara menemukan kamu? Jakarta itu luas, Bara."

"Kamu hanya perlu mendatangi kebun mawar putih paling indah di Jakarta. Aku akan di sana, menunggu kamu."

Felicia tertawa. "Kenapa tidak membuatnya lebih mudah? Kita bisa bertukar email atau berikan nomor ponsel yang kamu gunakan di Indonesia!"

Jari-jari Sambara membelai puncak kepala Felicia. "Terdengar bagus, tapi akan ada banyak orang yang mengganggumu jika terlihat bersamaku di Jakarta."

"Kita bisa bertingkah sepeti teman," Felicia mengajukan penawaran.

Tangan Sambara berada di pipi Felicia, mendekati lawan bicaranya  seperti hendak memeluknya. Gadis itu terhenyak sebentar karena dinginnya tangan Bara, ia memejamkan mata. Halusnya Bara menelusuri dirinya dan wangi pria ini menyelimutinya, Felicia suka. Merasa nyaman serta aman.

"Tapi kita bukan teman," ungkap Bara sambil tersenyum. Dia mengecup bibir Felicia singkat.

Jika dulu logika Sambara tidak membiarkan dirinya terlalu dekat dengan orang lain, kini justru logika dan nalurinya berkolaborasi untuk menyukai satu titik. Titik yang paling terang. Satu tujuan yang membuatnya enggan menutup mata lagi.

"Apa aku bisa menjadi alasan kamu untuk tidak mencoba menyakiti dirimu sendiri, Bara?" Tanya Felicia.

Sambara termenung, enggan langsung menjawab. Bukan dia yang hendak menyakiti dirinya sendiri, tapi orang-orang di sekitarnya. Lantas menjadikan Felicia terlalu dekat padanya hanya akan membuat gadis itu menjadi sasaran lain.

Selama mereka bersama sudah beberapa kali dia menyadari ada orang yang mengikuti, entah apa yang direncanakan. Menurut pengalaman Sambara, orang-orang itu menunggu celah untuk dapat menyerang. Mereka bersikap sedikit lunak, Sambara mengakui itu. Tidak ada kekerasan selama dirinya bersama Felicia. Namun, Sambara tidak dapat menjamin sikap lunak itu berjalan selamanya.

Sambara mungkin bisa melindungi dirinya dengan baik. Namun, Felcia? Tidak.

Tidak setelah Sambara tahu siapa sahabat dekat Felicia. Tidak setelah ia tahu Ekadanta juga memburunya.

Perlindungan terbaik yang dapat Sambara berikan adalah membuat Felicia berada tetap di jarak aman. Sambara akan menjadikan kisah ini berakhir di sini. Nanti, Sambara akan mengagumi Felicianya dari jauh. Dia akan berjauhan dengan cahayanya. Lebih baik begitu daripada terangnya padam untuk selamanya.

"Tidak, semuanya akan tetap sama, Felicia. Kamu tidak menjadi alasan apa pun untukku."

Yang artinya, kamu tidak terlalu berharga untuk menjadi sesuatu yang dapat mengubah diriku, Sambara berbohong, bahkan benaknya pun demikian.

-

Sisa air mata Felicia masih ada. Nabastala bisa melihatnya. Perpisahan Felicia dan Sambara menjadikan gadis itu bersedih. Nabastala tidak ingin menghiburnya, dia bersyukur jika sementara Felicia akan ada untuknya lagi.

Namun ... bukan itu tujuannya.

Mereka menghendaki, Felicia harus tetap berada di dekat Sambara agar mereka dapat menjadikan itu sebagai tali kekang untuk targetnya. Jika tidak dapat melenyapakannya akan lebih baik menjadikannya tawanan.

"Mas Tala, aku bakal bisa menemukan Sambara lagi kan?"

Tidak, kamu hanya menemukan Sambara di sini, batin Tala. Dia hanya  ada jika kamu berada di sampingnya, Felicia.

Nabastala tersenyum. "Dia pasti memberimu sedikit petunjuk kan?" Pria itu mengusap pipi Felicia. "Sambara pasti memberitahumu, tempat dia akan menunggu," lanjutnya.

"Aku hanya perlu mendatangi kebur mawar putih paling indah di Jakarta. Tidak ada yang seperti itu di sana ...."

"Dia dapat menciptakan yang tidak ada menjadi ada," sambar Nabastala.

Nabastala menatap gadis itu dengan dalam. Biasanya, jika dia sudah memandangnya seperti ini, si gadis akan balik melihatnya menggunakan tatapan kasih. Namun, semuanya berubah. Cara Felicia berbicara bukan seperti Felicianya dua bulan lalu.

Ada dua rasa yang berkembang dalam diri Nabastala, yaitu kehilangan dan kebanggaan. Kehilangan karena satu-satunya yang bisa merebut atensi Felicia bukan hanya dirinya lagi. Kebanggaan karena dia berhasil mencapai apa yang sudah dirinya rencanakan.

Tidak, logika Nabastala menolak untuk merasa kehilangan. Apa yang menguntungkan dari mendapatkan perhatian Felicia?

"Tertarik, perhatian itu bagian dari rasa tertarik. Lalu rasa tertarik mendorong kita untuk masuk ke dalam rasa yang dinamakan kasih sayang," itu ucapan Felicia saat Nabastala menanyakan alasan si gadis begitu memerhatikan Sambara.

Nabastala tertawa dalam hati. Apa jauh dalam dirinya ingin mendapatkan kasih sayang? Apa gunanya itu?

Kasih sayang hanya sebuah perasaan abstrak yang diangkat dalam banyak pembicaraan manusia. Menurut Nabastala, kasih sayang merupakan sebuah rasa yang sengaja tercipta untuk melemahkan logika manusia. Nabastala tidak ingin berkaitan dengan rasa itu, menerima atau memberikan.

Nabastala tidak membutuhkan hal itu. Dia manusia tanpa kekurangan. Sempurna, tidak seperti mereka. Nabastala adalah senjata tanpa cela.

Lalu, bagaimana jika Nabastala telah menerima dan memberikan kasih sayang tanpa dia menyadarinya?

Apa itu bentuk dari kekalahan untuk egonya?

Namun, seorang Nabastala tidak pernah kalah.

-

Felicia, saat ini.

Aku tersadar dengan linglung. Aku berada di ruangan dengan suara detik jam terdengar nyaring. Aku terbaring di ranjang pasien. Ada infus menggantung, cairan itu mengalir ke tangan. Salah satu pergelangan tangan terbalut perban, begitu juga dengan kepala. Aku kira ini hanya mimpi buruk, tapi setelah aku berusaha bangun, perutku merasakan nyeri.

Aku tidak dapat bergerak karena itu membuat seluruh bagian diriku sakit. Aku merasa semuanya berkabut. Aku baru saja membuka mata setelah melalui mimpi yang panjang.

Mimpi itu membuatku tidur di taman bunga yang indah. Mimpi yang menenggelamkan kesadaran. Mimpi yang melenyapkan rasa sakit dalam tubuh. Aku suka mimpiku. Lalu, kenapa aku harus bangun?

"Jika Felicia dibiarkan seperti ini, dia akan menjadi seperti Felicia dua tahun lalu," aku mendengar suara Nabastala.

"Pemberian obat yang berlebihan hanya membuatnya semakin sekarat," Lucas menyahut dengan nada datar. Ada jeda sebentar sebelum kakakku melanjutkan, "Dan sesuatu yang ada pada diri Felicia akan terancam jika dia mengkonsumsi terlalu banyak obat."

Kedua pria itu tampak berjalan mendekatiku. Lucas yang pertama kali kulihat, wajahnya lelah. Dia membalas tatapanku. Aku hendak memanggilnya. Namun justru suara serak abstrak keluar dari bibirku.

Aku mencengkeram tangannya yang menggenggam jari-jariku. Tanpa sadar aku mulai menangis. Aku menggelengkan kepalaku yang terasa berat. Ke mana suaraku? Aku ingin bicara kepada Lucas. Aku ingin Lucas membiarkan aku tetap berada di mimpiku!

"It's okay Felicia, ini hanya pengaruh syok sementara. Kamu akan bisa bicara sebentar lagi," terang Nabastala yang langsung memeriksa keadaanku.

Entah, kenapa aku tidak suka keberadaan Nabastala di sini? Dalam mimpi panjangku, Nabastala adalah orang yang membuatku terbangun. Dia membakar seluruh kebun mawar. Nabastala yang menebas semua mawar itu, menimbulkan aliran darah yang menggenang dan menyelibuti tubuhnya.

Aku menepis tangannya yang hendak menyentuhku. Aku tidak ingin dia memegang kulitku sedikit pun. Aku tidak suka eksistensinya. Aku membencinya. Namun, penolakan pikiran ini tidak diterima oleh ragaku. Aku terbelah menjadi dua sisi sebagian diriku menghardik, tidak suka caraku membenci Nabastala. Aku tidak dapat mengendalikan tubuhku yang terus bergerak menyerang diriku sendiri sebagai hukuman.

Itu yang membuatku bertingkah ganjil. Aku menjambak rambut kemudian menampar wajahku. Bukan kah aku lebih mirip orang yang kerasukan sekarang?

"Arrrrgghh!" Aku menjerit.

Aku pun terkejut dengan suaraku yang begitu nyaring. Lucas memegangiku agar aku tidak menyakiti diri sendiri. Tala memandangku. Dia memberikan tatapan terluka karena aku menolak pertolongannya.

Perasaan apa ini? Aku muak dengan raut wajahnya.

Aku kesakitan karena kehadiran Nabastala di sini. Ada sebuah adegan-adegan datang dan pergi ketika netraku menatapnya. Aku tidak suka karena pemeran utama dari setiap episode yang mengerikan ialah Nabastala. Rasa sukaku serta sayangku kepadanya meluruh dengan alasan yang abstrak.

Suaraku habis ketika Nabastala mengangkat tangan, menyerah akan sikapku kemudian pergi. Lucas memelukku dengan pelan. Ia baru melepaskan diriku saat seorang dokter datang bersama perawat yang langsung menyuntikkan sesuatu. Aku yakin itu adalah obat penenang. Aku merasakan kantuk yang teramat sangat setelahnya. Aku terlelap kembali dalam mimpi. Kali ini, bukan mimpi yang terang, tapi bunga tidur yang begitu pekat.

Aku kembali dalam kegelapan. Tubuhku diam, namun pikiranku sedang berkelana. 'Mereka' mengajakku pada satu kilatan lain. Aku seolah menonton diriku yang sedang berdiri di sana. Ada Nabastala yang berhadapan denganku.

"Kamu yang menyuruh orang-orang itu untuk mencelakai Sambara!" Aku berteriak kepadanya. "Kamu menggunakan aku untuk menghadirkan Sambara!" Aku terus saja menaikkan nada dengan frustasi.

Aku mendorong Nabastala, memukulnya, dan memberikan hantaman lain yang aku harap bisa melukainya. Akan tetapi, Nabastala terlalu tangguh. Ia tidak gentar. Matanya tetap menganggap bahwa semuanya wajar terjadi.

"Jika kamu sungguhan iblis. Kenapa tidak membunuhku saja?" Racauan itu mengubah segalanya.

Gerakan lain dari Nabastala yang begitu cepat mengejutkan diriku. Ia menodongkan revolvernya kepadaku. Lantas membuat aku yang di sana diam dan gemetar.

"Apa kamu takut bertemu dengan pencabut nyawamu, Felicia?" Tanya Nabastala kemudian menarik pelatuknya.

Dor. Satu dentuman yang membuat telinga menjerit pun menarikku ke dalam pusaran. Tubuhku terhentak.

Aku terengah sekali lagi. Kali ini aku terbangun di sebuah kamar bernuansa kayu, ada banyak jendela yang membingkai kebun mawar merah. Aku mendapati tubuhku tertutup selimut. Ketika aku mencoba beranjak, ada seseorang yang menghampiriku.

"Jasper?" Aku memanggilnya, tapi suara itu tidak terdengar. Hanya pikiranku yang lantang.

Jasper terenyum padaku. Dia duduk di sisi ranjang berhadapan denganku. Jasper membelai suraiku. Ia tampak menikmati rautku yang bingung karena aku masih belum dapat membedakan antara mimpi serta kenyataan.

"Good morning, Baby girl." Jasper mengatakannya dengan suara berat, lantas sebelum aku menjawab ... dia mencium bibirku. Hanya kecupan singkat tanpa ada paksaan.

Jari-jari kami bertaut. Jasper memberikan seluruh atensi kepadaku, sementara sesekali membelai parasku. Seluruh tingkahnya dapat ditafsirkan sebagai rasa sayang. Ia menyentuhku dengan hati-hati.

"Aku merindukanmu," ujar suaranya dalam. Dari nada bicaranya, ia bukan seperti Jasper yang aku kenal.

Apa ini bagian dari mimpiku? Apa mimpi ini menciptakan Jasper dengan karakter yang berbeda? Meskipun, pikiranku mengatakan jika ia Jasper ... hanya saja pria itu tidak seperti Jasper.

Aku meraba perut dan kepalaku. Tidak ada luka di sana. Lantas, aku menyimpulkan ini bukan kenyataan.

"Apa kamu menyukai mawarnya?" Lagi-lagi Jasper yang berkata.

Aku hanya diam, memandang ruangan yang dipenuhi mawar merah dan putih segar. Ia memelukku, menepuk punggungku beberapa kali saat fokusku mulai hilang. Rasa hangat mengalir sampai ke hatiku. Entah dari mana semuanya berasal, aku sungguh merindukan sentuhan ini.

Samar-samar aku mencium aroma mawar yang melekat. Wangi yang kusukai. Aku tak hanya menyukai mawarnya ... aku menyukai wanginya yang bercampur dengan mawar.

"Aku menyukai kamu," seperti dialog yang sudah pernah kukatakan, ucapan itu kembali terulang dari bibir ini.

Bukan hanya mawar tetapi kamu.

Jasper tertawa. Dia mengecup pipiku, kemudian beralih ke ceruk leher ini. Nafasnya terasa di tiap kulitku.

"Aku mencintaimu," ujarnya sebelum membawaku pada sentuhan lain yang membuat segalanya kembali gelap.

-

Jika dua orang yang bersiteru bersedia berdamai dan duduk berdampingan, pasti ada satu tujuan besar dalam pesan yang akan ditukarkan. Begitu pula ketika Nabastala dengan lapang dada, membiarkan Jasper memasuki ruang inap Felicia. Ia membiarkan Jasper berada di samping Felicia karena sang wanita terus memanggil nama Jasper dalam tidurnya.

Diam di antara mereka mempunyai banyak arti. Satunya, bermaksud merelakan, sementara yang lainnya mendapatkan. Nabastala yang merelakan jarang terjadi. Ia tidak pernah berkorban lebih banyak daripada orang lain. Tak ada dalam kamus Nabastala untuk menyerah. Akan tetapi, sedari dulu selalu ada pengecualian bagi Felicia.

Nabastala rela menderita. Dia mengabaikan kondisinya asal wanita di hadapannya baik-baik saja. Meskipun dunia membencinya, ia tidak peduli jika Felicia tetap melihatnya sebagai protagonis dalam cerita. Kini, bahkan Felicia sangat membencinya. Tidak ingin melihatnya dan menganggapnya sebagai sampah. Tidak ada yang dapat menghancurkan Nabastala selain dua kenyataan tersebut.

"Kamu bisa istirahat sekarang. Biar aku yang jaga Felicia," ungkap Jasper memulai perbincangan.

Nabastala hanya mendengus. Dia sama sekali tidak tertarik dengan saran Jasper. Walaupun Nabastala harus mati kelelahan pun di sini, pria itu enggan beranjak. Bagaimana jika Felicia membutuhkannya? Selama beberapa bulan terakhir Felicia sangat tergantung kepadanya.

"Semuanya akan berjalan di luar rencana kita, jika Felicia mengingatnya setelah bangun," Jasper berkata lagi ia menatap Nabastala sekilas.

"Felicia tidak akan pernah mengingatnya secara utuh. Semuanya berbaur dengan persespsinya sendiri." Nabastala mendekat, dia berada pada sisi lain tempat tidur sekedar untuk menyentuh tangan istrinya.

Jasper menghela nafas panjang. "Dia akan membenci kita."

Nabastala justru tertawa. Ia merasa bodoh karena menghancurkan dirinya sendiri hanya untuk menjaga perasaan satu orang.

"Kita tidak bisa membiarkannya terus meminum obat itu. Itu membahayakan diri Felicia dan anak kalian nanti," Jasper terus saja bicara. Pria itu mengharapkan sebuah dialog, tapi hanya ada monolog sebab lawan bicaranya tidak menyahut.

Jasper menyerah untuk membuka suara lagi setelah Nabastala tidak menjawabnya sama sekali. Perhatian mereka berganti kepada tangan Felicia yang mulai bergerak. Perban gadis itu sudah dibuka. Ia terbaring di ranjang selama tiga minggu, sebagian waktu dihabiskan untuk tidur karena selama bangun hanya kecemasan yang melanda Felicia. Kadang Felicia terbangun menjadi sosok yang tenang, lalu berikutnya berteriak kembali. Beberapa kali Felicia mencari Jasper, kadang Nabastala. Kerapnya dia mengusir suaminya dari sana.

"Hai, selamat malam," sapa Jasper saat Felicia membuka mata.

Wanita itu berusaha untuk bangun, dibantu oleh Jasper. Sementara Nabastala tidak mendekat sebelum Felicia yang meminta. Nabastala justru mundur beberapa langkah saat jari-jari Felicia menyentuh paras Jasper.

"Kamu masih di sini," suara Felicia serak.

Jasper membelai surai Felicia, membiarkan gadis itu mendekat kemudian memeluknya. Dalam diri Jasper sedikit bersyukur mendapati Felicia sakit. Ada ingatan lama yang membuat si gadis membutuhkannya.

"Aku bisa selalu di sini jika kamu mau," jawab Jasper.

Felicia tersenyum. Nabastala melihat gadis itu memberikan senyum untuk Jasper. Cara Felicia menatap Jasper sama dengan cara istrinya dulu melihatnya.

"Apa boleh aku mencium kamu?" Tanya Felicia tiba-tiba. Gadis itu mengerjapkan mata, menunggu dengan penuh harapan. "Buat memastikan kalau ini bukan mimpi buruk," lanjutnya.

Jasper melirik ke arah Nabastala yang mengangguk. Tanda jika dia mengijinkan. Jasper menghela nafas panjang. Dia mulai mengecup pipi Felicia, lalu sudut bibirnya yang dirindukan.

"Sambaraku kembali," Suara Felicia bergetar. Satu-persatu air matanya turun. "Apa aku sudah boleh untuk tidak merasa bersalah lagi?" Tanyanya.

Nabastala bergerak dari tempatnya. Ia ingin melangkah maju agar bisa menghibur Felicia. Namun, dirinya hanya seperti garam yang ditaburkan dalam luka.

Nabastala ingin menjelaskan, apabila kematian Sambara bukan karena Felicia. Orang-orang jahat seperti dirinya lah yang dengan sengaja menyeret Felicia. Baik dirinya dan Jasper yang seharusnya bertanggung jawab atas semua ini. Demi kepentingan keluarga mereka, gadis ini yang menjadi korban.

Andai saja Nabastala lebih berani menarik pelatuk untuk menembus jantung Felicia. Pasti Felicianya tidak akan lama menderita lagi. Semua ini memang kesalahannya sebab ia tidak akan bisa hidup tanpa eksistensi Felicianya.

-oOo-

An: Hai semua, terima kasih sudah membaca sampai sejauh ini. Maaf sudah lama tidak update huhuhu.

Sebenarnya, aku kurang puas dengan tulisanku di part ini mungkin karena sudah lumayan lama enggak update jadi kaku. Nanti coba aku perbaiki kembali yah.

Sampai jumpa pada part selanjutnya.

Sampai jumpa dan selamat menjalankan ibadah puasa🥰

Continue Reading

You'll Also Like

The William By 우아한

Mystery / Thriller

4.1K 687 27
Menceritakan tentang kisah 3 remaja, Daniel Reifando William, Lukas Azkara William, Bhavya Rasha William. Tiga saudara yang tidak akan pernah lepas d...
557K 84.9K 74
Cocok untuk kamu peminat cerita dengan genre #misteri dan penuh #tekateki, juga berbalut #action serta #scifi yang dilatarbelakangi #balasdendam. Kas...
181K 5.2K 48
[Wajib Follow Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersihkan semua, jangan sampai ada yang tertingg...
87.2K 3K 46
Will you still love me when I'm be a monster? --------------- Shella yang dituntut sempurna oleh orang tuanya hanya dikenal sebagai cewek paling popu...