Suara pisau dan sendok beradu terdengar di pendengaran ku. Kami sekeluarga sedang makan malam saat ini. Aku sekarang sedang disuapi oleh Kakak lelaki buta dengan penuh kasih sayang.
"Sudah. Makan sendiri sana," Kata Kakak lelaki buta lalu menyimpan sendok yang ia gunakan untuk menyuapiku.
"Twidak mawuu. Akwu mawu nywa disuwap!," Bantahku.
(Tidak mau. Aku mau nya disuap!)
"Manja," Kakak lelaki buta mendengus sebal melihatku yang membantah perkataan nya. Aku mengangguk sebagai tanda membenarkan ucapannya.
"Aku hari ini ingin membuat mochi," Setelah menelan sisa makanan yang ada di mulutku. Aku mengumumkan bahwa aku akan membuat mochi lagi.
"Buat yang banyak,"
"Sisakan untukku, Veddira,"
"Jangan merusak dapur, gadis bencana,"
Sahutan terakhir membuatku sedikit kesal. Lantas, aku menyentil jidat Kakak lelaki buta. Kesal.
"Tenagamu lemah sekali. Untuk menyentil ku saja tidak bisa," Ejek Kakak lelaki buta padaku.
Aku menjulurkan lidahku lalu menoleh ke arah Papa. Papa hanya melirikku sekilas. Setelah itu, Papa mengangkat tangan lalu menggerakkan semua jarinya secara bersamaan ke arah depan, tanda bahwa ia memanggil pelayan.
"Silahkan susu caramel nya, Nona Veddira," Ucap pelayan tersebut setelah menyimpan segelas susu kebanggaanku, caramel.
"Hore horee, susu kebanggaan aku datang~," Sahutku senang. Aku menggenggam gelas berisikan susu itu lalu mengarahkan bibir gelas ke mulutku, sedetik kemudian ku rasakan sesuatu yang hangat di mulutku. Heumm lezat!
Tak
Aku menyimpan gelas yang sudah kosong di meja. Akupun mengecup pipi Papa, dan kedua Kakak tampanku. Setelah itu aku pergi ke dapur tanpa mengucapkan sepatah katapun.
♩ ♩ ♩ ♩
Brakk
Aku mendobrak pintu dapur. Para koki yang sedang merapikan dapur lantas terkejut dengan kehadiranku yang tiba-tiba. Aku menatap ke seluruh penjuru dapur. Beberapa koki yang melihatku sedang menatap seluruh isi dapur lantas meneguk ludahnya sendiri, gugup.
"Keluar," Suruhku. Secara serempak, para koki meninggalkan pekerjaan mereka tadi dan langsung keluar dari dapur. Menyisakan aku sendirian disini.
"Mochi-mochi i'm coming~," Kataku. Mengambil bahan-bahan yang ku butuhkan dan memulai aksi.
(Mochi-mochi aku datang~)
♩ ♩ ♩ ♩
"Tadaa!" Kataku mempersembahkan mochi hasil buatanku sendiri.
Aku sedang berada di ruang kerja Papa. Disana juga ada kedua Kakak tampanku. Untuk mochi para bawahan kerajaan sudah ku bagikan kok, hehe.
Papa dan kedua Kakak tampanku mengambil beberapa mochi. Namun, setelah itu mereka malah memperebutkan mochi buatanku.
"Papa, jangan serakah. Aku baru memakan dua biji!" Larang Kakak brainly berjalan.
"Jangan melarangku, Zephir. Kau yang harus bermurah hati kepada Papamu sendiri," Bela Papa.
"Cerewet sekali kalian. Lihatlah, mochi nya sudah habis ku makan," Sahut Kakak lelaki buta. Tentu saja dihadiahi tatapan tajam dari kedua lelaki yang tadi bertengkar. Aku menggelengkan kepala lalu pergi ke kamarku. Tanpa pamitan.
Tok tok tok
Aku menoleh saat mendengar ketukan dari jendela kamarku. Samar-samar kulihat ada sosok lelaki tinggi yang menunduk lalu menatap ke arahku.
Aku melangkahkan kaki menuju jendela. Membuka kacanya dan oh astaga, mengapa lelaki perak ada disini?
"Apa?" Tanyaku.
"Biarkan aku masuk dulu, Nona manis," Bukannya menjawab pertanyaan ku, ia malah menyuruhku untuk mempersilahkan nya masuk.
"Jawab pertanyaanku atau kau ku dorong sekarang?" Ancamku.
"Hanya mengunjungi, salah?" Jawab nya dengan diakhiri pertanyaan.
"Ah, kau merindukanku? Baiklah-baiklah kau boleh masuk," Kataku percaya diri. Sedikit menyingkir agar lelaki perak dapat memasuki kamarku dengan mudah.
"Itu apa?" Tanya lelaki perak saat melihat sepiring mochi di meja belajarku.
"Mochi. Mau mencobanya?" Tawarku. Lelaki perak menganggukkan kepala lalu langsung memasukkan satu mochi ke dalam mulutnya.
"Kenywal sekwalwi," Kata lelaki perak yang masih berusaha mengunyah mochi buatanku.
(Kenyal sekali)
"Iya, itulah ciri khasnya," Kataku datar. Tanganku terulur untuk menyentuh pipi lelaki perak. Ia tidak menepis tanganku, jadi aku mencubit pipi lelaki perak.
"Astaga, pipimu sangat lembut!" Girangku lalu menguyel-uyelkan kedua pipi lelaki perak.
Lelaki perak sedikit membungkuk untuk mensejajarkan tinggi kami. Aku masih saja betah bermain dengan kedua pipi lelaki perak. Menghiraukan tatapan lelaki perak padaku.
"Kau suka?" Tanya nya.
"Suka apa?" Tanyaku lalu menatap matanya.
"Pipiku," Jawab nya.
"Heung, sukaa sekali," Jawabku dan kembali menatap kedua pipi lelaki perak.
"Baiklah, mereka milikmu sekarang," Kata nya.
"Mereka? Siapa?" Tanyaku tidak mengerti dengan ucapannya.
"Pipiku," Jawab nya.
Maafkan aku lelaki perak, aku ingin bermain denganmu lagi ;(.
Aku melihat ada sisa mochi di pipi kanan lelaki perak. Dengan jahil, aku menjilat pipi kanan lelaki perak agar dapat mengambil sisa mochi yang ada di pipinya.
Ku lihat pipi lelaki perak memerah. Ia juga mematung dengan wajah kaku. Aku terkekeh lalu mengarahkan bibirku ke telinganya. Dan berkata,
"Manis,"
Lelaki perak memalingkan wajahnya dariku. Aku tertawa melihat salah tingkah nya. Ia melirikku sekilas lalu mendengus.
"Kau nakal sekali, Nona manis," Kata nya lalu mengangkat daguku. Alhasil aku menatap matanya.
"Hm. Tidak salah, lelaki perak," Balasku membenarkan ucapannya.
"Daryan Bedros Seymour," Kata nya yang tidak ku mengerti maksudnya.
"Siapa?" Tanyaku.
"Namaku,"
"Aish, perlengkaplah kosa katamu saat berbicara. Aku tidak mengerti maksudmu," Kataku lalu mengerucutkan bibirku. Tak lupa, aku menundukkan kepalaku.
"Iya," Kata nya.
"Oke. Sekarang, silahkan pulang," Kataku mengusirnya.
"Besok sekolah?" Tanya nya sambil melangkahkan kaki menuju jendela kamarku.
"Iya," Jawabku.
"Aku akan menjemputmu," Lelaki perak yang kini namanya adalah Daryan mengecup pelipisku lalu melompat keluar dari kamarku melalui jendela.
"Tidak mau, wle," Tolakku yang tak bisa didengar olehnya.