Arcadia | KNJ

By frvrxxodairable

184K 29.9K 36.7K

Dan saat jiwanya mulai lelah, Namjoon mendengar bisikan itu. "Kembali ke sini, kau akan temukan yang apa kau... More

Off the Map
Healing Souls
Stay Here
Embrace Me
Arcadia: Video
Gray Sight
Homelike Kindness
Falling in Love
Melody From the Past
Bliss of the Soul
Another You
The Heart Knows
Living A Lie
Mystery of the Human Mind
Child at Heart
Departure Time
Like a Mirror
Make It Right
Arcadia: Trailer 1
Eternal First Love
Those Who Left and Stay
Before It's Too Late
Waiting For You
The Safest Place
You Still Hold Me
Zero O'Clock
Another Hidden Truth
The Warm Hug
From The Start
Whenever, Wherever
The Realest of Them All
Small Warm Town
The Unexpected Life
Last Day of Winter
Epilog: The Turning Point
Informasi Penerbitan!
OPEN PRE-ORDER
Vote Cover + Giveaway!!
Trailer 2 + OPEN PO

Late Night Confession

2K 533 1.1K
By frvrxxodairable

Song Dain
Ulsan, 13th November 2018

Semua pekerjaanku hari ini sudah selesai. Selama tiga jam, Namjoon hanya duduk di dalam greenhouse dan menemaniku bercengkrama.

Tak bisa dipungkiri, aku merasa bahwa aku menjadi sangat dekat dengan lelaki itu. Padahal jika diingat-ingat, aku baru mengenalnya dua bulan yang lalu. Sebagai artis, aku tidak mendapatkan aura mengintimidasi sama sekali darinya. Sesuatu dalam diri Namjoon terasa sangat akrab bagiku.

Mungkin salah satu alasannya juga adalah karena diriku yang cepat terbuka dan tidak menutup diri pada orang asing.

Sangat mengejutkan bagaimana hidup di desa mengubahku sepenuhnya. Padahal hingga aku kuliah, aku tak pernah punya teman dekat. Bukan karena aku berpikir bahwa semua orang membenciku, tapi aku yang tidak mudah diajak bergaul.

Sejak dulu, aku selalu bingung saat bercengkrama dengan orang lain. Isi pikiranku hanya dipenuhi oleh 'apakah boleh aku mengatakan ini?' dan pertanyaan sejenis. Sekarang, mungkin karena hatiku jauh lebih tenang, aku sudah dapat dengan mudah mengekspresikan perasaan dan pikiranku.

Aku dan Namjoon bersiap-siap untuk menuju sungai, entah mengapa lelaki itu ingin mengunjungi tempat tersebut sebelum pulang malam ini. Kunci greenhouse sudah aku kembalikan pada ibu Sooah, aku juga sudah merapihkan peralatanku.

Sungai tidak jauh dari sini, jadi kami berdua memutuskan untuk berjalan kaki.

Begitu tiba di jalanan yang dikelilingi persawahan, aku mendongak ke atas. Kerlap-kerlip bintang menghiasi langit malam bagaikan glitter di buku harianku saat SMA.

"Wah, jika saja polusi cahaya di Seoul tidak parah, aku pasti akan bisa menikmati langit seperti ini tiap malam," ujar Namjoon yang kini ikut mengadahkan kepalanya.

Aku kembali menatap aspal dan tersenyum.

"Aku harap hari di mana langit Seoul menunjukkan bintang sebanyak ini akan tiba," lanjutnya.

Tawa kecil lepas dari mulutku, "bagaimana, ya? Maaf sebesar-besarnya. Tapi kurasa harapanmu terlalu tinggi."

Namjoon mengangkat kedua bahunya, "tak ada salahnya berharap."

Ia menatapku sejenak.

Dalam waktu yang amat singkat itu, aku terkesima. Bola mata lelaki itu nyaris terlihat seperti memerangkap satu bintang di dalamnya. Tapi itu hanya pantulan cahaya lampu jalan.

Aku membentuk garis lurus di bibirku. Ingat, Song Dain. Kau punya pacar. Kuanggukkan kepalaku.

Kemudian, aku mengernyit. Memangnya apa salahnya mengagumi seseorang? Toh, dia memang artis, orang yang memang sepantasnya untuk dikagumi. Aku tidak bersalah. Keindahan itu ada di mana saja, merupakan kerugian bagi manusia bila mengabaikan keindahan yang ada di dunia ini.

Tidak ada salahnya mengapresiasi.

Tenggelam dalam pikiranku, aku tak menyadari bahwa aku terdiam beberapa menit hingga kami telah tiba di jembatan.

Melihat palang yang terangkat, aku lantas tersadar bahwa ini adalah tempat pertama kalinya aku bertemu dengan Namjoon.

Kuletakkan sepedaku di samping pembatas jembatan, mengambil lampu minyak yang kupinjam dari ibu Sooah, lalu aku keluar dari jalur utama dan berjalan cepat dengan kedua tangan merentang di turunan yang mengarah ke tepi sungai. Sepatuku menginjak semak liar dan tanah basah, tapi aku tak peduli.

Lelaki itu mengikuti dari belakang.

Suara gemericik air mengalir sangat menenangkan bagiku. Begitu tiba di tepi, aku mengambil tempat di batu terbesar dan duduk di sana setelah meletakkan lampu minyak sekitar dua meter dariku.

Aku menoleh, Namjoon telah tiba di tepi sungai dan kini dengan hati-hati berjalan di antara bebatuan. Pandangan matanya fokus ke bawah. Perilaku yang sungguh bijak. Karena aku yakin ia tidak membawa baju ganti jika ia tercebur di air pegunungan yang dingin.

Lelaki itu kini duduk di sampingku. "Wah, harus sangat berhati-hati di sini. Batunya sangat licin."

Aku mengangguk, "tepat sekali."

Untuk waktu yang cukup lama, kami secara tidak lisan sepakat untuk membiarkan hanya suara air sungai, jangkrik, dedaunan, dan angin berhembus mengisi malam ini. Aku menghela napas, menutup mata dan merasakan ketenangan itu sebisa mungkin.

Angin membuat beberapa helai rambutku yang tak terikat di samping telinga bergerak ke belakang.

Di saat-saat seperti ini, saat aku tak melakukan apa pun dan hanya 'existing' adalah saat yang paling membuatku merasa hidup. Tentu saja sibuk melakukan hal yang disukai atau menggapai impianmu akan menimbulkan rasa puas dan berharga.

Namun, bagiku saat seperti inilah saat di mana aku benar-benar menyadari bahwa aku adalah bagian dari semesta ini. Meski hanya bagian kecil, tapi aku ada.

"Aku harap semua orang pernah merasa hidup." Ucapku, masih dengan mata tertutup.

Dengan suara yang sama menenangkannya dengan suara air mengalir, Namjoon bertanya, "apakah mungkin seseorang yang hidup tidak merasa hidup?"

Aku mengangguk pelan. "Tentu saja. Manusia dibesarkan untuk menyelesaikan masalah. Segala hal yang kita lakukan adalah untuk menyelesaikan sesuatu. Berjalan untuk tiba di suatu tempat, belajar untuk lulus ujian, bercengkrama agar tidak dikucilkan. Sepanjang hidup manusia hanyalah perpindahan dari satu masalah ke masalah lain."

Kubuka mataku, lalu menghela napas. "Dikelilingi oleh masalah, akhirnya kita kehilangan sensitivitas. Saking asyiknya dengan masalah sendiri yang tak bisa diselesaikan, secara tidak langsung manusia mengabaikan kemampuan merasakan sesuatu yang ada di sekelilingnya."

Aku menoleh ke Namjoon, "inilah mengapa orang-orang Seoul memerlukan bunga sakura di Yeouido. Agar saat musim semi mereka bisa berhenti sejenak dari kesibukannya dan mengambil waktu untuk memandangi bunga bermekaran, lalu menjadi sensitif."

Namjoon menarik ujung bibirnya dan mengangguk. "Biar aku simpulkan, berarti menurut pandanganmu, ada pengaruh antara bunga sakura dan tingkat depresi masyarakat Seoul."

Aku membuka mulut, ingin membantah. Namun, aku tersenyum. "Ya.. bisa dibilang begitu. Caramu menarik kesimpulan sangat menarik, entah mengapa kau membuatnya terdengar seperti judul penelitian."

"Tapi apakah bunga sakura itu membantu bagimu? Saat dulu tinggal di Seoul?"

"Tentu saja. Setiap melihat bunga sakura, aku memeroleh beberapa harapan."

Lelaki itu menarik resleting jaketnya hingga penuh sampai atas, nampaknya ia mulai kedinginan. Ia kini bertanya, "harapan apa?"

"Banyak." Jawabku singkat.

Ia mengangguk, tidak bertanya lebih lanjut.

"Aku punya penyair kesukaan, dan di dalam puisinya ia menuliskan bahwa harapan itu jauh lebih hampa daripada putus asa. Bahwa keputusasaan itu sama damainya dengan gravitasi, tidak akan membuatmu jatuh dan terluka," ujar Namjoon.

Tunggu sebentar. Sepertinya aku pernah mendengar kalimat tersebut. Tapi aku tak tahu dari mana.

Aku mengernyit dan menatap Namjoon. "Sepertinya aku tahu puisi apa ini."

"Benarkah? Dari mana?" tanya lelaki itu.

Aku mencoba mengingat dan mengutak-atik isi memoriku yang rupanya sangat amat berantakan.

Dua menit berlalu, gambaran ruangan kelasku di masa SMA muncul dalam benakku, diikuti oleh seorang lelaki berdiri di hadapan kelas yang sedang membaca puisi.

Kedua alisku terangkat. "Ah! Aku ingat, dari saat aku sekolah. Kurasa teman kelasku membacakannya di kelas literatur."

Kulemparkan senyum pada Namjoon, namun ia hanya menatapku tanpa ekspresi.

Ia terdiam untuk beberapa saat dan hanya menatapku seolah menungguku mengatakan sesuatu.

Akhirnya, Namjoon berbicara. "Benar, hari itu lebih dingin dari biasanya sampai aku menggunakan rompi dalam jaketku."

Ia menganggukkan kepala dan mengalihkan pandangan dariku, "aku juga hampir lupa membawa buku puisinya. Padahal aku sudah mempersiapkannya dua minggu sebelum kelas."

Otakku bekerja dengan cepat. Seolah menyeretku ke dalam pipa yang membawaku ke masa sekolah bertahun-tahun lalu. Beberapa adegan, gambar, dan suara berdatangan seakan sedang berlomba lari agar tiba di benakku.

Seolah-olah seluruh ingatan itu telah menunggu lama untuk mengambang kembali ke permukaan. Kini jantungku berdegup cepat seolah sedang berlari. Kemudian aku nyaris mendengar suara 'cling' di kepalaku, seperti di komik saat lampu menyala di atas kepala mereka.

Kim Namjoon.

Aku ingat sekarang. Mataku membelalak. "N-namjoon?"

Lelaki itu kini menatapku. "Kau ingat aku sekarang?"

Luar biasa.

Tak pernah sekalipun aku membayangkan bahwa teman kelasku saat SMA adalah lelaki yang duduk di sampingku saat ini.

Aku bahkan tidak tahu sejak kapan, atau pada titik mana aku mulai melupakan banyak hal dari masa laluku. Apakah sejak aku mulai mengkonsumsi obat-obatan yang meredakan serangan panikku? Ataukah memang sejak awal aku tak pernah menganggap pengalamanku di sekolah itu berharga sehingga tak pernah tersimpan dengan baik di kepalaku?

Aku tak tahu jawabannya.

Namun, yang aku tahu sekarang, adalah aku senang bertemu teman lama.

Senyuman yang muncul di wajahku sangat lebar hingga aku menutup mulutku.

"Wah," ucapku. Aku menurunkan tangan meski mataku masih terbuka lebar. "Wah, tidak kusangka lelaki yang menjadi anak kesayangan guru itu adalah artis dunia sekarang."

Namjoon kini ikut tersenyum bersamaku.

"Kau mengingatku sejak pertama kali kita bertemu di jembatan?" tanyaku.

Sorotan mata lelaki itu tiba-tiba berubah menjadi serius.

"Tentu saja," Namjoon berhenti sejenak. Angin bertiup menerpa wajahku dalam keheningan itu.

Ia tersenyum tipis, "laki-laki tidak pernah melupakan cinta pertamanya."

***

MANTEP BANGGG

HAHAHHA, aku yang seneng astaga

BTW GUYS MAAF UPDATENYA MALEM BANGETTT. But happy reading buat yang masih bangun💜💜

Question of the Day: Kalian udah nabung gak buat PO arcadia tanggal 6 nantiii??

Yang belomm masih belum telat kok! hehehe

Xx,
Jysa.

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 19.2K 48
ON GOING SAMBIL DI REVISI PELAN-PELAN. Start 18 November 2023. End? Cerita bertema 🔞, Kalau gak cocok bisa cari cerita yang lain terimakasih. Mars...
1.3M 113K 61
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
176K 6.7K 67
Ada tumpukkan kata yang tak sempat tersampaikan Di sudut ruang sang perasa Maka, Bersuaralah...
146K 15.2K 61
FREEN G!P/FUTA • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...