Arcadia | KNJ

By frvrxxodairable

184K 29.9K 36.7K

Dan saat jiwanya mulai lelah, Namjoon mendengar bisikan itu. "Kembali ke sini, kau akan temukan yang apa kau... More

Off the Map
Healing Souls
Stay Here
Embrace Me
Arcadia: Video
Gray Sight
Homelike Kindness
Falling in Love
Melody From the Past
Bliss of the Soul
Another You
The Heart Knows
Living A Lie
Mystery of the Human Mind
Child at Heart
Departure Time
Late Night Confession
Make It Right
Arcadia: Trailer 1
Eternal First Love
Those Who Left and Stay
Before It's Too Late
Waiting For You
The Safest Place
You Still Hold Me
Zero O'Clock
Another Hidden Truth
The Warm Hug
From The Start
Whenever, Wherever
The Realest of Them All
Small Warm Town
The Unexpected Life
Last Day of Winter
Epilog: The Turning Point
Informasi Penerbitan!
OPEN PRE-ORDER
Vote Cover + Giveaway!!
Trailer 2 + OPEN PO

Like a Mirror

1.9K 543 1.3K
By frvrxxodairable

Kim Namjoon
Ulsan, 13th November 2018

Desiran angin berhembus mengisi kesunyian jalan. Tak ada satupun kendaraan yang berlalu sejak tiga puluh menit aku berjalan kaki.

Sore itu aku tiba di Ulsan dan tanpa berbasa-basi segera menuju rumah Dain yang rupanya lebih jauh dari ingatanku. Semakin lama langkah kakiku semakin berat akibat jalanan berliku yang menanjak itu. Sesekali, aku berlari kecil seolah sedang berolahraga, tapi itu hanya membuatku lebih lelah dari berjalan biasa.

Besok aku pergi ke Jepang, tapi hari ini aku memutuskan untuk bertemu dengan Dain. Aku menganggap ini adalah kesempatan terakhirku untuk mengetahui kebenaran tentangnya tahun ini.

Karena jika pesawatku telah mendarat di Tokyo besok malam, aku tidak akan punya waktu luang karena kami punya schedule padat berhari-hari, kemudian pulang ke Seoul di akhir bulan hanya untuk bersiap mengisi acara akhir tahun.

Suara kerumunan jangkrik dari hutan di sisi kananku terdengar seperti sirine. Aku pernah membaca bahwa suara jangkrik dapat menunjukkan suhu udara. Semakin tinggi nada yang terdengar, maka semakin hangat suhu yang ada.

Oleh karena itu kau akan lebih sering mendengar suara jangkrik di musim panas. Hal ini disebabkan karena reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh jangkrik saat udara bersuhu tinggi menyebabkan mereka menggerakkan sayap lebih cepat.

Ya. Fakta yang mengagetkan, bukan?

Saat kecil aku sangat terkejut akan fakta bahwa suara jangkrik bukan berasal dari mulut mereka, namun dari sayapnya. Saking kagetnya, aku pernah menangkap seekor jangkrik hanya untuk mengobservasi suara sayapnya.

Sepuluh menit kemudian, aku sudah bisa melihat pohon kesemak milik Dain yang rindang.

Akhirnya.

Begitu tiba, aku melihat sepeda Dain terparkir. Syukurlah, jika dia tak ada di rumah mungkin aku hanya akan tidur di rumput depan rumahnya dan menunggu ia pulang.

Aku tak punya cukup energi untuk ke kebun strawberry atau ke restoran di samping kebun itu untuk bertanya lokasi salon tempat Dain bekerja.

Kuketuk pintu rumah Dain dengan pelan.

"Siapa?"

Aku mendengar suara gadis itu, disertai langkah terburu-buru menuju pintu. Begitu ia menggeser pintu, indraku kini menangkap suara air mendidih dan aroma yang menggugah selera.

Gadis itu mengenakan sweater dan celana kain, rambutnya sedikit berantakan. Ia menatapku terkejut. "Namjoon?"

Kuangkat satu tanganku dan tersenyum tanpa memperlihatkan gigiku. "Halo."

Dain menaikkan alisnya, "apa yang kau lakukan di sini? Kau tidak sibuk?"

"Eoh?" untuk beberapa saat, aku bingung. Kemudian aku teringat bahwa beberapa hari yang lalu aku sempat memberitahu kepadanya bahwa aku akan sibuk akhir tahun. "Ah.. ya, aku masih punya satu hari waktu luang."

Gadis itu mengangguk, lalu mundur dan mempersilahkan aku masuk. "Tidak ada schedule hari ini?" tanya Dain begitu aku melangkahkan kaki di lantai kayu.

Aku tertegun, sementara gadis itu tetap terjalan santai tanpa melihat ke belakang. "Artis papan atas ternyata tidak sesibuk yang aku kira," lanjutnya.

"Kau sudah tahu?"

Hanya itu kalimat yang dapat aku keluarkan.

Dain kini duduk di kursi yang terletak di ruang tengah. Ia menatapku dan menaikkan kedua bahunya. "Kau tidak bisa mengekspektasikan aku tak tahu selamanya."

Aku bukan tipe orang yang mampu menyembunyikan ekspresi dengan baik. Sudah pasti saat ini aku terlihat kaget dan merasa bersalah.

"Ah, maaf," ucapku.

Gadis itu tersenyum. "Tidak perlu meminta maaf, aku saja yang tidak tahu. Setelah kuingat-ingat, saat itu Eunsang mengenalmu di kantor polisi. Ah, aku memang agak kuno. Maaf karena tidak tahu siapa kau."

Kini aku semakin terkejut. "Tidak, itu sangat wajar, aku bahkan berterimakasih karena masih ada orang yang tidak kenal padaku. Itu berarti tidak semua manusia di muka bumi ini terpaku pada dunia entertainment dan punya hiburannya sendiri."

Dain menganggukkan kepalanya. "Sebagai artis, menurutku kau pandai berbicara."

"Jika itu pujian, aku berterimakasih," ucapku lalu duduk di salah satu kursi.

Seolah teringat sesuatu, gadis itu kini berdiri dengan mata membelalak. "Ah, masakanku. Tunggu sebentar." Dain berlari ke dapur, meninggalkanku sendirian.

Kini gadis itu tahu siapa aku, tapi aku masih belum tahu siapa dirinya.

***

Dain kembali dan menawarkanku untuk makan bersama. Aku tak memungkiri bahwa perutku butuh asupan saat ini, jadi aku menerima tawaran sang tuan rumah tersebut.

Kami makan di samping pintu masuk yang terbuka, mengamati pegunungan yang terlihat jelas dari sana. Aku iri pada Dain, aku juga ingin melihat pemandangan ini setiap kali aku bangun di pagi hari.

Setelah makan, kami mencuci piring dan gadis itu berkata ia harus ke kebun strawberry.

"Apakah boleh aku ikut?" ucapku begitu kami keluar dari rumah.

Dain menunduk untuk mengenakan sepatu, kemudian kembali menatapku setelah telah terpasang dengan baik. "Lagi?"

"Apakah itu berarti tidak boleh?"

Senyum terukir di wajahnya. "Tidak, tentu saja kau boleh datang. Tapi untuk kunjungan selanjutnya kau mungkin harus membeli tiket masuk," candanya.

Aku tertawa. "Kuharap tiketnya tidak mahal."

Gadis itu mengambil sepeda, menendang standarnya dengan pelan lalu mendorong kedepan. Roda sepeda tersebut berhenti di hadapanku. "Semahal apapun itu, aku tahu kau punya cukup uang untuk itu," ia tersenyum lebar. "Ayo berangkat," ucapnya sembari mengisyaratkan agar aku duduk di kursi belakang.

"Biar aku saja," aku mengambil alih setir sepeda.

Kuharap ia tidak berpikir aku memaksa. Tapi melihat dari ekspresinya, sepertinya Dain tidak keberatan.

"Oke kalau begitu." Usai megucapkan hal tersebut, kami duduk di tempat masing-masing.

Aku menoleh ke belakang, "sudah siap?"

Dain mengangguk, "jangan terlalu cepat atau kita akan celaka."

"Dimengerti."

Aku mengayuh sepeda menuju jalan utama.

Angin menerpa wajahku dan membuat rambutku berantakan, untung saja aku mengenakan hair spray hari ini.

Suara rantai sepeda yang berputar menyatu dengan suara gemerisik dedaunan. Aku menaikkan kecepatan sepeda, kemudian merinding karena angin yang menampar seluruh badanku.

"Kim Namjoon," ucap Dain.

Kumiringkan sedikit kepalaku ke belakang. "Wae?" (Kenapa?)

"Aku ingin bertanya, tapi jawab dengan serius."

Aku mengangguk.

Untuk beberapa detik, ia terdiam. Aku hanya terus mengayuh, menunggunya bertanya.

"Kenapa kau terus datang ke sini?" tanya Dain akhirnya. Namun sebelum aku menjawab, ia menambahkan. "Apa karena Seoul sesak?"

Pandanganku mengarah pada pepohonan besar di samping kanan dan kiri. "Awalnya kupikir karena aku ingin menghindari pandangan mata orang-orang. Aku terlalu banyak menerima perhatian dari publik, jadi aku ingin mencari ketenangan. Dan aku menemukannya di alam. Pada tumbuhan, pegunungan, sungai, taman.."

Kubasahi bibirku yang mengering karena angin. "Tapi belakangan ini aku tersadar. Sebenarnya aku melakukannya agar tetap waras. Aku tidak ingin menjadi orang yang lemah, atau membiarkan ketakutanku menguasai diriku dan sepenuhnya menelanku dalam kegelapan."

Dain hanya terdiam.

"Jadi, ketika aku pergi ke tempat semacam ini, merawat bonsai, atau mengendarai sepeda seperti sekarang ini.. Itu semua adalah bagian dari perjuanganku agar aku tetap waras dan bisa bertahan hidup," aku menghela napas lalu tersenyum tipis.

Aku tak tahu apa yang ada di pikiran Dain yang masih saja diam hingga beberapa menit berlalu.

Setelah cukup lama, ia membuka mulut. "Ternyata kau dan aku tidak ada bedanya."

Alisku mengerut tidak paham, mengapa Dain berkata seperti itu?

Apakah secara tidak langsung Dain berkata bahwa ia juga menjadikan alam sebagai mekanisme bertahan hidupnya?

Kami tiba di jalan menurun yang cukup terjal. Saat sepeda tiba-tiba melaju dengan sangat cepat, Dain sontak memeluk pinggangku dari belakang.

Sekujur tubuhku seakan tersengat ubur-ubur karena jarak antara tubuh kami kini terhapus sepenuhnya. Bahkan aku dapat merasakan jantungnya yang berdegup kencang.

"Aku sudah bilang hati-hati!" seru Dain.

Aku menoleh ke belakang, ia sedang menutup matanya dengan ketakutan. Aku tak pernah melihat ekspresi itu di wajahnya.

Senyuman tipis tergambar jelas di wajahku. "Jangan khawatir," ucapku sembari menekan rem dengan konsentrasi penuh agar kami tidak terlempar ke jurang.

I will try my best to never hurt you.

***

ASEQ DIPELUK
SKRG TINGGAL MINTA NOMOR HP.g

Anyway tiap aku nulis arcadia jd selalu pengen sepedaan asli dah

Question of the Day: Gimana cara kalian untuk tetap waras?

Kalau aku dengan jalan kaki tengah malem. For some people it might be dangerous and scary but its a really healing activity for me

Share yaa punya kalian, kali aja aku bisa nyobain!💜

btw aku mau buat another trailer deh buat arcadia 🤩🤩🤩

Xx,
Jysa.

Continue Reading

You'll Also Like

127K 15K 11
[ COMPLETE ] "Hei Jim, senang bertemu denganmu lagi." Menemukan cinta seorang Park Jimin yang sempurna.
RABUSUTORI | 1942 By rie

Historical Fiction

2.6K 1K 15
❝bagaikan burung merpati, walau kau suruh aku untuk pergi, aku akan tetap kembali❞ ===== Disaat pertama kali kakinya menginjak tanah Nusantara, Sakam...
749K 46.3K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
1.4M 19.4K 48
ON GOING SAMBIL DI REVISI PELAN-PELAN. Start 18 November 2023. End? Cerita bertema 🔞, Kalau gak cocok bisa cari cerita yang lain terimakasih. Mars...