Kissing My Nightmares

Von Aria_Monteza

807 26 21

Attention : Cerita ini dibuat berdasarkan kisah nyata yang dituturkan langsung oleh Mom Anjani (nama samaran... Mehr

Prolog SiD

Bab 1

238 6 1
Von Aria_Monteza


Jangan lupa meninggalkan vote, komen, saran dan kritik

Published on. 19 April 2021

Selamat membaca ^^


Hari sudah beranjak siang saat Anjani membuka matanya. Beruntung hari ini jadwal kuliah siang, ia tidak perlu khawatir terlambat masuk kuliah. Malas-malasan ia beranjak dari tempat tidur. Seandainya saja bukan karena panggilan alam, ia masih ingin bergelung di balik selimutnya yang nyaman. Selesai dari kamar mandi, Anjani langsung turun ke bawah bergabung dengan keluarganya untuk sarapan.

"Pagi, Ma," sapa Anjani langsung mencium pipi mamanya yang tengah menyiapkan sarapan untuk papanya.

"Pagi. Lekas duduk, kita sarapan bersama," sahut Ibu Sukma.

Anjani mengangguk dan mengambil tempat duduk di sebelah adiknya. "Pagi, Pa," sapanya melihat papanya sibuk membaca koran pagi.

"Anak perawan papa kok bangun siang," balas Pak Subroto.

"Tadi malam mengerjakan tugas sampai larut, Pa," kata Anjani beralasan.

"Belajar yang rajin, jangan malas-malasan," nasehat Pak Subroto.

"Iya, Pa."

Anjani beralih menoleh ke arah adiknya yang duduk tepat di sampingnya. Berbeda dengannya yang bisa dibilang tidak terlalu peduli dengan nilai akademis, adiknya itu sangat gila belajar. Bahkan saat sedang sarapan seperti ini pun, adiknya membawa buku pelajaran untuk dibaca.

"Laras, apa kamu mau sarapan buku?" celetuk Anjani memandangi adiknya geli.

"Sebentar lagi ujian," sahut Laras tanpa mengalihkan pandangannya pada buku di depannya.

"Ujian masih tiga bulan lagi," decak Anjani menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

"Tapi aku harus mempersiapkannya dari sekarang, aku takut tidak bisa mengerjakannya nanti," desah Laras.

Alis Anjani terangkat sebelah. Bingung kenapa adiknya bisa segugup itu hanya untuk menghadapi ujian nasional. Laras pintar, selalu menjadi bintang kelas sejak sekolah dasar. Berbeda dengannya yang hanya bisa masuk sepuluh besar, tanpa mampu menjadi urutan teratas dan merasa santai setiap menghadapi ujian. Namun adiknya justru sebaliknya.

"Kamu pintar, kamu pasti bisa mengerjakannya," ucap Anjani memberi semangat sambil mengacak-acak rambut Laras, membuat sang adik menggerutu kesal karena penampilannya menjadi berantakan.

"Sudah makan dulu, nanti kesiangan," lerai Ibu Sukma melihat kakak beradik itu mulai ribut.

"Iya, Ma," jawab keduanya.

Merekapun mulai memakan nasi goreng yang telah disiapkan Ibu Sukma di atas meja. Celotehan Anjani dan Ibu Sukma sesekali terdengar sebagai penghilang keheningan, karena Laras dan Pak Subroto lebih memilih menghabiskan makanan dalam keheningan. Pemandangan yang sangat biasa dalam keluarga itu. Pak Subroto yang penggila kerja lebih sering mementingkan pekerjaannya, sehingga jarang berkomunikasi dengan anak istrinya meski pria paruh baya itu dengan mudah mengabulkan apa saja yang diinginkan anak istrinya. Tak bisa dipungkiri kalau anak istrinya sangat menghormati Pak Subroto. Sedangkan Laras. Sejak kecil dia memang senang belajar seakan belajar sudah menjadi hobinya. Sampai sekarang tidak ada banyak perubahan dari adik semata wayang Anjani itu.

"Libur akhir pekan ini, apa kalian ada acara?" tanya Pak Subroto yang sudah selesai menyantap sarapannya. Pandangannya terarah pada Anjani dan Laras bergantian.

"Tidak ada, Pa," jawab Anjani. Di sebelahnya, Laras tampak menggelengkan kepala menjawab pertanyaan papanya itu.

"Baguslah. Papa sudah menyiapkan villa di puncak untuk liburan besok, sekalian menjemput pembantu kita yang baru," kata Pak Subroto.

"Pak Kasim sudah dapat pengganti yang kemarin, Pa?" tanya Ibu Sukma.

Pak Kasim adalah penjaga villa mereka di puncak, juga orang kepercayaan Pak Subroto. Beberapa pembantu sebelumnya juga Pak Kasim yang mencarikan. Sebagai wanita karir Ibu Sukma memang kerepotan mengurus rumah dan bisnisnya kalau tidak memiliki pembantu. Sedangkan pembantu yang kemarin, pergi tanpa alasan begitu saja.

"Sudah, katanya yang mau jadi pembantu di sini keponakannya sendiri. Baru saja lulus sekolah, tidak punya biaya buat lanjutin kuliah. Katanya mau jadi pembantu buat biaya kuliahnya nanti," terang Pak Subroto.

"Baguslah. Nanti kalau anaknya rajin, Mama bantu biaya kuliahnya juga tidak apa-apa," ucap Ibu Sukma senang.

"Semoga saja, Ma. Papa juga tidak akan keberatan membantu kalau anaknya rajin," imbuh Pak Subroto seraya tersenyum penuh misterius. "Oh ya, Anjani. Jangan lupa sekalian ajak temanmu yang sering kamu ajak ke rumah itu," lanjutnya seraya mengalihkan pandangan pada anaknya.

"Maksud Papa, Rosa?" tanya Anjani memastikan.

"Iya. Sudah lama kan kita tidak mengajaknya jalan-jalan kan."

Anjani mengangguk membenarkan ucapan papanya itu. Walaupun Anjani dekat dengan Rosa dan sering ke mana-mana berdua, mereka sudah lama tidak liburan bersama. Mungkin karena tugas kampus yang semakin banyak, sampai mereka tidak sempat jalan-jalan untuk sekedar bersantai sejenak.

"Teman Laras juga boleh ikut," kata Ibu Sukma menimpali ucapan Pak Subroto.

Mendengar itu, Laras menegakkan tubuhnya. Dipandanginya mama dan papanya bergantian bingung, "tidak ada teman yang dekat denganku, Ma," jawabnya pelan, sedih bercampur malu.

Ia beda jauh dengan kakaknya yang supel, hingga mudah bergaul dengan siapa saja. Ia lebih senang menyendiri, menikmati harinya dengan berbagai buku di sekelilingnya sampai akhirnya ia tidak memiliki teman dekat. Semua teman di sekelilingnya hanya sekedar kenal, tidak sampai ada yang begitu dekat dengannya. Mungkin karena ia terlihat pendiam, jadi teman-temannya berpikir dua kali untuk mau dekat dengannya.

"Sesekali bermainlah dengan temanmu, jangan membaca buku terus," ucap Anjani menyenggol lengan Laras. Ia merasa cemas karena adiknya itu bergitu tertutup, sampai terasa seperti anak yang dikucilkan.

"Benar kata kakakmu, sesekali bermainlah dengan teman-temanmu," imbuh Ibu Sukma.

"Iya, Ma," sahut Laras, kurang yakin apa ia bisa melakukannya.

Pak Subroto yang menjadi pendengar, melirik sekilas jam tangannya. Sudah waktunya ia berangkat ke kantor. Ia tidak mau terjebak kemacetan di jam rawan seperti ini, itu hanya akan membuang banyak waktu yang berharga untuknya. Terutama saat ini ia sedang disibukkan mempersiapkan beberapa proyek besar dengan koleganya dari Australia. Waktu adalah uang, itu sudah menjadi idealisme sejak dulu.

"Papa berangkat kerja dulu. Ayo Laras, jangan sampai terlambat," pamit Pak Subroto sembari memberi isyarat pada Laras untuk mengikutinya.

"Baik, Pa."

Laras langsung memasukkan buku ke dalam tasnya dan beranjak dari kursi. Tak lupa ia mencium tangan Ibu Sukma untuk berpamitan sebelum mengekori papanya ke luar rumah. Papanya itu sekalipun orang yang sibuk, beliau selalu menyempatkan diri sekedar mengantarnya ke sekolah. Itulah yang membuat Laras sangat menyukai papanya itu.

Sedangkan Anjani yang berangkat siang, memilih membantu mamanya membereskan sisa sarapan mereka. Sejak kecil ia memang dekat dengan mamanya. Tidak ada seharipun yang ia lewatkan untuk bercengkrama dengan mamanya, sampai mamanya tahu apa saja yang telah dilewatinya sepanjang hidupnya ini.

"Sudah, biar mama saja yang beresin. Nanti kamu terlambat kuliahnya," sergah Ibu Sukma melihat Anjani hendak mencuci piring.

"Tenanng saja, Ma. Akukan masuk siang," balas Anjani melanjutkan mencuci piring, "Mama tidak ke butik hari ini?" lanjutnya bertanya, heran melihat mamanya masih terlihat santai.

"Butik masih bisa menunggu," ucap Ibu Sukma. Selesai menyimpan sisa makanan, ia membantu anaknya mencuci piring dan beberapa peralatan masak yang kotor.

"Mama mengkhawatirkan adikmu, belum pernah sekalipun Mama melihat Laras bermain bersama temannya. Mama takut Laras dikucilkan teman-temannya," keluh Ibu Sukma.

"Tenang saja, Ma. Laras tidak dikucilkan teman-temannya, dia hanya terlalu senang dekat dengan buku-bukunya," kata Anjani menghibur mamanya.

"Bagaimana kalau Laras tidak bisa punya teman?" lanjut Ibu Sukma.

"Laras pasti bisa punya teman, Ma. Setelah kuliah nanti, lingkungan bakal berbeda dengan sekolahan. Banyak yang bisa ditemui Laras di sana dan bisa dapat teman yang sejalan nanti." Anjani memandang mamanya, meyakinkan wanita paruh baya itu untuk tidak terlalu khawatir lagi.

"Semoga saja begitu," desah Ibu Sukma lelah.

"Anjani pasti akan selalu menjaga Laras, Mama tidak perlu khawatir." Anjani memeluk mamanya erat yang langsung mendapat usapan lembut penuh kasih sayang dari mamanya itu.

Anjani sangat menyayangi keluarganya. Sesibuk apapun mama dan papanya, ia tidak pernah kekurangan kasih sayang sedikitpun dari mereka. Begitu pun dengan adiknya. Meski mereka jarang berbincang, Anjani tetap menyayanginya. Bagi Anjani, keluarganya adalah sumber kebahagiannya.

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

1.7M 63.3K 48
I beg to differ that.", I sassed and got out of his grip ready to move out of the room when he pulled me by my elbow and the next second I was pushed...
10.6M 200K 83
Ever since playgroup Olivia and Daniel have been inseparable. Best friends since..well forever. However after a drunken night things change between...
23K 2.7K 28
Lily Autumns has watched Allie Winters blow up her boss's, life three times. Once when Allie destroyed his company, and bought it for scraps, once wh...
5.3M 138K 27
Natalia comes home to find her husband and sister in bed together after her husband tell her they have been sleeping together for 1 year .what is sh...