SINGASARI, I'm Coming! (END)

By an11ra

2M 315K 47.9K

Kapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan... More

1 - PRESENT
2 - PRESENT
3 - PAST
4 - PAST
5 - PAST
6 - PAST
7 - PAST
8 - PAST
9 - PAST
10 - PAST
11 - PAST
12 - PAST
13 - PRESENT
14 - PAST
15 - PAST
16 - PAST
17 - PAST
18 - PAST
19 - PAST
20 - PAST
21 - PAST
22 - PAST
23 - PAST
24 - PAST
25 - PAST
26 - PAST
27 - PAST
28 - PAST
29 - PAST
30 - PAST
31 - PAST
32 - PAST
33 - PAST
34 - PAST
35 - PAST
36 - PAST
37 - PAST
38 - PAST
39 - PAST
40 - PAST
41 - PAST
42 - PAST
43 - PAST
44 - PAST
45 - PAST
46 - PAST
47 - PAST
49 - PAST
50 - PAST
51 - PAST
52 - PAST
53 - PAST
54 - PAST
55 - PAST
56 - PAST
57 - PAST
58 - PAST
59 - PAST
60 - PAST
61. PRESENT
62. PRESENT
63. PRESENT
64. PRESENT
65. PRESENT AND PAST
66. BONUS PART
DIBUANG SAYANG
JANGAN KEPO!!!
HADEEEH

48 - PAST

25.4K 4.2K 1.2K
By an11ra



Ini sudah hari kedua Reksa sakit, sekarang dia tengah tertidur. Awalnya aku mengatakan pada Mbok Sinem bahwa Reksa sakit dan memintanya memanggil tabib tapi yang ada aku malah menjadi bahan tertawaan mereka. katanya tabibnya ada tepat lima langkah di belakangku.

Memang kebetulan Bimasena tengah memasuki pendopo belakang. Ternyata Raden Panji Kenengkung tidak main - main dalam mencari orang yang menjaga anak semata wayangnya. Tidak hanya mahir ilmu kanuragan, dia ternyata mahir juga dalam ilmu pengobatan.

Tetapi aku tetap khawatir karena Reksa belum sembuh juga hingga kini. Memang panasnya menurun dibandingkan kemarin. Saat aku bertanya apa nama penyakit Reksa? Katanya tidak ada namanya karena Reksa itu SAKIT, titik. Tanpa penjelasan lebih jauh.

Setahuku cacar, kolera, kusta, dan malaria yang termasuk penyakit yang dapat disembuhkan di masa depan tetapi di masa lampau termasuk jenis penyakit mematikan. Mungkin memang sudah hukum alam bahwa makhluk hidup itu beradaptasi guna menyesuaikan dengan keadaan lingkungan. Virus yang tidak berotak saja bermutasi apalagi manusia. Sadar atau tidak daya imun manusia memang berkembang dalam menghadapi serangan penyakit. Walaupun tetap ada penyakit yang belum bisa dilawan entah oleh imun atau obat - obatan sekalipun.

Walau aku juga yakin Reksa tidak terkena penyakit pes yang setahuku baru mewabah di Pulau Jawa sekitar abad ke - 20. Banyak orang mungkin yang tak tahu karena hal ini tidak masuk materi sejarah umum di persekolahan. Namun, aku juga tidak tahu apakah materi sejarah ini dipelajari atau tidak oleh mereka yang berkecimpung di dunia medis.

Awalnya wabah ini menggegerkan Eropa. Penyakit yang di dunia modern diketahui masyarakat sebagai penyakit yang disebabkan oleh hewan tikus. Wabah yang juga dikenal dengan istilah The Black Death diambil dari bahasa latin atra mortem ini muncul dari gejala yang dialami penderita penyakit tersebut.

Kulit mereka menghitam, biasanya di bagian jari tangan, jari kaki, atau ujung hidung. Kehitaman pada kulit ini muncul akibat adanya jaringan yang mati. Penyakit yang dapat disembuhkan di masa depan tapi di masa lalu telah membunuh hampir dua pertiga warga Eropa. Untungnya wabah The Black Death melanda Eropa lebih awal daripada di Indonesia yaitu sekitar abad ke-14... Eh, kok untung yaa??? Maksudku aku agak bersyukur wabah tidak terjadi saat aku sedang terjebak di sini, masih sekitar 200 tahunan lagi dari sekarang.

Wabah ini memang juga menyebar tak terkecuali di Pulau Jawa pada sekitar tahun 1910 - 1926 dengan korban meninggal katanya sebanyak 120.000 orang. Bermula dari gagal panen yang mendorong pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa pada saat itu mengambil keputusan untuk mengimpor beras dari Yangoon, Myanmar.

Keputusan ini dibuat meskipun sudah ada peringatan tentang wabah pes yang melanda Myanmar. Akibatnya, karung beras yang juga terdapat kutu tikus didistribusi ke Indonesia melalui Surabaya dan disimpan di Kota Malang. Dalam waktu sebulan, 17 orang meninggal katanya.

Kebijakan - kebijakan yang diambil oleh pemerintah Hindia Belanda untuk merespon wabah pada saat itu adalah penutupan akses jalan dan kereta api dari dan menuju Malang. Hingga pembongkaran rumah penduduk yang berdinding bambu untuk memberantas sarang tikus. Pengisolasian kota Malang tidak berlangsung lama dikarenakan kurangnya buruh pertanian yang berdampak pada sektor ekonomi.

Akibatnya, terjadi lonjakan kasus yang semakin tinggi. Peningkatan kasus berlipat ganda hingga mencapai puluhan ribu orang. Keengganan para dokter Belanda saat itu untuk menangani wabah pes disebabkan oleh adanya ketakutan akan peristiwa The Black Death yang telah terjadi di Eropa.

Nama dr. Cipto Mangunkusumo menjadi yang paling berpengaruh pada saat wabah pes terjadi. Informasi yang ada menyebutkan bahwa beliau tanpa takut langsung menangani pasien meski tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang umumnya dipakai dokter di masa kini. Pada akhirnya, hanya dokter - dokter bumiputra dengan jumlah terbatas yang menangani wabah pes. Masalah lain yang harus dihadapi adalah pengucilan terhadap penderita pes oleh masyarakat.

Aku bisa pastikan Reksa tidak terkena pes. Selain itu, aku bahkan memeriksa kulit Reksa berkali - kali untuk memastikan juga bahwa tidak ada bintik - bintik merah ataupun ruam yang menandakan dia mungkin terkena Deman Berdarah Dengue alias DBD. Tapi sampai tadi pagi untunglah belum ada tanda tersebut. Sumpah, aku mengucap syukur berkali - kali.

Mudah - mudahan saja apa yang aku takutkan tidak terjadi. Masalahnya selain aku, yang lain tanpak biasa - biasa saja atau aku saja yang paranoid berlebihan. Harap maklum, masa iya pertama kalinya jadi pengasuh anak, terus anak asuh pertamaku amit - amit meninggal dunia, kan tidak lucu. Selain itu aku bisa dipanah di tempat oleh ayahnya. Ngomong - ngomong ayah Reksa belum pulang juga, entah ada di mana dia sekarang?

Menimbang - nimbang sesaat sebelum memberanikan diri bertanya "Hmm... Mbok Sinem... hmm... hmm..."

"Hmm... hmm... hmm... terus dari tadi. Apa kau mau bersenandung di depan kami, Rengganis?" sambar Ayu cepat.

Mataku melotot memandangnya "Iiisshhh..."

"Hahaha... tak perlu melotot aku cuma bercanda. Sebenarnya apa yang ingin kau katakan, Rengganis? Oh, apa kau ikut serak atau bagimana?" ucap Ayu, karena aku memang sedang menunggu rebusan obat untuk Reksa, sedang mereka tengah memasak makanan untuk prajurit yang berlatih.

Nyengir mendengar perkataan Ayu,"Itu, Raden Reksa belum sembuh juga padahal sudah dua hari. Hmm... tidakkah kita bisa memanggil ibunya? Siapa tahu dengan begitu dia bisa cepat sembuh?"

"___" Tak mendapat jawaban dari siapapun dan sebaliknya mereka justru saling pandang.

Fix... aku berarti berbuat salah, karena Sawitri selalu menampilkan mimik wajah begitu saat aku mengajukan pertanyaan terlarang. Ibu Reksa alias istri Raden Panji Kenengkung tampak bagai misteri yang belum terungkap dengan jelas. Mungkin jika di zaman modern hubungan mereka dapat dikategorikan sebagai hubungan pisah rumah. Satu hal yang pasti yaitu mereka bukan keluarga harmonis.

"Maaf jika permintaan tadi terdengar tidak sopan, Mbok. Sepertinya saya memang masih harus banyak mempelajari mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan di rumah ini. Saya tidak tahu kalau tidak boleh meminta Ndoro putri pulang ke rumah. Maaf sekali lagi dan tolong lupakan saja permintaan tadi," ucapku salah tingkah.

Mbok Sinem menghembuskan napas pelan sebelum menjawab, "Bukannya tidak boleh, Nduk."

Terkekeh pelan sebelum aku berkata, "Ndoro putri sesibuk itu ya, Mbok?" mencoba mengalihkan fokus pembicaraan.

"Bukan begitu Rengganis, Ndoro putri yang tak lain adalah ibunya Raden Reksa bukannya tidak boleh dipanggil tetapi tidak bisa dipanggil. Kita tidak bisa memanggil orang yang sudah tenang di Nirwana sana, sesakti apapun kita Rengganis!" ucap Ayu mengambil alih.

"APA???" Mataku membulat mendengar berita ini.

Berarti Raden Panji Kenengkung itu bukan suami orang... Eh tunggu, bukannya waktu itu ada perempuan datang dan dipanggil Ndoro oleh Ayu. Ah, aku mengerti sekarang. Itu mungkin istri muda Raden Panji Kenengkeng, pantas saja waktu itu dia tertawa waktu aku bilang istrinya cantik dan masih muda.

Pantas saja Reksa kesepian, mungkin dia juga tidak akur dengan ibu sambungnya atau malah sebaliknya. Terserahlah apapun itu karena yang pasti hubungan mereka tidak termasuk hubungan yang hangat dan dekat. Aduh, aku tiba - tiba migrain.

Rasanya ingin mencekik Raden Panji Kenengkung. Memilih pengawal anaknya saja bisa mencari yang terbaik, kenapa memilih istri malah yang tidak bisa juga mencintai anaknya. Hadeeeh, dasar cowok sama saja ternyata... egois...

Giliran Ayu yang menghembuskan napas gusar "Ndoro putri yang waktu itu kau lihat yang merawat Reksa sejak bayi, namum beliau pergi dari rumah ini karena Ndoro Bango Samparan mur_____"

"___" napasku tercekat dan leherku agak sakit karena terlalu buru - buru menengok ke arah Ayu.

"Ayu!" Potong Mbok Sinem cepat.

"Bude, Rengganis harus diberi tahu, lebih bahaya jika dia salah berkata di depan Raden Panji Kenengkung!" balas Ayu bijak. Tumben...

"Hmm... sakarepmulah," komentar Mbok Sinem pasrah.

Ayu menengok ke arahku lagi "Intinya Ndoro Bango Samparan yang adalah Ayahnya murka dan meminta pernikahan Ndoro dibatalkan karena terjadi diam - diam dan tanpa restu." Mengambil jeda sejenak lalu melanjutkan, "Maka Ndoro Putri pergi dan tinggal di tempat yang jauh dari Kutaraja. Kadang beliau menyempatkan datang kemari. Hmm... Lebih sering Raden Panji Kenengkung dan Raden Reksa yang mengunjunginya."

Jika otakku semacam komputer mungkin keadaannya kini overload sangking terlalu banyak informasi yang tak aku sangka. Rumit sekali hubungan mereka. Mungkin sikap Raden Panji Kenengkung yang aneh itu efek stress akibat masalah rumah tangganya yang terancam karam. Cinta terhalang restu ternyata... Kasihan... Kasihan

"Rengganis, sebelum aku lanjutkan, bukannya kau bilang kau sudah mengenal Raden Panji Kenengkung dan Raden Reksa sebelum kau bekerja di sini. Mengapa kau tidak tahu hal yang semua orang yang ada di daerah Tumapel saja tahu?" tanya Ayu heran.

Giliran aku yang menghembuskan napas gusar "Iya, aku hanya sekedar mengenal tapi aku tidak pernah menanyakan ataupun mencari tahu tentang Ndoro. Itu bukan hal patut aku lakukan, apalagi aku bukan warga Tumapel," jawabku cepat.

"Memang kau berasal dari mana?" tanya Ayu antusias.

"Jauuuuuh," jawabku disertai kekehan dan berhadiah lemparan cabai dari Ayu, untuk saja aku bisa menghindar sambil membawa mangkuk berisi obat dan buru - buru keluar ruangan sebelum terkena lemparan barang lain.

***

Mengganti kain untuk mengompres dahi Reksa dengan pelan agar dia tidak terbangun. Entah mengapa suhu tubuh Reksa akan naik lagi saat malam hari tetapi menurun saat pagi tiba. Jujur aku makin khawatir, semoga dia tidak sakit yang aneh - aneh. Aku juga sejak kemarin malam menjaganya di sini, bahkan kakiku mulai kaku - kaku karena tertidur di lantai sambil duduk dan hari ini aku mengulanginya. Anak bukan, repot iya...

Menurut Bimasena, biasanya panas Reksa akan turun di hari ketiga. Katanya juga, Reksa bisa sakit sampai seminggu atau bahkan hingga sepuluh hari lamanya karena anak ini sebenarnya jarang sakit. Jadi ketika sakit akan makan waktu lama. Aku hanya bisa mengangguk - anggukan kepala pura - pura paham. Mana aku tahu kebiasaan anak jika sakit, kan aku belum punya anak.

Bersyukur aku tinggal di dunia modern, jadi jika suatu saat anakku sakit ada banyak rumah sakit atau klinik yang bisa aku datangi, dari pada menunggu ketidak pastian macam sekarang. Eh... tapi sekarang aku berada di masa lampau dan masih belum ada kepastian apakah aku bisa kembali ke masa depan atau tidak. Sepertinya setiap manusia memiliki masalah peliknya masing - masing. Kadang aku malah ingin terlahir sebagai semut saja. Halaaaah...

Duduk di dipan sambil merapihkan selimut kain yang menutupi badan Reksa, lalu berkata dengan suara pelan "Maaf, Bibi tidak tahu jika Reksa tidak punya ibu lagi. Reksa hebat sekali. Hmm... pasti berat rasanya, Bibi saja yang kehilangan ayah hampir bunuh diri, pad____"

"APA?" suara tegas yang sudah kuhapal di luar kepala seketika menghentikan kata - kataku.

"Raden baru tiba?" tanyaku tanpa mengalihkan pandanganku dari Reksa.

Entah mengapa aku marah pada sikapnya yang menurutku egois. Bukannya dia sebagai kepala keluarga seharusnya bersikap tegas dan melindungi istri dan anaknya. Ini malah membuat hubungan menggantung tak jelas. Apalagi istri barunya tampak baik.

Ken Arok saja membesarkan anak orang lain hingga besar dan memenuhi kebutuhannya, walau memang tanpa kasih sayang. Mungkin saja tragedi mengerikan itu tidak akan terjadi jika Pangeran Anusapati terlahir sebagai seorang anak perempuan. Harap diingat Ken Arok nekat membunuh Tunggul Ametung bukan hanya karena kecantikan Ken Dedes tetapi karena ramalan bahwa wanita itu seorang nareswari.

Apa sejarah berdarah di Kerajaan Singasari akibat ulah Ken Arok semata? Menurutku tidak seratus persen karena jika dipikir - pikir Resi Lohgawe turut andil. Jika saja dia tidak memberitahu keistimewaan Ken Dedes maka obsesi Ken Arok mungkin tidak berlanjut jadi kenyataan. Inilah alasan bahwa sebaiknya manusia tidak mencari tahu rahasia langit dari ramalan. Kadang imbasnya bisa fatal, bukan hanya bagi dirinya tapi juga orang lain.

Jika dipikir - pikir kadang manusia sendiri yang membuat ramalan jadi kenyataan. Lihat saja kisah Firaun yang takut ramalan para ahli tafsir mimpi yang menyebut bahwa bakal terlahir seorang bayi laki-laki yang kelak akan menghancurkan Mesir bahkan membinasakannya bakal jadi kenyataan. Maka dia pun memerintahkan semua bayi laki-laki dibunuh.

Jika saja dia tidak memerintahkan hal keji itu, mungkin sejarah akan berbeda, bukan? Entahlah... Karena ternyata usahanya malah menyisakan seorang anak laki - laki yang dia pertahankan hidupnya demi kesenangan sang istri. Akhirnya ramalan yang ditakutkan benar - benar terjadi. Oleh karena itu, sejarah adalah urutan sebab akibat yang saling terkait satu sama lain. Ini pula yang membuatku tak berani turut campur merubah sejarah.

Ken Arok ingin keturunannya menjadi raja, jadi membiarkan Pangeran Anusapati naik tahta maka artinya raja - raja nanti itu keturunan Tunggul Ametung. Sia - sia saja semua usahanya selama ini, apalagi Kerajaan Singasari itu didirikan oleh Ken Arok bukan Tunggul Ametung. Istilahnya cape gawe teu kapake... Hadeeeh

Sebaliknya Reksa inikan anak kandung Raden Panji Kenengkung sendiri, jadi dia seharusnya tidak membiarkan istrinya pergi sehingga kini anaknya kehilangan sosok ibu. Apalagi Reksa masih di bawah umur. Dia ini minta dicekik atau bagaimana? Sumpah... Aku empet banget sama kelakuannya.

Langkah pelan terdengar hingga dia duduk di sisi dipan yang berseberangan denganku lalu mulai memeriksa nadi Reksa "Dia sudah habiskan semua ramuannya?" tanyanya pelan.

"Sudah tadi malam sebelum tidur, Raden," jawabku masih tanpa memandangnya. Menghembuskan napas guna menahan geram sebelum melanjutkan "Hamba undur diri, Raden." Memberi hormat lalu bangkit berdiri.

"Diam di tempatmu! Aku harus menyalurkan tenaga dalamku untuk Reksa. Ini tidak akan lama," perintahnya pelan namun tegas.

"Oleh karena itu, sebaiknya hamba pergi dan nanti hamba akan kembali lagi untuk menjaga Raden Reksa. Sedangkan Raden Panji Kenengkung bisa beristirahat, Raden pasti lelah." ucapku keras kepala dan bersiap melangkah.

"Aku bilang diam di tempatmu!"

"Raden."

"Aku bisa menahan lelah, tapi aku tak tahan melihat kemarahanmu padaku. Aku tidak tahu ada masalah apa lagi ini. Jadi kita perlu bicara, Rengganis. Tolong diam sebentar saja. Tunggu aku selesai!" ucapnya lalu mulai menempelkan sebelah telapak tangannya di dada Reksa.

Menghembuskan napas pelan sambil mengatur emosiku. Aku tahu bahwa diriku ini bukan siapa - siapa, jadi sebenarnya aku tak berhak marah padanya. Tapi rasanya benar - benar menyesakkan dada, apalagi saat melihat kehidupan Reksa. Meyakinkan diri bahwa semua kemarahanku itu hanya karena kepedulian sosialku terutama pada anak - anak dan bukan rasa cemburu.

"Bukanlah lebih baik kau duduk daripada berdiri sambil melamun begitu, Rengganis!" perintahnya yang membuatku tersadar dan menatap wajahnya.

Mengepalkan tanganku kala menyadari ada gurat kelelahan di wajahnya, entah apa yang dia lakukan selama empat hari ini. Aku yakin pastinya bukan hal remeh dan tidak pantas aku menambah masalah baginya. Memejamkan mataku sesaat untuk menenangkan diri.

"Sekarang Raden lebih butuh istirahat dibanding berbicara dengan hamba atau apa Raden ingin makan? Hamba akan siapkan."

"Aku ingin minum arak dari pada makan."

"Tidak!" ucapku tegas.

Mendengus sebelum berkata, "Duduklah!" Berdecak saat aku akan bersimpuh di lantai, lalu melanjutkan "Duduk di atas atau kau ingin aku mengangkatmu lagi, hm?"

Mataku melotot memandangnya yang tengah menyeringai dan duduk di dipan sesuai perintah Ndoro-ku itu "Bukannya seharusnya kita tidak berisik di sini, Raden. Bagaimana jika Reksa terbangun?"

"Reksa tidak akan terbangun walau ada perang di dekatnya. Dia paling cepat akan bangun besok siang."

Dahiku mengernyit, sebenarnya apa yang dia lakukan pada Reksa? Aku makin bingung, sebenarnya orang macam apa yang aku hadapi ini. Dari cerita - cerita rakyat memang orang zaman dahulu memiliki kesaktian yang di luar nalar. Setahuku ada ajian Pancasona atau juga jurus Rawa Rontek yang katanya membuat pemiliknya kebal senjata. Intinya mereka sulit mati. Benar tidaknya aku tidak tahu dan tidak ingin mencari tahu. Seharusnya yang disangka siluman itu bukan aku, melainkan dia ini.

"Sejak kapan kau tahu bahwa ibunya Reksa sudah meninggal?" tanyanya menatap wajahku.

Mengalihkan pandanganku pada Reksa yang tengah tertidur damai "Tadi pagi dan mengapa Raden membohongi hamba. Apa itu sesuatu yang menyenangkan bagi Raden untuk mempermainkan hamba?" tanyaku berusaha menahan geram.

"Aku tak pernah membohongimu. Bagaimana aku bisa menjelaskan padamu karena kau tak pernah mau mendengarkan perkataanku hingga selesai."

"Ck, baru empat hari lalu Raden tidak menyangkal waktu hamba bilang melihat istri alias ibu Reksa di rumah ini."

"Aku kira selain memiliki kemampuan membanting orang, kau juga dapat melihat makhluk halus, Rengganis. Kita berdua sama - sama salah paham jadi semua kerumitan ini bukan sepenuhnya kesalahanku. Benar tidak?"

"Ck, alasan macam apa itu?"

"Setelah tahu kenyataannya, berarti kau mau menerima perasaanku, Rengganis?"

Aku menganga mendengar perkataannya. Apa semua pria itu macam dia ini? Semudah itukah jatuh cinta pada perempuan lain dan melupakan istrinya sendiri. Walau pernikahan mereka terancam dibatalkan tapi kan... Ckckck... Entah baik atau buruknya hubungan rumah tangga mereka tetapi tidak adakah rasa saling menghargai perasaan pasangan hidupmu.

Aku belum pernah menikah, tetapi bukankah tidak ada pasangan yang 100% serasi. Pernikahan itu kadang menjadi sebuah kompromi yang dijalani dua orang untuk saling menyesuaikan diri. Jika ingin sosok sempurna maka jangan menikah dengan manusia.

Inilah salah satu alasan banyak wanita menggemari drama Korea, bukan hanya karena para pemerannya berwajah bagai 'poselain', tetapi juga karena sebagian besar mengangkat cerita dimana tokoh wanitanya akan menemukan cinta sejati di tempat tergelap sekalipun. Cinta sejati yang setia hanya padamu betapapun banyak wanita sempurna di sekeliling tokoh prianya. Pasangan hidup yang dikirim Tuhan hanya untukmu seorang.

"Apa anda sudah kehilangan kewarasan, Raden. Bagimana Raden bisa merayu perempuan lain disaat Anda memiliki masalah dengan istri muda Anda? Bukankah lebih baik Raden menyelesaikan masalah dengannya. Misalnya meminta dia tinggal di sini atau sebaliknya Reksa yang tinggal di rumahnya. Dengan demikian ada jalan hingga keluarga Raden menjadi harmonis kembali. Bukannya malah sibuk mencari perempuan lain lagi. Harap diingat, Anda itu punya Reksa jadi jangan hanya mementingkan diri sendiri. Anak Raden ini kesepian, tidakkah Raden menyadari itu? Hamba saja yang belum lama tinggal di sini bisa merasakan itu!" ucapku panjang kali lebar hingga napasku agak tersenggal sangking semangatnya.

"Apa kau baru saja memarahi majikanmu, Rengganis?" tanyanya sambil tersenyum.

Menghembuskan napas gusar, lalu berdiri "Entahlah Raden, hamba pusing. Sekarang terserah Raden mau berbuat apa, terserah! Maaf jika ucapan pelayan seperti hamba menyinggung perasaan Raden," balasku lalu memberi hormat dan mulai melangkah untuk keluar kamar Reksa.

"Mau kemana kau, Rengganis? Kita belum selesai bicara!" ucap tegas Raden Panji Kenengkung menghentikan langkahku.

"Tidakkah Raden dengar suara ayam berkokok di luar. Hamba harus ke pendopo belakang. Sebaiknya Raden istirahat saja, Raden terlihat lelah. Hamba undur diri, Raden Panji Kenengkung," jawabku tanpa membalikan badan lagi.

Jika dahulu ada Sawitri yang datang menyelamatkan aku saat berada di situasi awkward dengan Raden Panji Kenengkung. Untungnya kali ini ada ayam yang menolongku walau tidak sengaja. Mungkin ini yang disebut semesta mendukung.

"Rengganis... Rengganis... berhenti aku bilang!" perintahnya yang tentu aku abaikan.

Berderap secepatnya keluar kamar Reksa dan melewati pendopo depan. Berharap dia tidak menyusulku, bisa heboh semua penghuni rumah yang pastinya sekarang sudah mulai bangun. Sedang para penjaga rumah dikecualikan karena mereka yang bertugas malam pastinya baru bisa tidur sebentar lagi.

Sama seperti di masa depan di mana rumah orang penting pasti dijaga ketat. Di masa lalu juga kurang lebih sama. Namun langkahku terhenti di pertengahan pendopo sebab terlihat sesosok perempuan muda yang berjalan memasuki pendopo.

Tersenyum memandangku lalu berkata dengan nada ceria, "Apa kabar Rengganis?"

"We___Weling," ucapku agak terbata.

Jantungku yang berdetak karena emosi tadi bertambah ritme-nya namun kini ada rasa takut didalamnya. Takut menghadapi kenyataan yang harus aku lalui kedepannya. Harap - harap cemas pastinya.

Apakah Weling diperintahkan untuk menjemputku kembali ke istana?

Tidak mungkinkan dia ke sini hanya untuk berkunjung saja?

Mengucap istighfar dalam hati. Berdoa berharap bahwa segalanya menjadi lebih mudah dialami dan bukan sebaliknya. Mengapa nasibku kini jurkir balik, terombang - ambing dan berputar - putar tak tentu begini? Aduh Gusti...

"Weling, ada urusan apa kau ______" ucapanku terhenti karena tiba - tiba dia berjongkok dan menangkupkan tangan memberi hormat .

"Hormat hamba, Guru!" ucapnya tegas yang pasti bukan padaku tapi pada seseorang yang mungkin sekarang berada di belakangku.

Ternyata selama ini aku hanya wayang yang tak tahu apa - apa.

Aku naif... Oh, lebih tepatnya aku ini bodoh... teramat bodoh

------------ Bersambung ------------

21 Mei 2021

----------------------------------------------

Makin pusingkan???

čά㎜ά ╮("╯_╰)╭ ‎ čά㎜ά

Mungkin ingin nembak Panji
Virtual aja tapinya

‎​ ._|\________ ____ ____,,_
../ '-||||||||- -- - -->º˚°ºD☺R
./_=:O______ _____ _____||
...),-.(_( __) /
..// (\) ),--'
.//___///'
'//__////

Hmm...
Saran aku sih mending nggak usah
Lagian udah almarhum orangnya
🤭

Continue Reading

You'll Also Like

12.6K 2.5K 35
Penulis bahkan tidak tau mengapa memberikan judul demikian, silakan dibaca. Semoga suka, jika tidak suka juga tidak apa-apa. Terimakasih banyak sudah...
4.2M 576K 69
18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Kaytlin dan Lisette Stewart de Vere menyer...
112K 6.2K 31
Ketika ia secerah matahari kemudian menjadi sedingin es. Ketika ia bisa menjadi Ratu kenapa harus menjadi rakyat biasa. Nb: Cerita ini hanya cerita f...
68.3K 8.5K 31
"Aku menawarkan pekerjaan padamu." "Pekerjaan?" Alis tebal Louisa bertaut. "Ya, pekerjaan. Pekerjaan yang sangat cocok untukmu, kau tak perlu kemana...