DASA (END)

By devitnask

3.7M 399K 315K

[COMPLETED] PART MASIH LENGKAP FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ⚠️ R-16, Selfharm, Sex, Drunk, Violence, Suicide... More

DASA 00
DASA 01
DASA 02
DASA 03
DASA 04
DASA 05
DASA 06
DASA 07
DASA 08
DASA 09
DASA 10
DASA 11
DASA 12
DASA 13
DASA 14
DASA 15
DASA 16
DASA 17
DASA 18
DASA -
DASA 19
DASA 20
DASA 21
DASA 22
DASA 23
DASA 24
DASA 25
DASA 26
DASA 27
DASA 28
DASA 29
DASA 30
DASA 31
DASA 32
DASA 33
DASA 34
DASA 35
DASA 37
DASA 38
DASA 39
DASA 40
DASA 41
DASA 42
DASA 43
DASA 44
DASA 45
DASA 46
DASA 47
DASA 48
DASA 49
DASA 50
DASA 51
DASA 52
DASA 53
DASA 54
DASA 55
DASA 56
DASA 57
DASA 58
DASA 59
DASA 60
DASA ExChap : Unboxing
DASA ExChap : Together

DASA 36

54.2K 6.5K 7.1K
By devitnask

"Buna susu Rey--"

Rey melirik Asa yang duduk di meja makan. "Biar Rey buat sendiri aja," imbuhnya bergegas ke dapur.

"Tumben, Mas? Biasanya juga, Bunaaaaaaaa." Nisha mempraktekkan cara bicara Rey.

"Buna, please. Jaga kehormatan anak di depan istrinya itu dapet pahala loh," Rey mencak-mencak seraya mengambil susu L-Men.

Asa tertawa pelan sambil sesekali menyeruput jus buatannya sendiri.

"Rey itu dari dulu manjanya nggak ketulungan, Sa--"

"Tuh, kan, tuh, kan. Mulai gibah, telinga Rey panas loh." Suara Rey seakan-akan tidak terdengar di tempat itu.

Nisha kembali melanjutkan. "Dia itu paling nggak bisa ke dapur, sok-sokan banget mau bikin susu sendiri pasti karena malu sama kamu--"

Klontang! Klontang!

"Bunaaaaaa," panggil Rey refleks.

"Tuh kan!" Nisha tersenyum lebar memperlihatkan gigi rapinya, hal itu membuat kekehan Asa semakin meledak.

"Bentar biar Bunda--"

"Biar Asa aja, Bun." Asa menahan tangan Nisha yang hampir berdiri, lantas berjalan mendekati suaminya.

"Apa yang jatuh?" tanya Asa hendak membantu.

"Ini, udah Rey ambil kok." Rey menunjukkan tutup susu berbentuk bundar.

"Butuh bantuan?"

"Iya, Sa. Rey pengen susu--"

Asa menutup susunya sendiri karena mendengar ucapan Rey yang sedikit ambigu.

"--Tapi lupa cara bikinnya. Udah lama nggak bikin--" Rey menurunkan tangan Asa yang tengah melindungi susunya. "Heh, Asa mikir apaan?"

Asa melebarkan matanya, dia malu karena salah tangkap. Bisa-bisanya? Asa langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Ahahahaaaaa, ucul banget sih kamu, Bin!" Rey memeluk Asa yang masih menutup wajahnya karena malu.

"Bin siapa?" Asa membuka tangannya dengan dagu menempel di bahu Rey yang membungkuk, kepala Asa sedikit menengadah karena Rey terlalu kuat memeluknya.

"Bini," timpal Rey menggoyangkan tubuh Asa ke kanan dan ke kiri.

"Sopankah Anda seperti itu di depan jomblo?" komentar Nisha sembari menyeruput tehnya.

Asa buru-buru melepaskan diri dari pelukan Rey, malu.

"Ya Allah, Buna. Pasutri baru ya wajar lah,"

"Rey!" Asa menepuk dada bidang Rey karena semakin malu pada Nisha.

"Hehehee," Rey beranjak memeluk Bundanya yang duduk di meja makan, ia kecup pipi wanita pertama yang paling ia cintai itu. "Rey juga sayang Bunaaaaaa."

Asa tersenyum melihat keuwuwan ibu dan anak itu, jujur Asa sedikit iri karena mereka dapat mengucapkan kasih sayang semudah itu.

Selesai membuatkan susu, Asa duduk lagi di meja makan. Mereka makan bersama sambil mengobrol ringan tengah hal-hal acak, atau kisah masa lalu Rey.

"Nanti Asa periksa kandungan jam berapa?" tanya Rey di tengah-tengah obrolan.

"Jam-jam agak siang," jawab Nisha kurang spesifik.

"Kalau udah wajib kabarin Rey ya?" pinta Rey pada Asa yang dibalas anggukan oleh wanitanya.

Rey tersenyum, tangannya terulur membelai rambut panjang Asa yang duduk di hadapannya.

"Mas, udah, Mas. Bunda jomblo, jahat banget kamu, Mas."

***

Rey tidak bisa fokus pada pelajaran hari ini, selain penasaran menunggu kabar Asa, pikiran Rey juga terus melayang pada kejadian tadi pagi.

Rey tersenyum sendiri, tangannya terus memegang bibirnya. Kecupan Asa benar-benar membekas di hatinya, first kiss.

Cup! Cup! Cup!

"Aaaahhh!" Rey membenamkan wajahnya di atas meja mengingat kiss scene tadi. "Kok gue bisa seberani itu ya?"

"Aaaaaaahh, Asaaaaaaa."

"Kesurupan apa lo Rey, masih pagi juga udah setress?" Gavin meletakkan seragam yang sudah terlipat di atas meja.

Rey mengangkat kepalanya, melihat Gavin yang sudah memakai seragam basket. "Minggu depan turnamennya?"

"Ho-oh, Rhey. Tapi Elvan nggak ikut."

"Hah? Kenapa? Dia kan kapten?"

"Kayaknya lagi sakit." Mampus sih kalau sakit, biar insyaf dikit!

Gavin baru saja ingin pergi, tetapi Rey sudah buru-buru menahan tangannya. "Gav, kasih lagi dong."

"Kasih apaan?" Gavin membalikkan tubuhnya menghadap Rey.

"Link kayak kemaren!"

Gavin tersenyum elegan, pria itu memegang kepala Rey. "Allahu laa ilaaha ila huwal hayyul qayyum...,"

"Damn!" Rey menyingkirkan tangan Gavin. "Lo pikir gue kesurupan?"

"Ya lo sih ada-ada aja, anak Buna sekarang minta link bokep ke gue. Gue aduin ke Mamak kau tau rasa, Rey."

"Ya gue kan cuma pengen belajar, gue nggak tau caranya nyari di internet."

"Berguru noh sama Akang Elephant! Biar sekali-kali akur lu bedua." Gavin menjulurkan lidah mengejek, lalu kabur dari dalam kelas.

"Sesat banget sarannya."

"Gav!" panggil Rey berdiri, melihat Gavin dari jendela kelas. "Serius nggak mau bagi link lagi? Ah pelit banget lo jadi temen!"

Drrt! Drrttt! Ponsel Rey bergetar lama, Rey sontak mengangkat panggilan dari Bundanya.

"Bokep, eh, Buna, kenapa?"

"Rey, saru banget kamu ya?! Asa udah selesai priksa, janinnya sehat, cuma katanya suruh banyakin olahraga."

"Olahraga apa, Bun? Olahraga malam?"

"Rey! Kamu tuh ya!" Suara Nisha terdengar marah di sebrang sana.

"Becanda, Buna Sayang. Besok Rey ajakin jalan-jalan pagi si Asanya."

"Yaudah, Mas fokus sekolahnya. Mikir Asanya disambung nanti lagi."

"Iya, Buna Sayang. Jagain Asanya Rey ya?"

"Iya, iya. Asalamualaikum."

Tut! Telpon dimatikan secara sepihak, padahal Rey ingin berbicara dengan Asa.

Jika sedang di luar seperti itu, Asa selalu meninggalkan ponselnya di rumah. Rey kan jadi kesulitan menghubunginya, menyebalkan.

"Waalaikumsalam," balas Rey.

***

Setelah periksa dan berbelanja bersama Nisha, Asa memasuki kamarnya karena Nisha ada urusan di kantornya. Sore ini dia sendirian di rumah, gadis itu menatap riwayat chat di ponselnya.

PaSay

Pah hari ini Asa ke psikiater. Asa takut, tapi Bunda Nisha sama Rey minta Asa ke psikiater karena Asa kebanyakan nyakitin diri sendiri.

Papa masih sayang kan sama Asa walaupun Asa kayak gini?

Asa mohon, Papa cepetan pulang ya. Asa pengen banget ketemu sama Papa. Bales chat Asa juga ya Pah. Papa baik baik aja kan di sana? Jangan lupa makan, tidur yang cukup, jangan nglembur ya, Pah. Jaga kesehatan Papa juga. Semoga Papa baca chat Asa.

Pah tadi Asa ke psikiater. Katanya Asa harus bisa nerima diri sendiri dan cari pelamp lain. Tapi kayaknya susah banget, Pah.

Aaa pengen ketemu, Pah. Pengen cerita cerita ke Papa.

Bunda Nisha baik banget Pah, Rey juga baik sama Asa. Asa seneng banget. Asa pengen kayak Bunda Nisha sama Rey, mereka akrab banget, Pah. Lucu.

Pah, hari ini Asa periksa kandungan lagi. Asa takut, ada makhluk hidup tumbuh di tubuh Asa, rasanya aneh banget, Pah. Doain semoga lancar semua ya, Pah. Semoga sehat juga.

Pah Asa udah pulang, katanya sehat semua. Asa harus banyak banyak olahraga sama makan makanan bergizi.

Tasi juga Bunda Nisha beliin Asa baju sama belanjain susu bumilz hahaa. Asa ngerasa kayak punya ibu beneran.

Andai Bunda masih hidup, Pah. Asa pengen banget liat Bunda, hehehehe.

Papa baik baik ya di sana?

...

Tidak ada jawaban, Asa mencoba menelpon papanya tetapi semuanya percuma. Apa ponsel papanya sedang diculik?

Asa berdiam diri dengan posisi tubuh duduk di karpet bulu, dengan punggung menyandar di sofa. Dia tidak tahu ingin melakukan apa, perasaannya mendadak kosong, otaknya blank, Asa juga melamun cukup lama.

Beberapa waktu Asa habiskan untuk berdiam diri. Detik kemudian, Asa mengambil cutter di kotak coklat yang Rey letakkan di samping sofa. Sepertinya Rey lupa menyingkirkan kotak itu.

Asa bermain-main dengan cutter berwarna hitam itu, dia menggores lengannya membentuk nama Rey. Asa tersenyum sendiri mengingat sosok itu, kegiatannya seolah sudah berhasil membunuh rasa bosan dan sepinya saat ini.

"ASA?!" sentak Rey yang baru saja pulang sekolah.

Asa refleks melengos ke arah pintu, dia akhirnya tersadar seperti orang kebingungan. Cutter di tangan Asa terjatuh, Asa meremas rambutnya karena menyalahkan diri sendiri.

Asa juga tidak tahu apa yang sudah terjadi pada dirinya, semuanya terjadi begitu saja. Seakan-akan kegiatan seperti itu sudah mendarah-daging dan mulai terasa menyenangkan.

Rey bergegas bersimpuh lutut di karpet bulu mendekati Asa, lantas Asa segera memeluk Rey erat-erat. "Aku takut, Rey!"

Asa terisak kala Rey membalas pelukannya tak kalah erat. "Menyakiti diri sendiri, mulai menjadi hal yang menyenangkan buat aku."

Deg! Dada Rey bergemuruh, petir seolah menyambar. Mental Asa benar-benar sudah semakin parah, bantin Rey sangat tersiksa mendengar pengakuan Asa barusan.

Rey menyeka air matanya yang mendadak meluncur tanpa ia sadari, pria itu memegang bahu Asa. "Pakai Rey, Asa! Udah Rey bilang pakai Rey! Jangan sakitin diri sendiri, tapi sakitin Rey sekarang!"

Rey menuntun kedua tangan Asa ke lehernya. "Cekik Rey sekarang sampai semua emosi Asa selesai!"

Asa menggeleng, isakannya semakin menjadi-jadi. "Maafin Asa, Rey."

"Sekarang Asa!" Rey memandang Asa dengan tatapan penuh permohonan.

Detik demi detik, tangan Asa mulai mengerat di leher Rey, gadis itu mulai meluapkan semua emosi yang terpendam.

"Iya, bener gi-tu, Sa!" Rey semakin tercekik manakala Asa kian hilang kendali.

"AKU PENGEN MATI!" teriak Asa terdengar sangat menyakitkan.

Asa terus mencekik Rey hingga Rey terbaring di atas karpet bulu. "AKU BENCI HIDUP KAYAK GINI TERUS!"

"AKU BENCI SAMA DIRI SENDIRI! AKU BENCI!"

"AKU JUGA PENGEN HIDUP NORMAL KAYAK ORANG-ORANG!"

"AKU TAKUT BANGET! AKU TAKUT! AKU JUGA CAPEK KAYAK GINI!"

"AKU CAPEK! AK-U, CA-Pek, Re-y." Cekikan Asa melemah, Asa kembali tersadar. "Rey," lirihnya.

"Rey," Asa terisak keras, terdengar sangat terpukul. Gadis itu masih tidak bisa menerima dirinya sendiri yang ternyata sedang sakit parah. "Maafin aku, Rey."

Rey menarik Asa ke dalam dekapannya, wajahnya sudah membiru karena cekikan Asa barusan. "Nggapapa."

Dalam posisi terbaring di lantai itu, Rey menepuk punggung Asa, lalu mengusap-usap kepalanya penuh sayang. Buliran kristal dari matanya terus meluncur mengejar gravitasi bumi.

"Nggapapa, Asa. Nggapapa," ulang Rey menenangkan. "Asa bisa sembuh, Asa pasti sembuh. Ada Rey di sini, inget itu."

Asa membenamkan wajahnya di dada Rey. "Asa nggak ngerti sama diri sendiri, Rey. Asa benci--"

"Shtttt, shhtt, nggak ada yang boleh benci sama Asa, termasuk diri Asa sendiri. Okay?"

Rey mengecup puncak kepala Asa. "Asa pasti bisa sembuh, Rey yang akan jamin itu semua."

TBC.

Vote dulu jangan lupa, dan ramein kolom komentar ya biar update setiap hari. ♥

Ada yang nunggu next?

Dicekik beneran nih. Aduh Asa
makin setress ya, Bund. 😱

Share cerita ini ke temen-temen/ sosmed kalau kalian suka dan layak dibaca ya.

Jangan lupa follow akunku juga, karena tiap update akan selalu aku umumin di wall.

6K komen ya, nanti aku update lagi. ♥
Jangan cefat-cefat, vliss.

Spam apa aja boleh »

Makasih banyak yang udah baca dan aktif komentar di lapak ini.
ILYSM Dash ✨

Continue Reading

You'll Also Like

107K 6.8K 64
[FOLLOW SEBELUM BACA] Genre: Teenfiction - Young Adult | 17+ "Lo sengaja usik gue buat dapetin perhatian gue, kan?" Axel menaikkan turunkan aslinya...
5.5M 270K 26
Bagaimana rasanya dijadikan bahan taruhan oleh dua orang lelaki tersohor di seluruh sekolah? Shakira Jasmine membenci Daniel Manggala Wdyatmaja saat...
4.4M 192K 58
[FOLLOW SEBELUM BACA] Sanaya Putri Mahesa, seorang gadis yang biasa di panggil Naya, gadis yang sangat polos dan kelewat manja. Naya sangat cantik da...
RAGA By sherly putri

Teen Fiction

37.3K 3.6K 12
Aila tau, bahwa seharusnya dia waspada terhadap Raga setelah laki-laki itu membual bahwa dia ingin menciumnya didepan guru dihari pertama mereka berk...