Umi untuk Putraku

By akulily_

3.4M 264K 12K

PART LENGKAP Farhan Ghazali tidak menyangka akan jatuh cinta pada wanita yang baru menginjak usia 21 tahun di... More

01. UUP
02. UUP
03. UUP
04. UUP
05. UUP
06. UUP
07. UUP
08. UUP
09. UUP
10. UUP
11. UUP
12. UUP
13. UUP
14. UUP
15. UUP
16. UUP
17. UUP
18. UUP
19. UUP
20. UUP
21. UUP
22. UUP
23. UUP
24. UUP
25. UUP
26. UUP
27. UUP
28. UUP
29. UUP
30. UUP
31. UUP
32. UUP
33. UUP
34. UUP
35. UUP
36. UUP
37. UUP
38. UUP
39. UUP
40. UUP
41. UUP
42. UUP
43. UUP
44. UUP
45. UUP
46. UUP
47. UUP
48. UUP
49. UUP

50. END

70.7K 2.3K 244
By akulily_

Kamu itu cuma ibu sambung. Jadi jangan berharap lebih!

Kelopak mata itu terbuka dengan cepat. Remang-remang adalah suguhan yang ia dapat. Kedua tangannya sontak menggenggam erat selimut yang menghangatkan tubuhnya.

Hanya mimpi. Tapi terdengar nyata di telinga Syera. Wanita itu menghela napas , mengucap istighfar serta menggelengkan kepala, menolak pikiran buruknya. Dengan pikiran yang masih berkelana, ia mengangkat tangan Farhan yang bertengger di perutnya. Beringsut duduk lalu meraih gelas berisi air putih dan meminumnya.

Jam beker menunjukkan pukul dua dini hari. Syera menatap suaminya yang masih terlelap, setelah puas memandang ia bersandar pada sandaran tempat tidur. Memejamkan mata untuk menetralkan kegundahannya sebelum membangunkan sang suami untuk diajak menunaikan salat Tahajud.

Itu apa?

***

Sholli ala Muhammad
Assalamu alayka ya ... Ya Rasool Allah
Assalamu alayka ya habibi Ya Nabiyya Allah
Assalamu alayka ya ... Ya Rasool Allah
Ya Rasulullah

Senyum manis terpatri di bibir Syera ketika sang suami menyambung selawat yang ia lantunkan. Ia menghentikan tangannya yang menyisir rambut ketika Farhan menjadikan bahunya sebagai sandaran dagu. Dengan bibir yang masih mengembang, Syera mengamati pantulan wajah Farhan dari cermin. Sedang Farhan menikmati aroma tubuh sang istri yang selalu memabukkan dengan mata terpejam, tak lupa kedua tangannya melingkar di perut Syera.

Hari ini, kediaman Farhan akan mengadakan syukuran atas keberhasilan putranya menjadi seorang hafiz. Tepatnya, acara akan dilangsungkan usai Zuhur nanti. Tamu yang diundang pun cukup banyak, di antaranya adalah pengurus pesantren dan kenalan dari keluarga kedua belah pihak. Itu pun belum termasuk tamu-tamu yang mungkin datang tanpa diundang.

Semua persiapan sudah siap, di lantai bawah sudah dipenuhi oleh para tetangga yang membantu mempersiapkan semua kebutuhan. Banyaknya tetangga yang datang, membuat mereka tak mengizinkan si tuan rumah—Syera, melakukan apa pun. Alhasil, Syera hanya mempersiapkan barang-barang yang dibutuhkan saja dan sesekali ikut bergabung dengan ibu-ibu untuk bercengkerama.

Saat ini, Syera tengah mempersiapkan diri. Pakaian serba hitam lah yang menjadi warna favoritnya semenjak bernikab. "Kamu makin cantik, dan Mas makin tua aja," ungkap Farhan dengan mata terpejam sembari tersenyum tipis.

"Alhamdulillah. Artinya bisa bikin Mas tambah betah liatin Syera, dong," gurau Syera sontak membuat Farhan langsung membuka mata dan mengecup pipi sang istri.

"Iya, Mas tambah betah kalau sama kamu," timpal Farhan terkekeh.

Bukan tersanjung, Syera justru turut mengimbangi kekehan Farhan.

Farhan berjongkok di sebelah kanan kursi yang diduduki sang istri. Memperhatikan Syera yang mengikat rambutnya dan memakai ciput. Pria itu mencondongkan kepala, lalu mengecup hidung sang istri sekilas. "Mas cinta kamu." Setelah mengatakan itu, ia memasangkan khimar serta nikab hitam senada dengan gamis yang dikenakan sang istri.

Ditatapnya lekat wajah sang istri yang hanya nampak matanya saja itu. Mata yang selalu menjadi peneduh lelahnya, mata yang selalu melebur amarah ketika Hizam berulah padanya, mata yang pernah merasakan pedihnya berjuang menaklukkan hati Hizam.

Syera adalah wanita yang telah ikhlas membersamainya kala ia tak lagi perjaka. Wanita yang mau beribadah dengannya melalui ikatan pernikahan. Wanita yang menjadi alasannya selalu kuat. Wanita yang bisa membuatnya hancur kapan saja jika meninggalkannya.

Tanpa Syera, mungkin saja takkan ada kata 'kedekatan' bagi Farhan dan Hizam. Takkan ada rasa sayang yang bisa Hizam rasakan tanpa wanita itu, takkan ada muncul kesadaran bagi Farhan jika ada sosok jagoan kecil penerusnya yang tengah menginginkan kasih sayangnya.

Mungkin, jika saja tak ada Syera, takkan pernah Farhan rasakan arti kebahagiaan dalam ibadah terpanjang ini, yaitu menikah.

Farhan menggeser tubuh Syera agar berhadapan dengannya, masih dengan keadaan berjongkok ia meletakkan kedua tangannya di atas paha sang istri. Syera yang belum mengerti dengan tindakan suaminya memilih diam dan menunggu Farhan kembali membuka suara. "Kamu tahu?–"

Suara Farhan melembut, tapi tiba-tiba saja pria itu mengeluarkan dengusan kesal kala sang istri memotong perkataannya. "Enggak," jawab Syera menahan tawa di balik nikabnya.

"Mas mau romantis-romantisan dulu, Yang. Kamu jangan bercanda, mumpung nggak ada Hizam," tegur Farhan mengembungkan pipi.

"Iya-iya. Mas mau ngomong apa? Syera minta maaf udah motong pembicaraan Mas," kata Syera lembut. Demi menghilangkan rasa kesal Farhan, wanita itu membingkai pipi sang suami menggunakan kedua tangannya.

Senyum kembali terurai di bibir Farhan, tangannya memegang tangan Syera yang masih membingkai pipinya. "Terima kasih untuk semua," ungkapnya tulus.

Tak bisa dijelaskan lebih, maksud dari perkataan Farhan. Bibir pria itu begitu kelu menjabarkan segala hal perihal kesabaran sang istri. Wanita yang telah ia renggut masa awal dewasanya. Wanita yang seharusnya masih menikmati masa-masa nongkrong tapi harus berusaha keras menaklukkan putranya.

Ada banyak hal yang ingin pria itu sampaikan. Namun, ia terlalu cinta hingga tak ada kata yang mampu mewakilkan perasaan itu.

"Maaf, Mas telah menjadi pria yang egois. Mas pernah begitu menginginkanmu hingga lupa bahwa ada sosok yang lebih berhak mendapatkan semua perlakuan baikmu."

"Orang itu adalah Bunda dan Ayah."

"Kamu besar di rahim Bunda. Belajar makan, minum, mandi, berganti pakaian, dirawat, dibesarkan, dididik dengan kasih sayang dan penuh sabar. Semua beliau yang melakukan."

"Berjumpa dengan Ayah sang cinta pertamamu ... beliau yang rela panas-panasan, jarang pulang, jarang bertemu dengan putri tunggalnya ... hanya demi memenuhi kewajibannya. Beliau juga adalah orang yang selalu maju selangkah ketika putrinya ini dilukai."

Farhan menunduk sejenak, lalu terkekeh sembari menatap intens iris Syera. "Tapi tiba-tiba, aku datang dan mengajakmu hidup bersama–"

"Datang untuk menyempurnakan imanku, dan menjadi mantu idaman Ayah Bunda. Pria sabar yang mampu membantu si fakir ini belajar sedikit demi sedikit."

Syukur itu takkan pernah henti Syera agungkan. Ada banyak amanah yang ia dapat dari hidupnya setelah menikah. Ada pula pelajaran yang membuatnya semakin tahu bahwa kehidupan dunia takkan pernah baik jika tidak disikapi dengan sabar.

Menjadi ibu sambung bagi anak yang pernah terluka karena keluarganya sendiri membuat Syera merasa bahagia. Bukan bahagia karena berhasil merebut hati sang anak, tetapi bahagia bisa membantu anak itu merasakan indahnya dekat dengan keluarga.

Tak ada alasan untuk malu menikah muda dengan buntut satu, sebab tak ada yang hina dari itu.

Jika menikah dengan duda buntut satu dipandang rendah dan hina, lantas apa bedanya menikah dengan perjaka yang masa mudanya gemar berzina?

Bila seperti itu, bukankan pesona duda yang berakhlak tak akan kalah dengan sang perjaka?

Mari belajar memahami, jika jodoh adalah ia yang didatangkan untuk siap lahir batin dalam membimbing seorang wanita di dunia hingga tembus Jannah-Nya. Yang artinya, jodoh bukan tentang mana yang masih perjaka atau segel. Bukan pula dia yang baik akan mendapatkan yang baik pula, melainkan bisa saja dia yang baik dikirim oleh-Nya sebagai perantara sang wanita minim akhlak dalam memperbaiki diri dengan cara mereka adalah jodoh.

Wallahualam. Hanya Allah yang tahu pada siapa setiap hati akan berlabuh. Meski kadang, ketetapan-Nya seringkali kalah dengan mitos.

***

Farhan tersenyum geli, setengah menyembunyikan senyum bahagia. Niatnya datang ke kamar putra-putrinya untuk membangunkan keduanya ia urungkan ketika melihat pemandangan asing yang baru ia lihat. Dengan posisi badan bersandar pada sisi pintu, Farhan bersedekap dada sembari mengamati posisi tidur konyol anak-anaknya.

Hizam yang telentang dengan mulut terbuka dan Aila berbaring mendusel di pinggang sang kakak dengan kaki mungil kirinya yang masuk ke dalam mulut Hizam.

Hampir lima belas menit Farhan mengamati buah hatinya. Terus memandangi keduanya guna melihat posisi seperti apa selanjutnya. Namun, sepertinya Hizam dan Aila sama-sama nyaman dengan posisi itu.

"Mas, anak-anak kok belum dibangunin? Terus ngapain kamu di sini? Sebentar lagi Zuhur, Mas."

Farhan mengalihkan pandangannya saat suara lembut Syera membius telinganya. Berdiri tegak sembari tersenyum manis memandang sang istri. "Mas lagi liatin kaki Aila berenang sama iler Hizam," ujar Farhan enteng sembari mengecup kening Syera.

"Heh!" sahut Syera dengan spontan, sembari memukul lengan kanan suaminya tanpa sadar.

"Loh bener, Yang. Lihat tuh, kaki Aila nyemplung di mulut Abang," bela Farhan melirik putra-putrinya yang masih betah dengan posisi tidurnya.

Meski kesal, Syera menuruti perkataan Farhan. Dalam sekejap rasa kesal itu hilang, digantikan dengan rasa hangat di hatinya.

Wanita cantik itu menatap pemandangan yang menakjubkan, suatu momen yang selalu menjadikan hari-harinya semakin ringan dan membanggakan, yaitu melihat putra-putrinya saling dekat dan akur, seakan keduanya mempunyai ikatan batin yang kuat.

Baru saja kakinya akan melangkah mendekati buah hatinya, Syera mengurungkan niat setelah mendengar suara decihan dari Hizam yang baru saja membuka mata dan terlihat terkejut. Masih belum sadar dengan keberadaan umi dan abimya, Hizam mengeluarkan kaki mungil sang adik dengan pelan. Setelahnya tanpa sadar, air mukanya menampilkan raut jijik kala mendapati air liurnya membasahi kaki Aila. “Iiuuwww,” katanya mengedikkan bahu jijik.

Hizam mendudukkan badannya, menyengir dengan tampang khas orang bangun tidur saat melihat orang tuanya tersenyum manis di ambang pintu. Ia bergerak memindahkan posisi adiknya dengan bener sebelum memutuskan menyapa Syera dan Farhan. Namun, baru saja ia mengangkat tubuh mungil itu, kelopak mata cantik beratap bulu lentik itu terbuka lebar dan mengerjap lucu. “Lala popol?” tanya balita itu dengan tampang polosnya.

*(Lala ngompol?)

Sejak lahir, Aila memang sengaja dibiasakan tak mengenakan pampers, kecuali sedang berada di luar rumah. Rutinitas malam balita itu tak jauh-jauh dari ngompol, hingga ketika Syera terbangun di tengah malam wanita itu menggantikan celana sang putri, dan lucunya Aila selalu ikut terbangun juga dengan memberikan cengiran lucu ketika Syera sedang menggantikan Aila celana. Mungkin, itu salah satu alasan kenapa Aila selalu terbangun dari tidur saat merasakan tubuhnya diangkat.

Syera berjalan mendekati putra-putrinya, lalu mengecup dahi keduanya. Namun, ketika akan mencium Aila, balita itu menjauh dan mencoba untuk berdiri. “Lala auk!” ujarnya lantang sembari menutup hidungnya sendiri menggunakan tangan mungilnya.
* (Lala bau!)

“Makanya, sekarang mandi. Terus kalau udah wangi minta cium uminya lagi. Oke?” kata Farhan mengusap pucuk kepala putrinya.

“Adi mama Aban?” tanyanya menatap sang kakak dengan raut polos seorang balita.
* (Mandi sama Abang?)

“Boleh, tapi kalau udah selesai mandi langsung pakai baju, ya. Main-main airnya besok-besok aja,” tutur Syera lembut, mampu memancarkan binar pupil besar Aila.

“Indong!” kata Aila merentangkan kedua tangannya kepada sang kakak.
(Gendong!)

Hizam terkekeh geli, dengan senang hati ia mengangkat tubuh sang adik lalu menciumi pipi gembulnya. “Umi, nanti Abang aja yang pakaiin baju Adek. Minta tolong siapkan ya, Mi,” ujar Hizam.

“Iya. Abang juga sekalian mandi, nanti kalau udah langsung salat terus turun ke bawah,” kata Syera.

Hizam mengangguk, ia berdiri dari duduknya lalu beranjak menuju kamar mandi, tak lupa pula ia mengajak Aila berbicara. Sedang Syera berjalan menuju meja rias untuk menyiapkan perlengkapan sang putri.

“Udah, Yang? Ayo keluar,” ajak Farhan dan diangguki Syera.

Selepas Syera dan Farhan keluar, tak lama kemudian Hizam keluar dari kamar mandi dengan posisi hanya mengenakan celana pendek. Sedangkan Aila masih setia berada di gendongan kakaknya yang tak henti membuatnya tertawa terpingkal.

Hizam mendudukkan dirinya di atas tempat tidur, memangku sang adik dan mulai mengoleskan minyak telon serta bedak tabur pada tubuh balita itu. Selama kegiatannya, Hizam tak henti menceritakan banyak kisah zaman nabi dahulu. Ia juga membiarkan jari mungil sang adik menekan-nekan dadanya yang tak dilapisi kain sama sekali. Setelah semua selesai, Hizam mendudukkan adiknya dan meletakkan bantal guling di sekitar Aila agar adik cantiknya tidak terjatuh.

“Abang ganti baju dulu, ya. Picil main sama Meong dulu,” pamit Hizam sembari memberikan boneka katak berukuran sedang yang Hizam beri nama Meong.

Dengan patuh, balita cantik berhijab karakter kartun itu mengangguk patuh. Membuat Hizam tak kuasa menatap wajah polos sang adik yang baru saja ia bedaki menggunakan banyak bedak, sehingga wajah polos itu terlihat begitu putih dan membuat pola abstrak.

***

"Hafalan Hizam, buat Umi yang cantik."

Anak itu meraih selempang hitam bertuliskan 'hafiz Quran 30 juz' yang ia gunakan wisuda kemarin. Mendedikasikan semua yang ia perjuangkan untuk wanita yang pernah memperjuangkannya.

Lulut Syera merosot, hendak bersimpuh pada sang putra dengan tangis kecil yang keluar dari bibirnya. Namun, dengan gesit Hizam lebih dahulu berjongkok dan memeluk uminya hangat. "Kalau Umi bilang hafalan serta semua yang Hizam dapat di pondok adalah perjuangan Hizam, Umi salah. Yang berjuang keras itu Umi. Hizam yakin, kalau nggak ada Umi, Hizam bakal berjalan dengan sayap sebelah yang patah. Hizam nggak akan ngerasain betapa indah setiap kalimat Allah yang memiliki petunjuk kehidupan ...."

"Nak Hiz–"

Masih di posisi berjongkok, Hizam membingkai kedua pipi Syera dengan lembut. Kedua mata itu saling beradu kasih satu sama lain. Kilatan manik berair Syera bak kaset yang diputar. Satu persatu ingatan perilaku Hizam ditampilkan di manik itu. Bulir kaca bening berlomba-lomba terjun ke pipi, diikuti ingus yang tak tahu diri ikut turun dari indra penciuman Hizam.

"Umi Syera datang di saat Hizam kecanduan sama yang namanya self harm. Umi Syera pernah menjadi pelampiasan amarah Hizam. Dan Umi Syera datang di saat mental Hizam terombang-ambing ...."

"Umi Syera memaksakan diri untuk mendekap Hizam yang saat itu masih sekeras batu. Namun, kini Umi menjadikan Hizam layaknya debu ...."

"Debu yang ingin terus membersamaimu. Debu yang insyaAllah bakal nempel terus sama Umi."

"Hizam nggak tau harus pakai cara apa lagi untuk membalas semuanya. Hizam nggak tau gimana caranya biar Umi bisa membalas semua perlakuan Hizam dulu. Hiz–"

"Umi nggak akan minta apa-apa dari Abang. Kehadiran Abang di dekat Umi udah bisa bikin Umi bersyukur," sahut Syera. Kedua tangannya bergerak menangkup pipi Hizam, menghapus air mata yang merusak penglihatannya.
Senyum Hizam mengembang tulus. Tak peduli dengan banyaknya pasang mata para tamu yang tengah menatapnya, ia akan mengungkapkan rasa yang telah ditahannya selama ini.

Rasa yang mungkin jarang dimiliki oleh seorang anak pada ibu sambungnya.

Hari ini, Hizam akan memuji sang umi dengan rasa ikhlas, ia akan memuji uminya sebagaimana Syera pernah memujinya terang-terangan di kala rasa benci nan tak tahu diri melingkupi hatinya.

Hizam berjanji, akan membuat uminya menangis karena bahagia memiliki putra sepertinya.

Tangan Hizam beralih memegang lengan Syera, mengajak wanita itu untuk berdiri.

"Umi tau ...?"

"Jangan bilang 'nggak tau' ya, Mi," sambung Hizam menyelidik, menciptakan gelak tawa bagi semua orang yang mendengar suaranya.

Syera terkekeh pelan. "Tau apa, Sayang?" tanya lembut sembari terkekeh di balik nikab.

"Hizam sayang banget pakai banget-banget sama Umi," ungkap Hizam tersenyum manis, menghipnotis banyak pasang mata yang melihatnya.

"Kalau itu Umi tau dari dulu," gurau Syera.

"Terima kasih untuk ini, Nak," sambung Syera menatap selempang yang dipakaikan putranya tadi.

"Terima kasih atas semua doanya, Umi!" sahut Hizam sambil memeluk Syera erat, "terima kasih atas pintu maafnya yang selalu terbuka," lanjut anak itu lirih.

Di balik nikab, ada derai air yang berusaha menerobos kain hitam yang menutupi wajah Syera. Dekapan Hizam teramat sama nyamannya dengan dekapan Farhan. Berapa kali hatinya mengangungkan nama Allah, berterima kasih atas semua karunia-Nya.

Dari jauh, Farhan yang menggendong sang putri tersenyum haru menyaksikan keberanian putranya. Tak menyangka, setelah acara syukuran selesai, Hizam tiba-tiba melakukan tindakan itu pada Syera di hadapan tamu undangan yang belum pulang. Farhan tak menyangka Hizam akan seberani itu.

***

“Hizam paham seberapa penting menghargai perempuan?” 

“Jika suatu saat kamu menyukai seorang perempuan dan Umi tak merestui. Ikhlaskan perempuan itu dan patuhi Umi.”

“Sebagaimana seorang perempuan yang yakin bahwa hanya ayahnyalah yang takkan pernah menyakitinya ….”

Farhan terdiam, melirik putranya sekaligus memastikan bahwa putranya memperhatikannya atau tidak. “Hanya seorang ibu yang mampu menjelaskan kepada putranya arti sebuah cinta melalui kelembutannya,” lanjutnya.

Tak ada yang tahu pada hati mana hati ini akan berlabuh, sekeras apa pun laki-laki mencintai seorang perempuan pada akhirnya seorang ibulah yang wajib ia pilih. Cinta memang perlu diperjuangkan, tapi tak perlu dipaksakan. Barangkali, dijauhkan dari dia adalah cara-Nya menguji seseorang tentang keseriusan rasa yang ia punya.

Pejamkan mata, ucapkan ‘Ma Fi Galbi Ghairullah’ jika menatap dia—dia yang saat ini mampu merampas hati ini. Serahkan pada Allah apa pun yang tengah dilangitkan saat ini. Lalu ikhlaskan dia jika sekiranya Allah tak mengirimkan dia untuk kita, serta doakan ada sosok yang lebih baik untuk mengisi hari-harinya. Allah tak pernah tidur, Dia akan senantiasa datang untuk semua hambanya yang mencoba dekat dengan-Nya. 

Teruntuk perempuan, berhenti mengejar restu seorang ibu dari orang tua pihak laki-laki. Tak perlu. Khodrat perempuan adalah dikejar, bukan mengejar. Sekiranya hati terluka, coba relakan apa-apa yang telah tiada. Jangan membuang waktu hanya untuk mengejar sebuah restu, itu hanya akan membuat hati semakin lelah saja.

Ingat, ketika laki-laki lebih memilih ibunya daripada orang yang ia cinta, dia adalah laki-laki yang paham bagaimana menghargai seorang wanita. Bagaimana tidak? Ibunya saja ia hormati apalagi perempuan yang kelak akan ia nikahi.

Senjatanya adalah doa. Doa adalah senapan paling ampuh untuk dua insan yang tengah beradu rasa. Semakin kuat doa yang keduanya panjatkan, semakin tepat sasaran pula senapan itu. Jangan membuang waktu untuk mengejar sesuatu yang menyakiti, untuk apa mengejar jika yang sedang dikejar telah jelas di lauhul mahfudz-Nya.

Teruntuk laki-laki, jika tak ada niatan menikahi seorang perempuan, maka janganlah mengatakan cinta padanya. Karena haram hukumnya menyakiti hati seseorang.

Teruntuk perempuan yang tak ingin tersakiti, tundukkan pandangan dan jaga diri ketika berada di hadapan laki-laki. Sebab mata perempuan adalah alasan seorang laki-laki mampu merasa kehilangan segala imannya.

Farhan tersenyum manis ketika melihat putranya yang menyimak dengan serius segala nasihatnya. Farhan seperti menangkap aura-aura bahwa Hizam sedang mengagumi seseorang.

“Apakah Hizam sekarang paham kenapa Abi menikah lagi?” tanya Farhan serius dan diangguki Hizam, “Hizam, Abi nggak mungkin salah memilih seorang wanita untuk dijadikan Umi dari putra Abi ini,” lanjutnya.

Tanpa malu, Hizam memeluk Farhan erat nan penuh rasa sayang. “Tanpa Umi Syera, Hizam nggak akan tahu bagaimana caranya mensyukuri segala hal. Dan Hizam nggak akan tahu bagaimana adilnya Allah.”

“Dan yang terpenting ….” Hizam melonggarkan pelukan, menatap sang abi sembari tersenyum manis.

“Dengan datangnya Umi Syera, Hizam jadi paham maksud dari Ar-Rahman ayat 70.”

[TAMAT]

Continue Reading

You'll Also Like

53.6K 4.3K 34
Judul sebelumnya=> AniaNdra "Aku adalah korban dari tindak kejahatanmu yang telah mencuri perhatianku sejak awal, dan dari muslihatmu dalam membuat s...
109K 5.8K 44
"Gue tau jodoh udah ada yang ngatur, tapi kalo boleh minta, gue pengen jodoh gue tentara. Yang tinggi, gagah, ganteng, pundaknya lebar, boleh nggak s...
638K 33.6K 31
BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA!! KALAU SUKA TINGGAL BACA, GAK SUKA TINGGAL SKIP AJA!!! GAK USAH RIBET Tania, perempuan lulusan S2 yang harus...
158K 6.1K 37
Melly yang sudah berusaha move on dari Rahma pun gagal.Bertahun-tahun sudah Melly berusaha namun Rahma datang dan merobohkan tembok yang sudah Melly...