Rumah Untuk Lingga (Completed)

By tazsasza

316K 34.5K 2.1K

Segala sesuatu bentuk plagiat ,adalah hal yang paling tidak dibenarkan❗ Mari, biar ku ajak kamu berkenalan de... More

Prolog
1 || Sepeda dan Salam Lingga
2 || Sepatu Tara
3 || Lingga dan Pagi Harinya
4 || Kacang Milik Genta
5 || Saga, Kebanyakan!
6 || Eskul
7 || Kantin dan Rapat
8 || Rival Bara
9 || France Angelfish
10 || Pohon Lingga
11 || Rumah Saga
12 || Radio Mobil Bara
13 || Bahu Lingga
14 || HokBen (Spesial Chap)
15 || HokBen Putaran Kedua
16 || Utang Budi
17 || Mantan
18 || Rokok Pele
19 || Minum Air
20 || Petasan Yang Menyala
21 || Rompi Bara
22 || Teman di sisi Saya
23 || Datang Kembali
24 || Lingga dan Lutut
25 || Lampu Kuning
26 || Kebakaran
27 || Serakan Hati dan Beling
28 || Hujan dan Perasaan yang jatuh
29 || Tara dan Sayapnya Yang Rusak
30 || Senyum Manis
32 ||Pesawat Tanpa Pengemudi
33 || Sisi Gelap
34 || Amarah
35 || blood and wounds
36 || Fell In Pain
37 || cold heart
38 || Kebohongan Tara
39 || Rumah Untuk Lingga
Epilog
Root of memories || Bara
Root of Memories || Pele
Info Terbit dan Penghapusan Sebagian

31 || Anyelir kuning

4.3K 649 48
By tazsasza

Jika ditanya apa Lingga benci bundanya saat meninggalkannya, Lingga akan dengan lantang akan bilang dia tidak membenci.

Bahkan ketika malam itu, bundanya meminta dia untuk kembali pada nenek Lastri. Lingga tidak membenci.

Lingga merasa jika dia membenci, itu hanya akan membuatnya terlihat egois dan terlihat  seperti memaksa semua orang harus menerimanya.

Lingga tidak ingin seperti itu,

Tapi hari ini ,perasaan Lingga campur aduk rasanya.

Melihat Bara di ujung sana tengah marah dan terus-terusan menyebut namanya, memperjuangkan.

Bahkan air mata Bara sudah berderai tumpah ruah karenanya. Tapi Lingga tidak tau harus berbuat apa.

Bahkan tas besar yang sudah Lingga siapkan telah dilempar oleh Bara, tidak mengizinkannya untuk menyentuhnya barang sedetik pun.

"Kalo Lingga tetep berangkat, gak mau tau. Pokoknya Bara mau ikut!"

Mendengar itu Ferdi langsung naik pitam dan bersiap hendak memukul anaknya, Lingga yang ada di belakang Bara tanpa pikir panjang menarik kakaknya mundur.

Berhasil mengambil atensi Bara, Lingga pun langsung melirik bundanya meminta bantuan.

Vania paham, dia pun mendekat ke suaminya.

"Sayang, biar Lingga yang ngomongin baik-baik ya"

Ferdi membuang nafas, mengusap wajahnya kasar. Dia melirik sekilas ke arah Vania dan tanpa berucap apapun melangkah pergi ke kamar.

Vania membuang nafas lega, lalu dengan sedih mendekat ke arah kedua putranya yang kini saling berpelukan.

Melihat itu Vania menatap sendu keduanya, tapi bibirnya tak berhenti menampilkan senyum teduh.

Berusaha kuat, karena bagaimanapun Lingga adalah darah dagingnya.

"Kakak, Bunda ke kamar ya?"

Bara tidak merespon, malahan Bara makin menenggelamkan wajahnya pada leher Lingga ,menangis disana membiarkan Vania tau betapa sedihnya dia.

Vania hanya bisa mengulas senyum sedihnya, lalu matanya bergulir pada Lingga yang sedang mengusap-usap punggung Bara, menenangkan.

"Lingga"

Dipanggil begitu barulah Lingga mengangkat wajahnya menatap bundanya.

"Nanti kalo udah sampai kabarin mamah ya"

Lingga mengangguk patuh, Vania mengusak rambut Lingga lalu mencium dahinya.

"Maafin mamah, gak nganterin. Tapi mamah usahain, secepatnya mamah nengokkin kamu sama Tara, Bara juga"

Kata Vania dengan getar yang mulai tidak bisa ia sembunyikan,tadi dia juga sempat menyentuh Bara tapi anak itu langsung menepisnya membuatnya mengambil kembali tangannya dengan perasaan sedih.

"Baik-baik ya Lingga, mamah sayang Lingga"

Lingga hanya mengangguk mengiyakan.

Merasa mamahnya sudah ke atas, barulah Bara mengangkat wajahnya ,membuat Lingga bisa melihat jelas wajah kacau kakaknya.

"Jangan Pergi. Lo gak gue izinin Pergi"

Lingga menggeleng.

"Gak bisa kak. Lingga harus per-"

Bara menutup mulut Lingga, tidak membiarkan adiknya melanjutkan.

"Enggak tetep enggak!"

Lingga menarik tangan besar Bara, menatap serius kakaknya.

"Kakak, aku mau pulang! Kalo kakak begini terus,kakak ini egois,gak mikirin perasaan aku!"

Lingga menggigit daging di dalam mulutnya, dia terpaksa.

Bara yang memang sudah sayang pada Lingga mendengar benci tentu saja panik.

"Tapi ini rumah lo Lingga!! "

Lingga menggeleng, tidak setuju. Dan dengan yakin Lingga menjawab,

"Ini bukan rumah Lingga"

*****

Pele memandang bunga anyelir kuning didepannya, bunga itu memang cantik. Tapi arti dari bunga itu membuat perasaan Pele jadi tidak nyaman. Apalagi mendadak dia mengingat Lingga.

"Kenapa Lo, alergi bunga?"

Tanya Topan saat melihat Pele gusar di tempat duduknya dan terus-terusan melirik vas bunga di depan.

Pele langsung mengibaskan tangannya.

"Mana ada, gue gak suka ajah nih bunga. Bisa Lo singkirin gak sih? Ganggu anjir"

Topan mendengus.

"Ini bunga kesukaannya Visya"

Pele langsung membungkam mulutnya seketika. Membuat Topan melihatnya tertawa sumbang.

"Si Iky emang keterlaluan, ngajak rapat malah ngajak berduka, mana isi kontrakannya. Bunga anyelir kuning tiap sudut"

Kata Topan sambil memutar pandangannya ke sekeliling , menemukan beberapa bunga lagi yang seperti ini.

Pele hanya bisa tertawa canggung.

Dan ngomong-ngomong soal kontrakan, Pele jadi ingat kembali saat Tara menemui mbaknya Iky. Anak itu bercerita jika saat itu mbaknya Iky itu sedang menghitung uang dan meminta Tara untuk membantunya mencari kontrakan untuk Iky.

Dan setelah ketemu dia pun membayarnya kontrakan itu sampai enam bulan penuh agar Iky tidak terlalu terbebani tapi diam-diam juga sebenarnya Pele telah membantu membayarnya lagi enam bulan. Jadi totalnya setahun.

"Loh, Pel udah sampe lo?"

Pele tersadar dari lamunannya, dan langsung terkejut begitu orang dibelakang Iky yang kini juga sama-sama terkejut melihatnya.

*****

Setelah menyaksikan sendiri bagaimana Lingga pergi dari rumahnya, Bara langsung pergi ke kamar dan mengurung diri.

Bahkan ketika hari sudah sore, Bara tetap bersikeras untuk tetap di dalam kamar.

Vania sudah beberapa kali meminta Bara untuk membukakan pintunya, tapi Bara tetap enggan untuk keluar.

Bi Emah yang sedari tadi memegang nampan berisikan makanan juga sudah menaruh nampannya di meja samping pintu kamar Bara, bersama makanan tadi pagi yang belum tersentuh.

Dikala putus asanya Vania, Tara tiba-tiba saja datang.

"Minggir"

Vania tersentak kaget begitu nada dingin Tara menyapanya, tapi karena saat ini kondisi Bara lebih penting Vania pun mencoba untuk terlalu tidak terpengaruh dan bergerak mundur membiarkan Tara.

"Bar, ini gue. Buka pintunya ada yang mau gue omongin"

Tak lama setelah Tara berbicara itu, Bara pun menyahut dengan suara seraknya.

"Warna?"

Vania dan bi Emah langsung memandang satu sama lain, Bara tidak nyambung sama sekali.

Tetapi beda dengan Tara yang malah tersenyum miring, ini adalah kode yang biasa mereka pakai untuk menggolongkan seberapa penting omongan mereka.

Tara tidak langsung menjawab, dia malah mengambil nampan di meja dan hanya mengambil makanan penutup, menyisakan makanan berat lainnya.

Bara itu jika sedang dalam emosi tidak baik, anak itu selalu butuh yang manis.

Setelah selesai, Tara pun menjawab.

"Merah"

Bi Emah dan Vania langsung terkejut begitu mendengar suara langkah mendekat dan tak lama terdengar suara kunci pintu dibuka.

"Bi Emah bisa tolong buatin bekal, Tara mau main abis ini"

Bi Emah langsung mengangguk dan bergegas pergi sambil membawa makanan yang tidak Tara bawa.

Menyisakan Vania yang masih terpaku di tempat.

"Mamah juga bisa pergi,Bara gak akan buka pintu kalo mamah masih disini"

Vania terhenyak dengan penuturan Tara, sedikit merasa tidak terima , tapi sekali lagi yang bisa dilakukan Vania hanya mengangguk lemah bagaimanapun Tara adalah orang terdekat Bara. Dan juga posisinya mungkin kedua anaknya sedang marah padanya dan ini adalah bentuk protes mereka.

Vania sadar diri, maka dia pun mundur dan meninggalkan kedua anaknya dengan perasaan bersalah yang menyesakkan.

Setelah Vania pergi, Tara membuang nafas leganya. Sulit sekali meredam emosi apalagi dia juga tau alasan dibalik Lingga yang dipinta pulang kembali ke rumah neneknya.

Untung saja Tara tau dan langsung bergerak cepat.

Suara pintu yang dibuka menyadarkan Tara. Disana Bara mengintip dibalik pintu yang dibuka sedikit. Menatap Tara tanpa minat.

"Mau ngomong apa?"

Melihat kakaknya semenyedihkan ini Tara tertawa dalam hati, dan berandai bagaimana jika Bara tau jika Lingga sekarang ada di apartemennya.

Tara menggeleng-geleng, merasa lucu dengan pikirannya. Tak ingin membuat Bara menunggu lebih lama Tara pun tersenyum penuh arti.

"Biarin gue masuk, nanti gue ceritain di dalem"

*****

Besoknya saat Vania berjalan keluar kamar, wanita itu menemukan sebuket bunga cantik bewarna kuning.

Vania tersenyum, dia pikir itu dari suaminya.

Tapi begitu wanita itu mengangkat buket bunga tersebut, sebuah kartu terjatuh .

Vania pun mengangkatnya dan membacanya.

Dan segera ia melempar buket tersebut dengan perasaan kesal.

" Jadi pertanyaannya bunga apa yang cocok untuk diberikan kepada seorang wanita tidak berperasaan, jahat dan keras?.

Jawabannya:

Tentu saja Anyelir kuning"

Continue Reading

You'll Also Like

533K 58.7K 62
Bertemu seolah tak saling kenal, nyatanya ada rindu yang saling bersuara ~ AlvrenzaShaqeel Kecewa dalam tatap dan rindu dalam diam ~ ReynandAkbar Sta...
3.5M 180K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
146K 17.6K 54
FOLLOW SEBELUM BACA UNTUK KENYAMANAN BERSAMA!! Baca ALEA - VINALE terlebih dahulu sebelum membaca cerita PRINCE agar tidak bingung. (part of VINALE s...
112K 8.2K 57
Arial dan Reyndra merupakan saudara kembar. Ayah mereka meninggal dunia sejak dua tahun silam, seiring berjalannya waktu bunda menikah dengan seorang...