HEAVEN

Von naravc_

27.5M 2.4M 751K

Heaven Higher Favian. Namanya berartikan surga, tampangnya juga sangat surgawi. Tapi sial, kelakuannya tak me... Mehr

1. IN HEAVEN
2. CHAPTER 1
3. CHAPTER 2
4. CHAPTER 3
5.CHAPTER 4
6. CHAPTER 5
7. CHAPTER 6
8. CHAPTER 7
9. CHAPTER 8
10. CHAPTER 9
11. CHAPTER 10
12. CHAPTER 11
13. CHAPTER 12
14. CHAPTER 13
15. CHAPTER 14
16. CHAPTER 15
17. CHAPTER 16
18. CHAPTER 17
19. CHAPTER 18
20. CHAPTER 19
21. CHAPTER 20
22. CHAPTER 21
23. CHAPTER 22
24. CHAPTER 23
25. CHAPTER 24
26. CHAPTER 25
27. CHAPTER 26
28. CHAPTER 27
29. CHAPTER 28
30. CHAPTER 29
OPEN GC WA+TELE
31. MUTIA MULAI POSESIF
32. KHILAF TERINDAH
33. HEAVEN = T-REX
34. MIMPI BURUK MUTIA
35. DANGEROUS
36. MIRIS AKHLAK
37. DRUGS
38. 360 DEGREE
39. AWAL MASALAH
40. RETAK
41. MISING YOU
43. SAKIT?
44. EVERY TIME
45. OBGYN
46. BABY
47. FLASHBACK [spesial chapter]
48. KITCHEN
49. TESLA
50. CEYSIA ANGELYN
51. TERUNGKAP
52. HIGH HOPE
53. FOR MY LOVE
54. PENGAKUAN
55. TYPO
56. 831
57. NIGHT ON THE BEACH
58. NIGHT ON THE BEACH 2
59. GIFT
60. BUAS
61. FOTO?
62. FITTING
63. RENCANA JAHAT
URGENT
64. PESTA PETAKA
65. PATAH
67. Kamu, disampingku.
68. TO HEAVEN (End)
70. A DREAM (END)

42. TERJEBAK HUJAN

304K 32.2K 14.3K
Von naravc_

HI KANAR UPDATE LAGI NIH

Tumbenan baru 3 hari udah update, heheh semoga konsisten yaw..

Bulan desember ya? kira kira sampai diakhir tahun ini kalian udah ngelakuin apa aja.

•Membantu hewan misal, membantu tumbuhan, sampai membatu orang asing.

•Hal hal kecil yang sampai teringat sampai sekarang apa?

Oke, dah lah 14k  vote+ 10 k komen

Heaven

"Keluar dari sini, gue gendong," Heaven mengalungkan tangan Mutia kelehernya lalu segera mengangkatnya dari lantai.

"Pegangan," titahnya.

"Untung sayang," batin cowok itu saat Mutia tak menuruti permintaannya. Bukan Mutia kalau tidak gengsi, bahkan demi dirinya sendiri.

Setelah keluar dari kamar, Heaven mendudukkan Mutia dikursi rotan yang berada diteras rumah itu, sedikit kecewa melihat hujan yang lumayan deras, "Duduk disini dulu, gak papa?" tanyanya saraya menyeka air mata gadis itu.

Mutia masih cosplay  menjadi limbad, perempuan itu sama sekali tak berbicara walaupun sepatah kata.

Tubuhnya gemetar ditambah lidah kelu ulah orang asing yang hampir memperkosanya. Andai suaminya tidak segera datang, entah apa jadinya dia sekarang.

Heaven berjongkok tepat dihadapannya, kemudian tangannya meraih tangan kecil dan digenggam dengan lembut, "Lihat gue coba?" perintahnya pelan.

Perempuan itu malah menunduk dalam. Matanya terpejam sakit takutnya.

"Mutia!?"

"Ini gue, Heaven." ujarnya meyakinkan.

"See!"

"Gue Heaven, sayang,"

Setelah beberapa saat diam barulah perlahan Mutia mengangkat kepala, bibir gemetarnya itu pun mulai bersuara. "Kak."

"Hmm," respon cowok itu.

"Kenapa kamu kesini, bukanya kamu gak pe-"

"Peduli? kalo gue gak peduli yang gue lakuin sekarang tidur dirumah. Gak nyariin lo sampe hampir gila kaya gini."

"Hiks hiks," tangisnya pecah lagi. "Aku gak Se-"

Heaven semakin menggengam erat jari jemari kecil itu. "Gue yang salah, dan maafin gue atas semuanya,"  potongnya tersenyum dengan tatapan teduh.

"Tapi Mutia gak selingkuh Kak," kepalanya menggeleng pelan lalu kembali menangis sesegukan. Terlihat sangat menyedihkan.

"Iya gue tahu, udahan gak usah nangis." Heaven kemudian membawa kedalam pelukannya dengan penuh sayang.

"Ntar kalo reda kita balik," ujar Heaven seraya mengamati hujan deras yang mengguyur malam itu. 

Heaven menyesal kenapa tidak menggunakan mobil saat mencari Mutia, ujung ujungnya begini kan, dia terjebak didalam rumah lama Mutia.

KTM supermoto barunya pun ikut basah diparkiran, cowok itu berdecak pelan. "Helm gue basah!" gumamnya lalu kembali mengeratkan pelukan.

Mutia mengatur napasnya perlahan, perasaan aman sekaligus nyaman saat didekap suaminya. Jujur kali ini tidak lagi mengutamakan gensi selangitnya, yang penting selamat dari stranger yang berniat jahat padanya.

"Tadi itu siapa Kak," cicit Mutia memudarkan pelukan, menatap wajah Heaven yang babak belur akibat berduel tadi.

"Gak sempet buka maskernya, keburu kabur," kata cowok itu seraya membenarkan rambut berantakan Mutia.

"Pas Mutia kesini kaya ada yang ngikutin, tapi-" Mutia langsung mencengkeram hoodie yang dipakai suaminya, rasa takut menyerang setiap mengingat kejadian barusan.

Heaven mengerti ketakutan Mutia, rasanya jadi sulit bernapas saat dirinya seperti gagal menjaga istrinya.

"Apapun itu, gue mohon jangan kaya gini Ya. Tiba tiba pergi dari rumah tanpa sepengetahuan gue."

"Lo cewek, inget," sambungnya seraya mengecup kening gadis itu.

Mutia mengangguk pasrah. Mau egois lagi? Sekarang bukan saatnya. Sudah ditolong diwaktu yang tepat saja seharusnya sudah bersyukur.

"Bentaran," ucap cowok itu dan membuat Mutia melepas cengkramannya.

"Kenapa?"

"Pakek,"

Mutia tertegun saat suaminya memberikan hoodie yang baru dilepaskan.

"Gue pakein eum? lemes kan badan lo?" tanyanya dan hanya di angguki kecil oleh  gadis itu.

"Makasih, tapi nanti kamu kedinginan." cicitnya.

"Daya tahan tubuh gue lebih kuat ketimbang lo," selanya seraya membenarkan tangan hoodie kebasaran.

Mutia hanya diam saat dipakaikan. Namun Heaven malah salah tingkah sendiri.

Sialan nyenggol, batinnya berusaha tidak terpengaruh dengan otak mesumnya.

"Kapan redanya sih, sial." Heaven menghela napas lalu kembali menatap jalanan yang diguyur hujan. Mengalihkan konsentrasinya.

"Masih lama kayanya Kak, dari tadi kan gak reda reda." Mutia ikut mengamati hujan itu, sesekali memejamkan mata saat mendengar suara guntur yang menggelengar.

Ada sedikit penyesalan saat seperti ini harus berada rumah kosong. Coba kalau berada dirumahnya. Pasti Heaven sudah mengajak Mutia menanam benih.

Benih yang dimaksud, ah sudahlah. Heaven berupaya tidak memikirkan jauh kesana.

"Lo masih kedingingan?" tanyanya lalu kembali memeluknya erat.

Mutia menggeleng, "Mutia cuma takut Kak. Tadi kalau orang itu sampai- " gadis itu tidak berani meneruskan ucapannya. Terlalu ngeri  kalau membayangkan diperkosa oleh orang. Trauma sumpah!

"Gue lebih takut semisal lo kenapa kenapa. Bahkan gue gak bisa maafin diri gue kalau lo mau tau," tutur cowok itu terdengar begitu tulus, membuat Mutia malah berkaca kaca.

"Makasih udah dateng buat nolong Mutia."

"Kewajiban gue, sebagai suami," kata Heaven tanpa ekspresi.

"Aku egois banget ya, hiks hiks.."

Lah itu lo sadar! batin Heaven agak murka.

"Atau emang bener kamu gak sayang sama aku," tanya Mutia memastikan.

Kan kan, mulai lagi. Dan yah, membuat Heaven ingin cosplay jadi naga bearbrand nestle seketika saat Mutia kumat overtinkingnya.

"Kalo gak sayang udah gue buang." celetuk Heaven.

"Kamu ada niat buang aku?" Mutia langsung serius, entah lah apapun yang keluar dari bibir Heaven selalu saja membuat perasaannya resah.

"Elah mulai lagi," decak Heaven kesal, namun sekesal kesalnya cowok itu ia berusaha meredam emosinya.

"Kamu kebangetan banget tahu gak."

"Kebangetan dibagian mananya sih Ya," balas Heaven lalu mengecupi kepala yang bersandar didadanya.

"Ya kebangetan lah, kamu mukulin orang. Kamu nuduh aku selingkuh, terus selama ini yang aku pikirin emang bener, kalo kamu gak serius."

"Ya gue main main, sesuai sama pemiikiran lo," balas Heaven jengah.

"Jadi bener, kamu nikahin aku cuma karena disuruh Mama."

"Iya."

"Kok gitu sih, padahal Mutia sayan-" Mutia menghentikan ucapannya diganti dengan tangis kesal sambil memukuli lengan cowok itu.

"Udahan nangisnya Yang, lo mau dikira setan tengah malam nangis dirumah kosong."

"Kaaaakk..." cicit Mutia makin ketakutan.

Heaven susah banget diajak romantis dikit baru saja baikan langsung absurd lagi.

"Ya udah diem,"

"Iyaaaa," tekannya, sembari mengatur napas. "Mutia makin ketakutan."

"Makanya udahan nangisnya," Heaven membekap mulut Mutia pelan, sekadar mengode agar diam.

"Udahan," bisiknya begitu lembut ditelinga, dan  barulan Mutia sedikit merasa tenang.

"Kenapa gak telpon pak Sholeh buat jemput?" tanya Mutia pelan setelah bibirnya dilepaskan.

"Hp gue mati buat nelponin lo dari tadi,"

"Mutia juga gak bawa hp," gadis itu menunduk merasa bersalah. Coba kalau tidak bertidak bodoh pergi dari rumah, pasti kejadian ini tidak akan pernah terjadi.

"Ini jam berapa kira kira?"

"Jam 3 mungkin," sahutnya sambil merogoh saku celananya. Mencari marlboro merah favoritnya.

"Gue ngerokok dibolehin gak?" ijinnya.

"Enggak," dengan polosnya Mutia membeo.

"Ya udah." Heaven kembali memasukan lagi rokoknya disaku celana. Walaupun rasa ingin merokoknya meronta, tapi sekali lagi demi Mutia. Sumpah demi Tuhan Heaven sanggup tidak merokok.

"Gak jadi beneran?"

"Hmm.." balas Heaven mulai merogoh saku celana sebelahnya.

"Tumben nurut," lirih gadis itu diakhiri dengan senyuman.

Kadang kalau begini Heaven masih mau nurut, tapi kalau lagi sengkleknya meskipun bucin tapi tetap susah dibilangin.

Mutia sedikit berubah pikiran karena perasaan bersalahnya, "Boleh kok, 1 batang aja."

Cowok itu tersenyum saat istrinya membolehkan. Tumben tumbenan pikirnya.

"Ntar lah, kalo udah dingin banget."

"Kamu kedinginan?" Mutia langsung memeluk erat dan menenggelamkan kepalanya di dada cowok itu. Membuat sang empunya bersandar agar lebih nyaman.

Nah gitu kan akur.

"Anget, enak juga." kekehnya saat Mutia mengeratkan pelukan. Tahu artinya enak bagi Heaven, yah empuk.

Mutia masih tidak sadar kalau di modusi cowok sialan macam Heaven.  Dia malah memejamkan matanya seraya mendengarkan suara hujan.

"Kok ada susu?" Mutia mendongak saat bibirnya ditempeli sedotan kecil. Susu ultramilk paling mini.

"Kebawa tadi, gak sengaja gue kantongin dicelana, minum gih. Laper kan?"

Mutia malah berkaca kaca, yang disebut tidak peduli nyatanya malah paling peduli.

"Coba lo cari saku hoodie, gue rasa bawa Kit Kat satu dah," sambung Heaven malah merogohnya langsung.

"Ada?"

"Hm..." Heaven  lalu membuka bungkus coklat yang berwarna merah itu.

"Makan,"

Mutia yang dari siang sama sekali belum makan langsung menggigit coklat itu seraya tersenyum, "Makasih Kak," lirihnya.

Heaven tak merespon, namun tangannya malah membersihkan ujung bibir gadis itu, "Susunya jangan lo abisin dulu, gak lucu kalo lo nenggak air hujan."

"Gak papa kalau darurat mungkin, ya." Mutia pun kembali memeluk tubuh kekar yang berada didepannya.  Sembari menikmati coklat yang hanya satu batang itu.

"Lain kali kaya gitu sama cowok, gue kurung sampe punya anak 11. Mau?" ancam Heaven yang masih fokus mengamati air hujan yang terlihat dari sorot lampu.

"Lagian siapa sih yang mau selingkuh Kak, demi apapun Mutia gak pernah punya niatan. Memangnya Mutia perempuan apaan."

"Kalau lo gak mau dituduh, jauhin yang menurut lo berpotensi bakal jadi masalah. Emang susah ngikutin apa yang gue perintah ke lo, hm?" tanyanya sembil mengelus punggung gadis itu.

"Itu tuh bukan sebuah kesengajaan tahu, ya kali di baikin sama temen terus ngehindar. Dia mana tahu aku istri kamu, makanya cuek cuek aja."

"Mau ngebela lagi lo!?" Heaven langsung marah, membuat Mutia mendongak takut.

"Gak niat ngebela ih, ya udah lah. Mutia kali ini ngaku salah," putusnya pelan dan hanya mendapat helaan napas dari Heaven.

"Bagus, sekalinya lo ngulangin, jangan harap maaf dari gue."

"Iya Kak," Mutia mengangguk kecil.

Heaven mengangkat tubuh Mutia kepangkuannya, lalu menyembunyikan kepalanya dicaruk leher perempuan itu.

"Kangen," lirihnya.

"Geli Kak!" pekik Mutia saat lehernya tanpa sadar sudah dihisap.

"Ck! lo diem bisa gak sih. Gue kedinginan ngerti nggak," decaknya saat Mutia mendorong tubuh cowok itu sampai menghantam dinding.

Alah alesan Heav heav.

"Salah sendiri,  lagian macem macem gak tahu tempat! Walaupun ini rumah punya Mutia tapi kan udah setahun gak dipakek,"

"Terus salah gue nyupang lo di sini? Ya kali udah sah juga. Mau dimana juga terserah gue asal gak ditempat umum," katanya tak suka.

"Tuh kebiasan kamu kumat lagi,  apa apa ya kalo gak diturutin langsung marah. Mending kamu tadi kamu gak nolongin aku kalau minta imbalan," Mutia mendesah kesal berusaha melepaskan tangan yang mencekalnya.

"Gue kedinginan Mutia, lo seneng lihat gue mati kaku karena hipotermi, hm?"

"Ya udah pelukan,  terus tangannya sambil digesek gesek gini," usulnya sambil mempraktikan telapak tangan yang digesekan.

Heaven dengan malas mengikuti arahan Mutia, menyatukan tangannya ke tangan gadis itu lalu digerakan pelan.

"Gaya gesekan bisa bikin anget, coba lebih kenceng lagi deh," gadis itu meniup meniup telapak tangannya lalu menyatukan lagi.

"Gaya gesekan gini doang mana bisa bikin anget, sayang. Coba gaya gesekan yang lain, gak cuma anget yang lo dapet tapi keringatan juga."

"Ck, apa? gesek batu ya?" tebak Mutia agak lola, asal bicara saja.

Heaven terkekeh pelan, " ntar lo tahu, mau gue praktekin gak?" bisiknya tepat didepan wajah Mutia.

Melihat ekspresi Heaven yang tidak beres Mutia barulah sadar.

"Gak! Enak aja."

"Tanggung elah, lo udah lama juga kan gak ngasih gue jatah."

"Apa! Minggu lalu juga udah! Gak usah macem macem Kak Heaven, ini bukan dirumah," Mutia memejamkan matanya kesal, gak bisa banget ya Heaven gak mesum.

"Ini dirumah lo kan, sama aja bukan?"

"Gilak kamu!"

"Bentaran elah, gak ada yang tahu juga  ujan tengah malem gini."

"Kok bisa sih kamu kaya gini? Heran aku."

Heaven terkekeh pelan, lalu merogoh celana mengambil kembali rokoknya.

"Yang," panggilnya setelah menghisap rokoknya.

"Apa?"

"Rumah ini dibersihin lagi terus suruh Siti nempatin dibolehin gak? Biar gak rusak gini aja sih, ntar kalo lo bosen dirumah bisa mampir kesini,"

"Beneran? padahal Mutia baru pengin bilang ke kamu," gadis itu langsung memeluk erat suaminya.

"Awas!" Heaven mendorong tubuh Mutia agar menjauh.

"Kenapa?"

"Gak papa,"

"Aneh! Giliran Mutia mau meluk kamunya jual mahal."

"Lo nya sih, gak mau diajak ML." cowok itu dengan santainya berbicara. Padahal, niatnya mau menjauhkan asap rokok yang baru saja dihisapnya.

"Nanti dirumah, Kak."

"Hm."

"Jangan marah kenapa,"

"Ya."

"Bener?"

"Iya Mutia!" tekannya.

"Gitu kan ganteng," Mutia langsung mencium pipi Heaven gemas.

"Udah gue bilang gak usah deketin pas gue ngerokok!"

"Gak papa, Mutia juga pengin ngerasain rokok," dengan jahilnya dia malah mengambil satu batang dan dimasukan kedalam mulutnya.

"Nakal ya lo! Pengin gue nakalin hm!"

"Kak geli,"

Tapi enakeun 😂

•Heaven•


P

ukul 6 hujan baru reda, membuat keduanya bergegas pulang menuju rumahnya. Bahaya jika kepergok warga, bisa bisa dikira pasangan mesum yang memanfaatkan rumah kosong.


"Sial," gumamnya setelah melihat Pak Bastian Favian duduk di sofa ruang utama, disampingnya ada mama Elena yang sibuk dengan ponsel yang dipegangnya.

Heaven dengan gaya cool berjalan memasuki rumahnya. Satu tangannya dimasukkan kedalam saku celana sedangkan tangan satunya setia menggemgam tangan Mutia.

"Kok ada mama sama papa," tanyanya lirih.

Heaven menghentikan langkahnya, kemudian kepalanya menunduk dan berbisik, "Gak usah ngomong aneh aneh ke mama, ntar gue yang jelasin."

"Iya," balasnya dengan anggukan patuh.

"Pa, Ma..." Sapa Heaven datar.

"Itu anak mau diapain Ma," ucap Bastian menatap kesal anak semata wayangnya.

"Coret aja dari KK pa," sewot Elena namun mengamati wajah sendu Mutia.

"Eh jangan, nyoretnya nunggu pas punya cucu aja. Biar ahli warisnya buat cucu kita aja," ujar Elena langsung membuat mood Heaven anjlok.

"Ya Allah, Nak." Elena langsung memeluk Mutia lembut. Meminta maaf sedalam dalamnya kepada gadis itu.

Entah apa saja yang dibisikkan ditelinganya Mutia hanya mengangguk seolah paham.  Lalu setelah itu kembali meminta maaf atas perlakuan sang anak.

"Kalian gak pulang?" tanya Heaven pada orang tuanya.

"Ngusir kamu!" Seketika Bastian emosi jiwa menghadapi dublikat hidupnya.

Sudah 19 tahun Bastian selalu saja dibuat pusing oleh kelakuan anak itu. Dari yang bandel sampai mengesalkan.

Bagaimana tidak kesal kalau setiap pulang wajah ganteng anaknya pasti compang camping babak belur. Percuma menurunkan kegantengan dan bibit unggulnya pada bocah satu itu pikirnya.

"Hmm,"

"Papa beneran Heav!" bentak Bastian langsung menyomot Puspita, padahal baru saja Heaven akan say hai dengan peliharaannya itu.

Bastian mau marah karena Heaven  berandalan? Hahaha. Dulu pria tua itu lebih bandel dari sang anak. Makanya dia menyadari beginilah buah dari hasil nakalnnya dulu.

"Istigfar pa," Heaven terkekeh pelan, dan tentunya membuat Bastian istigfar beneran dengan kelakuan anaknnya.

"Punya anak satu kelakuannya gak benar," Pria tua itu menggeleng pelan, heran kenapa bibit unggulnya terlalu keunggulan.

"Heaven goodboy bukannya? Kata papa kan gitu."

Goodboy ndas mu!

"Sudah sana mandi, kita bahas nanti waktu sarapan saja." putus Pak Bastian sibuk dengan Puspita.

"Hm..." Heaven mengangguk paham.

"Ini kucing mirip bandotnya haji Mail ini," komentarnya tanpa memperdulikan sedang marah dengan anaknya.

"Elah," Heaven mendengus kesal saat orang tuanya malah asik tanpa memperdulikannya.

"Papa gak ada kegiatan kemana misal,  hari libur tumbenan kesini."

"Ada kegiatan, Papa niatnya mau nyoret kamu dari KK semisal gak dirubah sikapnnya."

"Bilang aja pengin sesuatu!" kesalnya langsung merebut Mutia dari pelukan mamanya.

"Mutia tolong obatin lukanya Kak Heaven tuh, takutnya nanti malah membusuk," sindir Elena menakut nakuti anak semata wayangnya.

"Biarin gak perlu diobatin. Manja amat. Suruh ngobatin sendiri anak Nak,"  Bastian berbicara kepada Mutia.

"Maa, ini kok kucingnya Heaven difabel sih," komentar Bastian heran.

"Mana Pa," dengan seriusnya Elena memperhatikan puspita.

"Kegendutan itu, bukan difabel. Ya kali Heaven ngurus kucing cacat."

"Jalan, pemalas kamu. Ayo jalan," Pria paruh baya itu terkekeh bersama istrinya.

"Bawa pulang aja Pa, biarin Heaven beliin yang baru."

"Ma!" teriak Heaven tak terima.

"Gak sayang. Gak jadi." Balas Elena.

"Sialan," gumam Heaven langsung manarik Mutia menuju tangga.

Sebenarnya, kedua orang tua Heaven sangat menyangi anaknya. Namun karena anak itu bandelnya nauzubillah, makanya tidak terlihat disayang sayang lagi. Padahal, apapun yang Heaven lalukan orang tuanya selalu mengawasi dari jauh. Takut jika anaknya sampai celaka.

Sesampainya di dalam kamar, Heaven malah menggandeng Mutia masuk kedalam kamar mandi.

"Mandi bareng gak? biar cepet," usul Heaven.

"Enggak Kak, mandi sendiri sendiri aja biar lebih cepet," tolak Mutia lembut.

"Iya! Gue penginya bareng, sayang." Heaven malah mengunci kamar mandi dalam dalam, yang tentunya membuat Mutia menghela napas.

"Mandi doang, gak minta jatah."

"Bener!?"

"Eummm," Heaven menangguk, lalu melepas kaos hitamnya tepat didepan kaca.

"KAK!" pekik Mutia keras, betapa syok nya melihat dada dan perut yang membiru.

"Udah cepetan mandi," tanpa memperdulikan paniknya Mutia, dia malah melepaskan hoodie yang dikenakan  cewek itu.

"Diobatin dulu," Mutia mencengkram tangan dengan raut khawatir.

"Ntar, selesai mandi,"

"Sekarang aja, Mutia ambil obatnya," dengan tergesa gesa gadis itu membuka laci mencari kotak P3K mini.

"Duduk," perintah yang hanya dibalas anggukan kecil dari Heaven.

Dengan telaten seperti biasanya Mutia mengobati setiap goresan dan memar yang hampir memenuhi dada dan perut cowok itu.

"Pelan Ya, sial sakit." Heaven meringis ngilu. Melihat  suaminya kesakitan begitu Mutia lalu meniup niup pelan setiap memar dan luka yang selesai di beri cairan betadine.

"Percuma sayang, habis ini juga mandi kan."

"Gak papa, selesai mandi Mutia obatin lagi."

Heaven tersenyum tipis mengamati betapa telatennya sang istri mengurus dirinya.

"Yang."

"Apa kak?" Mutia yang tengah berjongok pun mendongak saat dipanggil oleh suaminya.

"Beneran mau ngambil jurusan psikologi hm?" tanyannya tiba tiba.

Mutia menghentikan kegiatannya, "Boleh kan?" ucapnya balik bertanya.

"Boleh, apapun itu gue selalu dukung,"

Senyum dibibir Mutia tercetak seketika, "Tapi ragu deh Kak, kalau gak masuk gimana?"

"Masuk lah, asal lo mau belajar."

"Huh, emangnya selama ini Mutia gak belajarnya gitu," gadis itu mendengus kesal. "Gak pinter gini bukan berarti Mutia bodoh bodoh banget ya. Nilai juga gak harus A! B juga gak papa kata mama," sewotnya menatap sinis suaminya.

"Ngambek lo?" Cowok itu langsung mengecupi seluruh wajah Mutia.

"Gila sih, bisa bisanya gue punya istri cakep gini," pujinya setelah berhenti mengecup gemas.

"Udahan ayok mandi, nanti mama sama papa kelamaan nunggu kita sarapan."

"Mandi sekalian seronde dulu, oke gak."

"Gak!"

"Iya!" bentak Heaven sebelum menarik Mutia ke dalam buthup.

Heaven•

Kalian suka episode yang gokil gokil apa serius sih?

Komennya ditunggu

KOMEN NEXT

KOMEN 📸

KOMEN ♥️

KOMEN 🦊

KOMEN TERSERAH

@naravc_
@hheavenhigher
@mmutiasv

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

35.8K 278 60
Kebanyakan yg udah tamat, jadi gak usah nunggu author nya up. Rekomendasi cerita yg pernah saya baca. Dari mulai teenfiction, fanfiction, young adult...
2.1M 96.9K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
3M 306K 62
‼️ PART SUDAH TIDAK LENGKAP ‼️ Pre order: 14 Mei 2022 - 28 Mei 2022 SPIN OFF "BETWEEN LOVE AND LIES" (Dapat dibaca terpisah) Reagan terpaksa harus me...
8.1M 2.3K 5
Siapa sangka di acara perpisahan sekolah yang berlangsung haru itu berubah menjadi awal kehancuran bagi Gavin dan Neyra? Mereka terjerat dalam malam...