Le Scénario (Dramione Oneshot...

By powderedonut

59.7K 4K 826

[Dramione Short Story Compilations] _ DISCLAIMER: All characters belong to J.K. Rowling All rights reserved ... More

-Introduction
-Yours
-Draco Baby
-not an update
-Ms. Granger
-Amortentia
-Accio Love
-Accio Love (2)
-Fallen
-Happy Valentine, Love
-request?
-Promise?
-Promise.
-The Devil's Possession
-quick questions
-An Abandoned Malfoy?
-Stupidly in Love
-Father's Day Out
-Professor Granger
-Be My Bride
-Happy Ending?
-sorry
-Happy For You
-Mistletoe

-A Mistery and A Serendipity

2.4K 160 18
By powderedonut

Title : A Mystery and A Serendipity
Rate : 15+
Word count : 2098
Type : Oneshot
[Wednesday, March 31st, 2021 : 01.32 am]
___________________________________________

January 5th, 2007

"I admit,
I was afraid to love.
Not just love, but to love you.
For you were a stunning mystery.
You carried things deep inside you that no one has yet to understand,
and I,
I was afraid to fail, like the others.
You were the ocean,
and I was just a boy,
who loved the waves,
but completely terrified to swim."

[Aku akui,
aku takut untuk mencintai.
Bukan hanya cinta, tapi untuk mencintaimu.
Karena kamu adalah sebuah misteri yang menakjubkan.
Kamu membawa banyak hal jauh di dalam dirimu yang dimana belum ada yang mengerti,
dan aku,
aku takut gagal, seperti yang lainnya.
Kamu adalah lautan,
dan aku hanyalah seorang anak laki-laki,
yang menyukai ombak,
tetapi terlalu takut untuk berenang.]

Hermione merasakan tetesan air mata menuruni pipinya, rasa bahagia menyelimuti dirinya. Di hadapannya, seorang laki-laki berlutut, dengan sebuah kotak beludru berisi sebuah cincin berlian terulur dari tangannya. Memorinya terputar pada pertemuan pertama mereka.

Saat itu, mereka hanyalah dua orang asing yang terperangkap dengan satu sama lain yang kemudian berkembang menjadi dua insan penuh luka yang berusaha saling menyembuhkan. Semua orang tahu Draco Malfoy menyimpan sejuta rahasia di dalam dirinya, terkubur dalam di hatinya. Membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang sangat acuh dan tertutup. Namun, Hermione Granger berbeda. Gadis itu terlihat sangat ceria dan terbuka. Tapi Draco menyadari satu hal yang tidak banyak orang yang tahu. Tentang berjuta rahasia yang Hermione simpan di dalam dirinya. Sesuatu yang tidak pernah disadari oleh yang lain. Karena mereka tidak pernah cukup peduli. Dan Draco peduli. Ia tahu ia peduli. Karena mereka sama. Draco dapat melihat cerminan dirinya dalam Hermione. Persetan dengan senyum manis yang selalu terlukis di wajah gadis itu. Bagi Draco, Hermione adalah sebuah misteri dan sayangnya, ia benci misteri.

Sementara di mata Hermione, Draco adalah sebuah serendipity, sebuah kejutan yang menyenangkan. Sepanjang hidupnya, ia tak pernah melihat manusia serumit dirinya. Sampai akhirnya kini ia bertemu Draco. Bagi orang lain, Draco mungkin hanya seorang bajingan arogan. Karena mereka tak pernah cukup peduli untuk melihat lebih dalam. Dan Hermione peduli. Ia tahu ia peduli. Karena mereka sama. Hermione mengenali matanya sejak pertemuan mata mereka. Ia melihat teka-teki di dalamnya dan ia tak sabar untuk segera memecahkannya.

"Marry me? Please?" tanya Draco, menarik Hermione dari lamunannya. Hermione mengangguk senang. Draco berdiri, melingkarkan cincin tersebut di jari manis gadisnya.

[Menikah denganku? Please?]

"Terima kasih," tutur Draco seraya mengecup bibir Hermione lembut.

***

January 6th, 2003

"Apakah kau sudah mendengarnya?" tanya Ginny antusias. Hermione mengernyit bingung.

"Mendengar apa?" Hermione bertanya balik. Ginny menatap Hermione malas.

"Kau harus belajar menjadi lebih malas. Kau terlalu rajin. Manusia butuh gosip untuk tetap hidup, kau tahu?" keluh Ginny seraya menjatuhkan dirinya di sofa crimson empuk di ruangan sahabatnya itu. Hermione tertawa geli.

"Kau benar-benar tidak cocok menjadi seorang motivator," ucap Hermione bercanda.

"Aku tidak tahu dan tidak mau tahu pekerjaan jenis apa itu karena aku yakin tidak ada yang lebih menyenangkan dari menjadi seorang pemain Quidditch. Siapa yang tidak suka bermanuver dengan sapu terbang?" racau Ginny menggerutu. Hermione memutar bola matanya.

"Aku tidak suka," jawabnya tenang. Ginny mendelik tajam.

"Kau diam," tuntut Ginny. Kemudian matanya membelalak, tersadar mereka sudah terlalu jauh dari pembahasan awal mereka.

"Kau pasti sengaja mengalihkan perhatianku!" lanjutnya menuduh. Hermione mendengus.

"Hal tidak penting apa yang baru saja kau dengar dan aku tidak tahu?" tanya Hermione. Kini giliran Ginny yang memutar matanya.

"Ini penting oke? Divisimu akan kedatangan orang baru!" seru Ginny.

"Baiklah itu penting, tapi aku sudah tahu," jawab Hermione acuh.

"Kau tahu tapi kau tidak memberitahuku?!" tanya Ginny histeris. Hermione menatap Ginny heran.

"Sejak kapan kau tertarik dengan perekrutan pegawai baru di divisiku?" tanya Hermione tak mengerti. Ginny menatap Hermione aneh.

"Kau tidak tahu ternyata," jawab Ginny tak heran. Hermione mengernyit.

"Apa? Apakah dia seorang kriminal? Penjahat kelamin?" tanya Hermione lagi. Ginny menatap Hermione jijik.

"Tidak bisakah kau memikirkan hal yang lebih menyenangkan? Apakah kau pikir kementerian akan memperkerjakan sampah macam itu? Tapi kalau ketampanan dihitung sebagai sebuah kejahatan, maka ya, dia adalah seorang kriminal. Merlin! Dia sangat tampan, Hermione! Bisakah kau bayangkan?! Kau akan mendapatkan pemandangan yang bagus untuk menjernihkan matamu setiap hari!" jawab Ginny histeris. Hermione meringis.

"Ginny, kau sudah menikah," ucap Hermione mengingatkan, dalam hati sedikit merasa kasihan pada Harry.

"Dan kau belum!" seru Ginny penuh semangat. Sekarang Hermione mengerti arah pembicaraan ini.

"Aku tidak tertarik," tolak Hermione cepat. Ginny mendengus kesal.

"Oh, ayolah! Kau bahkan belum melihatnya!" bujuk Ginny. Hermione menggeleng.

"Kau bisa memilikinya kalau kau begitu menginginkannya," jawab Hermione acuh. Ginny melemparkan bantal di belakangnya ke arah Hermione, tersenyum puas saat bantal tersebut mengenai kepala gadis yang dikabarkan berpotensi menjadi menteri sihir itu.

"Aku sudah menikah, bodoh!" seru Ginny gemas. Hermione mengusap kepalanya pelan.

"Kau tahu aku tidak bodoh," jawab Hermione. Ginny baru akan membalas ucapan Hermione saat tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Mereka sontak menoleh. Seorang pria masuk dan Hermione harus terus mengingatkan Ginny untuk diam dan menjaga sikapnya.

"Ms. Granger?" sapa pria itu, mengacuhkan Ginny yang berusaha keras menahan diri dari mempermalukan dirinya dan Hermione. Hermione mengangguk sopan sebelum mengusir Ginny dengan matanya. Ginny menurut, mengerling jahil pada Hermione sebelum akhirnya keluar, meninggalkan Hermione berdua dengan atasan barunya.

"Aku Draco Malfoy. Aku yang akan menjabat sebagai Kepala Departemen Penegakan Hukum Sihir yang baru," ucap pria tersebut memperkenalkan diri.

"Hermione Granger, senang bertemu denganmu," jawab Hermione ramah. Pria itu mengangguk acuh lalu berbalik, berniat keluar dari ruangan Hermione. Hermione baru akan kembali ke kursinya saat pria itu tiba-tiba kembali menoleh, ragu sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk bertanya.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Draco. Hermione menatap mata Draco bingung. Sejenak, ia tertegun. Mata itu. Ia tak pernah melihatnya pada orang lain. Mata seperti miliknya. Ia kemudian menggeleng pelan, mengacuhkan pikiran acaknya.

"Kurasa tidak?" jawab Hermione akhirnya. Draco menggaruk tengkuknya seraya tetap menatap Hermione tak yakin. Gadis ini-

Ada sesuatu yang tersembunyi di dalam dirinya. Kehadirannya seperti meneriakkan misteri, membangkitkan rasa penasaran yang ia coba tekan dalam-dalam. Sejenak, ia tergoda untuk mencari tahu, menelusuri rahasia apa yang tersimpan di dalam iris madunya. Tapi kemudian akal sehatnya kembali. Ia tidak pernah suka dengan hal apapun yang berkaitan dengan pemecahan misteri dan gadis mungil di depannya tidak akan menjadi pengecualian. Walaupun sosoknya terasa sangat familiar dan Draco ingin mencoba mengenalnya lebih dalam. Draco mengutuk dirinya pelan, mengembalikan kesadarannya yang lagi-lagi terdistorsi. Pikiran bodoh macam apa yang baru saja terlintas di otaknya? Tidak, ia tidak penasaran dan tidak cukup peduli untuk mencoba mengurai misteri yang tersembunyi dalam gadis itu. Tapi hatinya tahu ia berbohong. Karena ia tahu ia peduli.

"Mr. Malfoy?" panggil Hermione pelan. Draco tertegun, mengalihkan pandangannya dari netra Hermione.

"Maaf, kau bisa kembali bekerja," ucap Draco lalu pergi meninggalkan Hermione sendiri di ruangannya.

***

January 6th, 2004

"Kau yakin kau benar-benar tidak mengenalku?" tanya Draco pelan, tangannya sibuk memainkan cincin yang melingkari jarinya. Hermione menatap Draco aneh.

"Tentu saja aku mengenalmu. Kau kekasihku," jawab Hermione seraya tetap mengusap pelan rambut pirang di pangkuannya. Draco menghela napas pelan, menikmati elusan lembut di kepalanya. Rasanya-

damai.

"Aku mempertanyakan ingatanmu," keluh Draco. Hermione mengacak rambut Draco kasar, mendapat delikan tajam Draco sebagai balasannya.

"Aku memiliki ingatan yang sangat baik," ucap Hermione tak terima.

"Tapi kau melupakanku," jawab Draco acuh.

"Aku tidak mengerti. Kapan aku melupakanmu?" tanya Hermione. Hermione dapat melihat Draco ragu sejenak sebelum membuka mulutnya.

"Apa kau ingat apa yang terjadi di antara kau dan Bellatrix Lestrange? Kejadian di lantai ruang tamu di sebuah manor?" tanya Draco seraya menatap Hermione hati-hati. Draco bisa merasakan tubuh Hermione menegang.

"Bagaimana kau bisa tahu tentang itu?" tanya Hermione, matanya menatap Draco defensif. Ia menarik tangannya dari rambut Draco, mengusap pelan ukiran berdarah di lengannya. Darahnya mungkin sudah lama kering. Namun, bekasnya tak akan pernah hilang. Hermione sudah mencoba berbagai cara untuk menghapus tulisan itu, sebuah jejak perang yang tak ingin diingatnya, teror yang terus menghantui tidurnya selama beberapa tahun ke belakang.

"Maaf," lirih Draco. Ia bangun dari pangkuan Hermione, memilih duduk di sebelah gadis itu.

"Maaf?" tanya Hermione tak kalah lirih.

"Maaf karena aku tidak bisa menolongmu. Maaf karena ketidakmampuanku, kau harus mengalami kejadian-kejadian mengerikan itu," sesal Draco. Ia menunduk dalam. Hermione tertegun. Kini ia ingat. Kini ia tahu kenapa ia mengenal sepasang iris kelabu itu. Anak laki-laki berambut pirang itu. Anak yang menyebut tempat penyiksaannya sebagai rumah. Tatapan permohonan maaf yang menemani teriakan kesakitannya. Mata kelam yang sama yang menyaksikan dirinya hampir kehilangan miliknya yang paling berharga di tangan seorang pelahap maut. Sebuah jiwa malang yang melihatnya hampir direnggut kematian di bawah bulan purnama dengan Fenrir Greyback yang sudah menyelesaikan transformasinya. Sejujurnya Hermione tak pernah marah pada Draco. Ia marah pada semua orang yang menyakitinya dan Draco tidak pernah menyakitinya.

"Kenapa kau minta maaf?" tanya Hermione pelan, suaranya bergetar menahan tangis. Pikirannya berusaha menepis memori-memori terkutuk yang tak pernah mau meninggalkan mimpinya, meneror kewarasannya di setiap gelap malam, menyisakannya dengan mata sembab dan jiwa yang kosong di pagi hari. Ia terisak pelan. Draco memeluk Hermione erat, berusaha menenangkan tubuh gemetar gadis kesayangannya.

"Maaf," ulang Draco seraya mengecup puncak kepala Hermione tanpa henti.

"Itu bukan salahmu. Kau tidak melakukan apapun padaku," jawab Hermione di sela tangisnya.

"Kalau saat itu aku melakukan sesuatu mungkin kau tak akan sesakit ini. Maaf," lirih Draco penuh penyesalan. Hermione menggeleng pelan.

"Kau tak bisa melakukan apa-apa. Kau tidak bisa mempertaruhkan nyawamu untuk seorang gadis yang sama sekali tidak kau kenal. Kau tidak punya pilihan," balas Hermione.

"You were just a boy yet you had to witnessed things that terrible," lanjut Hermione lirih. Draco terkekeh pelan.

[Kau hanya seorang anak-anak, tetapi kau harus menyaksikan banyak hal yang begitu mengerikan.]

"Kau selalu ada di setiap mimpi burukku, kau tahu?" ucap Draco. Hermione dapat merasakan kepahitan dalam ucapannya.

"Maaf," balas Hermione pelan.

"Not your fault," jawab Draco. Hermione kemudian melepaskan dirinya dari pelukan Draco. Draco menatap Hermione bingung. Ia kemudian terkesiap saat Hermione menarik lengannya, mengusap tanda kegelapan yang terukir di sana. Bekasnya memang sudah memudar, tapi Hermione tahu lukanya tidak pernah sembuh.

[Bukan salahmu.]

"Apakah sakit?" tanya Hermione. Sejenak, Draco terdiam.

"Dulu, ya. Tapi sekarang tidak lagi," jawab Draco.

"Apakah kau baik-baik saja sekarang?" tanya Hermione lagi. Tentu saja tidak. Bagaimana mungkin dipaksa menjadi pengikut salah satu penyihir paling mengerikan salam sejarah adalah hal yang baik-baik saja? Bagaimana mungkin kau bisa baik-baik saja setelah menyaksikan banyak kematian tanpa bisa berbuat apa-apa? Bagaimana mungkin kau bisa baik-baik saja saat pilihanmu menentukan keselamatan keluargamu? Hermione tahu Draco tidak baik-baik saja setelah semua itu, ia hanya ingin memastikannya langsung.

"Ya, aku baik-baik saja sekarang," jawab Draco pelan. Hermione menggeleng.

"Apakah kau benar-benar baik-baik saja?" tanya Hermione lagi. Draco mengernyit.

"Kau tidak harus selalu baik-baik saja, kau tahu? It's okay not to be okay," lanjutnya.

[Tidak apa-apa untuk tidak baik-baik saja.]

"Entahlah," jawab Draco tak yakin.

"Aku tidak benar-benar ingat bagaimana rasanya baik-baik saja," lanjutnya. Hermione mengangguk mengerti.

"They say time heals yet it feels like time only kills me slowly. It kills us slowly." lirih Hermione.

[Mereka bilang waktu akan menyembuhkan, tetapi rasanya waktu hanya membunuhku perlahan. Waktu membunuh kita perlahan.]

"Then I thought, why don't we just heal each other instead?" lanjutnya seraya menatap Draco lembut. Draco tersenyum samar.

[Lalu aku berpikir, kenapa tidak kita saja yang saling menyembuhkan satu sama lain?]

"Let's heal each other," jawabnya seraya mengangguk setuju.

[Ayo saling menyembuhkan.]

"Berhenti merasa bersalah, Draco. Apa yang terjadi padaku sama sekali bukan salahmu. Kau tidak perlu takut kau akan menyakitiku setiap kau akan melakukan sesuatu. Berjanjilah padaku?" pinta Hermione. Irisnya mengunci kelabu Draco. Draco tertegun. Hermione tahu. Gadisnya tahu.

"Aku berjanji," jawab Draco. Bibirnya menekan bibir Hermione dalam, menyalurkan semua perasaan yang tak pernah bisa ia ungkapkan dalam kata. Mata mereka terpejam, menikmati rasa manis yang bercampur asin air mata mereka yang kembali menetes.

***

January 6th, 2007

"I, Draco Lucius Malfoy, take you, Hermione Jean Granger, to be my wife, to have and to hold from this day forward, for better or for worse, for richer, for poorer, in sickness and in health, to love and to cherish from this day forward until death do us part."

["Aku, Draco Lucius Malfoy, mengambil kau, Hermione Jean Granger, untuk menjadi istriku, untuk mengasihimu dan mendampingimu mulai hari ini, untuk lebih baik atau lebih buruk, dalam kelimpahan maupun kekurangan, sehat maupun sakit, untuk mencintaimu dan setia padamu sampai maut memisahkan kita.]

"I, Hermione Jean Granger, take you, Draco Lucius Malfoy, to be my husband, to have and to hold from this day forward, for better or for worse, for richer, for poorer, in sickness and in health, to love and to cherish from this day forward until death do us part."

["Aku, Hermione Jean Granger, mengambil kau, Draco Lucius Malfoy, untuk menjadi suamiku, untuk mengasihimu dan mendampingimu mulai hari ini, untuk lebih baik atau lebih buruk, dalam kelimpahan maupun kekurangan, sehat maupun sakit, untuk mencintaimu dan setia padamu sampai maut memisahkan kita.]

"I now pronounce you husband and wife. You may kiss the bride!"

[Aku mengesahkan kalian sebagai suami dan istri. Kau dipersilakan mencium mempelaimu.]

Draco menatap Hermione dalam sebelum akhirnya menciumnya.

"Terima kasih," bisiknya pelan. Hermione tersenyum.

"Terima kasih, Draco," balas Hermione.

"You know you deserve someone much better than me, don't you?"

[Kau tahu kau pantas mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik daripada aku, kan?]

Hermione baru akan membuka mulutnya untuk menjawab saat Draco kembali melanjutkan.

"But unfortunately you met an egoistic prat who happened to be your husband. And since I don't share, I won't let you go either. I feel so sorry you have to stuck with me for the rest of your life, Granger,"

[Tapi sayangnya kau bertemu dengan seorang bajingan egois yang kebetulan menjadi suamimu. Dan karena aku tidak berbagi, aku juga tidak akan membiarkan kau pergi. Aku merasa sangat menyesal kau harus terjebak denganku sepanjang sisa hidupmu, Granger.]

Hermione terkekeh pelan.

"I'm a Malfoy now," jawab Hermione seraya mengerling jahil.

[Aku adalah seorang malfoy sekarang.]

"Malfoy suits you better indeed," balas Draco angkuh. Hermione memutar bola matanya.

[Malfoy memang lebih cocok untukmu.]

"Lucky me, then," dengus Hermione. Draco terkekeh.

[Aku beruntung kalau begitu.]

"I look forward to falling in love with you over and over and over again each day," tutur Draco seraya tersenyum penuh kasih. Hermione balas tersenyum.

[Aku menantikan waktu untuk jatuh cinta padamu berulang kali setiap harinya.]

"So do I," jawabnya.

[Begitu juga aku.]

-Fin-

___________________________________________

[A/N] Aku udah selesai US hehe. Akhirnya! Btw ini tadi aku gak sengaja baca poem bagus banget karyanya Christopher Poindexter terus jadi kepikiran buat nulis ini hehe. Kalo kalian mau baca aku ada kasih fotonya di atas, aku tulis juga di awal cuma aku ganti subjectnya hehe. Btw ini Draco sekolah di Durmstrang ya gak di Hogwarts jadi mereka gak saling kenal.

Continue Reading

You'll Also Like

452K 8.4K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
68.6K 6.9K 20
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
1M 84.2K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
194K 9.5K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...