Static | DRAMIONE [END]

By royalmudblood

16.6K 2.5K 399

Original story by galfoy. Translated. Pasukan Orde menyelamatkan Draco dan Lucius Malfoy setelah Voldemort me... More

STATIC 1
STATIC 2
STATIC 4
STATIC 5
STATIC 6
STATIC 7
STATIC 8
STATIC 9
STATIC 10
STATIC 11
STATIC 12
STATIC 13
STATIC 14
STATIC 15
STATIC 16
STATIC 17
STATIC 18
STATIC 19

STATIC 3

1K 195 14
By royalmudblood

Aku bakal update random entah hari apa pas translatenya kelar. Yang pasti cerita ini bakal selesai di chapter 21.

A whole concept, plot, and original story by galfoy. All characters belongs to J.K. Rowling. But this translate belongs to me.

____________________________________________________

Hermione sedang duduk di lemari sapu dapur Markas Besar, menyeruput secangkir teh, bertanya-tanya apa yang telah ia lakukan.

Ia setuju untuk menerima mereka. Dua Malfoy yang tersisa. Dua Pelahap Maut yang tidak datang ke Orde karena mereka telah berubah pikiran, atau mendapat pencerahan moral, tetapi karena pihak lain menginginkan keduanya mati. Sesederhana itu.

Ia merasa aneh mendapati Malfoy yang berjanji bahwa dia akan bersikap baik, ia tidak bisa mempercayainya barang sedetik pun. Ia bersungguh-sungguh dengan ucapannya: pria itu tidak tahu bagaimana melakukannya. Dia tidak pernah diajari bagaimana bersikap baik, dan sudah terlambat untuk mempelajarinya sekarang. Malfoy sudah tercemar sampai intinya, bahkan dia yang sekarang jauh lebih buruk daripada saat di sekolah. Setidaknya di sekolah Hermione bisa percaya bahwa dia hanya meniru apa yang diperintahkan kepadanya, bertingkah karena dia menyukai perhatian.

Kali ini sepertinya Malfoy benar-benar percaya apa yang dia pelajari selama melayani Voldemort hanyalah omong kosong. Dia bukan lagi burung beo, dia elang, dan dia masih merindukan kekuatan yang dimilikinya ketika menjadi Malfoy. Hermione tahu dia belum menerima situasinya, fakta bahwa dia menyangkal kematian Ibunya, menutupinya dengan segala hinaan dan kemarahan sebagai bentuk pelampiasan.

Pada akhirnya hal itu akan membuatnya meledak, pikirnya. Ada yang salah dengan otakmu jika kau mengatakan akan kembali ke maniak yang menginginkan kau dan keluargamu mati.

Dan Hermione mengerti segala hal tentang 'memiliki kesalahan pada otak'.

Ia menghela napas, dan menyesap teh mendidihnya, meringis karena lidahnya terbakar. Duduk di lemari sapu dan mendesah pada diri sendiri tidak membuatnya terlihat waras, ia tahu, tapi ia juga tahu bahwa dirinya tidak mungkin merusak citranya lebih dari yang telah ia lakukan. Ia mendengar seseorang berbisik. Ia tahu semua orang mengira dirinya telah 'rusak'. Hermione hanya tidak peduli.

Lagipula mereka tidak salah.

Hermione mengalami saat-saat dirinya sadar, seperti sekarang, memikirkan banyak hal di lemari seukuran peri rumah. Ia bisa mengaturnya di sini, tanpa siapapun di sekitarnya, tanpa ekspektasi orang padanya. Pikiran datang padanya dengan jelas dan saling bersangkutan. Dia hampir bisa berpura-pura bahwa otaknya bekerja sebagaimana mestinya.

Tetapi ketika ia melangkah keluar, orang-orang menatapnya, menghakiminya, mengajukan pertanyaan, seolah-olah pikirannya tenggelam ke dalam statis. Pikirannya tidak lagi jernih, ia tidak berbicara, ia tidak mendengar setengah dari apa yang dikatakan padanya. Dunia luar terlalu besar, terlalu berisik. Otaknya tidak bisa menerima itu. Ia beruntung ia tahu bagaimana merawat diri dengan baik, karena ia bisa mengatur dirinya secara otomatis dan membiarkan tubuhnya bergerak dengan sendirinya. Wash, rinse, repeat. Namun jika membutuhkan pemikiran yang lebih mandiri, ia sama sekali tidak berguna.

Hermione menyesap tehnya lagi, bersyukur tehnya sudah cukup dingin dan tidak membakar lidahnya lagi.

Ia tahu seperti apa jadinya. Orde akan berasumsi bahwa ia memutuskan untuk melakukan hal yang tidak terpikirkan dan menerima keluarga Malfoy ke rumahnya karena Harry dan Ron, karena mereka memintanya. Bukan hanya karena mereka sahabatnya, tapi Orde tahu bahwa mereka juga telah menyelamatkannya setelah insiden itu, begitu mereka menyebutnya. Ia marah karena kata itu begitu sederhana seolah bisa menggambarkan peristiwa yang begitu mengerikan, tapi ia tidak ingin memulai pertengkaran. Sebut saja pembantaian. Sebut saja Holocaust. Tidak perlu membodohinya. Harry dan Ron adalah orang-orang yang menariknya keluar, wajah-wajah pertama yang dilihatnya setelah ia benar-benar kehilangan akal sehatnya, gemetar dan menjerit pilu. Butuh waktu berbulan-bulan baginya untuk bicara lagi, dan bahkan hanya beberapa kata. Ia mulai dengan ucapan 'terima kasih,' dan memperluas kosa katanya sedikit demi sedikit, jika kondisi statis memberinya ruang yang dia butuhkan untuk membentuk kalimat. Harry dan Ron lebih sering mendengarnya berbicara, karena selamanya ia akan berterima kasih kepada mereka atas penyelamatan dirinya. Di luar itu, ia tetap diam.

Namun tetap saja, ia tidak melakukan ini karena mereka memintanya. Hermione melakukannya karena ia memahami motivasi mereka untuk melakukannya, ia memahami ketakutan mereka, karena ia yang membagikannya.

Kondisi statis mengambil alih otaknya secara acak. Hal itu bisa bertahan selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Terkadang, ia bisa tenggelam begitu dalam hingga ia lupa siapa dirinya, di mana ia berada, dan sudah berapa lama ia di sana. Hermione pernah duduk di bak mandi selama satu hari penuh hingga Harry datang dan menariknya keluar, dengan tubuh membiru dan gemetar.

Pada saat ia berada dalam ketiadaan, sebagian otaknya bertindak tanpa sepengetahuannya, seolah saraf pada otaknya bereaksi pada perintah yang entah kapan ia buat. Saat itulah ia mulai membuat ramuan, tidak sepenuhnya sadar, dan meminumnya dengan harapan tidak akan pernah bangun. Ia telah 'dihidupkan kembali' sebanyak tiga kali setelah menelan ramuan tidur yang cukup untuk membunuh seekor gajah, setelahnya Harry dan Ron tidak lagi mengizinkan ia menyimpan barang-barang itu di rumahnya. Mereka memberinya satu dosis setiap hari dan memastikan ia minum sebelum tidur untuk mencegah night terrors datang. Ia merasa diperlakukan seperti anak kecil, tapi ia tahu itu untuk kebaikannya sendiri. Ketika kondisi statis mengambil alih, ia seperti menyerah pada kehidupan. Meski hidupnya kosong, ia belum ingin mati.

Harry dan Ron jelas berharap dengan adanya keluarga Malfoy di rumahnya, akan memberinya cukup banyak hal untuk dikerjakan sehingga ia tidak lagi mencoba untuk bunuh diri. Dan yang lebih aneh, ia setuju. Lucius adalah pria yang kejam, tapi dia tidak benar-benar membuatnya tertekan. Sedangkan Malfoy, kebalikannya, membuat otaknya bekerja. Hermione sudah bicara lebih banyak kepada pria itu daripada yang ia katakan kepada siapa pun selama satu setengah tahun terakhir, ia sendiri juga tidak paham, mungkin karena pria itu selalu membuatnya marah. Jika merawat para Malfoy bisa mencegah kondisinya kembali statis, jika itu bisa memberinya rutinitas, maka ia akan melakukannya. Bukan hanya karena Harry dan Ron meminta, tetapi karena hal itu mungkin saja menyelamatkan nyawanya.

Ketika ia ingin melarikan diri dari keluarga Malfoy, ia pergi bekerja. Ia hanya bekerja setengah hari, menulis mantra untuk Wolfgang Armiste, rekan Orde dan temannya. Ia tahu dirinya selalu melakukan pekerjaan dengan baik, asalkan kondisi statis tidak mengambil alih dan mengubahnya menjadi zombie. Ia sama sekali tidak muncul jika sedang tak sadarkan diri. Wolfgang tidak keberatan, dan tidak pernah mengganggunya tentang hal itu. He looked after her.

Itu bukan pekerjaan biasa— ia tahu dirinya melakukan ini hanya untuk membuatnya tetap fokus dan merasa aman, dan karena Wolfgang tampaknya benar-benar peduli dengan keadaanya. Laboratorium itu aman, tenang, dan ia tidak perlu melihat siapa pun saat bekerja, karena ia diberi ruang sendiri dengan pintu yang terkunci. Ia akan meminta bahan makanan dikirimkan ke lab, jadi ia tidak perlu pergi keluar untuk membelinya. Setiap sore di hari kerja, dia akan pergi ke lab, memeriksa daftar mantra yang harus dilakukan, dan pulang ke rumah untuk makan malam.

Sekarang pagi dan malamnya akan dipenuhi dengan Malfoy pemarah alih-alih ketentraman yang menyesatkan.

Ia menghela napas lagi, menatap teh dinginnya. Apa yang sedang ia lakukan?

____________________________________________________

Ketukan di pintu lemari menyadarkan pikirannya yang berkecamuk.

"Mione? You in there, love?"

Alih-alih menjawab, dia mendorong pintu hingga terbuka dan mendapati Harry bersandar pada bingkai. Rambut hitamnya masih berantakan seperti biasanya, dan mata hijaunya sangat lembut. Betapa pun benci dimanja, dia menghargai kebaikan Harry lebih dari yang bisa dia katakan.

"Hai Harry," katanya.

"Kau tidak harus melakukan ini, you know," katanya pelan.

"Aku tahu. Tapi kupikir itu ide bagus, karena sekarang aku sudah memikirkannya."

Harry mengangguk, dan melihat dari balik bahunya.

"Kalau begitu, bagaimana jika kita mengaturnya di tempatmu? Aku yakin kau akan senang tidak harus datang kembali ke sini."

Gilirannya untuk mengangguk. Dia membenci Markas Besar. Terlalu banyak orang. Terlalu banyak ocehan.

"Apa kau akan baik-baik saja dengan mereka? Aku tahu Lucius hanya membutuhkan perawatan setiap beberapa hari, tapi Malfoy... Yah... Kondisinya terlihat lebih parah."

Dia menedikkan bahu. "It's a bad curse. Kau-tahu-Siapa ingin memastikan dia menderita. Setidaknya dia akan membutuhkan perawatan setiap hari selama satu atau dua bulan ke depan— rasa sakit itu akan kembali kepadanya dengan cepat jika dia melewatkan satu hari saja. Dia hanya memanggilku Mudblood dan menanyakan beberapa pertanyaan acak— it's fine. Cukup bisa ditebak. He doesn't scare me."

Harry mengulurkan tangannya, dan dia meraihnya, bangun dari ember terbalik yang digunakan sebagai tempat duduk. Jemari mereka terjalin dan keduanya berjalan menuju ruangan dimana mereka akan menggunakan floo untuk kembali ke rumahnya.

Malfoy memandangi tangan mereka yang terjalin dengan curiga saat mereka memasuki ruangan. Dia sadar namun tidak peduli. Pria itu bisa memikirkan apa pun yang dia inginkan. Dia tidak perlu izin untuk bergandengan tangan dengan sahabatnya. Menatap sekeliling, dia melihat Ron, Lucius, dan seorang tamu yang tidak disangka akan hadir.

"Wolfgang!" dia berkata sambil tersenyum.

"Hermione," kata pria tinggi dan tampan dengan rambut hitam panjang yang sudah agak beruban, namun dia tidak terlihat lebih tua dari umur tiga puluh lima tahun. Pria itu tersenyum hangat padanya.

Harry mulai berbicara tentang kesepakatan mereka, namun Hermione sudah tidak mendengarkan. Kondisi statis kembali menyelimuti otaknya, membungkam semuanya saat dia membiarkan pikirannya berkeliaran. Samar-samar dia ingat menggunakan floo dan berjalan keluar ruang tamunya. Dia menyadari ada lima pria di sekelilingnya, mendiskusikan peraturan, berkeliling di sekitar rumah, bertukar hinaan yang terselubung. Dia berjalan ke halaman rumahnya dan duduk di rumput, menunggu benang-benang halus meninggalkan pikirannya.

"Earth to Granger," hardik sebuah suara.

Pikirannya kembali. Dia mendongak dan mendapati mata abu-abu tajam Malfoy, menatapnya dengan marah, seperti biasa.

"Bagaimana caramu membeli rumah seperti ini, Granger?" dia mencibir. "Terlalu mahal untukmu, bukan?"

Dia hampir tergoda untuk tersenyum. Tanpa sadar Malfoy sedang memujinya. Benar, dia tidak akan pernah membeli rumah seperti ini, tapi dia tidak akan menolak warisan Anthony.

"Tanya Harry," katanya, berdiri dan kembali ke dalam. Dia pasti sudah lama di luar sana— matahari telah terbenam dan udara mulai dingin. Dia menggigil dan berjalan ke dapur untuk membuat teh.

"I did," katanya dengan marah. "Dia berkata itu bukan urusanku."

Hermione tidak mendengarkan lagi. Dia mengisi ketel, meletakkannya di atas kompor, dan menatap ke luar jendela. What day was it today?

"Mudblood! Sudah kubilang jangan mengabaikanku!" pria itu geram, menghadap Hermione tepat di depan wajahnya.

Dia selalu marah, pikirnya acuh tak acuh.

"I'll remind you of my response last time," katanya dengan tenang, lalu kembali ke kamarnya.

____________________________________________________

Beberapa saat kemudian, terdengar ketukan di pintu.

"'Mione? It's Harry. Ron, Wolf and I are leaving now."

Harry membuka pintu dan mendapatinya terbaring di tempat tidur.

"Aku membawakan ramuan untukmu," tambahnya.

Hermione duduk dan menunggu dia datang. Dia tidak ingin berbicara lagi. Hari ini sangat melelahkan.

Harry menyerahkan botol kecil itu dan dia meminumnya, mengembalikan botol kosong itu ketika selesai.

Mencium keningnya, Harry membisikkan selamat malam, dan menyelipkan selimut di sekeliling tubuhnya saat Hermione mulai tertidur.

____________________________________________________

Harry menutup pintu dengan pelan saat dia meninggalkan kamar Hermione. Wanita itu bisa menggunakan waktu istirahatnya tanpa gangguan setelah menjalani hari yang melelahkan. Memutar-mutar botol di jarinya, berjalan kembali ke ruang tamu, tempat Ron, Wolf, dan dua Malfoy yang menunggunya.

"Right," katanya. "Dia sudah tidur, dan kalian berdua sudah tahu di mana letak kamar kalian. Kami sudah memberi tahu kalian soal ketentuannya— kalian tidak bisa meninggalkan rumah ini bahkan jika kalian mau. Kami menyimpan tongkat sihir kalian, dan bagaimanapun juga bangunan ini sudah dipasangi ward. Dilindungi oleh Mantra Fidelius, juga floo di sini hanya terhubung dengan Markas Besar dan lab Wolf. Meski begitu, hanya Ron, Wolf dan aku yang berwenang menggunakan floo. Siapa pun akan dialihkan kembali ke titik awal mereka kecuali mereka ditemani salah satu dari kami. "

"Pengamanan yang sangat ketat untuk melindungi Mudblood tidak berguna, bukan begitu, Potter?" ejek Malfoy.

Harry melihat Ron tersentak dan secara naluriah mengulurkan tangan untuk menenangkannya. Wolf menegang, menatap Malfoy dengan tatapan mengancam.

"Hermione terms," kata Harry sambil mengedikkan bahu. Dia tahu Malfoy hanya mencoba membuatnya marah, dan dia tidak tertarik untuk meladeninya. "Dia tidak terlalu bisa dipercaya."

Malfoy menatap botol kosong di tangan Harry, otaknya sedang memikirkan sesuatu.

"Apa kau memberinya itu setiap malam?" ia bertanya, merujuk pada botol ramuan kosong.

"Ron atau diriku sendiri, yeah."

"Kau tahu itu bisa membuatnya kecanduan. Sudah berapa lama dia meminum ramuan tidur?"

Harry mendesah. "Itu bukan urusanmu, Malfoy, tapi sekitar satu setengah tahun."

Malfoy tampak marah saat itu juga. "Ramuan itu bisa membuat kecanduan setelah penggunaan beberapa bulan, Potter. Tentunya kau tidak cukup bodoh untuk melupakan hal dasar seperti ini."

"Kami tahu, sialan." kata Ron.

"So you're just feeding her addiction?"

Harry mengangguk, tampak agak kalah.

Malfoy menatapnya dengan bingung.

"Why?"

Harry melirik Ron, mencoba memutuskan berapa banyak informasi yang akan mereka bagikan. Malfoy dan Ayahnya tinggal di sini sekarang... Mereka pasti akan segera mengetahuinya.

"Anggap saja alternatif lainnya jauh lebih buruk," kata Harry. Mengedikkan kepalanya ke arah floo, dia, Ron dan Wolf mulai berjalan menuju perapian.

Wolf tiba-tiba berbalik, melihat kedua Malfoy dengan ekspresi tidak suka.

"Aku yakin kau sudah mendapat peringatan ini dari Harry dan Ron, tapi aku ingin mengulanginya atas namaku. Jika sesuatu terjadi pada Hermione saat kau di sini, aku akan melacakmu, merobek dan mengeluarkan isi perutmu dari tenggorokan."

Dengan anggukan singkat, pria jangkung itu melangkah ke floo dan menghilang dalam raungan api hijau.

Malfoy dan Lucius sama-sama terlihat terkejut.

"Ternyata dia punya klub penggemar," gumam Lucius.

"Yeah," tantang Ron. "She does. Kami akan kembali besok."

Dia dan Harry pergi, meninggalkan kedua Malfoy untuk kembali ke kamar baru mereka.

____________________________________________________

Draco tidur sangat nyenyak. Rumah itu cukup besar, bergaya modern, dan hampir kosong dengan gaya minimalisnya. Bukan tampilan yang ia harapkan dari Granger, ia curiga jika bukan Granger yang memilih rumah ini sejak awal.

Kamarnya memiliki kamar mandi sendiri, dan ia mandi perlahan, menikmati ruang dan ketenangan. Markas Besar sangat berantakan, berisik, dengan satu kamar mandi untuk semua orang di sana. Sungguh menjijikkan dipaksa hidup dalam kemiskinan seperti itu— tempat Granger benar-benar lebih baik. Bahkan manor menjadi penuh setelah beberapa saat, karena semakin banyak Pelahap Maut mulai tinggal di sana dan para Malfoy perlahan-lahan ditendang keluar. Draco tidak bisa memastikan kapan hal itu dimulai. Keadaan semakin buruk sepanjang tahun, sampai jelas baginya bahwa keluarganya dibuang dari kelompok yang mereka bantu wujudkan.

Tapi ia tidak mau memikirkan itu.

Ia membuka pintu lemari barunya dengan heran. Sudah ada pakaian di sini— pakaian pria. Apa ia harus memakai ini? Kualitasnya bagus, tapi gagasan mengenakan pakaian orang asing membuatnya merasa seperti orang miskin. Ia mengenakan celana dan kemeja yang diperolehnya dari Markas Besar. Ini juga bukan miliknya, akunya dengan enggan, tapi setidaknya ia sudah terbiasa dengan ini sekarang. Ia akan mencoba pakaian orang asing itu di lain hari.

Granger sedang di dapur membuat sarapan, dan Ayahnya duduk di depan meja, tampak kesal.

Sebagai sambutannya, Draco hanya menatapnya. Dia balas menatap kosong.

Ia mengangguk pada Ayahnya saat duduk di meja depannya. Yang mengejutkan, sepiring makanan panas diletakkan di hadapannya. Ekspresi kesal Ayahnya menghilang, dan dia melihat makanan itu dengan seksama. Ini memang terlihat menggoda; sosis rebus, telur dan kentang. Draco bertanya-tanya di mana Mudblood ini belajar memasak.

"Anthony meninggalkan rumah ini untukku," kata Granger entah dari mana, dengan suaranya yang tanpa ekspresi.

Kepala Draco tersentak.

"Haruskah kau selalu menjawab pertanyaanku jauh setelah aku bertanya?" ia menggeram.

Dia mengedikkan bahu. "Could just not answer them at all," katanya sambil menggigit buah pir.

Draco benci ini, tapi ia tidak akan memberitahunya. Sebaiknya ia membuat percakapan lain sebelum dia kehilangan akal sehatnya lagi.

"Apakah Anthony adalah Healer yang melatihmu?" ia bertanya, mengamati reaksinya.

Granger mengangguk saat dia menggigit lagi.

"Dan pakaian di lemariku itu miliknya?"

Dia mengangguk lagi, masih tetap mengunyah.

"Mengapa Potter atau Weasley membawakanmu ramuan tidur setiap malam?" katanya, sadar ia terlalu memaksa. Ia melihat Ayahnya mengangkat alis dari seberang meja.

Granger menatapnya sebentar, sorot matanya mati, tapi alisnya mengerut, berpikir.

"Security." dia akhirnya menjawab, lebih tepatnya mengelak. Kemudian dia bangkit, dan meninggalkan ruangan.

____________________________________________________

TO BE CONTINUE

____________________________________________________

I don't ask much from you, VOTE and SHARE that's enough. See ya~

Also, check this very long one shot!

Continue Reading

You'll Also Like

8.5K 4.3K 32
story by : thebrightcity Tahunnya adalah 1931. Egyptomania telah menggemparkan Britania Raya, tidak terkecuali Dunia Sihir. Potter, Weasley, Granger...
167K 17.6K 22
COMPLETED - Semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua bukan? Termasuk Draco Malfoy. Tapi, bagaimana jika ia sudah mendapatkan kesempatan keduan...
1.4K 112 5
Kumpulan oneshot dan cerita pendek Dramione. Jangan lupa baca bab "Kata Pengantar". Credits fanart cover to Avendell.
52.8K 2.7K 16
Asa si cowo broken home, ketemu Raka si ketos dingin sedingin udara di gunung alpen. Dari kejadian bengong sampe ketabrak langsung ngerubah hidup as...