Langkah Per Langkah

By RillaHati

85 18 7

[Sebelum baca, follow dulu akun penulisnya. Terima kasih] Ini kisah tentang seorang gadis yang memiliki tingg... More

1- Sahabat
2 - Yang mengingatkan
4 - Halaman rumah Pasha

3 - Tes olahraga

6 2 2
By RillaHati

Saat ini anak-anak kelas 11 MIPA 4 tengah melakukan olahraga di lapangan. Guru olahraganya bernama Pak Jay, guru olahraga tertampan di Tamani highschool, dan dia juga merupakan Omnya Tisha.

Saat ini mereka tengah dites memasukkan bola basket ke dalam ring, tes ini tidak bisa dianggap mudah, tentunya mereka harus melakukannya dengan teknik yang benar. Jika bola basketnya itu tidak masuk ke dalam ring, sudah dipastikan nilai mereka akan di bawah KKM.

Aku sangat tidak suka dengan pelajaran ini, apa lagi disuruh memasukkan bola basket ke dalam ring, meskipun aku memiliki tubuh yang tinggi, itu tidak menjamin bisa memasukkan bola tersebut.

Andreas, Belsa, Emma, dan Fawaz, sudah melakukan tes, mereka berhasil memasukkan bola basket itu. Aku merasa sedikit tak tenang, ada rasa takut jika tidak tidak berhasil memasukkan bola basket, bahkan sedari tadi jantungku terus berdebar lebih cepat dari biasanya. Meskipun aku sudah menenangkan diri dengan menarik napas, tetapi rasa gerogi itu tak kunjung hilang.

"Yes. Tadi urang bisa dong masukin bola basket. Urang mah yakin da, pasti si Tejo moal bisa," ujar Emma menyindir Tj.

(yes. Tadi saya bisa dong masukin bola basket itu. Aku yakin da, pasti si Tejo enggak bisa)

"Sombong!" Balas Tj.

"Bae weh, saya mah sombong juga karena bisa," ujar Emma lalu memeletkan lidahnya.

(Biarin, saya sombong juga karena bisa)

"Terserah. Tingali engké, pasti nilai urang leuwih alus."

(Terserah. Liat aja Nanti, pasti nilai aku lebih bagus)

"Bertengkar terus kalian berdua. Nanti aku akan menyuruh Om Jay untuk mengurangi nilai kalian!" ancam Tisha yang sudah jengah mendengar keributan itu.

"Licik ih, mentang-mentang Pak Jay teh Om kamu," ujar Emma tak terima.

"Maka dari itu jangan ribut," balas Tisha.

Percekcokan antara Emma dan Tj akhirnya berakhir. Meskipun mulut mereka sudah diam, tetapi tatapan matanya itu saling bertemu, seperti tatapan mata elang yang bertemu dengan musuhnya. Sangat tajam!

Belsa menyenggol lengan Tisha. "Ancaman kamu berhasil juga." Setelah itu Belsa terkekeh.

"Iyalah," ujar Tisha bangga. lalu Tisha beralih menatap Fawaz yang duduk di sebelahnya. "Fawaz. Issho ni ranchi shiyou yo!"

(Ayo makan siang bareng!)

Fawaz menoleh ke arah Tisha. "Gomen, Ikenai to omou."

(Maaf, kayannya gak bisa)

"Nande?" tanya Tisha sedikit teriak.

(Kenapa?)

"Lari, ada wibu," ujar Tj lalu pergi meninggalkan mereka.

Tisha menatap kesal ke arah Tj karena sudah mengganggu obrolannya dengan Fawaz. "Jangan ganggu!"

"Si Tejo mah emang kitu da sikap na téh, sok ngeganggu wae siah," ujar Emma mengompori.

(Si Tejo emang gitu sikapnya, suka ganggu)

"Begitulah kelakuan teman kamu."

"Dih, jadi ka abdi."

(Kok jadi ke aku)

Andreas menoleh ke arahku yang terlihat tidak tenang, seolah-olah dia mengerti dengan apa yang aku rasakan sekarang. "Kenapa?"

Aku menoleh. "Sepertinya aku tidak bisa lulus dari tes ini."

"Jangan pesimis, kamu kan belum mencoba."

"Kamu kan tau, aku tidak menonjol dalam bidang olahraga. Sehabis ini pasti aku akan diejek," ucap Pasha sedih.

"Kenapa diejek? Setiap anak kan kemampuannya berbeda-beda. Terkadang kita harus bisa menerima omongan negatif yang tertuju untuk kita."

"Berarti aku harus mengikuti omongan dari orang lain kalau seperti itu?"

"Tidak semuanya, tetapi beberapa yang menurut kamu baik, itu saja. Terkadang omongan negatif orang bisa membawa sedikit perubahan dalam diri kita, maka dari itu kita harus pintar-pintar memilih. Tetapi jika omongan negatif itu bagi kamu tidak membawa perubahan baik, tidak perlu dimasukkan ke dalam hati, mungkin orang yang berbicara sepertinya sedang iri."

"Andai saja pemikiran semua orang seperti kamu, An. Pasti beberapa orang yang berada diposisiku akan merasa damai."

"Kehidupan tidak akan sedamai itu, Sha."

"PASHA CLARISA. AYO, SEKARANG GILIRAN KAMU!" teriak Pak Jay dari tengah lapangan.

Aku meneguk saliva bulat-bulat.

"Sudah dipanggil. Ayo, kamu pasti bisa," ujar Andreas menyemangati, ia tersenyum tulus.

Aku meneguk saliva untuk yang kedua kalinya. Setelah menarik napas dan menghembuskannya, aku bangkit dari duduk lalu berjalan ke arah Pak Jay.

Setelah berada di samping Pak Jay, aku mengambil bola basket itu lalu  mendribblenya beberapa kali sebelum akhirnya melemparkan bola basket itu ke dalam ring. Setelah dirasa yakin, aku mulai melemparkan bola basket itu, berharap bolanya bisa masuk ke dalam ring.

Beberapa detik kemudian aku menghela napas kecewa, sesuai dugaanku, bola itu tidak masuk ke dalam ring. Tapi untungnya Pak Jay memberikan kesempatan dua kali bagi para murid-muridnya, jadi aku memiliki kesempatan sekali lagi untuk memasukkan bola basket tersebut.

"Ayo, Pasha. Sekali lagi," ujar Pak Jay.

Aku mengambil bola basket itu, lalu melakukan sesuai apa yang tadi aku lakukan. Setelah dirasa yakin, aku mulai melemparkan bola basket itu kembali.

Lagi-lagi aku merasa kecewa, bola itu tidak masuk ke dalam ring seperti sebelumnya.

"Sayang sekali, Pasha. Kamu itu memiliki tubuh yang tinggi, tetapi kamu kalah dengan murid-murid yang tingginya di bawah kamu. Ya sudah tidak apa-apa, lain kali kamu harus lebih keras lagi ya latihannya," kata Pak Jay.

"Baik, Pak," ucapku pelan.

"Sekarang kamu boleh duduk kembali," ujar Pak Jay setelah selesai menuliskan nilai untuk Pasha.

Aku kembali menuju ke tempat duduk yang tadi aku tempati. Seketika tubuhku terasa lemas, banyak kekecewaan yang aku rasakan, semua itu pasti terlihat jelas di raut wajahku.

"Pasha. Semangat ya, ini bukan akhir kok, kan masih ada tes-tes yang lain," ujar Belsa menyemangati saat melihat wajah murung Pasha.

"Benar. Om ku guru yang baik, dia tidak mungkin memberi nilai rapot untuk murid-muridnya di bawah KKM," timpal Tisha.

"Bener tah. Pak Jay mah bageur, jadi santuy weh," ujar Emma.

(Bener tuh, Pak Jay baik, jadi santai aja)

Aku memaksakan senyum dan mengangguk pelan agar terlihat baik-baik saja

***

Pasha tengah berada di kantin Bersama Belsa dan Emma. Teman-temannya yang lain tak tahu pergi kemana, sepertinya mereka sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Ketiga gadis ini tengah memakan bakso.

"Guys. Besok kalian pada jadi kan?" tanya Belsa pada Pasha dan Emma.

"Hayu jeung saya mah," jawab Emma.

(Ayo aja)

"Boleh kok, dateng aja," jawab Pasha.

"Asik. Gue gak sabar nih mau nyobain kue buatannya Tante Nina, soalnya kan udah lama juga gue enggak main ke sana," kata Belsa.

"Pokok na besok maneh kudu nyuguhkeun kue anu loba nya jeung arurang. Komo deui tah aya si Tejo, si Tejo kan culametan," ujar Emma.

(Pokoknya besok kamu harus nyediain kue yang banyak buat kita. Apa lagi ada si Tejo, si Tejo kan culametan)

"Siap. Mimi gue lagi coba-coba buat inovasi baru, nanti kalian bakalan jadi yang pertama nyicipinnya," ujar Pasha.

"Wih. Geus siga tamu spesial wae ey," ucap Emma bangga.

(Wih. Udah kaya tamu spesial aja)

"Gak sabar nih pengen cepet-cepet besok. Gue yakin pasti anak-anak karaokeannya gak jadi, pasti pada makan doang di sana," ujar Belsa mengingat kejadian waktu itu.

"Gapapa kok. Orang-orang di rumah gue itu pada gak suka makan, cuma gue doang tuh yang suka ngabisin makanan, makannya terkadang ada beberapa makanan yang dibagiin," jelas Pasha.

Emma menggelayut di lengan Pasha. "Ayo jadikeun saya saudara tiri kamu, saya mah ikhlas pokok na."

Belsa terkekeh melihat kelakuan Emma.

"Gausah gini juga kali, malu tau diliatin orang," kata Pasha. "Besok gue bungkusin deh makanan khusus buat lo."

Emma malah semakin erat memeluk lengan Pasha. "Pasha emang temen terbaik pokok na!"

"Gue enggak nih?" tanya Belsa cemburu.

"Kasih kue dulu atuh."

Belsa berdecak. "Muji karena ada maunya."

"Ih, Emma mah henteu kitu nya?" tanya Emma pada Pasha meminta pembelaan.

(Emma enggak gitu kan?)

"Enya Emma enya," jawab Pasha dengan bahasa Sunda meskipun terdengar aneh. Karena Pasha memiliki teman yang bisa berbahasa Sunda, Jawa, dan Jepang. Jadi, Pasha juga sedikit paham dengan apa yang diomongkan mereka, begitupun dengan teman yang lain.

(Iya Emma iya)

"Tuh," ujar Emma lalu memeletkan lidahnya ke arah Belsa.

"Kalian tunggu di sini yah, gue mau beli minum lagi," ujar Belsa seraya bangkit dari duduknya.

Pasha dan Emma mengangguk, lalu mereka kembali melanjutkan acara makannya.

Seraya makan, Emma mengeluarkan ponsel dan juga headsetnya untuk mendengarkan musik. Musik yang ia setel itu adalah musik Thailand, lantaran Emma sangat suka dengan film Thailand.

"Lo lagi dengerin musik apa, Ma?"

"Musik Thailand. Kamu juga mau denger?"

Pasha menggeleng cepat. "Enggak deh, lo aja."

"Yaudah kalau lo gamau."

Pasha kembali menggelengkan kepalanya. Selera sahabatnya itu memang aneh-aneh, bahkan hampir berbeda di setiap orangnya. Tetapi mereka tidak pernah mempermasalahkan perbedaan itu, karena perbedaan itulah yang membuat mereka unik. Setiap orang memiliki seleranya masing-masing, jadi hargailah setiap perbedaan itu.

"Tadi waktu pelajaran olahraga, katanya si Pasha gak bisa masukin bola basket ke dalam ring. Aneh banget kan? Dia kan tinggi, harusnya bisa dong," ujar seorang gadis yang duduk di belakang Pasha. Pasha tidak tahu siapa orangnya, ia tidak berani menengok. Ia menajamkan pendengarannya untuk mengetahui setiap penuturan orang-orang yang yang mengghibahkannya itu.

"Masa sih?" tanya temannya.

"Iya. Aneh banget kan, Padahal dia kan tinggi pasti gampang dong buat dia masukin bola itu."

"Emang banyak kurangnya yah si Pasha."

"Bener banget. Olahraga gak bisa, orangnya juga gak terlalu pinterkan. Untung ada yang mau temenan sama di sekolahan ini."

"Kalau gak ada yang mau temenan sama dia, udah deh, blangsak banget hidup dia."

"Eh, udah-udah. itu ada orangnya di belakang lo," bisik salah satu di antara kedua gadis itu ketika menyadari kehadiran Pasha.

"Biarin aja kali, biar dia tau sekalian."

Sakit.

Itu yang Pasha rasakan sekarang. Tak bisakah mereka membicarakan Pasha saat Pasha tidak ada di sini? Itu pasti akan terasa lebih baik bagi Pasha karena ia tidak tahu tentang perkataan-perkataan itu.

Mengapa orang-orang selalu membicarakan kelemahan orang lain? Apakah mereka tidak sadar dengan kelemahan dirinya sendiri? Setiap manusia itu pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, harusnya mereka sadar akan hal itu, dan mereka bisa memaklumi kekurangan orang.

Dan kita juga harus selalu menjaga perkataan kita, jangan sampai kita membicarakan sesuatu yang bisa kita lakukan di depan orang yang tidak bisa melakukan itu.

"Benar kata mereka, gue ini banyak kurangnya. Gue juga pengen dipuji, tapi kenapa pujian itu begitu susah untuk gue dapetin? Kenapa orang kaya gue begitu susah untuk mendapatkan sebuah pujian?" Batin Pasha.


























Jangan lupa vote dan komen yaa^^

Continue Reading

You'll Also Like

3.1M 259K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
2.1M 103K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.6M 220K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
902K 41.6K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...