Wallflower

By sirhayani

806K 113K 23.6K

SELESAI ✔️ "Bersihin semua barang gue yang lo kotorin!" serunya, memandangku dengan mata elangnya. "Sekarang... More

blurb
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37 - END
ekstra part
ekstra part lain
Cerita Lain: Between The Devil and The Deep Blue Sea

16

14.8K 2.7K 741
By sirhayani

wallflower

Aku dan Sandra jarang berinteraksi secara langsung. Cukup ada teman saling kirim pesan itu lebih baik dibanding tidak sama sekali. Bagaimana pun juga, aku menghargai keputusan Sandra. Sandra akan jarang bermain denganku di sekolah karena beberapa temannya terang-terangan tidak menyukaiku.

Tidak apa-apa.

Daripada tidak punya teman sama sekali. Aku bersyukur Sandra dengan senang hati mendekatiku disaat tak ada yang berniat mengajakku bicara di kelas.

Dan sekarang aku harus menepati janjiku, yaitu menemui Kak Daru di ruang khususnya. Namun belum dalam setengah perjalanan, kami bertemu di koridor.

Aku jadi bingung harus mengatakan apa karena dia juga diam. Saat aku baru akan memberanikan diri untuk menyapanya, sosok Gama muncul dari arah yang sama dengan Kak Daru.

Dia berhenti di dekatku dan posisi Kak Daru yang juga sudah ada di dekatku. Tatapannya mengarah kepada Kak Daru, memandangnya tajam. Aku tidak tahu itu adalah raut disengaja atau tidak, tetapi saat wajah itu berpaling kepadaku tatapan tajamnya menghilang.

"Lo harus bantuin gue sesuatu," kata Gama. Berbeda dengan Kak Daru yang belum mengatakan sepatah kata. "Ayo, sini!" serunya, bersamaan dengan dia yang menyambar tanganku paksa.

Aku tertatih dan menoleh, memandang Kak Daru yang hanya diam.

"Gue udah ada janji!" seruku, kesal, saat kembali memandang Gama.

"Janji apaan? Penting nggak?" Dia berhenti dan melepaskan tanganku. Matanya menyipit tajam. "Sama siapa?"

Aku mengambil ponselku yang bergetar. Pesan dari Kak Daru.

Jangan kasih tahu siapa-siapa

Istirahat kedua. Gue tunggu.

"Nggak jadi," kataku. Sementara Gama sempat melirik ponselku, lalu berdecak. Dia kemudian meninggalkanku.

"Ayo, ikut."

***

Aku tidak habis pikir. Kenapa dia menyuruhku mengajarnya perkalian?

Sekarang kami berada di kantin sambil makan camilan. Berada di meja yang cukup untuk dihuni empat orang.

Kupandangi Gama yang sedang bertopang dagu memandangku. Dia lalu menaikkan alis, menungguku menjawab pertanyaannya.

"Lo serius nanya ini?" Aku mendorong tulisan tangan Gama.

9 x 8 =

"Karena gue nggak tahu, kan, makanya nanya," katanya. "Waktu kecil ada penghafalan kali, tapi sekarang gue lupa. Paling susah itu yang itu tuh. Sama 7x8, 6x7, 8x6, Gimana cara ingetnya?"

"Hafal ulang," jawabku. "Atau pakai kalkulator. Atau tambah satu-satu."

"Hem. Males ngafalin," katanya. "Males ngitungnya juga."

"Jangan males, lah." Aku memandang Gama tak habis pikir.

"Kalau ini, bantuin jelasin, dong," Dia mengambil sebuah lipatan kertas dari sakunya, membukanya, lalu mengarahkannya kepadaku. Bentuk aljabar.

9x – 7i > 3 (3x – 7u)

"Pertama, kerja yang di sebelah kanan dulu karena ada yang dalam kurung." Aku mencoret kertas Gama. "3 kali 3x sama dengan 9x dikurang 3 dikali 7u sama dengan 21u. Turunin ke bawah. Satuin yang sesuku. Pindahin 9x yang ini ke kiri, karena pindah jadinya min. Lanjut, lebih besar dari -21u. Yang -7i pindahin ke kanan, jadinya positif. Tambah 7i. 9x kurang 9x, habis. Jadinya 0. Coret. Nih, hasilnya."

Aku menyodorkan kertas milik Gama beserta jawabannya.

0 > - 21u + 7i

Gama mengernyit, terlihat bingung. "Kok hasilnya beda?"

"Beda gimana?" Aku yang bingung. Dia sudah tahu hasilnya? "Oh, ini bisa dikecilin lagi. Cari kalipatan 7 dan 21 yang sama. Karena 7 masuk di kalipatan 21 dan 7 juga masuk dalam kalipatan 7. Maka, 21 dibagi 7 sama dengan 3. 7 dibagi 7 sama dengan 1. Satunya nggak usah tulis, jadinya ini."

0 > -3u + i

Gama mengernyitkan dahi saat melihat jawabanku. Dia mengeluarkan ponselnya dan membaca sesuatu. "i tanda ke sana tiga u," katanya sambil menggerakkan tangan ke kiri.

"Mungkin maksud lo ini?" tanyaku sambil melanjutkan coretan. "Pindahin i ke kiri, jadinya min. Hasilnya. -i lebih besar dari - 3u. Kalau maksud lo hasilnya nggak ada min, ubah aja lebih besar dari jadi lebih kecil dari. Kayak gini. i lebih kecil dari 3u."

i<3u

"Anjir beneran jawabannya!" Dia berteriak sampai semua menoleh kaget. "Jingan."

Kenapa dia sampai heboh? Kupandangi kertas itu dan melihat sesuatu yang aneh.

Aku menyipit. "Kok mirip I love you?" Lalu kutatap Gama yang langsung berpaling.

"Bukan rencana gue, kok." Suaranya berubah datar. Dia bicara tak mau memandangku, tak seperti sebelumnya yang selalu memandang seolah menantang. "Si Tai Han yang nyaranin. Katanya mau lihat seberapa pinter lo jawab. Gue nggak tahu apa-apa."

Aku masih memandang Gama yang sedang bertopang dagu dengan satu tangannya, lalu dia menoleh.

"Jadi, jawabannya I love you, ya?" tanyanya, sangat santai. Sampai orang di belakangnya menoleh kepada kami penasaran.

Aku jadi merasa aneh Gama mengatakan itu sambil memandangku. "Lebih tepatnya i lebih besar dari 3u," balasku.

"Bukannya lebih kecil dari?"

"Eh?" Aku gelagapan memandang wajah seriusnya. "I—iya. Lagi nggak fokus," kataku sambil menunduk pelan.

***

Istirahat kedua berlangsung dan aku benar-benar menghampiri Kak Daru di ruangannya.

Aku diam kaku di atas kursi yang agak tinggi sampai satu kakiku rasanya pegal karena menggantung. Kak Daru bilang posisi duduknya seperti ini. Dia masih menyiapkan peralatannya dan entah akan memakan waktu berapa lama sampai selesai.

Kak Daru lalu menuju pintu, menguncinya dari dalam. Aku hanya memandangnya dalam diam. Sebenarnya, aku agak tidak nyaman hanya berdua di ruangan yang bahkan tidak banyak siswa-siswi lain tahu.

Namun, Kak Daru adalah kakak Sandra. Itu yang membuatku tak perlu bertanya-tanya kenapa dia harus mengunci pintu. Mungkin saja agar tidak ada yang masuk tiba-tiba dan mengganggu aktivitasnya? Tapi siapa juga yang akan masuk tiba-tiba? Bukankah ini ruang khusus Kak Daru?

Kak Daru kembali ke tempatnya, duduk sembari mengambil alat menggambar. Pandangannya lalu mengarah kepadaku.

Rasanya sangat canggung karena kami sama-sama jarang bicara.

"Coba buka kacamata lo."

Aku menurut. Mungkin seperti waktu itu?

"Kalau kepangan rambut lo dibuka gimana?" tanyanya, membuatku agak kaget mendengarnya. "Gue pengin ngelukis dengan gaya baru."

"Nggak." Aku menggeleng kencang. "Bukannya Kak Daru pengin ngelukis karena gaya rambut gue yang unik? Lagian kalau dibongkar, gue nggak bisa ngepang sendiri."

"Nanti gue bantuin," katanya cepat.

Aku kembali menggeleng, lalu Kak Daru berdiri dari kursinya dan berjalan ke arahku. Aku tak bisa melakukan apa pun. Seluruh tubuhku kaku saat tangannya menarik dua ikatan di rambutku secara langsung.

Aku tidak tahu kenapa tak bisa bersuara. Bahkan tak bisa menolak. Hanya ada rasa terkejut, bingung, dan khawatir. Kak Daru menyisir rambutku dengan jarinya sambil memandangku.

Dia tersenyum tipis. Sangat tipis. "Bakalan jadi karya paling menarik."

Aku memundurkan kepala pelan-pelan, lalu memalingkan wajah. Dia kembali duduk di tempatnya sambil memandangku intens. Belum sempat menorehkan pensil, pintu diketuk beberapa kali. Aku melihat ke pintu, lalu memandang Kak Daru yang terdiam tidak lebih relaks dari sebelumnya.

"Kalau itu Sandra jawab aja apa adanya," kata Kak Daru sambil melangkah ke pintu.

Saat pintu terbuka, bukan Sandra seperti yang Kak Daru khawatirkan. Melainkan seseorang yang aku yakin adalah cowok, tapi gesture tubuhnya tidak asing. Aku tidak bisa melihatnya karena terhalang oleh sedikit pintu.

"Ada urusan apa?" tanya Kak Daru dingin, lalu tiba-tiba pintu ditendang. Tangan Kak Daru yang sebelumnya memegang pintu jadi tersentak. "Lo mau cari gara-gara, ya?"

"Ah, tai." Aku melihatnya dengan jelas. Dia Gama. "Bukannya lo yang cari gara-gara duluan, ya?"

Gama melongokkan kepala, lalu membelakan mata sebentar saat memandangku. Raut wajahnya berubah semakin kesal. Dia membuka semua kancing bajunya sampai membuatku dan Kak Daru heran.

"Minggir, tai." Cowok itu melewati Kak Daru dengan kurang ajar sampai Kak Daru terlihat menahan kekesalan. Gama menenteng seragam putihnya yang sudah dia buka, sembari terus berjalan ke arahku hingga berhenti di hadapanku.

Aku diam di situasi yang membuatku bingung. Aku sampai tidak bisa berkata-kata. Gama mengambil kacamata dan karet rambutku, lalu dia mengarahkan seragamnya ke atas kepalaku. Menutupinya.

"Ayo pergi dari sini."

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Continue Reading

You'll Also Like

5.6M 378K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
79K 6.4K 43
[𝐅𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐝𝐮𝐥𝐮 𝐲𝐮𝐤 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐛𝐚𝐜𝐚, 𝐲𝐚? ] ⚠⚠⚠Sorry for harsh words⚠⚠⚠ ••••• "Bukankah antagonis memang ditakdirkan untuk antagon...
2.3M 126K 61
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
572K 93.2K 38
Kamu sempurna jika bersama orang yang tepat. ••• Sequel Langit Dara!