SINGASARI, I'm Coming! (END)

By an11ra

2M 315K 47.9K

Kapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan... More

1 - PRESENT
2 - PRESENT
3 - PAST
4 - PAST
5 - PAST
6 - PAST
7 - PAST
8 - PAST
9 - PAST
10 - PAST
11 - PAST
12 - PAST
13 - PRESENT
14 - PAST
15 - PAST
16 - PAST
17 - PAST
18 - PAST
19 - PAST
20 - PAST
21 - PAST
22 - PAST
23 - PAST
24 - PAST
25 - PAST
26 - PAST
27 - PAST
28 - PAST
29 - PAST
30 - PAST
31 - PAST
32 - PAST
33 - PAST
34 - PAST
35 - PAST
36 - PAST
37 - PAST
38 - PAST
39 - PAST
40 - PAST
41 - PAST
42 - PAST
43 - PAST
44 - PAST
45 - PAST
47 - PAST
48 - PAST
49 - PAST
50 - PAST
51 - PAST
52 - PAST
53 - PAST
54 - PAST
55 - PAST
56 - PAST
57 - PAST
58 - PAST
59 - PAST
60 - PAST
61. PRESENT
62. PRESENT
63. PRESENT
64. PRESENT
65. PRESENT AND PAST
66. BONUS PART
DIBUANG SAYANG
JANGAN KEPO!!!
HADEEEH

46 - PAST

28.5K 4.3K 1K
By an11ra

"Raden... Raden Panji... Anda dengar kata - kata hamba?" tanya Rengganis sambil menggoyang - goyangkan tangannya di depan wajahku dan membuat aku tersadar dari ingatan lamaku.

"Ck, tidak perlu kau dekatkan tanganmu seperti itu, apa kau mau mencekikku, hm?" balasku seadanya.

Melotot memandangku lalu kembali duduk bersimpuh di tempatnya semula "Berapa kali hamba harus bilang pada Raden bahwa hamba bukan pembunuh!"

"Memang, kau bukan pembunuh. Aku yang pembunuh. Ck, bahkan aku tak ingat pasti berapa orang yang telah terbunuh olehku. Hmm... mungkin puluhan atau bahkan ratusan orang. Aku rasa banyak sekali walau jujur aku tidak pernah berniat menghitungnya."

Mengerutkan dahi sebelum berkata, "Bagaimana bisa Raden berkata begitu santai tentang pembunuhan? Makin hari, Anda membuat hamba semakin takut."

"Aku hanya ingin kau mengerti kenyataan yang ada di depanmu. Siapa aku dan bagaimana kehidupanku, itu saja tidak lebih." jawabku santai sambil kembali mengunyah nasi "Tadi kau bilang mau bertanya dan meminta sesuatu." Menelan makananku sebelum melanjutkan "Pertanyaan dulu kalau begitu. Apa yang ingin kau tanyakan, Rengganis?"

"Ini?" tanyanya sambil mengangkat tangan kanannya tinggi - tinggi.

Melirik sekilas ke arahnya "Terlihat bagus di jarimu!"

Dia berusaha membukanya namun kesulitan "Auww... panas. Cincin macam apa yang Raden pasangkan di jari hamba? Raden ingin membuat kulit hamba gosong?" ucapnya sambil meniup - niup cincin yang melingkar di jari kelingkingnya.

"Pakai saja dan jangan melepasnya maka cincin itu tidak akan melukaimu!"

"Kenapa pula hamba harus memakaianya?"

"Karena itu perintah dariku!" jawabku cepat.

Memang tadi aku memasangkan sebuah cincin di jarinya ketika dia ketiduran di kamar Reksa. Tidak mungkin aku beritahu kegunaan cincin batu itu padanya. Reksa juga memakai cincin serupa dengannya. Paling tidak dengan begitu aku bisa tenang dan tidak begitu mencemaskan mereka. Semoga dia juga tidak lama marah atau mendiamkanku seperti istriku saat dulu aku memasangkan cincin semacam ini pertama kali di jarinya.

"Tapi hamba tidak mau, Raden!" balasnya tampak geram.

Nah kan, benar dugaanku dia marah juga. Semua perempuan sama saja ternyata. Tetapi kali ini, jika dipikir - pikir mana ada rakyat jelata yang sekurang ajar dia? Sejak dahulu dia selalu membangkang padaku. Walau matanya kelihatan segan tetapi mulutnya sangat berani. Seharusnya dia bersujud karena mendapat hadiah, tapi kenyataannya tidak demikian. Sebenarnya aku jatuh cinta pada perempuan macam apa?

"Kenapa tidak mau? Kau ingin aku berikan cincin perak atau emas begitu?" tantangku karena mungkin saja dia ingin perhiasan lain dariku. Perempuan dan perhiasan sepertinya tak dapat dipisahkan.

Terkekeh pelan sebelum menjawab, "Bukan cincinnya yang jadi masalah. Jikapun Raden memberikan cincin berlian sekalipun, hamba juga tetap akan menolak. Hamba tidak berhak dan hamba juga bukan siapa - siapa bagi Raden. Terlebih hamba tak begitu suka perhiasan."

"Berlian itu apa?"

"Ck, bukan di situ intinya. Pokoknya hamba tidak ingin ada hubungan apapun dengan Raden. Hamba hanya ingin bekerja dan hidup tenang di sini!"

Memandang matanya guna mencari keraguan di sana "Kau tidak ingin memiliki hubungan denganku, begitu? Bagaimana jika aku yang ingin memiliki hubungan denganmu, Rengganis?" tanyaku keras kepala.

Pura - pura tuli akan pertanyaan yang aku lontarkan, dia malah berkata, "Tolong katakan bagaimana caranya agar cincin ini terlepas dari jari hamba, Raden Panji Kenengkung yang terhormat?"

Berhenti makan lalu menghembuskan napas pelan sebelum menjawab, "Cincin itu milikku, jadi hanya aku yang bisa membukanya atau cincin itu bisa kau lepas sendiri ji_____ "

Memotong ucapanku "Tidakkah Raden mendengar yang hamba katakan tadi, cincin ini tidak bisa hamba lepaskan... auww..." ucapnya terhenti karena sepertinya cincin khusus itu memanas, sebab dia sekali lagi berusaha melepasnya.

"Dengarkan kata - kataku hingga selesai Rengganis!" menggeleng - gelengkan kepala melihat sikap konyolnya itu. "Berhenti! Kau bisa kesakitan!" ucapku memperingatinya karena untuk yang ketiga kalinya dia mencoba membuka cincin itu lagi. Dia menghentikan gerakannya dan tentu aku dihadiahi dengusan darinya.

"____" tak ada jawaban dari dirinya, namun dari raut wajahnya aku tebak dia sedang mengumpatku di dalam hati.

"Hanya aku yang bisa melepaskannya atau cincin itu akan mudah dilepaskan jika aku sudah mati, Rengganis!" ucapku tenang sambil memandangnya tentu sambil menikmati raut wajahnya yang berubah menanggapi perkataanku.

"Tidak lucu, Raden!" balasnya dan bolehkan aku sedikit senang ada kekhawatiran dari wajahnya.

Kembali memakan nasiku lagi kemudian berkata, "Sebenarnya ada cara ketiga yang lebih mudah untuk melepaskan cincin itu."

"Benarkah? Bagaimana caranya, Raden?" tanyanya berubah bersemangat.

Sebenarnya dia perempuan macam apa? kenapa suasana hatinya berubah cepat bagai angin? Sungguh kadang aku dibuat takjub sekaligus heran karena keanehan seorang Rengganis.

Mengeleng - gelengkan kepala sebelum menjawab, "Potong saja jarimu Rengganis! Dengan begitu kau tidak lagi memakai cincin itu."

Mendengus sebelum berkata, "Raden ingin hamba tidak punya jari kelingging lagi, begitu?" Matanya melebar ngeri menanggapi ucapanku.

"Tentu saja tidak, karena tanpa jari yang lengkap akan sangat tidak nyaman saat aku ingin menggenggam tanganmu, Rengganis!" jawabku sambil menyeringai memandangnya.

"Hamba sudah peringatkan, jangan berbicara hal yang dapat membuat orang lain salah paham, Ndoro," jawabnya segera untuk mengejekku walau diapun tidak bisa menyembunyikan semburat merah di pipinya.

"Memang siapa yang salah paham, hm?" tanyaku sambil memandang wajahnya lekat dan tentu membuat dia makin salah tingkah.

Jujur, menggodanya adalah hiburan tersendiri bagiku. Aku juga yakin dia memiliki perasaan yang sama denganku. Namun selain keras kepala dia juga memiliki pandangan hidup yang aneh menurutku. Tapi aku juga sama keras kepalanya, jadi kita lihat saja dia yang kalah atau aku yang menyerah.

"Ck, Tetu saja para pelayan lain dan bagaimana jika ada yang mengatakan pada istri Raden. Coba berpikir dari sudut pandang seorang istri, nanti Raden akan mengerti betapa sakit hatinya jika punya suami macam Raden," jawabnya bersungut - sungut.

"Ckckck, Dasar tidak sopan!"

"Hamba tadi pagi melihat istri Raden!"

Mengerutkan dahiku sebelum bertanya, "Kau melihat istriku? Di rumah ini?"

Memutar bola matanya malas "Kan hamba sudah bilang begitu tadi, Raden. Iya, tadi pagi hamba melihatnya di sini."

"Hmm... begitu."

"Dia cantik dan seharusnya Raden bersyukur memiliki istri yang cantik dan muda begitu."

Apa katanya tadi? cantik dan muda? Dia sedang menyindirku rupanya, "Apa kau berharap istriku adalah nenek - nenek, Rengganis?"

"Iya!" jawabnya tambah kurang ajar.

Tapi apakah itu tandanya dia sedang cemburu? Memikirkannya saja sudah membuat bibirku tertarik ke samping membentuk senyuman. Kadang ada kesenangan tersendiri saat melihatnya kesal. Apakah aku semakin tidak waras? Ck, sepertinya iya.

"Hmm... Jika istri pertamaku sudah tua apakah kau bersedia menjadi istri mudaku, hm?" tanyaku menantangnya dan kini wajahnya makin memerah tapi bukan karena malu lagi melainkan marah. Menarik...

"Tidak dalam seribu tahun sekalipun!" jawabnya yang terlihat kesal.

"Bagaimana jika aku tetap akan mengejarmu walau seribu tahun telah berlalu, hm?"

"Hamba bukan Dayang Sumbi yang awet muda. Hamba hanya manusia biasa dan bukan siluman. Sebelum seribu tahunpun hamba pasti sudah keriput dan meninggal."

"Siapa Dayang Sumbi? Temanmu?"

"Hadeeeh, sebenarnya kita ini membicarakan apa sih, Raden? Lebih baik berhenti di sini karena sama saja membuang - buang waktu Raden yang berharga!"

"Hahaha... Tapi luar biasa sebenarnya, padahal baru beberapa hari dirimu berada di rumah ini tapi kau bisa melihatnya," ucapku lalu menyuapkan nasi lagi ke mulutku dan mengunyahnya perlahan sebelum berkata "Aku saja sudah lama tidak melihat istriku di rumah ini."

"Ck, itu karena Raden jarang pulang ke rumah! Makanya jika ada masalah itu diselesaikan. Jika ada salah paham, ya dijelaskan hingga paham. Jika hubungan memburuk itu diperbaiki, bukannya malah mencari pengganti, Ndoro!" ucapnya dengan mata menyipit memandangku kesal.

"Kau sedang menasehatiku, Rengganis. Aku ingin mengingatkanmu bahwa aku yang majikan di rumah ini!"

"Iya, tentu saja Ndoro Panji Kenengkung yang terhormat," balasnya segera "Siapa juga yang ingin jadi majikan?" lanjutnya dengan suara amat pelan walau aku masih tetap bisa mendengarnya.

"Kenapa masalah jadi melebar ke mana - mana, Rengganis? Lebih baik katakan permintaanmu, cepat!"

Heran, kapan aku bisa menang melawannya? Dia selalu punya seribu satu jawaban untuk menentangku. Kadang aku takjub dan tidak menyangka dia bisa terpikir ke arah sana. Jujur, baru kali ini aku dibuat pusing karena seorang perempuan. Oh Dewata...

"Itu___"

Memotong ucapannya, "Seperti yang aku bilang sebelumnya bahwa aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu jika kau ingin kembali bekerja di istana Pangeran Anusapati," Menghembuskan napas pelan sebelum melanjutkan, "Mungkin tidak dalam wantu dekat karena_____"

Gantian dia yang memotong ucapanku "Siapa juga yang ingin kembali ke istana, Raden."

Kata - katanya tak urung membuatku tersenyum, namun tak lama. Aku sebenarnya agak curiga bagaimana hubungan antara Rengganis dengan Pangeran Anusapati? Semua orang pasti juga menyadari ada yang tidak biasa terjadi pada mereka. Aku juga merasa telah mengkhianati Pangeran Anusapati karena membawa Rengganis ke sini. Walaupun demikian, aku tidak bisa tutup mata melihat perempuan yang kucintai ini terluka di istana.

Bertanya padanya langsung adalah cara termudah tapi aku takut mendengar jawabannya. Tetapi cinta tak pernah bisa dipaksa bukan? Seperti janjiku pada Pangeran Anusapati beberapa hari lalu, aku akan mengembalikan Rengganis ke sisinya jika situasi di istana sudah aman.

Itu mungkin hanya alasanku atau malah caraku untuk mengulur waktu saja. Tetapi laki - laki mana yang rela kehilangan perempuan yang dicintainya tanpa berusaha terlebih dahulu. Menyerah sebelum berjuang, bodoh namanya. Aku pastikan aku bukan manusia bodoh.

Manusia itu yang dipegang kata - katanya, jadi aku akan menepati janjiku. Aku sadar rasanya berat saat harus melihat dia bersama laki - laki lain. Walau pasti kuterbakar cemburu tapi dia tetap ada di sanakan. Masih terjangkau oleh pandangan mataku.

Paling tidak jika tak bisa bersama dengan perempuan yang aku cintai, tapi aku masih bisa melihat dan menjaganya dari jauh. Itu lebih dari cukup bagiku. Namun semoga... semoga yang kupikirkan dan kutakutkan tidak terjadi sama sekali.

Aku tahu Pangeran Anusapati mengalami ketidak adilan sejak kecil. Itu juga alasan aku melindunginya dengan sepenuh tenaga. Mengajarkan segala hal yang dapat digunakannya untuk mempertahankan hidupnya sendiri, karena tidak selamanya aku bisa mendapinginya.

Jujur, aku tidak habis pikir mengenai sikap Kakak angkatku Ken Arok terhadap putranya satu itu. Akalku kadang merangkai kecurigaan - kecurigaan tertentu tapi tak pernah ingin aku selidiki lebih jauh. Jika benar prasangkaku itu, berarti bukan menyelesaikan masalah tetapi justru makin memperkeruh masalah. Bagaimanapun aku tetaplah orang luar di antara mereka.

Menghembuskan napas pelan "Tidak perlu berputar - putar lagi, katakan apa permintaanmu itu, Rengganis!" ucapku sambil meminum wedang jahe dalam cangkir karena nasiku lenyap dan sudah berpindah tempat ke perutku.

"Hmm... ini bukan istanakan? Jadi... jadi bolehkan hamba... hamba tidak mengenakan pakaian_____"

"Uhuuuuk... Uhuuk... Uhuuk..." aku tersedak tiba - tiba dan rasanya dua kali menyakitkan karena panasnya jahe seakan membakar tenggorokanku. Sialan sekali... sebenarnya Rengganis perempuan macam apa?

Seakan belum cukup menyiksaku dia kini menepuk - nepuk pelan punggung belakangku, "Hati - hati Raden, hamba sudah bilang lebih baik Raden makan dulu hingga selesai baru hamba akan mengatakan pertanyaan ataupun permintaan hamba!" ucapnya jengkel.

Hei... kenapa dia yang jengkel? Seharusnya aku yang jengkel di sini. Menangkap sebelah tangannya sebelum terlambat sambil meredakan batukku, "Be___berhenti Rengganis. Aku tidak apa - apa, jadi kembali ke tempatmu, SE - KA - RANG!" perintahku sambil melotot ke arahnya dan tetap berusaha menahan batuk.

Menghembuskan napas pelan sebelum berkata, "Baik Raden Panji tapi tolong lepaskan tangan hamba dulu," memberi isyarat ke arah tangannya yang sedang kucekal.

Buru - buru melepaskan tangannya dan memperhatikan dirinya yang kembali bersimpuh di lantai. Jujur, kadang aku ingin mencekik perempuan satu ini. Kenapa pula dia tidak pernah bisa mengatur kata - kata yang keluar dari mulutnya? Heran...

"Rengganis, bisa tidak kau berpikir dulu sebelum mengatakan sesuatu, apalagi perkataan yang menyangkut hal tabu untuk dibicarakan!" ucapku mencoba sabar.

Dahinya berkerut "Hal tabu?" menepuk dahinya pelan lalu berkata, "Astaga... itu bukan hal tabu, tetapi Raden menghentikan perkataan hamba di tengah - tengah. Bukan salah hamba jika Raden salah paham dan malah berpikir yang tidak - tidak." jawabnya sambil menahan tawa.

Rahangku nyaris jatuh ke lantai mendengar perkataannya, apa katanya tadi? Aku yang salah? Mengalihkan pandanganku darinya yang sedang memaju - majukan bibirnya sepertinya juga mengumpatku di dalam hati. Anehnya melihat dia selalu membuatku kehilangan pengendalian diri.

"Jelaskan maksud perkataanmu tadi!" perintahku sambil bersandar di kursi untuk menenangkan diri.

"Maksud hamba, di istana ada aturan mengenakan pakaian. Nah, karena sekarang hamba bekerja di rumah Raden... Hmm... maka bolehkan hamba memakai pakaian seperti yang dikenakan Mbok Sinem dan Mbok Jum? Begitu maksud hamba tadi, Raden Panji Kenengkung."

Benar, ternyata aku yang berpikir yang tidak - tidak. Tapi tunggu dulu, aku ingin memastikan sesuatu jadi aku memandang ke arahnya lagi "Kau tahu, jika pakaian itu biasanya digunakan oleh orang tua? Bukannya gadis - gadis memang menggunakan pakaian seperti yang kau pakai saat ini?"

"Benarkah? Berarti pakaian seperti itu tidak boleh hamba gunakan, Raden?" tanyanya yang tentu membuat dahiku berkerut heran. Perempuan ini sebenarnya berasal dari mana?

"Kau sudah menikah, Rengganis?" tanyaku memastikan kecurigaanku yang lain. Siapa tahu suaminya dulu melarangnya? Walau tentu dengan jantung yang berdetak semakin cepat karena berharap jawabannya TIDAK. Jika sebaliknya maka... Ah, entahlah...

"Belumlah, Raden. Tapi benarkah hamba tidak boleh memakai pakaian seperti yang dikenakan oleh Mbok Sinem?" tanyanya sekali lagi untuk memastikan.

Jantungku rasanya kembali tenang mendengarnya. Mengatur napas sebelum berkata, "Bukannya tidak boleh, hanya tidak biasa saja, Rengganis."

"Berarti hamba boleh mengenakan pakaian itu, Raden?" tanyanya penuh semangat.

Sebenarnya aku senang dia mengenakan kebaya lurik tertutup jadi orang tidak akan melihat kulit badan Rengganis yang... Ah, lebih baik tidak aku pikirkan karena membuatku tambah pusing "Boleh, pakai saja pakaian seperti itu!" jawabku cepat.

Tersenyum senang sebelum berkata, "Terima kasih, Raden Panji Kenengkung."

Kembali mengalihkan pandanganku darinya dan bersandar ke kursi lagi "Memang menurutmu pakaian itu lebih bagus atau bagaimana?" tanyaku asal karena sepertinya otak perempuan satu ini berkebalikan dengan perempuan biasa.

Berdecak sebelum menjawab, "Bukan begitu, Raden. Jujur, memakai pakaian seperti yang hamba kenakan saat ini membuat hamba kedinginan. Apalagi di malam hari seperti sekarang, rasanya ding_______ "

Segera memotong ucapannya "Rengganis - kembali - ke - kamarmu, Sekarang!"

"Tapi, Raden?"

"SE - KA - RANG!!!" ucapku dengan menggemeretakkan gigi menahan geram.

"Iya... iya, Kenapa sih Raden Panji Kenengkung marah - marah terus pada hamba? Tentu hamba akan pergi tapi hamba harus membereskan piring, cangkir dan kendi itu dulu, sebelum pergi." balasnya segera sambil bangun dari duduknya dan bersiap mendekatiku.

"TIDAK PERLU! Pergi ke kamarmu sekarang atau kau akan ME - NYE - SAL!" perintahku segera sebelum aku benar - benar kehilangan pengendalian diriku dan melakukan apa yang terbayang di otakku.

Rengganis kemudian berhenti melangkah dan berbalik pergi tentu dengan decakan yang terdengar kesal. Seharusnya aku yang kesal, bukan sebaliknya. Sepertinya mulai sekarang hidupku di rumah ini tidak akan tenang lagi.

Oh Dewata, benarkah keputusan hamba untuk membawanya ke rumah ini?

Perempuan ini membuat otakku berpikir yang tidak - tidak.

Aku butuh arak!!!

Aku butuh arak!!!

-----------------Bersambung ------------------

11 April 2021

--------------------------------------------------------


Sekalian aku ucapkan
Selamat menjalankan ibadah puasa bagi umat muslim.

Semoga diberi kekuatan, kesehatan dan tentu kebahagiaan bukan hanya buat umat muslim tetapi juga semua orang di dunia ini.
Tanpa atribut apapun kita ini kodratnya sama - sama manusia
dan setiap nyawa manusia berharga

Aku juga minta maaf jika ada
kata - kataku yang menyinggung dan menyakiti
Entah nggak sengaja, tapi seringnya memang SENGAJA sih
(Kalau minta maaf mesti jujur... Iya kan)


Bye Readers

。・* .゚☆ ᕦ(。•́‿•̀。)ᕤ ☆゚.*・。

Continue Reading

You'll Also Like

1.3K 108 35
Bagimana jika kamu yang awal nya takut dengan pria yang hanya bisa kamu lihat tetapi semakin berjalan nya waktu kamu malah mecintainya. Pria itu t...
DICE By 𝓲𝓭𝓷

Teen Fiction

852 210 8
Nusaraja telah memilih. Permainan akan dimulai. Siap melempar dadu? °°°°° start: 05/07/23 finish: ©Wafellocream, 2023.
516K 54.3K 31
Dewi Kirana Candramaya, namanya. Gadis pindahan dari Jakarta yang sama sekali tidak menyukai pelajaran Sejarah, tiba-tiba muncul di masa kerajaan agr...
964K 64.3K 72
" hamba benci... pada ayah hamba yang mengirim hamba ke istana, Jeonha.. kau begitu penuh dengan kebencian, hamba... hanya melindungi apa yang hamba...