About Naura

By Plutozhcy

17.9K 2.2K 479

Ini tentang Naura, si gadis bulan yang hidupnya dipenuhi oleh sayat dan goresan. Tentang gadis yang menelusur... More

Prolog
01• Dear Ayah ☪︎
02• Bulan ☪︎
03• Hati Yang Memilih ☪︎
04• Jadian!? ☪︎
CAST
05• Im (not) Fine ☪︎
06• Hukuman ☪︎
07• Marah ☪︎
08• Kecewa ☪︎
09• Iya Gak Papa ☪︎
10• Tak Dianggap ☪︎
11• Telah Hancur ☪︎
12• Percekcokan ☪︎
13• Makam Bunda ☪︎
14• Senja Dan Harapan ☪︎
15• Detak Jantung ☪︎
16• Pemandangan Menyakitkan ☪︎
17• Hanya Mimpi ☪︎
19• Masa Lalu ☪︎
20• Gausah Alay! ☪︎
21• Kembali ☪︎
22• Ibarat Kaca ☪︎
23• Dua Hati ☪︎
24• Sesak ☪︎
25• Di dekatmu ☪︎

18• LO!? ☪︎

358 52 7
By Plutozhcy

Naura berjalan sedikit tergesa-gesa. Lima belas menit lagi gerbang akan ditutup, sebab itulah Naura berjalan sedikit berlari.

Uang untuknya naik angkutan umum harus ia tabung untuk membeli buku yang harganya 320.000. Sangat mahal menurut Naura.

Tangannya memegang kotak bekal. Untuk siapa lagi jika bukan untuk Gibran.

Helaan nafas lega baru saja keluar dari mulut Naura. Melangkahkan kakinya santai tak lupa sesekali menyapa temannya yang kebetulan lewat dihadapannya.

"Dor!" Naura terkejut, hampir saja ia menjatuhkan kotak bekal untuk Gibran.

Dia Luna. Gadis yang baru saja digendong oleh Gibran, dan asik bercengkerama ria di Taman

Naura menatap Luna dan berlagak sebal. Walau di hatinya ada sedikit rasa yang menjanggal ketika mengingat kejadian kemarin. "Ck! Kebiasaan deh!"

Luna terkekeh dan menatap benda yang setiap hari Naura pegang. "Cie buat siapa tuuh," goda Luna mengetuk-ngetuk tutup kotak bekal Naura.

Naura menjauhkan sarapan pagi untuk Gibran dari tangan Luna. Menatap Luna sinis dan mencibir, "buat kak Gibran lah! Siapa lagi." Ketusnya tanpa sadar.

Luna mengeriyit heran. Tak seperti biasa Naura se-sensitif ini. "Lo kenapa dah?"

Naura menggeleng. "Ah nggak, gue duluan ya."

"Eh bentar!" Luna menahan tas milik Naura hingga gadis itu mundur beberapa langkah. "Apa lagi sih?"

"Hehe, PR Fisika gue belom, gue mauー"

"Ambil sendiri di tas. Jangan buka aneh-aneh!" Sela Naura dan nada peringatan diakhir kalimat.

"Yes! Lo emang ter the best deh! Oke sip, thank you. Sana ngapel ke mas pacar. Byee!" Luna langsung berlari mendahului Naura yang mengeluarkan sumpah serapah pada Luna.

"Nyebelin lo!" Teriaknya.

Naura yang ingin menuju roftoop harus ia urungkan karena ada hasrat ingin membuang sesuatu. Ia berbelok berlawanan arah dari kelas Gibran untuk sampai ke kamar mandi.

"Ish! Pantat gue sakit tau!"

"Ck! Ribet!"

"Mata loー"

"Hust! Cewek gak boleh ngomong kasar!"

"Dih biarin lah!"

Naura mendengar keributan sekitar kamar mandi. Yang tadinya tidak ia gubris malah menghentikan langkahnya ketika siapa yang asik berdebat.

Lagi-lagi Luna dan Gibran saling melempar senyum. Luna bahkan tidak segan mengulurkan tangan dan memasang wajah melas, dengan senang hati Gibran menariknya hingga jarak mereka menipis.

"Ck! Modus lo!"

Gibran terkekeh dan mencubit hidung Luna hingga memerah. "Sana belajar yang rajin," Suruhnya tak lupa mengacak pelan rambut Luna.

Sang empu mencibik kesal. "Yaudah bye."

Naura sedari tadi mengintip aksi mereka berdua. Hatinya sakit melihat siapa orang terdekat yang ia sayangi. Luna. Tak mungkin sahabatnya berbuat buruk. Sekenalnya, Luna adalah gadis yang baik dan selalu membantu serta membelanya.

"Luna gak sejahat itu," ucapnya meneguhkan hatinya agar tidak berfikiran buruk.

Saat Luna sudah pergi, Naura keluar dari persembunyiannya dan menghampiri Gibran.

Laki-laki itu tampak menatap datar Naura. Beda sekali dengan tatapan Gibran untuk Luna. "Pagi pacar." Naura berseru diiringi senyum manis yang menjadi ciri khas-nya.

Gibran hanya berdehem, mata elang itu tampak menatap ogah-ogahan Naura.

"Nih buat kamu." Tangan Naura terulur memberikan sekotak bekal untuk Gibran.

Laki-laki itu mendengus. "Lo gak capek apa tiap hari bawain gue makanan?" Tanyanya seakan sudah muak oleh pemberian Naura.

Naura awalnya terkejut, raut wajahnya sedikit berubah sendu dari yang tadi. Ia langsung merubah raut wajahnya dan memasang senyum. "Nggak, kan masaknya ikhlas. Jadi nggakー"

"Bacot!" Sela Gibran lantas melenggang begitu saja meninggalkan Naura yang tengah mematung di sana.

"Luna sama kak Gibran ada hubungan apa?" Gumam Naura mencengkeram erat kotak bekal yang tidak diterima oleh Gibran.

Ia memilih menuju kelas dan melupakan hasratnya.

───── ◦´𖥸'◦ ─────

Semenjak kejadian di kamar mandi, Naura lebih memilih diam. Tak seperti biasanya, yang selalu membuat ulah. Kadang menjahili temannya hingga menangis. Namun kali ini ia diam, menatap papan tulis berisikan rumus-rumus Fisika dengan pandangan kosong.

Sedangkan Luna dan Dea saling berpadu pandang sambil mengerutkan keningnya masing-masing. Mereka merasa asing oleh Naura sekarang yang cenderung lebih pendiam.

Bermacam pikiran negatif mulai menyerang otak Naura. Apakah Luna dan Gibran ada hubungan spesial? Misalnya ... teman yang dekat atau bisa jadi ... pacar?

"Aakkhh!" Naura menjerit sambil mengacak rambutnya frustasi.

Pandangan yang semula menatap papan tulis menjadi teralihkan. Atensi semua murid menatap cemas Naura yang menjambak kecil rambutnya.

"Na? Lo gak papa?" Tanya Luna khawatir. Ia meneliti tubuh Naura hingga tangannya tidak sengaja menyentuh perut Naura yang terluka karena Lutfi.

"Ssshh." Naura reflek menjauhkan tangan Luna dari perutnya. Sakitnya masih terasa perih.

"Naura? Ada apa? Ibu perhatikan dari tadi melamun terus." Wanita paruh baya yang mengajar mata pelajaran Fisika tersebut mengerutkan dahinya bingung. Tak seperti biasa Naura terdiam, biasanya menganggu temannya atau tidak memperhatikan dengan anteng.

Naura menggeleng dan memaksakan senyum. "Saya tidak apa-apa bu. Tadi saya kaget denger suara kentut dari Panji," ucapnya asal membuat laki-laki bernama Panji itu mendelik.

"Kentut matamu!" umpatnya sedikit kasar.

Naura nyengir saat tatapan tajam dari Panji mengarah padanya.

"Yaudah, sekarang fokus ke depan."

"I-iya bu."

"Na, lo kenapa?" Tanya Luna khawatir, namun Naura hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Gua nggak papa." Balasnya sedikit berbisik, takut guru tersebut kembali menegurnya.

Luna masih memandang Naura dengan mata memicing curiga. "Kalo ada masalah, bilang sama gue ya? Dipenden sendiri itu gak baik," ucap Luna tersenyum.

Naura mengangguk pelan. Ia beruntung memiliki sahabat seperti Luna. Perhatian, bar-bar, jago adu mulut dan ... Gibran? Luna siapanya Gibran? Pertanyaan itu masih Naura simpan dalam hatinya.

Lebih baik ia tidak mengetahui hal sebenarnya daripada mengetahui faktanya dan berujun saki. Tapi ... rasa kepo ini memberontak minta jawaban, di sisi lain, hatinya belum siap menerima jawaban yang sudah hinggap negatif di kepala Naura.

"Naura Zeline Nerissa Lovanna." Naura menghitung jumlah suku kata dalam namanya menggunakan jari.

"Sebelas. Nggak, tanya, nggak, tanya, nggak, tanya, nggak, tanya, nggak, tanya, nggak."

"Nggak? Ck! Tanya aja dah ntar pas istirahat," gumam Naura terkikik geli.

"Naura!" tegur Bu Sulis garang.

"E-eeh? Apa? Apa? Aku siapa? Kamu siapa? Aku di manaー"

Tuk!

"Awwss!" ringis Naura saat tutup spidol melayang dan mendarat di jidatnya.

"SIAPA YANG LEMPAR GUE SAMA TUTUP SPIDOL!?" Naura berdiri dan berkacak pinggang, menatap teman sekelasnya dengan mata melotot.

"Ibu! Kenapa!?" sahut Bu Sulis membuat nyali Naura ciut.

"Ehh Ibu toh, hehe sorry Bu, kirainー"

"Duduk!" sela Bu Sulis.

"Buju buset galak pisan euy," gumam Naura membuat semua terkikik geli oleh tingkah bar-bar Naura.

───── ◦´𖥸'◦ ─────

Bel istirahat berbunyi nyaring di seluruh penjuru sekolah membuat semua bergegas keluar dan menuju Kantin untuk mengisi perutnya yang meronta meminta diisi.

"Ayo ke kantin!" ajak Dea bersemangat.

"Yok! Kali ini gue traktir!" sahut Luna membuat Dea bersorak senang. Kecuali Naura, gadis itu tampak diam sambil memicingkan matanya dan menaruh besar curiga pada Luna.

'Apa karena kemarin? Mereka diam-diam jadian?' batin Naura berprasangka buruk.

"Ayo Na!" Luna menarik tangan Naura dan Dea menuju Kantin.

Naura yang tersadar langsung memberhentikan langkahnya dan menarik tangannya dari genggaman Luna.

"Kenapa Na? Lo sakit?" tanya Dea.

"Ah? Eum ... nggak, gue mau keー"

"Adoh-adoh. Ayolah ke Kantin, gue tau lo belom makan tadi." bersamaan dengan itu, perut Naura bergetar dan berbunyi. Jujur, dirinya juga lapaaarr.

"Nah kan Anak lo minta diisi tuh," cibir Dea menunjuk perut Naura dengan dagunya.

Naura meringis dan meruntuki perutnya yang berbunyi tidak tahu tempat. Malu wooee.

"Udaah banyak cincong sekali. Ayo ke kantin!" Luna langsung menggeret paksa tangan kedua temannya daripada dirinya mati konyol karen kelaparan.

"Buseeet rame banget," gerutu Dea. Matanya berkeliling mencari tempat untuk mereka duduk.

"Eh itutu, tempat duduknya Kak Gibran." Naura menunjuk tempat duduk yang dimaksud.

Di sana ada Gibran, Elang serta Ghani yang tengah duduk sambil menyantap makanan dengan kursi kosong yang pasti muat untuk mereka bertiga.

"Nah ayo kesana!" sahut Luna antusias bahkan berlari lebih dulu diikuti Dea dibelakangnya.

Sedangkan Naura sedari tadi menatap Luna penuh curiga.

Naura berdecak meruntuki pikirannya yang menuntutnya untuk berfikir negatif.

"Naura! Sini!" teriak Luna melambaikan tangannya pada Naura.

"Ah oke." Naura yang tersadar pun akhirnya memutuskan untuk duduk tepat di depan Gibran.

"Widih! Jadi gini rasanya dikelilingi cewe cakep?" tanya Ghani menatap Dea dan mengedipkan sebelah matanya.

"Eewhh!" Dea bergidik ngeri melihatnya

Naura duduk di depan Gibran dengan perasaan berbunga-bunga. Walau tadi bekalnya ditolak olehnya, tapi itu tidak masalah baginya.

"Kak Gib, aー" belum sampai Naura mengakhiri ucapannya, tatapan elang itu seolah menyuruhnya untuk tidak bersuara.

Sedetik kemudian, Gibran mendorong kursinya kebelakang dan meninggalkan kantin tanpa mengucap satu patah kata pun.

Naura hanya menatap punggung Gibran sendu, seakan dirinya hanya gadis pembawa sial yang membuat Gibran tak nafsu makan.

Luna, Dea, Elang dan Ghani menatap Naura prihatin. Mereka tahu perasaan Naura, pasti sakit jika Laki-laki yang kini berstatus 'pacar'nya pergi meninggalkannya ketika baru saja duduk. Seolah enggan berbicara bahkan makan berhadapan dengan Naura.

Luna yang ada di sampingnya mengelus punggung Naura seolah mengatakan untuk bersabar.

"Kok Kak Gibran gitu ya?" gumam Naura mati-matian menahan air matanya.

"Sabar ya Na, mungkin Gibran butuh waktu buat balas perasaan lo, atau mungkin punya masalah," ucap Elang.

Naura menghembuskan nafasnya pelan, seketika nafsu untuk makan kian hilang, mengabur entah kemana.

"Kalau Kak Gibran gak suka atau belum suka sama gue, kenapa dulu tiba-tiba Kak Gibran nembak gue? Bahkan nge-klaim gue," tanya Naura membuat semuanya diam.

───── ◦´𖥸'◦ ─────

Naura baru saja pulang dari sekolah, sedikit ragu untuk memasuki rumah besar seperti ini. Ia masih takut hal kemarin terulang lagi.

Gadis itu menghela nafas sejenak lalu menarik gagang pintu ke bawah.

Sepi.

Tidak ada orang? Di mana Ayahーah maksudnya Tuan serta Nyonya-nya? Tak seperti biasa seperti ini.

Ah sudahlah.

Naura memilih berjalan turun ke ruangan gelap. Di sanalah kamarnya berada. Dalam bawah tanah yang gelap, tidak ada bulan yang selalu menemaninya.

Setelah mengganti seragamnya dengan pakaian seadanya, Naura kembali ke dapur ketika melihat meja makan tidak ada makanan. Hanya buah-buahan serta bunga yang menjadi penghias di tengah meja makan saja.

Naura mendengar suara deru mobil yang terparkir di halaman. Ah, pasti Ay- maksudnya, Tuannya sudah datang.

Terdengar Lutfi, Michelle, rengekan kecil dari Angel serta suara Gadis perempuan yang terdengar familiar di telinganya.

Tak ingin membuang waktu, segera Naura membuatkan tiga Jus Jeruk untuk di hidangkan untuk Tamu yang mungkin sedang bercakap ria di ruang tamu.

Nampan berisi tiga Jus Jeruk kini siap untuknya dibawa ke ruang tamu.

Naura menghembuskan nafasnya pelan, berharap dia tidak kena damprat lagi.

Ketika sudah sampai di ruang tamu, kakinya seakan dilumuri banyak lem hingga Naura hanya diam mematung dengan tatapan yang tertuju pada Gadis itu.

"LO!?"

•••

Huwaahh maap hampir 1 bulan yhak? Nda up "(

Udh bersyukur hari ini? Udah dong ya!
Gak ush insinyur insinyuran😒 kalian udh ganteng sama cangtip. Kalian sempurna d orng yg tepat.

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya"
──ᝰ݊᭟🍓〻At-Tin ayat 4.

Q : perasaan insicure deh.
A : sama aja.
Q : y.

Thank you for your support💗

Maap upnya lamaa. Sempet kena writers block soalnya g bikin outline aku tuh"( trus down juga karena catetannya ilang di note gara-gara belom aku simpen. Mau marah tapi ya ... bukan salahnya note, jadinya ngetiknya di word biar g ilang akakaka😤 Thank u yang sudah setia nunggu up About Naura!❤ Lup u bertubi-tubi!!

Continue Reading

You'll Also Like

780K 21.9K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
1.2M 88.6K 56
BOOK 1 > Remake. 𝘐𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘱𝘢𝘬⚠️ ⚠️𝘥𝘪𝘴𝘢𝘳𝘢𝘯𝘪𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘰𝘮𝘰𝘱𝘩𝘰𝘣𝘪𝘤 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵...
705K 5.3K 26
di jadikan pembantu di rumah pengusaha kaya raya dan anak dari pengusaha kaya itu jatuh cinta kepada pembantu itu bahkan saat baru awal bertemu ia su...
2.4M 120K 26
Madava Fanegar itu pria sakit jiwa. Hidupnya berjalan tanpa akal sehat dan perasaan manusiawi. Madava Fanegar itu seorang psikopat keji. Namanya dike...