[✔] Klub 513 | Hidden Chapter...

By Wiki_Dwiki

88.9K 21.9K 4K

Juyeon : "Jadi kita ber empat dikutuk ama Seonghwa, gitu?" Moonbin : "Gaada yang namanya kutukan, yang ada it... More

Prologue : "Let Death Make a Room"
Para Akang Ganteng :')
1. Ketakutan Akibat Trauma
2. Kebetulan Mengerikan
3. Di Tempat Yang Sama
4. Panggilan Dari Masa Lalu
5. Kelipatan Dua
6. Saling Terhubung
7. Bunga Aster Yang Tenggelam
8. Kepingan Aster, Si Bunga Kecil
9. Lingkaran Terang, Lingkaran Gelap
10. Susunan Angka
11. Ingatan dan Ketakutan
12. Kisah Raja, F dan A
14. Kotak Merah Berisi Kematian
15. Utopia Dalam Anarkisme
16. Malam Gelap, Saksi Bisu Kematian
17. Sepanjang Masa
Epilogue : "Semua Baik Baik Saja Sekarang"

13. Jalan Petunjuk

3.4K 1K 196
By Wiki_Dwiki

.
.
.

    Jungwoo khawatir pada Hongjoong yang terus menghindarinya. Jungwoo udah bilang kalo dia beneran gapapa ama itu, tapi Hongjoong tetep geleng geleng pas Jungwoo coba ngajak ngomong dia.

    Apalagi yang paling terguncang disini adalah Hongjoong. Pertama, dia tentu kaget karena dulu pernah biarin kakaknya Jungwoo terkurung di dalam sumur. Kedua, dia pasti ngerasa bersalah banget ama Jungwoo. Ketiga, Jungwoo kurang yakin gimana, tapi kayaknya Hongjoong inget atau mungkin ketemu sama Seonghwa di mimpi sampai kemarin anak itu beneran nangis hampir dua jam.
   
    Walau kasihan, Jungwoo juga pingin ketawa liat sisi lainnya Hongjoong. Anak itu selalu memasang muka dingin, sifat yang acuh, dan kepribadian yang kuat karena emang egonya setinggi itu. Ngeliat Hongjoong nangis tersedu sedu seperti kemarin bikin Jungwoo gemes aja gitu, dia sadar kalo 'mau gimanapun, Hongjoong sekarang, dia tetep aja Hongjoong yang cengeng di hari lalu'.

    Ketika baru masuk ruang rawat Hongjoong, Jungwoo menemukan Juyeon dengan raut muka lelah duduk bersandar pada sebuah sofa yang ada di dalam ruangan itu. Jungwoo menyapa kakaknya itu sambil sedikit tertawa karena melihat adanya lingkaran hitam di bawah mata Juyeon.
 
  
 
  "Kek ngurus bayi, kan? Kemarin malem sempet tidur, nggak?" Tanya Jungwoo sambil tertawa.

  "Alhamdulillah, nggak." Balas Juyeon sambil meregangkan ototnya yang kaku. "Hongjoong mimpi buruk terus soalnya."

  "Bukankah wajar sering bermimpi buruk ketika demam? Ngomong ngomong, Moonbin mana?" Tanya Jungwoo ikut duduk di samping Juyeon.

  "Caper ama perawat mungkin—"

  "Mulutnya kok suka shuudzon kenapa?" Sela Moonbin yang entah kapan ada di sana sambil memukul kepala belakang Juyeon dengan kaleng minuman di tangannya.

  "Nggak shuudzon ga afdol." Balas Juyeon.
 
 
 
    Moonbin mendengus lalu menatap Hongjoong yang masih terlelap. Beberapa kali tubuh itu bergerak tak nyaman, ga heran sih, kan Hongjoong emang lagi sakit. Moonbin kira Hongjoong berlebihan ketika bercerita pasal dongeng Raja Abuwayna yang membuatnya demam selama seminggu kala itu.

    Dongengnya memang tak semenyeramkan itu, lagipula Seonghwa bukan seorang psikopat seperti Sunwoo yang mengarang tentang kematian seluruh anggota Klubnya. Hanya saja, mengetahui jika dongeng itu benar benar terjadi membuat Moonbin sedikit ngeri, membayangkan betapa tersiksanya pemeran Enola (kakak Jungwoo) yang menunggu bantuan hingga akhirnya meninggal dan dia temukan telah menjadi tulang belulang.
 
 
  "Lu udah ngecek hasil otopsinya?" Tanya Moonbin pada Jungwoo.

    Jungwoo mengangguk, "itu beneran kakak yang aku lupain. Kak Seola."

  "Lu tenang banget, ya?" Komentar Juyeon.

  "Aku ga boleh panik, soalnya ngeliat Hongjoong kayak gini udah ngasih aku panik attack. Lagipula aku tak begitu mengingat Kak Seola. Karena berbeda dengan kalian yang punya moment untuk membuat ingatan itu kembali, aku milih jalan nyariin ingatannya satu satu. Aku ga cukup kuat nerima semuanya sekaligus. Jadi seiring waktu ingatan itu akan kembali dengan sendirinya dan aku akan membinasakan diriku dengan itu." Jelas Jungwoo.

  "Karena satu satunya tujuan adanya waktu adalah agar semua itu tak terjadi secara bersamaan, kan? Bersabar dan menunggu, itu salah satu sifat manusia dan aku ahli untuk itu."

  "Bagaimana kronologi kejadian itu, Jungwoo?" Tanya Moonbin.

    Jungwoo menghela nafas, "aku bertemu Seonghwa di taman bermain yang aku katakan pada Klub 513 hari itu.. setidaknya itu yang aku ingat. Aku tak tau jika Kak Seola meninggal. Aku mengingat jika kita bermain petak umpet bertiga, namun itu adalah aku, Seonghwa dan Hongjoong, bukan Kak Seola. Bayangan yang aku lihat tentang taman bermain dan pemakaman kemungkinan tentang hal ini. Kurasa sejak itu ingatanku udah ditulis ulang, aku mengetahui jika memiliki kucing bernama Enola yang ternyata tidak pernah ada."
 
  
    Moonbin termenung, dia teringat akan mimpinya, dia bertemu seekor kucing yang mirip dengan deskripsi Enola. Jika Jungwoo mengatakan kucing itu hanya ingatan palsu yang manis, kenapa Moonbin bisa bertemu dengannya dalam mimpi? Atau mungkin memang imajinasinya saja yang terlalu tinggi sampai bisa merealisasikan kucing itu di dalam mimpinya.
 
 
  "Oh, ya. Kotak kemarin?" Tanya Moonbin.

    Juyeon menggeleng, "palsu, gaada isinya."

  "Aku masih terkejut karena tak menyadari lirik lagu itu adalah kisah Raja Abuwayna padahal aku tau persis jika Shamal memiliki arti angin utara." Jungwoo menyandarkan punggungnya, "apa kita masih akan tetap melanjutkannya? Mencari kotak itu?"

  "Lu takut?" Tanya Juyeon balik.

  "Ya nggak juga. Malahan aku terharu karena faktanya kita jauh lebih kuat dari perkiraan Seonghwa."

  "Maksudnya?"

  "Seonghwa dan Paman Rudi memperingati kita untuk tak mencarinya karena kita akan terpecah, bukan? Tapi mereka salah, ikatan kita tak selemah itu dan itu membuatku sangat bahagia. Aku jadi menyadarinya, sepintar apapun Seonghwa mengisahkan sebuah dongeng dalam kehidupan nyata, tetap saja, Tuhan yang berhak mengatur jalan ceritanya.."

  "Seonghwa orang yang dramatis, dia menciptakan sajak dan puisi untuk menjelaskan betapa indahnya suatu moment dalam kehidupan.. karena itu.. aku rasa gapapa, semua bakal baik baik aja, kita akan tetap kayak gini, nerusin Utopia Seonghwa yang belum terwujud.."

    Juyeon tertawa, "pada akhirnya.. semua balik jadi keuntungan kita, kan?"

    Moonbin ikut tertawa, "sekarang tinggal urusan kotak itu, kan? Gimana kita nyariinnya?"

  "Satu satunya petunjuk yang belum dipakai adalah susunan angka, tahun, ama usia. Tinggal yang angka angka doang. Gua mah bego banget soal itu, yang pinter angka angka masih tewas, jadinya kita cuma bisa nunggu." Jawab Juyeon.

    Juyeon bangun dari duduknya dan beranjak keluar ke arah pintu ruang rawat.

  "Kemana?" Tanya Jungwoo.

  "Nyari angin bentar." Jawab Juyeon.
 
 
    Juyeon berjalan menuju balkon rumah sakit, tangannya merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebatang rokok dan korek dari sana. Pas lagi anteng antengnya, telponnya bunyi. Sebuah panggilan suara dari nomor tak dikenal. Dengan penasaran Juyeon mengangkat panggilan itu dan terdengar suara pemuda yang tampak begitu girang.
  
  
  "Kak Juyeon! Ini Eric!"

  "Dapet nomor gua darimana lu, bocah?"

  "Dari Sunwoo, hehe. Perjuangan banget gua ngehubungin Sunwoo demi 12 baris angka dari nomornya Kak Juyeon. Ngomong ngomong disana udah jam 7 pagi, kan? Kak Juyeon lagi kerja? Gua harap nggak ganggu aja gitu.."

  "Nggak ganggu, disitu malah masih malem, kan? Bisa bisanya lu telpon jam segitu."

  "Jam dua pagi, kak. Ayah gua ulang tahun hari ini, jadi ada perayaan kecil kecilan mulai jam setengah satu tadi. Rusia dingin banget. Saljunya banyak. Kak Juyeon gimana kabarnya?"

  "Gua yakin kita ga se akrab ini, jadi lu pasti punya tujuan nelpon gua. Bisa ga basa basi?"

  "Kak Juyeon ini kaku sekali, huhu. Gua udah nerima e-mail dari kakak kemarin. Emang langka banget manusia modelan Kak Hwa itu. Bikin gua mikir kek, Kak Lino aja kayak gitu, eh, ternyata yang bikin ceritanya Kak Hwa. Gua ngerasa unreal aja gitu. Perjuangan gua semasa SMA sampai Kuliah cuma buat namatin satu bab dari seluruh dongengnya."

  "Soal Alarich ama Moran?"

  "Jeno yang tau, tapi dia gamau cerita. Dia cuma bilang 'itu hanya unsur trauma di masa lalu'—gitu. Soal pola angkanya juga cantik banget, ga berubah. Gua udah coba hubungin angkanya ama kasus Klub 513 yang mungkin punya hubungan ama angkanya, tapi, sayang banget, gaada yang berhubungan."

  "Kalo lu jadi gua sekarang, lu bakal ngapain?"

  "Itu personal sih, kak. Cuman, Eric gabakal berani lanjutin kasusnya kalo seumpama antara gua, Jeno, Nana, Sunwoo ama Hyunjin ada masalah. Jadi, mending kakak lurusin dulu masalah kalian baru nyariin kotak itu. Kalo Eric jadi Kak Hongjoong sekarang mungkin gua bakal seneng banget karena pinter Fisika, tapi secara bersamaan stress mikirin ini itu. Kak Hongjoong itu ga perlu waktu buat sendiri tapi perlu kalian buat bilang 'gapapa' untuk semua yang udah kejadian."

  "Dia itu batu banget, Ric."

  "Sama kayak gua, hehe. Gua kalo lagi mode nyalahin diri sendiri si Jeno ga langsung marah, dia senyum dulu terus tanya masalahnya ada dimana. Kalo gua gamau cerita, dia bakal ngasih gua space buat lampiasin itu ke dia. Baik banget emang, tapi sayang banget dia buaya darat."

  "Kak Juyeon ga lagi nyari saran, kan? Ekhm, jadi, menurut gua, angka angkanya ini cuma mau nunjukin kalo kotaknya ada hubungannya ama Klub 513. Gua malah tertarik banget ama umurnya, tapi lucunya itu gaada arti khususnya. Gua juga tanya temen, siapa tau ada arti dari angkanya, mungkin itu slang China, tapi dia bilang gaada arti khususnya. Jadi kemungkinan ada oprasi matematika lagi yang harus disertakan biar ketemu ama arti angka angka di umurnya."

  "Masalahnya kita gatau itu pakai oprasi apa, kan?"

  "Iya kak, itu masalah utamanya. Kak Hwa ga ninggalin petunjuk lain?"

  "Mungkin ada tapi gua gatau dimana nyariinnya."

  "Kak Juyeon kemarin bilang kalo Kak Hwa bikin duplikat buat nyamarin mana kotak yang asli, kan? Udah coba cari di ruang Klub? Bukan ide buruk mulai nyari di tempat tempat yang akrab sama Kak Hwa. Emang repot sih, nguras waktu dan tenaga, tapi cuma itu jalannya, kecuali kalo petunjuknya bisa diuraikan. Gua bakal tetep berusaha mecahinnya. Kalau udah ketemu arti yang paling masuk akal, Eric telpon lagi."

  "Maaf ngerepotin, Ric."

  "Nggak ngerepotin, kak! Lagian ini juga ada hubungannya ama Klub 513, jadi gua ngerasa punya andil. Setelah ini selesai, Eric harap kita, Klub 513 ama Zahuwirya bisa baik baik aja.. Eric cuma mau ini segera berakhir. Tapi secara bersamaan, gua mau ucapin beribu syukur karena tanpa dongengnya.. Eric gabakal tau betapa pentingnya Nana, Sunwoo, Jeno ama Hyunjin. Semoga beruntung, kak."

  "Oke, thanks. Jaga kesehatan."

  "Kak Juyeon juga."
  
  
    
    Setelah panggilan terputus, Juyeon mencari kontak milik Sunwoo dan menguriminya pesan. Setelah memastikan pesannya terkirim, Juyeon membuang puntung rokok di tangannya sebelum jalan kembali ke ruang rawat Hongjoong.
  
  
 
To : Sunwoo

Jangan main bunuh bunuhan di negeri orang, oke? Gua gabisa belain lu lagi soalnya.

  
*
 
 
  "Joongie, jangan gini, plisss... Aku beneran ga marah :(" Pingin nangis aja Jungwoo gara gara Hongjoong terus nolak bantuan dia. Kesannya tuh malah kek Jungwoo yang ada salah ama Hongjoong.

    Hongjoong nya diem doang, ngehindarin kontak mata Jungwoo.

    Juyeon yang baru masuk ruang rawat Hongjoong dibuat keheranan karena drama dua adiknya itu. Moonbin malah duduk bersila di sofa sambil makan keripik yang disediakan oleh Rumah Sakit. Keanya dia suka banget liat drama di hadapannya.

  "Seru banget?" Tanya Juyeon.

  "Banget, kek liat sinetron." Jawab Moonbin.

    Juyeon tertawa lalu menghampiri dua adiknya itu, keduanya serempak menoleh ke arah Juyeon.

  "Ayo adek adek gua yang tersayang namun kelakuannya kek setan, ayo baikan dulu. Gaboleh musuhan gitu, kalo suka musuhan nanti jadi temennya kuyang. Ayok, ayok baikan dulu. Kalian kan pinter.. ayook."

  "Sumpah Juy, lu malah kek om om pedo yang modus mau nyulik anak orang.." Julid Moonbin memasang muka jijik.

    Juyeon mengabaikan Moonbin dan menepuk kepala Jungwoo dan Hongjoong bersamaan, "gaada yang salah. Kita semua ga salah.. Hongjoong, take it easy, ada yang harus kita lakukan selain berdiam menyesali yang udah lalu, udah kadaluwarsa. Ayo buat cerita yang baru, sebagai Zahuwirya, tapi sebelum itu, kita harus temuin kotak merah itu. Biar kita sama sama bisa ngerelain yang udah lalu, dan seperti kata Seonghwa, kita harus relain dia pergi selamanya."

    Moonbin tertawa geli, itu kepalanya Juyeon baru kebentur apa kok tiba tiba jadi bijak gitu? Tapi diluar keheranan Moonbin, Jungwoo dan Hongjoong mendengarkan Juyeon sebelum keduanya berjabatan tangan.

  "Maaf.." Ucap Hongjoong lirih.

    Jungwoo menggeleng, "ayo sama sama maafin diri sendiri, Joongie.."

    Moonbin menepuk tangannya, "So? Setelah ini kita gimana? Coba keliling nyari kotaknya?"

  "Tak perlu." Ucap Hongjoong.

  "Nunggu kotaknya dianterin mas ojol lewat pos?" Tanya Juyeon.

  "Pinter dikit lah, Juyeon.." Ucap Jungwoo.

  "Ya terus gimana? Kalo kita ga nyariin kotaknya terus—"

  "Gua udah pecahin kodenya." Sela Hongjoong.
 
  
  
  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
########

Halo, Hola!
Selamat Hari Minggu selamat beristirahat ^^
Jaga kesehatan dan bahagia selalu :D

Beberapa bab lagi, nih!
Tolong bertahan ಥ_ಥ

Makasih udah baca!
Luv kalian semua ♡♡♡♡
 
 

Continue Reading

You'll Also Like

86.8K 8.6K 36
FIKSI
211K 51.7K 28
"ɢᴜᴀ ᴇɴɢɢᴀᴋ ᴍᴀᴜ ʜɪʟᴀɴɢ!" ᵀʰᵉⁱʳ ˡⁱᵛᵉˢ ᵃʳᵉ ᵃ ᵍᵃᵐᵉ. ᵂʳⁱᵗᵉʳ:ᵈˢᵗⁿᶻʰʳ ˢᵗᵃʳᵗᵉᵈ:²⁰²⁰/¹⁰/¹⁵ ᶠⁱⁿⁱˢʰᵉᵈ:²⁰²⁰/¹¹/²³
27.6K 4.9K 25
[ END ] Ketika seluruh kesatria dunia berkumpul. Untuk menjadi jantung dunia yang sesungguhnya. Genre. Fantasi, action
KILL THEM | CRAVITY✔ By Key

Mystery / Thriller

50.2K 9.4K 14
"Pembunuhnya salah satu diantara kita" #shortstory Start : 200425 End : 200503