You Just Met The Wrong Person

By DrReno

29.6K 4.4K 192

(Sedang di revisi) Setelah kasus kesalahpahaman tersebut, Ken harus memulai hidupnya dari awal. Pindah sekola... More

Prolog
Pink!
Pink! (2)
Affection!
Affection! (2)
True Love Comes From Family!
Pink! (3)
Pink! (4)
True Love Comes From Family! (2)
True Love Comes From Family! (3)
True Love Comes From Family! (4)
True Love Comes From Family! (5)
Professional Or Plain?
Let Me Get This Straight!
Let Me Get This Straight! (2)
Something Wrong Happened Here!
Something Wrong Happened Here! (2)
Ken Jackson!
The Scapegoat!
The Scapegoat! (2)
Them!
The Scapegoat! (3)
The Scapegoat! (4)
The Scapegoat! (5)
Silly, How It Feel!
Like We Should And Say We're Good! (2)
Like We Should And Say We're Good! (3)
Like We Should And Say We're Good! (4)

Like We Should And Say We're Good!

374 102 8
By DrReno

Setelah dua minggu yang terasa semakin panjang saja, Ken menyentuh kembali ponselnya. Hanya satu menit kemudian sebanyak ratusan pemberitahuan masuk. Sampai-sampai membuat ponselnya jadi error. Ken yang stres mengetuk-ngetuknya ke telapak tangan, tetapi tidak berhasil.

Sebenarnya dia ingin menghubungi Nen. Hanya dua hari berselang setelah pergi, dia merasa ingin kembali lagi ke markas Dark Soul yang meski semakin mengerikan saja setiap harinya, tetapi itu adalah satu-satunya tempat bagi Ken saat ini. Ide Nen untuk membeli mobil jadi semakin menarik saja baginya.

Sekali lagi Ken mengambil bus yang berhenti di tengah perjalanan, dan menggunakan taksi untuk mencapai restoran saat malam sudah naik. Sama seperti saat dia meninggalkan markas Dark Soul, Ken pergi ke dapur begitu saja, mengabaikan satu-satunya tukang masak yang sedang mengawasi meja-meja kosongnya.

Sekarang Ken penasaran, apa mungkin koki ini juga bagian dari Dark Soul? Seharusnya ya. Ada lift rahasia di dalam dapurnya, tetapi kenapa dia tidak pernah menggunakannya untuk turun ke bawah?

Markas terasa lebih kosong daripada biasanya. Ken memeriksa kamar Furler dan menemukan wanita itu terlelap tanpa sehelai benang. Wajahnya memerah saat dia menutup pintu pelan-pelan.

"Coba lihat ini, ada anak muda mesum di markas kita."

Ken tersentak dan berbalik cepat. Itu Aster, di depan lift juga ada Nen, membawa beberapa kotak pizza dan sushi.

"Kalian baru tiba?" tanya Ken retoris.

"Perjalanan yang menyenangkan." Aster menyeringai. "Apa kau bersenang-senang selama kami pergi?"

"Kuharap. Bagaimana dengan kalian?"

Aster berbalik untuk menatap Nen yang langsung merebahkan diri di atas sofa dengan tarikan napas sekuat-kuatnya.

"Itu pertanyaan tidak penting." Aster mengangkat bahu. "Tapi, hei, kami membawa pizza."

Aster memanggil James yang seperti biasa, menghabiskan waktu lebih banyak di ruang monitor daripada kamarnya sendiri. Namun, anak itu bahkan tidak duduk bersama-sama. Dia muncul dan bertanya mana kotak pizza yang harus diambil.

"Yang mana nanas dan zaitun?" James membuka satu per satu, dan ketika menemukan pizza buahnya, dia kembali lagi ke ruang monitor tanpa suara. Sementara tak ada yang ingin membangunkan Furler.

"Kenapa?" Nen satu-satunya yang memakan sushi, dan suaranya sedikit lebih pelan. Mungkin dia benar-benar kelelahan. Ken ingin saja bertanya, sebenarnya apa yang terjadi di pusat organisasi, tetapi reaksi Furler terhadap pertanyaan itu masih saja terngiang-ngiang dalam otaknya.

"Tidak ada," kata Ken dan mulai mengunyah pizza, tetapi tidak begitu dapat menikmatinya.

Lagi-lagi Aster yang menyadari terlebih dahulu. "Aku tahu wajah itu. Wajah yang sedang bertanya-tanya, 'astaga, ternyata orang-orang ini hanya memakan pizza, bukan organ tubuh dari seseorang yang dibunuhnya di luar sana'."

Lantas Nen tergelak puas. "Oh astaga, sudah lama sekali."

"Aku tidak berpikir begitu," protes Ken, tetapi rona pipi itu mengatakan yang sebaliknya. Dia tidak sepenuhnya memikirkan kalau Dark Soul ternyata menikmati makanan cepat saji sama seperti lainnya. Lebih kepada, mereka ternyata tidak ada bedanya dengan orang lain di luar sana.

Makan pizza dan sushi, tidur tanpa busana, introvert dan ekstrovert, bekerja dan sekolah. Mereka tidak ada bedanya. Ken tidak ada bedanya. Pantas saja tak ada yang akan pernah menyadari, kalau mungkin ada salah satu dari mereka yang ternyata sudah pernah menghabisi seseorang.

Ken berhenti di potongan ketiga, dan teringat kembali dengan ponselnya. Dia buru-buru mengecek, dan memeriksa ada sebanyak total 204 pesan, dan 129 panggilan tak terjawab. Beberapa dari Mr. Stan, yang membuat Ken langsung menggaruk kepala. Skorsingnya ternyata sudah dicabut, tetapi memangnya dia masih harus kembali ke sekolah setelah semua yang terjadi?

Sebagian dari Shiro.

Ken, ini Shiro, lol, kau pasti sudah tau :p, kau menyimpan nomorku, kan :p omong-omong kami mengkhawatirkanmu, balas pesanku kapan-kapan
-12 Juni 2015, 16:18

Ken, aku tahu masalahmu agak sedikit rumit, dan hukuman skorsing sebulan pastinya sangat berat, tetapi percayalah aku akan selalu mendukungmu, sobat. Kau yang terbaik
-13 Juni 2015, 18:20

Hei, kawan, kalau kau mungkin mau memberitahu di mana rumahmu, aku ingin berkunjung sesekali. Kita bisa bermain game dan sesuatu di akhir pekan. Percayalah, kau akan menikmati ini
-15 Juni 2015, 15:30

Mr. Stan bilang skorsingmu sudah dicabut. Di mana kau, bung? Clay sudah kembali dan menikmati hidupnya, kuharap kau tidak berbaring saja di kasurmu dan melupakanku :( aku juga sudah mendengar beritanya, dia yang menyebarkan semua berita palsu itu. Sungguh balasan yang setimpal, dia akan membusuk di neraka >:o
-17 Juni 2015, 13:01

Astaga, aku baru mendengar dari Lang kalau ternyata laki-laki itu tewas ...
-17 Juni 2015, 13:50

Sisanya lagi dari Lucy.

Hei, Ken, aku mengambil nomormu dari Shiro. Sebenarnya dia mengirimkan nomormu ke semua orang. Dia mengkhawatirkanmu, kami sangat mengkhawatirkanmu. Aku sangat khawatir padamu. Aku ingin tahu apa kau baik-baik saja. Kuharap kau baik-baik saja.

Tentang semua yang kau katakan di depan sekolah hari itu, aku tidak peduli. Kau tetap temanku, bahkan kalau semua berita itu benar, kau masih tetap temanku. Karena selama bersamamu, aku baik-baik saja, aku tidak sedikitpun menganggap kau seorang penjahat.

Tolong balas pesanku, dan bicara padaku. Aku menunggumu di sini. ^_^

Lucy Watson
-12 Juni 2015, 23:40

Ken tertegun setelah habis membaca pesan Lucy, padahal dia belum membaca semuanya. Shiro, Lucy, dan lainnya, mereka semua mengkhawatirkan Ken. Mereka semua ingin tahu kalau dirinya baik-baik saja, dan mereka menunggunya kembali.

Karena sama seperti sebelumnya, selama ini dia pikir semua pesan ini hanyalah sebuah cemoohan, ejekan, dan kutukan untuk Ken. Maka dari itu dia tidak pernah ingin membuka ponselnya. Lalu sekarang, semuanya berbeda. Mungkin teman-temannya tidak sama seperti yang lain, mereka spesial, mereka tidak membenci, mereka peduli.

"Wah, wah, lihatlah, anak ini mendapat pesan dari perempuan."

Hingga tanpa Ken sadari, Furler tiba-tiba muncul di belakangnya, dan mengambil ponsel itu. "Hei, kembalikan!"

Ken tak tahu sejak kapan wanita itu memperhatikan, tetapi Ken berusaha meraih kembali miliknya sebelum Furler membaca seluruh pesan tersebut.

"Mari kita lihat. Hei, Ken, bla bla bla, membosankan, membosankan, tertanda, Lucy Watson. Apa dia pacarmu?"

"Urus saja urusanmu sendiri!" Amuk Ken setelah berhasil mendapatkan lagi ponselnya. Furler tertawa puas, tetapi ingatan Ken justru diisi kembali saat wanita itu menyerangnya dua hari lalu, dan itu berhasil menahan amarahnya lebih jauh.

"Lihatlah ini, kita punya pembunuh yang sedang kasmaran."

"Furler, tinggalkan anak itu sendirian," kata Nen di sofa dengan botol sake di tangan.

"Tidakkah ini seperti masa lalu? Anak muda? Cinta? Dan darah di mana-mana."

"Dia bukan pacarku!" tegas Ken.

"Wah. Baguslah kalau begitu. Nen, berbahagialah sedikit. Anak ini baru saja membawa target barunya."

Ken mengangkat kepala, terkesiap. Dia tidak salah dengar. Kali ini dia tak menahan diri, dengan sadar Ken maju sedekat mungkin dengan Furler. "Jika kau menyentuhnya sedikit saja ...."

Furler sempat terdiam dengan reaksi Ken, tatapannya melebar, seakan dia terkejut. Sebelum dia menyembur tawa sekali lagi, puas telah mengerjai remaja itu.

"Ah ... aku menyukai hiburan baruku sekarang. Kau tahu, James terlalu muda untuk dikerjai, tetapi kau ... sedikit pemarah, pendendam, dan sepertinya berusaha melindungi pacarmu. Jangan khawatir, Ken. Aku punya targetku sendiri, tetapi percayalah, kau sangat menghiburku."

Furler menepuk bahu Ken dua kali sebelum melanjutkan, "tetapi Ken, kehidupan romansa di tempat ini? Tak akan ada yang nyata. Kau hanya membohongi diri sendiri. Cepat atau lambat kau akan membunuh gadis malang itu."

Wanita itu lalu beringsut ke sofa untuk menikmati sisa pizza bersama yang lain. Ken terdiam di tempatnya, tak mengerti dengan yang baru saja terjadi. Furler mengerjainya, tetapi kenapa dia mengatakan itu di akhir?

Sampai sekarang Ken belum tahu siapa yang akan dia bunuh selanjutnya. Dia bahkan sempat melupakan soal itu, tetapi apa maksud Furler? Apa menurutnya, Ken akan membunuh Lucy?

Tidak, tidak mungkin. Ken menanamkan itu di kepala dan hatinya. Mana mungkin dia membunuh Lucy, atau Shiro, atau teman-temannya. Tidak, dia tidak akan pernah membunuh mereka, terlebih setelah semua pesan-pesan itu. Justru Ken akan membuat orang-orang ini tidak mendekati mereka.

***

Mendung mengisi langit keesokan harinya. Sepertinya kota akan diterjang badai sekali lagi. Lucy mendongak ke atas dan memperhatikan langit sudah gelap sebelum waktunya. Orang-orang di sekitar juga mulai memeluk diri sendiri karena dingin, tetapi kali ini Lucy mengenakan mantel yang bagus.

Lucy menyukai hujan, itu bagus untuk bisnis keluarganya. Mereka yang terjebak biasanya tak memiliki pilihan selain makan di sebuah restoran mie yang menyedikan kuah hangat dan pedas. Hanya saja sudah beda cerita kalau itu adalah badai. Hanya orang bodoh yang mau keluar rumah saat badai.

Gadis itu baru saja kembali dari supermarket setelah mendapatkan uang jajan dari hasil bulanan restoran mie. Ibu barunya memang bukan yang pertama, tetapi bagi Lucy, mereka spesial dalam cara masing-masing. Lucy menyayangi keduanya.

Lucy akhirnya mempercepat langkah, dia tidak mau ketinggalan bus, atau lebih buruk lagi, hujan mengguyur sebelum dia mendapatkan tumpangan. Namun, terlalu terburu-buru membuatnya tak memperhatikan dengan baik. Tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang baru saja keluar dari rumah. Barang-barang mereka sama-sama terjatuh.

"Astaga, maaf, aku benar-benar tidak sengaja."

Barang-barang Lucy banyak, tetapi untungnya tidak tercecer. Jadi dia bisa membereskan dengan cepat dan memasukkan semuanya kembali ke dalam kantong kertas. Gadis itu juga awalnya tak tahu siapa yang tadi ditabraknya, sampai kemudian topi merah muda tersebut melekat di matanya.

Dengan napas tertahan, Lucy mengangkat kepala pelan-pelan. Dia tidak salah lihat. Penampilannya memang berbeda dengan potongan rambut pendek yang baru itu, tetapi Lucy sangat mengenal laki-laki itu.

"Ken?"

"L–Lucy?"

Mereka sama-sama terkejut, tidak menyangka akan saling bertemu di sana. Lucy menoleh ke kanan, melihat rumah yang ada di sana. "Jadi kau tinggal di sini?"

"Ya ...," jawab Ken sembari menggaruk tengkuknya. Suasana ini sangat canggung, terutama karena pertemuan terakhir mereka yang tidak terlalu menyenangkan.

Lalu tanpa Ken duga sedikitpun, Lucy langsung memeluknya, tak peduli meski barang-barangnya terjatuh lagi. Gadis itu mendekapnya sangat erat, seolah-olah tidak mau melepaskannya.

"Kau bodoh! Jangan pernah lakukan itu lagi, mengerti! Aku sangat khawatir padamu, kau tahu!"

"L–Lucy?"

"Kau temanku, Ken! Kau tetap temanku! Aku tidak peduli meski seluruh dunia memusuhimu, kau akan tetap menjadi temanku."

Seharusnya Ken menggigil karena angin berhembus lumayan cepat, tetapi sekarang punggungnya malah terasa hangat. Memang tubuhnya gemetar, tangannya juga. Meski begitu, perlahan dan pasti dia mulai menaruh pelukannya untuk Lucy.

Kata-kata Lucy, itu membuatnya tenang, membuatnya luluh, membuatnya yakin. Lucy adalah orang yang peduli.

"Terima kasih ... Lucy."

Ketika mereka melepas pelukan, Ken baru tahu kalau Lucy ternyata menangis. "Kemana saja kau selama ini? Kami menunggumu di sekolah, kau tahu?"

"Aku hanya ...." Ken tak tahu harus berkata apa, tetapi Lucy ternyata tidak begitu butuh jawaban.

"Sudahlah, kau di sini, dan baik-baik saja. Itu sudah cukup ...." Lucy menghela napas dengan lega, seakan-akan itu yang dibutuhkannya sejak dua minggu terakhir. Dia mengambil lagi kantong kertasnya, lalu melambai kikuk pada Ken. "Kalau begitu, aku pergi dulu ... sampai jumpa besok di sekolah."

Baru saja Lucy berjalan, Ken langsung menarik lengan gadis itu, menahannya. "Tunggu!"

Namun, tiba-tiba saja Ken melepaskan. Diikuti pipinya yang menjadi merah, membuatnya harus menoleh untuk menyembunyikan wajah. Dia berdehem dengan canggung. "Aku ... maksudku ... apa kau mau menemaniku sebentar?"

Ken menggaruk tengkuknya sekali lagi, meski sama sekali tidak gatal. "Kalau kau tidak sibuk."

Sejenak tak ada balasan. Ken berharap Lucy akan setuju, tetapi kalau memang tidak mau maka bukan masalah. Diam yang terasa panjang itu malah membuat berpikir kalau Lucy sudah pergi, tetapi dia masih ada di sana saat Ken berbalik.

Gadis itu mengangguk. "Tentu. Aku bisa menemanimu."

***

Hujan akhirnya turun setelah Lucy tiba di rumah sakit yang kebetulan sedang kosong selain satu petugas di lobby. Ken membawanya kemari. Gadis itu memperhatikan dari jendela gemuruh di luar sana.

"Hei ... maaf sudah membawamu kemari." Ken kembali beberapa menit kemudian. Cowok itu sudah menjelaskan kalau adiknya sedang sakit, tetapi Lucy tidak dapat masuk karena pasien berada di ruang khusus.

"Tidak masalah," jawab Lucy, tersenyum kecil. Kembali memberi Ken sebuah kehangatan yang tanpa dia sadari selalu dibutuhkannya.

Dia teringat kembali pada semua hari saat bersama Lucy. Gadis itu selalu bertanya banyak hal, dan Ken tak pernah dapat menjawab. Namun, kali ini dia harus menjelaskan. Lucy pantas mengetahuinya.

Ken ikut menatap keluar sebelum mulai bercerita. "Adikku koma, karena ayahku." Lucy tertegun, tetapi tidak ingin menyela.

"Laki-laki yang berkelahi denganku di stasiun bus hari itu bernama Neal. Dia dulunya sahabatku di sekolah lama. Sebelum pindah, aku punya dua teman. Gina dan Neal. Suatu hari Gina diperkosa oleh seseorang, tetapi aku dituduh sebagai pelakunya karena menjadi orang terakhir bersamanya. Sejak saat itu, hidupku benar-benar hancur. Orang-orang mengejekku, menghinaku, dan memukulku. Termasuk Neal, sahabat terbaikku, melakukannya.

"Tetapi tak ada yang lebih membuatku sakit hati, selain ayahku sendiri yang tidak percaya padaku. Ayah menyiksaku tanpa ampun. Biasanya memukulku atau mengunciku di garasi selama beberapa jam sebelum ibu menyelamatkanku. Pada akhirnya orangtuaku bercerai, dan aku memutuskan untuk memulai semuanya dari awal. Di mulai dengan pindah sekolah."

Lucy akhirnya tahu jawaban dari seluruh keanehan yang terjadi saat Ken pertama kali tiba di sekolah. Kenapa dia selalu menghindari pertanyaan tertentu, termasuk Shiro yang pernah melihatnya menangis. Semua yang terjadi sebelum itu sangat menyakitkan.

"Tetapi kebahagiaanku hanya sementara. Ibuku bunuh diri. Jadi aku kembali pada ayahku, dan dia menyiksaku lagi. Aku sama sekali tak dapat melawannya, tetapi adikku, Sean, dia di sana untuk melindungiku. Sean menerima pukulan yang harusnya untukku, dan sekarang dia ...." Ken mulai kesulitan, tetapi dia tetap melanjutkan.

"Ketika ayahku tewas, itu menjadi hari paling membahagiakan dalam hidupku, tetapi Sean, orang terakhir yang peduli padaku. Dia koma, karena melindungiku. Aku bahkan tak tahu apakah dia bisa bangun suatu hari nanti. Aku hanya ingin dia membuka matanya, jadi aku dapat mengucapkan terima kasih."

Setetes air mata mulai mengalir di pipi kiri Ken, tetapi Lucy melihatnya tersenyum. "Aku ingin melindunginya."

Lucy tak tahu harus mengatakan apa, atau melakukan apa. Dia merasa harus menenangkan Ken, tetapi kemudian pemuda itu malah meraih tangan Lucy, membuat mereka saling bertatapan.

"Tapi sekarang aku tahu, Sean tidak sendiri. Karena ternyata masih ada orang lain yang peduli padaku."

Lalu Ken maju sedikit lebih dekat. Dada Lucy mulai berpacu dengan cepat. "Ketika kubilang kau bukan temanku, itu benar. Kau bukan temanku. Karena kau bukan hanya teman, kau lebih dari pada itu," ucap Ken.

Mereka semakin dekat, Lucy dapat merasakan napas Ken di wajahnya. Ken berbisik, "jadi izinkan aku melindungimu juga, Lucy Watson."

Lalu sebuah ciuman diberikan. Semuanya terjadi begitu saja.

Continue Reading

You'll Also Like

243K 30.3K 20
Dua alasan sederhana mengapa menjadi pengasuh anak teman Mama (ternyata) merupakan pekerjaan terkutuk: 1. Anak yang kuasuh (ternyata) adalah bocah pa...
190K 39.7K 25
Komandan Pertama Kavaleri; The real bad boy ain't playing no game.
Unread Book By aileum

General Fiction

78.1K 13.8K 23
Unread Book bukanlah buku biasa. Kemunculannya yang tiba-tiba laksana dinamit tanpa timer. Petir di siang bolong. Tahu bulat lima ratusan. Begitu men...
KANAGARA [END] By isma_rh

Mystery / Thriller

7.5M 547K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...