Kupu-Kupu Malam

By NaomiOcta

17.9K 774 28

MARET 2021 [ONLY FOR ADULTS!!!] "Cantik tapi terluka. Anggun tapi terhina. Kuat tapi menangis." Demi biaya pe... More

Bagian Satu
Bagian Dua
Bagian Tiga
Bagian Empat
Bagian Lima
Bagian Enam
Bagian Tujuh
Bagian Delapan
Info Lanjutan cerita

Bagian Sembilan

485 6 0
By NaomiOcta

Laura melangkah dengan santai melewati koridor kampus dengan memakai kemeja berwarna biru muda, rambut panjangnya ia ikat dengan sedikit berantakan. Laura terlihat ceria dari ekspresi wajahnya.

"Laura!!!" mendengar namanya dipanggil, Laura berhenti berjalan dan mebalikkan badan. Dennis sedikit berlari menghapiri Laura.

"Morning, Den..." ucap Laura dengan senyum lebar yang tersungging di bibirnya.

"Ra, gue mau ngomong sesuatu sama lo!" Dennis begitu tegas kali ini. Kemarin ia tidak jadi mengajak Laura bicara karena sudah larut malam dan hanya mengikuti mobil Laura sampai ke kost saja.

"Mau ngomong apa, Den? Bentar lagi seminarnya mulai."

"Only a while. Please...!" Dennis menatap Laura memohon.

Laura menghela napas pelan dan ia mengangguk. Dennis langsung menarik tangan Laura menjauhi koridor.

"So what do you wanna talk about?" Tanya Laura dengan kening yang berkerut. Kini mereka sudah ada di taman kampus yang masih lumayan sepi.

"Last night I saw you at the hotel. Ra, gue nggak salah lihat, kan?" Tubuh Laura langsung menegang, jantungnya berdebar lebih cepat.

Laura yang terkejut mendengar ucapan Dennis mencoba menenangkan diri, ia mencoba biasa saja dan tersenyum.

"Kemarin malem gue di kost, Den."

Dennis menggeleng, ia sangat yakin yang dilihatnya adalah Laura. "Gue nggak mungkin salah mengenali orang, Ra. Kemarin penampilan lo beda banget. Gue juga lihat lo bareng om-om."

Laura tertawa sambil menutup mulutnya. "Hahaha, lo salah lihat, Den. Selera gue itu bukan om-om, lah." Laura tersenyum manis. "Udah, kita ke auditorium sekarang." Laura melangkah lebih dulu, sementara Dennis terpaku.

"Gue bener-bener yakin itu Laura. Ya nggak salah lagi, sih. Kan gue ngikutin mobilnya sampe kost." Dennis menghela napas pelan, lalu ia menyusul Laura ke auditorium.

Saat sudah di auditorium, Dennis mencari keberadaan Laura di deretan-deretan kursi yang ada di ruangan yang sudah hampir penuh. Saat Dennis sudah menemukan posisi Laura yang duduk bersebelahan dengan Melina, ia mengerang dalam hati karena kursi di dekat Laura sudah penuh. Akhirnya Dennis memilih duduk di pojokan.

Saat acara seminar pun dimulai, Laura luar biasa terkejut melihat siapa yang menjadi narasumber seminar. Ia menggeleng dan mengucek matanya untuk memastikan, namun ia tidak salah lihat. Di depan, Rudi duduk bersama moderator dan narasumber yang lain.

Kenapa dia ada di sini? Tanya Laura dalam hati. Kekhawatirannya kini semakin bertambah. Mengingat Dennis yang mengatakan melihat dirinya dan Rudi kemarin malam membuat detak jantung Laura berdebar semakin cepat sampai ia keringat dingin.

"Ra, lo kenapa?" tanya Melina yang menyadari tingkah aneh Laura.

"Ah... I'm fine, Mel!" Laura memaksakan senyumnya. Melina mengangguk dan mereka fokus ke depan.

Laura sedang sibuk dengan pikirannya sambil terus melihat ke arah Rudi. Tanpa sengaja Rudi juga melihat ke arahnya. Pria itu sedikit terkejut melihat Laura, namun ia tersenyum misterius saat menyadari bahwa Laura adalah mahasiswa di universitas tempatnya dulu kuliah.

Sementara itu, Dennis menatap ke depan dengan serius sambil mengingat-ingat. Ia melihat salah satu narasumber di depan yang tidak asing lagi.

"Apa iya?" Tanya Dennis pada dirinya sendiri. Nanti setelah seminar selesai, Dennis akan mengintrogasi Laura lagi. Ia tidak ingin mati penasaran seperti saat ini.

***

Saat acara seminar sudah selesai, semua peserta bubar meninggalkan auditorium. Laura dan Melina masih menunggu antrian keluar dari auditorium. Saat Laura menoleh ke depan auditorium, matanya bertemu dengan Rudi membuat Laura semakin tegang. Laura menarik tangan Melina dan menerobos keramaian untuk menghindari Rudi. Saat mereka sudah berhasil keluar dari auditorium, Laura merasa sedikit lega.

"Ra, Mel...!" Laura dan Melina menoleh ke arah suara yang memanggil nama mereka.

"Dennis!!!" Jerit Melina dengan semringah. Dennis melambaikan tangannya pada Laura dan Melina.

Tubuh Laura kembali tegang. Ia belum siap bertemu Dennis. Melina menarik tangan Laura mendekati Dennis.

"Gimana? Dapet nggak ilmunya?" Melina mengangkat bahu, sementara Laura diam saja.

"Ra, soal yang tadi...forget it!" Laura tiba-tiba mengerutkan kening, namun ia tersenyum lebar seolah-olah tidak ada yang terjadi.

"Gue nggak masukin ke hati, kok Den. Toh itu bukan gue."

"Wait, lo berdua lagi bicarain apa, sih?" tanya Melina penasaran.

"Nggak tau nih Dennis." Laura mencubit lengan Dennis dengan pelan. Kini Laura merasa lebih lega dan masih aman.

"Kemarin gue mau ngumpul sama tim basket di hotel, terus gue ngeliat Laura gitu. Ternyata gue salah orang. Mana mungkin Laura kita main ke hotel, nongkrong aja susah di ajakin." Dennis tersenyum.

"Iya, mana mungkin Laura ke hotel. Makanya, Den...lo udah bisa periksa mata tuh ke dokter mata. Mulai rabun kayaknya!" Melina tersenyum mengejek.

Dennis hanya tersenyum. Lalu mereka bertiga pergi ke kantin sambil mengobrol seru.

Sementara itu di sebuah ruangan, Rudi baru saja berjabat tangan dengan salah satu dosen yang ada di kampus itu.

"Terima kasih karena Bapak sudah bersedia meluangkan waktu hari ini menghadiri seminar kami."

"Sama-sama." Rudi tampak berpikir dan ia tersenyum tipis.

"Saya ingin bertemu salah satu mahasiswa di sini. Bisa Anda bantu saya memanggil mahasiswa itu?"

"Jika boleh tahu, namanya siapa, ya Pak?" Tanya dosen itu penasaran.

"Laura."

"Oh...Laura dari Fakultas Ekonomi kah? Kalau benar, Laura adalah mahasiswa berprestasi di kampus kita ini, Pak." Rudi mengangguk.

"Saya akan menunggu dia di ruangan dekan!" Dosen itu mengangguk dan segera memanggil Laura. Rudi pergi menuju ruang dekan dan tidak sabar lagi bertemu dengan gadis itu.

***

"Laura, lo dipanggil Bu Susan, di suruh ke ruang dekan sekarang!" Laura, Melina, dan Dennis yang sedang makan di kantin langsung berhenti karena seorang teman sekelas mereka tiba-tiba datang menghampiri.

"Kenapa, ya?"

"Nggak tau juga, Ra. Penting katanya."

"Oke, makasih ya, Cit." Gadis bernama Citra itu mengangguk dan langsung pergi.

Laura, Melina, dan Dennis saling melempar pandangan dan mereka mengangkat bahu.

"Buruan deh, Ra." Laura menaikan sebelah alisnya menatap Melina.

"Kenapa deh gue tiba-tiba dipanggil ke ruang dekan?"

"Mau gue temenin?" Laura mengeleng.

"Gue bisa sendiri kok, Den. Gue tinggal dulu, ya." Laura bangkit berdiri dan bergegas menuju ruang dekan. Dennis menghela napas kuat, sementara Melina kesenangan karena ada kesempatan berduaan dengan Dennis.

Laura berdiri di depan ruangan dekan yang pintunya tertutup rapat. Ia berdiri tegak sambil menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan.

Laura mengetuk pintu dan membukanya. Ia melihat ke ruangan dekan dan jantungnya berhenti berdetak untuk sepersekian detik saat melihat siapa yang ada di dalam ruangan itu.

Laura melihat ke sekitar dan hendak melarikan diri lagi, namun ia tidak bisa lari begitu saja, dengan ragu ia masuk ke ruang dekan dan menutup pintu rapat-rapat. Laura menghampiri Rudi yang duduk santai di sofa yang ada di ruang dekan.

"Hi, Love..." Rudi berdiri dan langsung menarik tangan Laura. Lalu lelaki itu kembali duduk. Mau tidak mau Laura duduk di sebelah Rudi.

"Relax, Love..." Rudi menyentuh tangan Laura. Laura langsung menarik tangannya.

"Apa Mas Rudi yang meminta saya ke sini?" Laura mencoba menenangkan dirinya. Ia juga mencoba biasa saja meski dalam hati ia sangat panik. Padahal tadi ia sudah berhasil menghindari Rudi, sekarang malah mereka berdua ada di ruang dekan.

"Don't afraid, Love. Tidak ada yang tahu soal ini."

"Mas, ini di kampus! Saya tidak mau rahasia saya ketahuan...!" Saat Laura hendak berdiri, Rudi menahan tangannya.

"Kalau kamu pergi, saya akan bocorkan rahasian kamu!" ucap Rudi serius. Laura menghela napas pelan.

"Mas, saya udah bilang kemarin malam. Saya nggak terima klien yang sama!"

"Come on, Love. Your secret is safe if you do what I ask!" Ada nada penekanan dalam nada suara Rudi, Laura masih bersikeras.

"I can't, Mas..." ucap Laura memelas. Rudi tersenyum lebar.

"Okay if that's your wish. Saya tidak menjamin rahasia kamu bisa aman." Rudi tersenyum puas saat melihat Laura menundukkan kepalanya.

"Apa yang Mas Rudi inginkan dari saya?" tanya Laura menatap Rudi yang begitu santai. Rudi semakin senang mendengar pertanyaan Laura.

"Saya mau kamu menuruti apa pun yang saya katakan, termasuk...I want you only for me. Saya tidak suka berbagi. Bagaimana?"

Laura kembali terkejut mendengar permintaan Rudi. Permintaan itu sangat mustahil bisa ia penuhi, sementara masih banyak klien yang harus ia layani.

"I'm not sure, Mas...!" Laura menggeleng. Ia menatap Rudi memelas, namun Rudi tidak terima penolakan.

"Nanti malam saya akan hubungi kamu." Laura menghela napas dan ia bangkit berdiri. Lalu pergi meninggalkan Rudi di ruang dekan.

Rudi tersenyum penuh kemenangan. Rasanya ia sudah tidak sabar lagi menghabiskan waktu bersama Laura.

Sementara itu, Laura melangkah dengan cepat menuju toilet kampus. Sesampainya di toilet, Laura menutup pintu dan ia mendekati cermin. Menatap dirinya dalam cermin itu. Dadanya naik turun dan terasa sesak karena menahan emosi.

Laura menghidupkan kran dan tangisnya pecahnya.

Laura menangis untuk beberapa saat, ia mengusap air matanya menggunakan punggung tangannya. Tangan kanannya meraih ponselnya dari saku celananya.

Ada beberapa panggilan masuk dari Dennis, Melina, dan ibunya.

Laura menarik napasnya kuat-kuat, lalu mengembuskannya dengan perlahan sembari menghubungi ibunya. Tetapi nomor Maya, ibunya tidak aktif. Laura membuka pesan yang masuk, ada dua pesan singkat dari Maya yang dikirim 20 menit yang lalu.

Laura membacanya dengan jantung yang berdebar lebih cepat.

Ia memasukkan ponselnya ke dalam saku dan menatap wajahnya di cermin. Mengambil tissue dari tas dan membersihkan wajahnya. Mata dan hidungnya memerah. Setelah selesai, Laura langsung keluar dari toilet dengan buru-buru sampai tidak memperhatikan sekitarnya. Tujuan Laura sekarang adalah pulang ke rumahnya.

***

Hallo, Guys...
Aku lanjut penting lagi ya. Kalau ada salah penulisan, tolong diperiksa ya. Jangan lupa vote dan komennya ya.
Terima kasih😊

Continue Reading

You'll Also Like

309K 2.7K 18
WARNING 21+ **** Jeriko mesum, Jeriko sangean, Jeriko nafsuan. Jeriko sudah memiliki lebel yang sangat buruk dalam otak Keyna. Tapi, kenyataan dunia...
8.8M 109K 44
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
480K 1K 15
🔞 kisah sx abang tiri dan adik tirinya
2.3M 106K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...