Author POV
"GILAAA WOYYY.. JAEMIN MENGGODA IMAN BANGETTT!"
Rara berseru semangat dengan mata yang terus saja berpusat pada layar ponsel miliknya. Beberapa murid yang tengah sibuk dengan aktivitas nya di kantin bahkan menoleh menatap Rara tajam yang langsung saja membuat gadis itu menciut di tempat.
"Salah yah gue histeris gitu?" Tanya Rara dengan polosnya, sampai-sampai ketiga temannya sangat ingin menampar mulut polosnya itu.
"Lo nanya lagi ya salah lah bego! Lo nggak liat tuh orang lain ngerasa di ganggu waktu makannya gara-gara suara lo yang super-duper cempreng bin alay" sahut Kiki kesal.
Rara mendelik "Biasa aja dong jelasinnya, nggak usah sedetail itu. Lagian nih ya, emang nggak salah sih gue teriak tadi, orang Jaeminnya emang menggoda banget, benar kan Wa?" Rara menatap Awa yang tengah sibuk mengunyah bakso dengan tenang.
Awa berdehem singkat sebagai jawabannya, mungkin?
"Nah kan? Awa aja setuju sama pendapat gue" sinis Rara membuat Kiki menggeram di tempat.
"Loh? Kapan gue setuju sama pendapat lo?" Celetuk Awa membuat Rara, Kiki, dan Wiwi langsung menoleh padanya.
"Ha? Bukannya tadi lo berdehem yah pas gue tanya?" Rara mengernyit bingung.
"Ya emang gue nge-dehem tadi...... karena tenggorokan gue serak gaga-gara kuah bakso gue" jelas Awa tidak kalah polos membuat ketiga temannya menepuk jidat berjamaah.
"Eh, eh... guyss.... gue ada berita terbaru!!"
Bian datang tergopoh-gopoh sembari menyambar pisang goreng yang di pegang oleh Wiwi.
"Woy anjing! Pisgor gue setann!" Ketus Wiwi menatap Bian nyalang yang sudah duduk manis di sampingnya.
Bian mendengus "Dih, masih banyak juga tuh gue liat pisang goreng lo" kata Bian santai perlahan memasukkan pisang goreng itu ke dalam mulutnya.
Wiwi mendecih "Setan laknat!" Desisnya tajam.
Bian mengendikkan bahu. Peduli setan. Menurutnya.
"Bian! Lo ke sini ngapain hah?! Katanya lagi ada berita terbaru" sahut Kiki seketika membuat Bian yang tadinya mengunyah santai langsung membulatkan matanya dengan tubuh yang sudah ia tegakkan.
Mata Bian melirik Awa yang masih sibuk pada baksonya "Hem. Terbaru dan ter-hot tau nggak" ujarnya.
Rara, Wiwi, maupun Kiki tentu saja menatap Bian bingung yang kini tengah menatap Awa serius. Ketiganya pun ikut menatap Awa yang saat ini belum sadar sedang di perhatikan.
Awa berhenti mengunyah. Kepalanya yang semula menunduk menatap mangkok baksonya kini sudah terangkat menatap satu per satu temannya.
"Kenapa? Ada yang salah? Kenapa kalian ngeliatin gue gitu amat?" Tanya Awa bingung.
Bian mendengkus "Lo belum nyadar yah kalau berita terbarunya itu menyangkut lo Wa!"
Rara spontan menatap Bian tajam "Maksud lo apa kalau beritanya bersangkutan sama Awa?!"
"Ck! Ya kan emang gitu, lo nya aja yang belum ngeh sama unggahan baru-baru ini" kata Bian.
"Hah? Maksudnya apaan sih Bi? Yang jelas dong!" Sungut Kiki menggebu-gebu.
"Hooh, bikin orang penasaran aja lo anjing" timpal Wiwi yang memang pada dasarnya masih dendam pada Bian yang sudah seenak jidat merebut pisang gorengnya.
Awa sendiri yang melihat teman-temannya berdebat sontak menutup telinga "Kalian kenapa sih? Apa hubungannya tuh berita sama gue? Emang gue kenapa sampe-sampe di jadiin berita ter-update nya sekolah?" Tanya Awa.
Bian membuang napas jengah kemudian tangannya bergerak merogoh ponsel nya dari dalam saku celana abu-abunya. Lelaki itu terlihat mengotak-atik ponselnya yang sampai saat ini belum di ketahui teman-temannya kalau ia sedang mencari apa.
Setelah menemukannya, Bian dengan cepat memperlihatkan layar ponselnya itu pada teman-temannya. Ke empat temannya melotot lebar melihat sebuah postingan dari akun @SMAPurnamabakti_update. Itu adalah salah satu akun yang berisi berbagai informasi tentang SMA mereka. Pemilik dari akun itu pun adalah salah satu murid di SMA mereka sendiri, hanya saja semua siswa maupun siswi SMA Purnama Bakti tidak mengetahui siapa yang memang benar-benar pemilik asli dari akun tersebut.
"Sumpah?! Ini beneran lo Wa?" Tanya Rara menatap Awa yang masih cengo melihat unggahan yang menampilkan ia dan Guntur yang terlihat saling berdiri berhadapan.
Awa tanpa sadar mengepalkan tangannya kuat. Bisa-bisanya di foto itu keduanya terlihat romantis padahal aslinya sangat jauh dari kata dekat.
"Wah... parah sih kalau si Guntur sama Awa dekat, bisa-bisa Awa kena serangan para fans fanatik Guntur nih kalau orang-orang sampe tau" jelas Wiwi setelah menyumpah serapahi si pemilik akun.
"Nah kan? Tapi..... ngelihat Guntur yang di foto megang kepala Awa tuh kok gue kayak lagi lihat ilustrasi Webtoon yah?" Tanya Rara mulai berimajinasi pada karakter-karakter webtoon yang sering kali ia baca.
Kiki berdecak "Siapa sih yang buat akun ini? Hoax anjir"
"Ck! Iya benar banget, ini tuh hoax. Ceritanya nggak kayak yang kalian pikirkan. Foto ini pasti di ambil diam-diam oleh si pemilik akun. Lagi pula, gue nggak pernah dekat kok sama Guntur. Malah si Guntur yang dekatin gue" jelas Awa pada akhirnya. Berusaha membuat teman-temannya percaya pada kenyataan yang tidak sama persis seperti di foto.
"Kita percaya kok sama lo Wa" kata Kiki.
Awa tersenyum "Gue heran aja sih kenapa tuh orang suka banget buat unggahan comblang kayak gini. Gak tau apa kalau gue aja muak liat mukanya Guntur apalagi pake segala di bilang dekat.... huekk... serasa menderita gue"
Bian tertawa "Makanya kalau lo ngeliat Guntur tuh langsung lari aja. Gue tau gimana Guntur kalau emang benar-benar suka sama cewek. Dia gak segan-segan ngedekatin tuh cewek biar bisa suka sama dia balik"
"Ya kan gue beda. Sekali pun dia ngikutin gue sampe ke surga pun gue nggak bakal pernah mau ke pincut sama dia!" kata Awa tidak santai.
"Yaudah dong, selow aja kalau ngomong" ujar Bian.
Awa menghela napas panjang.
"Gue bakal kasih pelajaran pada si pemilik akun itu!" gumam Awa tersenyum miring.
Bahkan teman-temannya sampai di buat merinding dengan ekspresinya sekarang yang sudah terlihat seperti psikopat saja.
●●●●●
"Lo yakin orang-orang bakal percaya kalau Awa sama Guntur lagi dekat Ran?" Tanya Aulia pada temannya.
Rania mengangguk yakin "Jelas lah, orang gue sendiri yang foto mereka diam-diam. Gue yakin banget kalau anak-anak sekolah kita pasti bakal percaya sama tuh foto"
"Ya juga sih, tapi tujuan lo fotoin mereka itu apa?" Tanya Aulia bingung dengan tindakan temannya yang satu ini.
"Karena gue gak mau, kalau Jake sampe suka sama Awa" desis Rania semakin membuat Aulia bingung.
"Ha? Kenapa lo mikir gitu? Ya jelas lah kalau Jake nggak bakalan suka sama Awa. Orang Awa aja nyusahin, sok baik, apalagi manja banget jadi cewek" balas Aulia mulai menyudutkan Awa.
"Yahh.... lo benar juga, tapi tetap aja gua mau kalau Jake percaya soal foto itu. Gue nggak mau kalau cepat atau lambat Jake bakal kepincut sama Awa" jelas Rania.
Aulia berdecak "Lo keliatan kalah banget dari Awa" ujar Aulia sinis.
Serrkktt...
Rania mencengkram erat kerah baju Aulia. Matanya menatap nyalang gadis di depannya. Sementara Aulia yang mendapat perlakuan tiba-tiba itu hanya tersenyum sembari menatap Rania balik.
"Jaga omongan lo! Sampai kapan pun, gue gak bakal pernah bisa di kalahin oleh siapa pun!" Desis nya tajam.
Aulia tertawa sinis sembari menyentak tangan Rania dari kerah bajunya. Gadis itu beralih merapikan kerah bajunya yang sempat berantakan karena tindakan Rania.
"Gue gak peduli lo mau berpikiran apa Ran! Tapi lo harus sadar, kalau Awa....... bukan tandingan lo" setelah menepuk pelan pundak Rania. Aulia pun melangkah pergi meninggalkan Rania yang masih mematung menatap pantulan dirinya di depan cermin toilet.
"ARGGHH!! Gue gak bakal pernah bisa di kalahin sama lo Wa!" Gumam Rania mengepalkan tangannya kuat.
●●●●●
Awa melangkah memasuki gerbang menjulang itu ketika seorang satpam yang bekerja di rumah tersebut membukakan gerbang untuknya. Sepulang dari sekolah, Awa langsung berangkat menuju kediaman Hermawansyah untuk melakukan pekerjaannya. Untung saja ia sudah membawa baju ganti, jadi sepertinya tidak akan bermasalah kalau ia mengganti pakaiannya di rumah megah ini, mungkin?
"Selamat datang non" sapa para pelayan yang berada di rumah itu.
Tidak ada yang berubah, semuanya tetap saja sopan padanya padahal ia sudah meminta untuk tidak perlu se-formal itu padanya. Bagaimana pun orang-orang di rumah ini lebih tua dari pada dirinya, lalu bagaimana bisa mereka bertindak layaknya dia adalah tuan rumah di kediaman ini?
Awa hanya tersenyum sembari merundukkan badannya bermaksud menyapa balik. Dengan pelan ia melangkahkan kakinya, menaiki setiap deretan anak tangga itu. Seorang wanita paruh baya terlihat baru saja keluar dari pintu bernuansa putih. Awa lagi-lagi tersenyum.
"Eh non Awa, Aden baru saja bersih-bersih di bantu sama Tuan. Tapi sepertinya Tuan sekarang sedang ada urusan di kantor. Jadi, Aden sedang sendiri sekarang di dalam. Sebentar Bibi bawakan makanan untuk Aden, Non masuk saja, mungkin Aden sedang menunggu Non Awa"
Lihat lah? Pipi Awa sudah merona mendengar penuturan dari Bi Minah, yang sudah bekerja hampir puluhan tahun di rumah ini.
"Oh gitu yah bi, tapi ngomong-ngomong... di sini ada kamar kosong gak? Saya mau ganti pakaian dulu hehe, soalnya gerah juga sih lama-lama pakai baju sekolah" jelas Awa membuat Bi Minah tersenyum.
"Ada kok Non, ikut Bibi sebentar"
Awa mengangguk kemudian mengikuti langkah kaki Bi Minah yang terlihat berjalan menuju kamar yang sepertinya terletak paling ujung lantai dua rumah ini. Awa hanya tersenyum ketika Bi Minah berpamitan padanya. Sementara dirinya kini sudah memutar gagang pintu kamar tersebut.
Setelah berhasil masuk di kamar itu. Awa cukup terpanah melihat desain kamar yang bercorak putih dengan sedikit motif keemasannya. Awa meggeleng takjub, benar-benar indah bila di pandang. Berjalan menyusuri setiap sudut kamar itu bermaksud untuk melihat-lihat.
Kalian percaya ini tidak? Kamar kosong saja sudah semewah ini, lalu bagaimana kira-kira dengan kamar Si pemilik rumah? Awa sedikit tersenyum, setidaknya ia sudah melihat cerminan kamar mewah itu seperti apa. Tentu saja seperti kamar Adam, yang sudah terlihat seperti kamar-kamar aktor terkenal saja.
Eh, berbicara soal kamar aktor. Awa saja belum pernah melihatnya seperti apa.
Awa cekikikan sendiri. Kenapa pula dia memikirkan hal yang tidak terlalu penting? Baru saja berniat menuju ruang ganti pakaian di kamar itu, sesuatu yang terlihat bercahaya karena pantulan dari sinar matahari langsung yang bersalah dari balik tirai jendela mengalihkan perhatian Awa.
Dengan pelan, ia melangkahkan kakinya mendekati silauan yang sepertinya berada di balik laci nakas yang sedikit terbuka. Setelah benar-benar berdiri di depan meja tersebut. Awa tanpa ragu sedikit pun meraih benda yang berada di dalam laci tersebut.
Waww!
Sebuah bingkat foto berukuran sedang terpampang di depan wajahnya. Sebuah foto yang menampilkan dua orang anak laki-laki dengan satu wanita dewasa di tengah-tengah mereka. Awa mengerutkan keningnya.
"Kak Adam mungkin yang di sebelah kanan, terus yang di tengah terlihat mirip sama kak Adam. Ah, mungkin aja ini ibunya kak Adam" gumam Awa berbicara sendiri.
Kini mata Awa kembali memperhatikan sosok yang berdiri di samping kiri wanita cantik itu "Terus yang ini siapa yah?" Tanya Awa bingung sendiri.
"Dia terlihat seperti....."
Tokk...tokk...tokk...
"Non Awa, apa non sudah selesai? Ini makanannya sudah bibi buatkan, biar non sendiri yang bawakan ke aden"
Awa dengan cepat langsung menyimpan kembali bingkai foto tersebut ke dalam laci meja nakas di depannya.
"Oh iya bi, saya sudah hampir selesai"
Hufftt..
Hampir saja ia kena serangan jantung. Ia merasa sudah seperti ke pergok mencuri di rumah orang. Lihat lah wajah terkejutnya itu, dan jangan lupakan juga jantungnya yang sudah berdetak tidak karuan karena sudah terperanjak kaget.
Awa langsung beranjak, melangkah menuju tempat ruang ganti pakaian di kamar tersebut. Otaknya masih saja berusaha menyimpulkan siapa sosok yang berdiri di samping kiri Ibunda Adam? Entah kenapa, ia merasa sangat-sangat penasaran. Apalagi, melihat bekas luka di leher anak laki-laki yang berada di foto tersebut.
Awa seperti pernah melihat bekas luka itu, tapi di mana dan kapan? Arghh... salahkan ingatan Awa yang sudah seperti ingatan nenek-nenek saja. Lemot banget.
●●●●●
Jangan lupa tekan tombol bintang yah manteman...
Maaf kalau ada typo, makasih...
Enjoy terus dan sampai jumpa :)