[✔] Klub 513 | Hidden Chapter...

By Wiki_Dwiki

86K 21.7K 4K

Juyeon : "Jadi kita ber empat dikutuk ama Seonghwa, gitu?" Moonbin : "Gaada yang namanya kutukan, yang ada it... More

Prologue : "Let Death Make a Room"
Para Akang Ganteng :')
1. Ketakutan Akibat Trauma
2. Kebetulan Mengerikan
3. Di Tempat Yang Sama
4. Panggilan Dari Masa Lalu
5. Kelipatan Dua
6. Saling Terhubung
7. Bunga Aster Yang Tenggelam
8. Kepingan Aster, Si Bunga Kecil
9. Lingkaran Terang, Lingkaran Gelap
10. Susunan Angka
12. Kisah Raja, F dan A
13. Jalan Petunjuk
14. Kotak Merah Berisi Kematian
15. Utopia Dalam Anarkisme
16. Malam Gelap, Saksi Bisu Kematian
17. Sepanjang Masa
Epilogue : "Semua Baik Baik Saja Sekarang"

11. Ingatan dan Ketakutan

3.3K 1K 101
By Wiki_Dwiki

.
.
.

    Jungwoo Harsaya :
   
    "Anak tanpa identitas orang tua."
   
    "Anak yang lahir dari batu."
   
    "Anak haram dari dua manusia tak bertanggung jawab."
   
    "Si aib keluarga."

      
    Itu hanya beberapa dari banyaknya sebutan buruk orang orang pada sosok polos Jungwoo. Bukannya Jungwoo tuli akan sebutan kurang mengenakkan itu, tapi dia sudah terbiasa saking seringnya mendengar itu. Sedari kecil, Jungwoo tumbuh di panti asuhan bernama Al Harsaya, itulah mengapa nama belakangnya menjadi Harsaya.

    Mungkin tak separah apa yang terjadi pada keluarga Abuwayna ataupun Mahawira karena sungguh, Jungwoo hanya sedikit dikucilkan. Dia tak mendapat perlakuan buruk ataupun siksaan karena memang, dia tak mengenali orang tuanya. Setiap Jungwoo bertanya pada Ibu Panti siapa orang tuanya, maka wanita cantik yang kini telah tiada itu akan menjawab jika Jungwoo adalah karunia Tuhan, dan orang tua Jungwoo tak terlalu penting dalam hidupnya.
   
    Saat kecil, tentu Jungwoo mengiyakan hal itu, karena tak ada yang bisa dia lakukan. Toh, Jungwoo juga tak mau mengenal seseorang yang tega menelantarkannya di panti asuhan. Kan, Jungwoo jadi merasa seperti beban Panti. Karena itu, setelah dewasa, dia ingin membalas kebaikan Ibu Panti dengan cara menunjukkan jika Jungwoo bisa sukses walau kalimat 'aib keluarga' terus saja meneror psikisnya.
   
    Setelah lulus dari Universitas dan melakukan studi profesi, Jungwoo langsung ditempatkan di stase Forensik pada Rumah Sakit Cipta Sehat (sebelum akhirnya dipindahkan ke Anestesi dan berakhir di Ortopedi). Awalnya Jungwoo benar benar tak bisa beradaptasi dengan suasana ruang otopsi ataupun tengkorak yang seakan memanggil minta disatukan kembali, namun seiring waktu, dia bisa melakukannya dengan profesional walau sempat down berulang kali karena ketakutan.

     
    Tentang pertemuannya dengan Seonghwa, um, tak terlalu menarik seperti milik Juyeon ataupun Moonbin. Mereka bertemu di sebuah taman bermain. Dari awal, Jungwoo tertarik pada Seonghwa. Menurutnya, Seonghwa itu menggemaskan dan sangat menarik. Suaranya yang lembut dan memikat, membuat Jungwoo rela berlama lama di taman bermain bersama Seonghwa untuk membuat sebuah menara pasir.

    Seonghwa juga mengajarinya tentang anatomi tubuh manusia, itu menjadi alasan lain dia ingin menjadi seorang tenaga kesehatan. Pola pikir Seonghwa yang jauh lebih dewasa dari anak seusianya menjadikan Jungwoo juga memiliki pemikiran yang tenang, dia memang suka overthinking dengan segala hal yang baru dia coba, namun Seonghwa mengajarinya cara mengontrol emosinya.

    Tentang perubahan nama Jungwoo juga tak begitu spesial karena sebatas Panti ditutup, Jungwoo tak punya tempat tinggal, dan Paman Rudi—atas paksaan Seonghwa, mengadopsinya. Jungwoo rasa tak ada yang hilang dari ingatannya karena Jungwoo bukan anak yang pelupa, tak seperti Juyeon yang entah apa yang ada di dalam otaknya.

    Namun, akhir akhir ini, setelah masa lalu Juyeon dan Moonbin diketahui, dia ketakutan. Apa masa lalu Jungwoo (yang Seonghwa ubah) juga sama mengerikannya?
   
   Bagaimana jika dia ternyata adalah seorang psikopat gila? Bagaimana jika ternyata dia membunuh anggota panti Al Harsaya seperti Moonbin atau ayah Juyeon yang membunuh keluarganya? Bagaimana jika Jungwoo tak pernah siap mendengar yang sebenarnya? Rasanya pingin nangis aja Jungwoo mikirin itu.
  
   
  
    Malam ini Jungwoo gabisa tidur, selain karena dia tidur di atas kasur yang berbeda dengan miliknya di rumah, dia juga khawatir akan seperti apa hari besok. Juyeon dan Moonbin sudah menemukan kebenarannya, bagaimana jika besok giliran Jungwoo dan dia tak siap? Apakah Jungwoo akan pingsan dan terbangun dengan ingatannya ketika berumur 9 tahun lagi?

    Jungwoo mengusak kasar rambutnya. Dia bangun dari tidurnya dan jalan mengendap ngendap menuju dapur. Mungkin segelas air hangat bisa menenangkannya. Berusaha tak berisik agar Hongjoong yang memilih tidur di sofa ruang tamu tak terbangun ternyata sia sia karena nyatanya, Hongjoong belum tidur dan sedang menatap layar laptopnya di meja makan.
  
  
  "Kalo tidur larut malam keriputmu bakal muncul sebelum waktunya, Joongie." Ucap Jungwoo.

  "Refleksi diri Jungwoo." Balas Hongjoong.
  
 
    Jungwoo tertawa kecil sambil mengambil gelas di atas lemari. Hongjoong diam, Jungwoo juga diam, namun yang paling merasa canggung adalah Jungwoo. Ayolah, dia gasuka suasana sepi seperti ini, itu membuatnya tak nyaman.
  
  
  "Kamu sibuk?" Tanya Jungwoo.

  "Nggak, kok. Cuma nge cek nilai anak anak semester kemarin." Jawab Hongjoong.

  "Pasti capek jadi guru." Ucap Jungwoo mengambil duduk di hadapan Hongjoong.

  "B aja sebenernya. Capek jadi tenaga kesehatan." Balas Hongjoong.

    Jungwoo mengangguk kecil, "um, soal ini semua... Bagaimana menurutmu?"

  "Menurutku?" Tanya Hongjoong.

  "Kamu ga takut? Soalnya aku takut banget, aku masih takut kalo aku gabisa sekuat Moonbin atau Juyeon yang masih bisa bertahan dengan kenyataan mengerikan itu. I mean, mana ada orang yang bisa bersikap B aja setelah tau kalo keluarganya dibunuh dengan campur tangan Seonghwa..." Jelas Jungwoo.

    Hongjoong berhenti mengetik dan menatap Jungwoo. "Menurut gua ga gimana gimana. Kalo soal takut, gua takut banget, ketakutan atau tepatnya kekhawatiran yang ga beda jauh dari punya lu. Cuman, seenggaknya, gua pingin tau, batas gua sebagai manusia.. kalo nyatanya gua ngelakuin hal buruk dan gua lupa, gua bakal ngeiyain Semesta yang nolak keberadaan gua disini."

  "Kamu inget apa yang sering aku ceritain pas lagi mode anak 9 tahun? Aku sering lihat taman bermain yang sama dan menghadiri pemakaman orang yang nggak aku tau siapa.. apakah itu ingatan yang Seonghwa ubah dari aku? Aku ketakutan banget, aku penasaran siapa yang dimakamin, tapi secara bersamaan, aku takut buat tau siapa.. lebih takut lagi kalo ternyata aku yang bunuh orang itu.." Ucap Jungwoo.
  
 
    Hongjoong tentu tau kekhawatiran itu, 'kesetaraan' yang Seonghwa buat pasti bikin mereka seenggaknya pernah bunuh orang sekali. Maklum kalo Jungwoo takut jika ternyata dia pernah bunuh orang. Bagaimana dengan Hongjoong? Tergantung siapa yang dia bunuh tentu saja.
 
 
  "Kalau Seonghwa pingin nyiptain Utopia itu, dimana cuma ada kesetaraan, lalu kenapa dia nolong kita? Apa cuma buat kepuasan pribadi dia doang?" Lanjut Jungwoo.

    Hongjoong menghela nafas, "Gua udah bilang, kan? Seonghwa bukan orang baik seperti yang kalian kira."

  "Tapi Hongjoong sayang banget ama Seonghwa.." Tawa Jungwoo.

    Alis Hongjoong menukik terkejut, "kapan gua bilang gitu?"

  "Pas SMP kamu belain Seonghwa dari anak anak tukang bully sampai babak belur karena ngajak mereka berantem.."

  "Itu sifat baik manusia—"

  "Mau Hongjoong alasan gimanapun," sela Jungwoo, "Hongjoong gabisa bohong kalo Seonghwa itu salah satu orang yang mengambil andil paling besar di hidupmu. Aku, Moonbin, Juyeon juga gitu, mau gimanapun Seonghwa bohongin kita, tetep aja, Seonghwa itu satu satunya dan kita gabisa benci sama dia."

  "Setelah masa laluku terungkap, aku pingin janji buat percaya kalau Seonghwa ga ngelakuin itu untuk kepuasan pribadinya doang. Soalnya.. tanpa Utopia itu, kita gabakal ketemu, gabakal saudaraan sebagai Zahuwirya. Seonghwa mungkin salah, tapi rasa peduli dia ke kita ga mungkin bohong. Tanpa Seonghwa, mungkin Juyeon akan selamanya terperangkap di dalam keluarga Abuwayna yang membencinya."

    Jungwoo mengusap matanya, "Moonbin bakal selamanya ketakutan di dalam sumur gelap itu sendirian, dia gabakal nemuin kisah indahnya sendiri, dia gabakal tumbuh menjadi bunga Aster indah seperti sekarang. Banyak hal baik dari Seonghwa dan itu cukup buat aku. Setelah ini, walau aku ga siap, walau aku bakal nangis paling kenceng, aku bakal terima dan gabakal benci sama Seonghwa.. jangankan membencinya, membayangkan saja aku gabisa."

  "Jungwoo, terkadang nembenci orang itu bisa bikin lu merasa tenang—"

    Jungwoo menggeleng tegas, "tergantung orangnya. Terserah orang lain ngomong jelek tentang Seonghwa, karena nyatanya, Seonghwa tetep Seonghwa, temenku yang udah ninggalin aku selamanya.."

    
    Hongjoong terdiam, bukan rahasia memang kalau Jungwoo dan Seonghwa sedekat itu. Maksudnya, mereka punya banyak kesamaan. Berbeda dengan Hongjoong, Juyeon dan Moonbin, Jungwoo dan Seonghwa itu bak anak kembar yang peaceful, mereka bertengkar karena hal kecil sesekali namun berbaikan tak lama setelahnya. Nggak kayak Juyeon, Moonbin dan Hongjoong yang suka ngehina atau misuhin satu sama lain.

    
Sesama durhaka yang saling mangatai? Yeah, exactly.

    
  "Hongjoong," panggil Jungwoo pada Hongjoong yang terlarut dengan lamunannya.

  "Hm?"

  "Kamu bilang sendiri kalo Seonghwa itu bukan orang baik seenggaknya di masa lalunya, kan? Kanu tau? Aku gapernah sepercaya ini sama omonganmu." Ucap Jungwoo.

  "Kemungkinan itu belun berubah.. obsesinya Seonghwa sama Utopia itu parah banget soalnya." Balas Hongjoong sambil menggeleng.

  "Kalau itu yang kamu yakini, lalu apa kamu tau alasan Seonghwa menciptakannya? Hanya untuk bersenang-senang atau untuk kepuasannya dalam menentang takdir? Itu jawaban logis, namun, kambali ke konteks awal, gabakal ada asap kalo gaada api. Dalam rekaman vidio itu, Seonghwa meminta maaf, bukan? Dia bilang kalo dia gapernah ngarepin ini, dia ngaku udah buat kesalahan besar dan udah sepantasnya dihukum cuma karena obsesinya pada Utopia kecilnya."

    Jungwoo menarik nafas dalam, "kesimpulannya, Seonghwa tau perbuatannya salah. Dia sadar diri, Joongie.. namun atas sebuah alasan yang harus kita cari tau sampai ketemu, dia gabisa berhenti di tengah jalan. Seakan dia berada dalam kondisi, maju tak berani mundur sudah tak bisa. Aku tau kamu tak begitu menyukai sifatnya yang seperti 'diktator' itu, tapi kamu gabisa nyangkal kalo Hwa itu keluargamu."

     
    Mendengar Jungwoo bicara panjang lebar seperti ini membuat Hongjoong sedikit terkejut, soalnya Jungwoo cenderung menyembunyikan isi hatinya daripada mengatakannya terus terang. Hongjoong bisa pastikan ini pertama kalinya Jungwoo menentang ucapan Hongjoong tentang Seonghwa. Di hari lalu, Jungwoo selalu mengiyakan apapun yang Hongjoong katakan pasal Seonghwa.
 
 
  "Lu nggak lagi ada dalam pengaruh Seonghwa, kan?" Tanya Hongjoong ngeri dan kepalanya auto ditabok ama Jungwoo. Keras banget. Pas di tempat dimana pintu kamarnya Moonbin juga menghantamnya.

  "Mulutmu itu perlu di edukasi, Hongjoong." Ucap Jungwoo kesal, "otak doang yang pinter akhlaknya ghoib. Masih mending otaknya Juyeon yang ghoib—nggak deh, gaada yang mending, bikin emosi semua."

  "Iya, iya, maaf. Udah malem, tidur sana. Gua mau nerusin ini dulu bentar." Usir Hongjoong.
 
 
    Jungwoo bangun dari duduknya, namun dia berhenti ketika hendak kembali ke kamarnya, dia menoleh Hongjoong yang juga menatapnya. Hongjoong memiringkan kepala, bertanya 'ada apa' pada Jungwoo.

    
  "Pas aku pindah ke pondok ini, aku sendirian?" Tanya Jungwoo.

  "Maksudnya sendirian?" Tanya Hongjoong balik.

  "Aku menjadi anggota Zahuwirya sebelum Moonbin dan Juyeon, kan?" Tanya Jungwoo lagi.

    Hongjoong mengangguk, "hanya selisih 3 atau 4 bulan seingat gua. Ada apa?"

  "Dengar.. akhir akhir ini aku kelelahan karena pekerjaanku sedikit berat, kayaknya lagi musim kecelakaan dan penyakit." Jelas Jungwoo.

   
    Hongjoong mengangguk, tanda dia mendengarkan Jungwoo. Dia tentu tau, entah kenapa banyak kecelakaan terjadi akhir akhir ini, para muridnya juga banyak yang absen karena sakit. Mungkin perubahan cuaca penyebabnya.

    
  "Di tengah malam, aku sering terbangun dan mendapati diriku sendiri ada pada mode 'little'. Dokter bilang itu karena kelelahan dan keadaan itu terjadi secara alami karena tubuhku sedang menyesuaikan kondisi otak. Suatu malam, aku coba merekam apa yang aku ucapkan karena Juyeon menyarankan hal itu.."

    Hongjoong mengangguk untuk sekian kalinya, "lalu?"

  "Aku terbangun dan menangis.. memanggil nama yang familiar. Aku memanggil Enola. Ketika aku tertidur karena kelelahan.. aku bermimpi.. aku bertemu dengan Enola, namun, aku juga bertemu seseorang, wajahnya tak begitu jelas tapi aku yakin pernah bertemu dengannya." Lanjut Jungwoo.

  "She or He?" Tanya Hongjoong.

    Jungwoo menggigit lidahnya, "She, and I don't know why, tapi.. aku samar samar melihatnya ada di belakangku.. mendorong punggungku lembut, mendorong ayunan taman itu untukku.."

    Jungwoo menatap lurus mata Hongjoong, "Do I have a Sister, Hongjoong?"
  
  
  
  
  
  
  
 
  
   
  
  
  
  
######

Halo, Hola!
Selamat hari Rabu, semoga hari kalian ini menyenangkan.
Jangan lupa bahagia hari ini ^^

Jadwalku kembali karena Alhamdulillah, padi udah dipanen hehe. Insyaallah bisa konsisten lagi :D

Makasih udah baca!
Luv kalian semuaaa ♡♡♡♡
   
  

Continue Reading

You'll Also Like

41.2K 14K 15
Hyunjin : "Baru kali ini gua nemuin manusia yang belum diperiksa tapi diagnosis-nya udah positif kegoblokan." * Romeo Hyunjin Abrisam hanya mengi...
1M 85.8K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
26K 4.6K 25
[ END ] Ketika seluruh kesatria dunia berkumpul. Untuk menjadi jantung dunia yang sesungguhnya. Genre. Fantasi, action
11.3K 1.6K 33
[DIHARAPKAN UNTUK MEMBACA S1-NYA TERLEBIH DAHULU!] Tak ada lagi kekacauan, tak ada lagi ketidakadilan, tak ada lagi kekejaman, dan tak ada lagi mayat...