Cakrawala |REVISI|

By Septiafawt

82.1K 19.2K 18.6K

Ini kisah Cakrawala Pranadipta, manusia yang tak suka bercerita. Sedikit menggeser egonya, ia akan memulai be... More

PROLOG
1. Zervanos
2. Anggota Baru
3. Pahlawan Kesorean
4. Halte Bus yang Suram
5. SMA - Sakit
6. Bully?
7. Kekacauan Bella
8. Dia Psikopat?
9. Ada Apa?
10. Perkelahian
Visual Cast
11. Ratu Drama
12. Buku Catatan Anya
13. Embun Bar-Bar
14. Hallo mars - pembohong?
15. Masalah
16. Tawuran
17. Hukuman
18. Marahnya Cakrawala
19. Mencoba mengakhiri
20. Gagal?
21. Kehilangan?
22. Kesalahan Teknis
23. Siapa pelakunya?
24. Asal tuduh, dasar.
25. Dikeroyok
26. Sadar
27. Perihal bubur
28. Badmood
29. Taman
30. One day with Laksa
31. Tidak akur
32. Rumitnya minta maaf
33. Pasar Malam (1), Teror pertama?
34. Pasar malam (2), Manis
35. Persiapan Baksos, Kesal
36. baksos, mimpi nenek
37. Permintaan Cakrawala
38. Melewati batas
39. Dia gila
41. Alibi
42. buntu
43. Katanya, tulus
44. Menuju akhir
45. Tuntunan
46. Sakit yang tidak diketahui
47. Pertemuan mereka
48. Satu persatu hilang
49. Dia, sosok misterius itu
50. Dia ada
51. Mungkin, ini pengorbanan

40. Kedatangan Hadden

843 110 360
By Septiafawt

Hanya mereka yang menderita yang mengerti penderitaan.

****

"Udah kan, kak? Puas? sekarang hapus semua fotonya, hiks ...."

Cakra mengangguk, "Bagus, kalo lo ngelanggar semua ini, lo bisa kena pasal. Jadi kelinci yang nurut."

Anya menatap nanar kertas itu, ia menangis tiada henti karena nasibnya ada pada lelaki itu, "Lakuin semuanya, kak. Apapun itu yang kak Cakra mau dari Anya. Tapi Anya mohon, hapus dulu fotonya. Jangan sampe ayah sama temen-temen Anya liat hiks ...."

"Oh, jadi lo takut ayah lo liat? Gimana kalo hukuman terbesarnya, bakal gue hubungin semuanya sama ayah lo. Kalo lo ngelanggar, foto itu bakalan sampe ke depan mata ayah lo saat itu juga, setuju?"

Anya sontak langsung membelakan matanya, ia bertekuk lutut dihadapan Cakra seraya menunduk, memegang satu kaki Cakra untuk memohon, "JANGAN, KAK! ANYA MOHON, JANGAN LAKUIN ITU HIKS, ANYA JANJI GAK AKAN NGELANGGAR APAPUN YANG KAK CAKRA PERINTAHKAN, ANYA JANJI!"

Cakra menarik ujung bibirnya, "Gue suka ngeliat lo kayak gini, ngehibur banget tau gak? Hahaha ...."

Gadis itu menggadahkan kepalanya ke atas seraya merapihkan anak rambutnya, mengusap air matanya, ia langsung tertunduk kembali untuk meminta persetujuan yang benar-benar seimbang.

"Hapus fotonya sekarang, kak. Hiks ... Anya takut kalo kak Cakra kelepasan. Anya gak mau bikin ayah Anya kecewa karena udah ngelakuin itu, hiks ... hiks."

"Semua nasib ada di tangan lo, lo cuma tinggal nurut, Nya. semuanya aman. Kita jaga rahasia ini baik-baik, cuma kita berdua doang yang tau."

"Udah, ayo makan!"

Cakra menarik tangan Anya supaya berdiri, membantunya berjalan karena tampak sempoyongan, ia mengantar Anya ke ruang santainya, mendudukannya di sofa lalu berjalan kembali untuk mengambil makanan.

"Makan yang banyak! lo gak boleh sakit," tuturnya menyodorkan satu persatu makanan itu berserta air putihnya.

"Gue mau mandi dulu, awas aja kalo lo coba-coba buat kabur, gue bakal ngehukum lo di luar batas pikiran lo sendiri," Cakra pun beranjak dari hadapan Anya, berjalan santai ke dalam kamar mandinya seraya bersiul senang. Meninggalkan Anya yang menatap sendu punggung lelaki itu yang kian menghilang.

Anya memalingkang pandangannya ke arah berbagai makanan yang tertera di hadapannya, memegang dadanya, Anya mati-matian mencoba untuk menenangkan dirinya, ia meraih gelas itu untuk meneguk beberapa tetes air, setidaknya hal itu bisa membantu untuk menolong walaupun sebentar.

Glek glek glek

Setelah beberapa detik meminumnya, Anya tiba-tiba langsung memegang lehernya, rasa serat solah langsung menggerogoti tenggorakannya, matanya terpejam kuat, badannya pun bergerak ambigu berusaha memberhentikan reaksinya.

"Hiks ... ini apa lagi, kak?" tanyanya melemah, Anya langsung membaringkan tubuhnya di atas sofa, meringkuk badannya berupaya menghalau kedinginan yang mencoba menembus dirinya.

Cakra keluar dari kamar mandinya, mengacak-ngacak rambutnya yang basah dengan handuk di kepalanya. Ia tersenyum, menghampiri Anya dan langsung mengusap rambutnya lembut.

"Princess gak boleh kecapean kan? harus banyak istirahat."

***

"Cakra! Keluar lo sialan!"

Hadden langsung menerobos pintunya, mengacak-ngacak tiap sudut ruangan untuk mencari temannya. Lengannya terkepal kuat, raut wajah khawatir pun tampak sangat kentara melekat, ia terkejut ketika mendapatkan telepon bahwa Anya tidak pulang semalaman.

"Cakra!"

"Apa?"

Hadden mengalihkan pandangannya ke arah suara itu, berjalan cepat dan langsung mencengkram kuat kerah sweeternya, gemerlatuk gigi terdengar jelas, Hadden kali ini benar-benar terlihat marah.

"Dimana Anya, hah?!"

Cakra menepis tangannya,  "Anya? Di sana," Ia langsung menunjuk kamar tidurnya, tersenyum miring, lelaki itu berjalan ke arah lemari es dengan tangan yang ia masukan ke dalam saku celananya, meninggalkan Hadden yang berdiri tercengang atas ucapannya.

"Lo—"

"Anyaaa!" Hadden langsung berlari ke kamar itu dengan terburu-buru, mencari di mana gadis itu berada, setelah netra tajamnya menangkap Anya yang sedang berbaring, ia langsung berlari kembali, mendekati gadis itu supaya lebih dekat terlihat.

"Anya ... lo gak papa kan?"

Mata Anya yang sedang terpejam pun sontak langsung membelak, ia mengedip-ngedipkan matanya perlahan perlahan agar bisa menerima cahaya yang baru saja masuk ke dalam sana.

"Kak Hadden!" teriak gadis itu setelah sadar sepenuhnya, ia langsung tersenyum senang, memeluknya erat agar seolah takdir baik telah mengampirinya.

Hadden mengusap punggung Anya perlahan, "Lo gak papa kan, Nya?"

Anya menggeleng keras, diikuti dengan cairan bening yang menitik di sudut matanya, ia menyembunyikan wajahnya di dada bidang Hadden karena ketakutan, "A–anya gak papa, kak. Kak Hadden ke sini mau ngejemput Anya pulang? Iya? Anya pengen ikut sekarang, kak."

"Iya, Anya. Jawab dulu, Cakra berbuat apa aja sama lo? Dia gak macem-macem kan? Bilang sama gue semuanya sekarang."

Anya sontak langsung mengangguk keras, "Hiks ... d–dia, dia—"

"Ekhem!"

Ucapan Anya langsung terhenti, ia melirik ke arah pintu kamar itu secara spontan, membuatnya terlonjak dan tak berani melanjutkan ucapannya.

Anya langsung melerai pelukannya, ia mengusap air matanya seraya tersenyum, "G–gak papa kok, kak. Anya baik-baik aja."

"Seru banget ngobrolnya," ledek Cakra seraya terkekeh, ia menatap Anya selama beberapa detik, kemudian mengalihkannya ke arah Hadden seraya tersenyum tipis.

"Dia gak papa. Semalem dia ketiduran di mobil gue karena jalanan macet. Kalo dibawa ke rumahnya bakalan lama lagi, jarak yang paling deket ya ke apartemen gue. Iya kan, Anya? makannya gue bawa dia ke sini."

Anya yang mendapat pertanyaan itu sontak langsung mengangguk tegas, "I–iya, kak. Hehehe ... Anya nangis cuman karena asing sama tempatnya, kirain Anya, Anya itu diculik, taunya di Apartemen kak Cakra."

Hadden menaikan alisnya, "Serius lo? Dari tadi kayaknya lo ketakutan banget, terus kenapa juga mata lo sembab kayak gitu? Lo gak pernah kayak gini kan?"

"Mana kak? Ini bukan sembab, tapi mata panda. Anya kurang tidur karena kepikiran tugas sekolah yang belum selesai."

Cakra yang melihat drama mereka berdua pun langsung menghela nafasnya, ia berdiri dari sandarannya, berjalan keluar seraya berkata, "Kalo mau ngobrol di luar aja."

Hadden menggeleng, "Gak usah, kita langsung pulang aja ya, Nya."

Anya yang mendengar itu pun langsung kalut, ia bergerak ambigu dengan telapak tangan yang berkeringat dingin, ia takut kalo pilihannya akan salah nanti.

"T–tapi, kak ...."

"Ayah lo nungguin di rumah," timpal Hadden mencela ucapannya.

"Dia khawatir ya, kak?"

Hadden mengangguk, "Iya," lelaki itu pun dengan cepat meraih pergelangan Anya untuk bangkit, "Makannya lo harus pulang."

"Engh ... kak Hadden ngomong dulu sama kak Cakra ya? Pamitan."

"Iya, Anya. Ayo keluar," ajaknya kembali setelah Anya berdiri.

Mereka berdua langsung menghampiri Cakra yang sedang asik menonton film action, tertawa senang setiap adegan kejam itu terjadi, ia membuang-buang snacknya untuk meluapkan kesenangannya.

"Kra," panggil Hadden ketika sampai di hadapannya.

Cakra memegang perutnya yang tak henti tertawa, meminum sodanya, ia masih terkekeh dengan mata yang menyipit ke arah Hadden, "Hahaha ... apasi, ganggu aja."

"Gue pengen bawa Anya balik," ujar Hadden datar, lihatlah manusia itu, bahkan menatap lawan bicaranya saja enggan, Cakra malah terus terfokus pada layar televisinya.

Cakra melirik ke arah Anya sesaat, "Anya? Lo mau pulang?" tanyanya masih diiringi kekehan kecil.

Anya sontak langsung mengangguk ragu, ia memilin tangannya gelisah, "I–iya, kak."

"Ya udah, mandi dulu sana, baju gantinya kan udah gue siapin dari tadi pagi," tuturnya kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke arah layar televisinya.

Gadis itu langsung mencium aroma tubuhnya, "Hm, iya juga, kak." Anya pun langsung memandang Hadden sebentar, "Anya mau mandi dulu, gak papa kan?"

Hadden menghela nafasnya sesaat, "Gak papa, santai aja," ujarnya disertai lengkungan bibir yang tipis.

Anya langsung berlari kecil ke arah toilet, ia menutup pintu perlahan agar tak menghasilkan suara. Dua lelaki itu pun langsung mengalihkan pandangannya dari Anya, saling menatap kemudian dengan cepat Hadden memutuskan pandangannya.

Cakra membuka kulit kacangnya, "Bucin banget keknya lo sama dia."

"Kenapa lo bawa dia ke sini? Bukannya lo gak suka sama dia? Gak usah bohong, gue tau Anya pasti nangis semaleman," ujarnya tak mau diajak bercanda.

Cakra langsung mengangguk, "Kalo nangis sih iya, kan lampu kamar gue matiin permanen, dia takut mungkin? Tanya aja sama tuh cewek."

"Terus lo tidur di mana semalam?" tanyanya masih menuntut.

"Di kamar lah."

Hadden menatapnya tajam, "Lo sekasur sama dia?"

"Iya."

"Brengsek!" umpat Hadden marah.

Cakra terkekeh, "Gue ke Bar semalem, pulangnya gak sengaja ketiduran di kamar pas gue lagi ngecas HP, bentaran doang, cuma dari jam 4 subuh."

Hadden tiba-tiba mencengkram kerah sweeternya kembali, "Jangan berani lo macem-macem sama Anya, njing. Sampe dia kenapa-kenapa, jangan berharap gue bakalan diem aja," ancamnya tak main-main.

Cakra menaikan alisnya, ia menepis kedua tangan Hadden, menatapnya sama-sama tajam seolah tak mau kalah, "Oke, Hadden pramuditha," balasnya kemudian terkekeh kecil.

Hadden langsung berdiri kembali, berjalan ke arah sofa yang sedikit jauh dari Cakra, nafasnya tampak mulai stabil kembali.

"Lo belum tau rasa dia kan?" tutur Cakra diikuti kekehan kecil.

Alis Hadden terangkat, "Maksud lo?"

"Hahaha ... enggak, maksud gue makanan bikinan dia enak, lo pasti udah sering nyoba kan?"

"Gue nyoba semalem," lanjutnya lagi.

Hadden berdecak, "Gitu doang heboh."

Cakra menggeleng seraya menarik ujung bibirnya, "Karena yang ini langka."

"Terserah," timpal Hadden malas.

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Anya keluar dari kamar mandinya, lengkap dengan sweeter kebesaran dan juga jeans hitamnya. Hadden tersenyum tipis, ia menghampiri Anya dan langsung mengelus rambutnya yang basah.

"Udah?"

Anya langsung mengangguk, "Udah, kak."

Hadden menatap Cakra sesaat, "Kita langsung balik aja,"

Cakra yang mendengar itu pun langsung memgangguk mengerti, ia melambai-lambaikan tangannya membalas ucapan Hadden.

Anya melirik ke arah Hadden sesaat, "K–kak?" tuturnya tiba-tiba.

"Apa?"

Anya menggeleng ragu, "Nggak, hehehe ...."

Hadden menghela nafasnya, ia berjalan ke arah meja di hadapan Cakra untuk mengambil kunci motornya, "Gue balik," ujar Hadden dan langsung berlalu dari hadapan Cakra.

Cakra mengangguk, ia menatap punggung kedua manusia itu sebelum menghilang dari pandangannya, "Hati-hati!" teriaknya sebelum benar-benar menghilang.

"Ya."

Ceklek

"ARGHHH, ANJING!"

Ia berdiri, melempar semua barang yang terlihat di hadapannya saat itu juga. menendang, dan juga memukulnya tanpa perduli seberapa pun harganya, bunyi nyaring pun sontak langsung menjadi pengisi suara di ruangan yang kian tak berbentuk itu.

Prang

Prang

Prang

Ia meratakan semua benda yang ada di mejanya, di lanjut dengan televisi yang ia lemparkan dengan kuat ke arah lantainya.

Prang

Matanya benar-benar memerah, nafasnya pun terengah-engah seolah tak ada udara di ruangan sana. Ia berjalan kembali ke arah dipan yang ada di ujung ruangan, melempar Vas bunga yang berukuran paling besar ke arah dindingnya.

Prang

"ANJING!" teriaknya kembali, tangannya kini berlumuran darah, cairan berwarna merah itu kini menjadi perwarna di lantai yang berwarna terang itu, Cakra memukul temboknya beberapa kali, meluapkan semua amarahnya tiada henti.

Bugh bugh bugh

"Lo bener-bener keluar dari batas Anya."

Cakra berjalan ke arah kamarnya, mengambil ponselnya kemudian mengetikan beberapa nomor yang bisa ia hubungi, tak butuh lama, ia pun langsung menempelkan benda itu ke samping telinganya.

Cakra menjilat darah yang ada di tangannya sesaat, "Gusur dia." titahnya tak terbantahkan.

***

-To be continued-

Double update gilaa, kirain rekornya gak bakal kesampean lg anjim, gue pengen sante sante bentar tp malah diteror😭

25 vote, 300 komen next ni ye, uhuhuhu smoga aj ga rekor, pgn tidur nyenyak dlu ngab😀

Btw aniwey, ad yg mau diomongin sama mereka gak?

Cakra?

Anya?

Hadden?

Aing mungkin? Ahahaha

Dahla, jangn lupa tinggalin zezak hyungie, ciu

Continue Reading

You'll Also Like

890K 63.4K 35
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
293K 21.8K 34
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
1.4M 67.3K 24
semua part pendek. "JIKA MENCINTAI TAK HARUS MEMILIKI, MAKA BOLEHKAN SAYA MENGHAMILIMU TANPA MENIKAH" Bimanuel Dirgantara. "GUE BUKAN HOMO BANGSAT"...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.9M 279K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...