Moonlight Stealth

By hayylaaa

2.1K 613 729

[ Fantasy - Slice of Life ] Aku menutup buku dongeng pengantar tidur. Tak lupa mengucapkan harapan bahwa keaj... More

00 | Before Moonlight Shining You
01 | They Cames
02 | A Strange Miracle
03 | First Plan
πŸŒ™ | Moonlight Stealth (1)
πŸŒ™ | Moonlight Stealth (2)
πŸŒ™ | Moonlight Stealth (3)
04 | The Truth Untold
05 | The Truth Untold (2)
06 | Love Project
07 | Love Project (2)
08 | Love Project (3)
πŸŒ™ | Visualisasi Karakter
09 | Become A Basket Manager
10 | Become A Basket Manager (2)
11 | Become A Basket Manager (3)
12 | Be A Good Manager
13 | Great Competition
14 | A Great Day
πŸŒ™ | Wawancara Ekslusif Bersama Fhea
15 | A Trip to Market!
16 | Art Exhibition
17 | Rumor Has It
18 | Bullying
20 | Bullying (3)
πŸŒ™ | Wawancara Ekslusif Bersama Fhea (2)
21 | Bullying (4)
22 | Shocking News
- PENGUMUMAN -
23 | Plan - Survey!
24 | Plan - Sneak!
25 | Plan - Save!
πŸŒ™ | New Cover UwU
26 | Welcome Home Mom!
27 | Warm Night

19 | Bullying (2)

31 13 7
By hayylaaa

Sesuai janjiku dengan teman Dhiya, kami bertemu di taman belakang saat jam pulang sekolah. Tempat itu sepi sepanjang saat, cocok sekali untuk bertukar informasi rahasia antara siswi dengan siswi lain—persis seperti sekarang. Dhiya ikut menemaniku.

Gadis itu, namanya Faras berdiri sambil bersender di salah satu batang pohon. Tak berlama-lama, langsung saja aku memperkenalkan diri dan bertanya, "Sesuai yang tadi Dhiya bilang sebelumnya, aku mau ketemu buat nanya dimana kamu dapat foto itu?"

"Ah foto itu. Kau tahu Ivel? Dia yang memposting fotonya di akun stargram." kata Faras. "Apa berita itu beneran?"

Aku menggeleng dan mendesah pelan. Astaga bagaimana aku memulihkan nama baikku yang tercemar akibat perilaku orang lain yang TIDAK bertanggung jawab!

"Apa aku bisa bertemu dengannya?"

Farras melirik ke Dhiya dan menatapku tidak nyaman, "Kau yakin? Dia anaknya agak nakal. Beberapa murid di kelasku juga segan padanya." 

"Namun jika aku tidak mencoba berbicara padanya masalah ini tidak akan kelar. Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya agar rumor ini cepat berhenti."

Dhiya dan Farras saling bertatapan dan ikut mendesah. "Maafkan aku ya Fhea tidak bisa membantu banyak." ujar Faras.

"Iya tidak apa-apa, kau sudah cukup membantuku kok. Kalau boleh tahu bagaimana caranya aku bisa bertemu dengannya?"

"Dia biasanya suka nongkrong di kantin/ di lapangan saat istirahat. Mungkin kau dapat bertemu dengannya di situ." 

Aku mengangguk, "Terimakasih ya Faras!"

"Iya Fhea, semoga berhasil! Kalau begitu aku pamit pulang duluan yaa!" Dhiya pun berjalan pergi dan hilang dibalik lorong sekolah.

"Yuk kita juga pulang!" Dhiya segera menggandeng tanganku. Kami berjalan beriringan sampai depan gerbang hingga harus berpisah di sana karena supir Dhiya sudah datang.

"Baiklah, ayu kita pulang sekarang juga Grey!" seruku sambil menatap salah satu dahan pohon dimana Grey berada.

"Mau ke mana?" Rei muncul di belakangku.

"Astaga!" Aku melompat kaget dan segera menjauh sambil melirik ke segala arah—kalau-kalau ada yang melihat dan menyebar rumor tidak jelas lagi.

"Tidak ada yang melihat. Ga perlu takut dan kaget seperti itu."

Aku cemberut, dan berjalan mendekat setelah memastikan tidak ada oramg di dekat sini. "Ada apa? Apa kau mau mau mendiskusikan tentang rumor itu?"

Ia mengerutkan alisnya, "Untuk apa?"

"Kau tahu kan kita ditimpa rumor aneh tidak jelas dan seisi sekolah heboh membicarakannya."

Rei mengangguk, "Namun bukan itu tujuanku sekarang. Sepertinya kau lupa."

Kini aku yang mengerutkan alis. "Apa yang kulupakan?"

"Di hari Minggu kau berjanji akan ke kafe bersamaku karena ingin melihat-lihat klub menggambar."

"ASTAGAA ... AKU LUPAA!" 

Ia menghela napas, "Ya sudah ayo. Pasti mereka udah nungguin."

Aku mengangguk dan segera mengikuti langkahnya di belakang. "Maaf yah aku lupa."

"Iya tidak apa-apa tapi … haruskah kau jaga jarak sejauh itu?" Rei melirik tajam.

"Hei aku hanya berjaga-jaga! Kita harus waspada terhadap segala kemungkinan, dan jangan menatapku seperti itu!"

Rei berdecak kesal dan melanjutkannya langkahnya. Aku terus mengikutinya sambil menjaga jarak hingga akhirnya sampai di kafe kecil bernuansa coklat, persis seperti nama kafenya, Kafe Cacao. Letaknya cukup jauh dari jalan raya jadi tidak begitu ramai

Aku dibuat terkagum-kagum oleh desain interiornya begitu menjejakkan kaki di dalam. Apalagi ada pot-pot tanaman di setiap ujung kafe, terlihat cukup segar dengan nuansa coklat muda dan perabotan serta lantai kayu. 

Rei menaiki tangga ke lantai atas dan disambutlah aku dengan rak-rak buku besar yang melilingi ruangan dengan beberapa meja kayu yang ditempati orang-orang. Yang paling mencolok adalah meja paling panjang di ujung ruangan, mereka melambaikan tangan ke Rei. Sepertinya mereka anggota klub.

Aku langsung menunduk saat sampai di meja mereka. "Hai semuanya. Nama saya Fhea Azahra biasa dipanggil Fhea. Salam kenal, mohon ampun!"

Mereka tertawa dan bertepuk tangan. "Ngapain berdiri saja, ayo duduk!" seru salah seorang gadis yang mungkin lebih tua dariku. Aku duduk di sampingnya.

"Wah kau membawa teman yang cantik sekali Rei!" celetuk seorang gadis cewek berkuncir 2 yang duduk di pojok.

"Apa kalian teman SMA?" tanya gadis yang tadi mengajakku duduk. "Oh astaga aku lupa memperkenalkan diri! Namaku Gina, biasa dipanggil Gee (Gi)."

Aku mengangguk, "Hai Kak Gee, iya aku teman sekolahnya."

Salah seorang cowok berdeham, "Teman apa teman?" Yang lain segera berteriak heboh, bahkan beberapa cowok memukul meja membuat irima khas tersendiri.

"T-TEMAN! TEMAN KOK!" Aku tergagap-gagap, salah tingkah. Mereka berteriak "Cieee" dan tertawa. Tanpa sadar aku ikut tertawa bersama mereka. 

"Oh iya kau suka menggambar apa Fhea? Manga? Chibi? Doodle? Atau malah realistik?" tanya seorang cowok berkacamata.

"Emm aku suka menggambar benda-benda di sekelilingku. Mungkin realistik? Tapi aku tidak bisa menggambar orang."

"Woah, keren sekali! Coba gambar! Aku ingin melihat gambarmu!" seru gadis berkuncir dua.

Aku mengangguk dan segera mengambil buku sketchbook dari dalam tas. Aku selalu membawanya kemanapun. Segera saja buku itu berpindah tangan. Tak henti-hentinya mereka berseru bahkan berdecak kagum tiap lembar berganti. Tanpa sadar aku ikutan gugup, penasaran reaksi apa yang akan mereka beri selanjutnya dan bagaimana tanggapan mereka terhadap goresan pensilku di sana.

"Woah gambarmu bahkan lebih bagus dariku!" ujar kak Gee. 

Kurasakan wajahku memanas. "Makasih kak." Ia tertawa dan menepuk pundakku.

"Wah, Rei kau hebat sekali dapat membawa orang yang jago gambar ke klub ini!" seru seorang cowok yang duduk di sebelah Rei.

Ia menaikkan kedua bahunya, "Aku bertemu dengannya saat dia melihat-lihat pameran kita waktu itu. Padahal dia bilang dia tidak jago gambar dan masih kaku."

Mereka semua berseru heboh, tidak terima, bukan ke Rei melainkan aku. "Apa-apaan itu, kau bilang kau tidak jago gambar lalu ini apa?" seru gadis berkuncir dua.

"Kau bilang ini kaku? KAKU?" seorang cowok mungil yang memakai sweater ungu ikut berseru.

"Wah-wah, apa kau mencoba merendah untuk meroket?" timpal cowok berkacamata.

Aku menggelengkan kepalaku. Aduh kenapa jadi begini. "B-bukan itu maksudku. Aku memang tidak pede dengan gambaranku karena sudah lama tidak menggambar."

"Kalau begitu pilihan yang tepat untuk datang dan bergabung bersama kami," ujar Kak Gee. "Selamat bergabung Fhea!"

Senyumku mengembang. "Terimakasih semuanya!"

Sore itu, segala kekesalan dan kecemasanku hilang, berganti dengan canda tawa tak berkesudahan. Aku bersyukur mereka sangat ramah dan welcome dalam menyambutku. Pilihanku kali ini untuk bergabung tidak salah, aku dapat bertemu dengan orang-orang seperti mereka, sungguh sesuatu yang harus disyukuri. Terimakasih Tuhan, maaf dulu sempat marah padamu.

Sore itu aku pulang dengan senyum mengembang, tak lagi gundah saat berangkat ke sekolah. Segala kekhawatiran sirna dari kepalaku bak sihir dari ibu peri. Beberapa kali aku bersenandung di bus sambil melihat Grey terus mengepakkan sayapnya di cakrawala bumi yang sekarang telah berwarna oranye dengan gradasi ungu, pertanda bulan akan mulai bertugas. 

"Syukurlah kau senyum lagi. Mukamu tadi sangat kuat seperti mayat hidup!" ledek Rei yang duduk di sampingku.

Aku tertawa, "Kau lebih aneh lagi mau berbicara dengan orang yang seperti mayat hidup." Ia pun ikut tertawa.

Walaupun Rei diam saja dan malah meledekku. Aku tahu Rei ikut senang dengan keputusanku untuk gabung ke dalam klub gambar. Oh Astaga! Aku bahkan sudah lupa untuk harus jaga jarak darinya! 

Setelah sampai di rumah aku pamit kepada Rei dan melangkah riang ke rumah. "Grey!" Aku berseru saat sudah dekat dengan rumah. "Aku menemukan 1 kebahagiaan kecil lagi dalam hidup! Hehehe."

🌙🌙🌙

Huwaa malam banget aku update ceritanya, maaf ya T^T

Moga aja Chapter kali ini dapat menghibur dan menyembuhkan rasa kecewa kalian!

Tolong temani dan dukung Fhea hingga akhir gaiss!! 🥺❤️

Thx buat yang udah mampir apalagi sampai vote, komen dan tambahin ke reading list kalian. Love u all!!

See you in next chapt!

- 🌙✨

Continue Reading

You'll Also Like

645K 44.5K 28
"kenapa foto kelulusanku menjadi foto terakhirku.."
234K 19.6K 25
β€’β€’Alethea Andhira Gadis cantik yang memiliki kehidupan sederhana memiliki sifat rendah hati dan ramah. Sosoknya yang cantik tidak membuatnya memiliki...
789K 2.7K 11
πŸ”ž cerita ini mengandung adegan dewasa
544K 35.1K 62
Serena memiliki hobi yang aneh, gadis itu senang menghancurkan rumah tangga orang lain. Bagi Serena, menghancurkan rumah tangga orang lain adalah sua...