Saranghae Ustadzii

By beomygurl

324K 23.3K 564

" ustadznya sok ganteng, lebih ganteng lagi kim taehyung " " jangan gitu nanti jodoh loh " " na'udzubillah " ... More

#1
#2
#3
#4
#5
#6
#7
#8
#9
#10
#11
#12
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#20
#21
#22
#23
#24
#25
#26
#27
#28
#29
#30
#31
#32
#33
#34
#35
#36
#37
#38
#39
#40
#41
#42
#43
#44
#45
#46
#47
#48
#49
#50
#51
#52
#53
#54
#55
#56
#57
KABAR, BUKAN UPDATE
#58
#59
#60
#61
#62
End~
Xtra part^^
HELLO!!!
Haloowww

#19

4.9K 354 3
By beomygurl

HALLO

RANI SAMA USTADZ FEBRI NEMENIN MALAM AHAD NIH

VOMENT NYA YAA~

HEPI READING YOROBUN~

.

.

.

Sejak kejadian itu Rani sudah jarang ke rumah ustadz Aziz, kini dua minggu sekali ia akan menemui suaminya lewat uks yang dijaga ustadzah Malfa

Siang ahad kali ini Rani memilih duduk sendiri di bawah. Lantai satu di gedung asramanya. Lebih tepatnya samping tempat pohon-pohon mangga itu. Usai cuci piring makan siang, ia izin tidak langsung ke kamar pada teman-temannya. Teman berlima itu maksudnya

Karena Rani sedang tidak sholat, ia lebih tenang untuk mengesampingkan sementara soal setorannya. Di pesantren jika santri putri berhalangan sholat, maka wajib juga tidak ikut setoran.

"Rani sendirian aja" celetuk Khansa

Rani hanya menyengir

"Galau apasih"

"Enggak kenapa-kenapa Khans, hehe"

"Kalo gitu ana murojaah dulu ya"

Rani mengangguk

Pikirannya kalut. Pembicaraannya dengan ustadz Azmi kemarin Sabtu sore masih terngiang. Ia menjadi berfikir dua kali lipat soal perasaannya kepada suaminya sendiri itu.

Karna jujur saja, ia belum sepenuhnya mencintai ustadz Febri. Pada awalnya mungkin suka, tapi untuk mencintai? ia masih ragu.



"Ohiya Rani, selamat ya untuk itu. Hahaa"

Rani yang paham akan perkataan ustadz Azmi mengangguk 

"Dia demi loh gak ikut ke Bali" imbuh ustadz Azmi

"Ohiya?" Rani hanya menanggapi. Sebenarnya ia sedikit malas di panggil ustadz Azmi hanya untuk ucapan selamat ini. Bahkan untuk ia sendiri masih kurang percaya


Seorang ustadz Febri

Yang pernah ia kesali itu

Menjadi suaminya

"Sejak awal saya kenal dia di sini, dia sudah bercerita banyak tentang kamu"

"Se-sejak awal?" kini Rani benar-benar tertarik

"Iya, bahkan niat untuk menikahimu. Kata dia, ia takut maksiat. Makanya di halalin" jelas ustadz Azmi sedikit menahan senyumnya

"Bukannya di jodohin?"

"Hah? siapa bilang? orang saya yang nemenin dia beli cincin sama mahar"

"Ustadz Febri bilang di jodohin" Rani cengok

"Hahahahha"

"Bukan Rani, dia yang berniat"

"Tapi, bukannya ustadz Febri masih kuliah?" tanya Rani pelan. Ia takut menyinggung. Tapi, bukankah laki-laki jika ingin menikahi perempuannya harus siap ini itu? termasuk harta? 

"Loh, apa Febri gak pernah cerita?"

"Cerita apa?"

"Febri kan udah mulai bantu perusahaan ayahnya Ran, jangan-jangan kamu gak tau perusahaan ayahnya Febri?"

Rani menggeleng pelan





"Ustadz Febri aja gak pernah ngomong kok"

"Apa gue yang gak pernah nanya-nanya ya?"

"Kemarin juga cuma ngobrol sebentar sih sama orang tuanya. Abis itu pergi"

"Orang tua siapa Ran?" tanya seseorang yang tiba-tiba datang

"Mertua" jawab Rani masih sibuk dengan pikirannya

"Hah, mertua siapa?!"

Rani menoleh seketika

"Eh Ilmi, hehe. Ngapain anti di sini?"

"Murojaah lah. Anti? bukannya gak sholat?"

Rani menangguk

"Gak ngantuk. Mau nyari udara"

"Gaya" cibir Ilmi

"Ohiya, maksud anti mertua siapa?"

"Emang ana bilang gitu?" Rani balik tanya

"Au ah males" Ilmi menyerah. Ia buka Al-Qur'annya, lalu murojaah hafalannya

"Kelas duabelas pada kemana tu?" tanya Rani. Mata nya menangkap segerombolan di depan pengasuhan. Ia yakin itu anak kelas duabelas. Pasalnya ia melihat seseorang yang pernah menyita fikirannya saat ia kelas sepuluh tahun lalu

"Kan bau-bau mau perpisahan Ran"

Rani ber-oh panjang. Memang sebelum perpisahan akan ada latihan ini-itu untuk kelas akhir. Itu artinya sekolah akan libur, begitu juga dengan mengajinya. Semua sibuk dengan acara itu. Ustadz-usatdzah, dan anak SMA yang membantu

"Rani di panggil ustadzah Fairuz tuh" Yesmi memecah pandangan Rani ke kakak kelasnya itu

"Ustadzah Fairuz?" tanya Rani

Yesmi mengangguk

"Punya masalah apa anti Ran?" bisik Ilmi

"Gak tau deh, kayaknya ana baik-baik aja tuh"

"Cepetan Ran"

Rani berdiri. Ia sedikit takut sebenarnya. Ustadzah Fairuz. Ketua ustadzah junior itu dikenal galak. Jika di sekolah, mungkin semacam BK.

"Di depan dapur ustadzah ya Ran" imbuh Yesmi

Rani mengangguk



.

.

"JAWAB RANI!"

Kini Rani berdiri tepat di depan ustadzah galaknya itu. Fairuz. Tangannya meremas ujung atasan bajunya yang sepanjang lutut

"Kamu ngapain sering ke rumah ustadz Aziz?"

"Di suruh ustadzah"

"Siapa?"

"Us-ustadzah Lili" cicit Rani

"Beneran?"

Rani mengangguk takut

"Rani, apa kamu gak malu ke sana terus? "

"Sekarang udah enggak ustadzah"

"JAWAB KAMU YA?!"

Rani tersentak. Remasan di bajunya makin kuat. 

"KAMU ITU UDAH BALIGH RANI, MALU DONG KE RUMAH ORANG UDAH BERKELUARGA!"

Rani diam. Air mata yang sudah ia tahan tak dapat terbendung lagi. Setetes-dua tetes keluar

"USTADZAH TAU KALO DI SURUH, TAPI GAK HARUS TIAP AHAD DONG. APA KAMU GAK PUNYA ALASAN BUAT NOLAK?"

Rani diam-lagi. Ia menundukkan kepalanya.

"KALO BEGINI TERUS KAMU MAU USTADZNYA BERPALING SAMA KAMU, HAH?"

"APA ITU NIAT KAMU, MAKANYA GAK MAU NOLAK?!"

Rani menggeleng kuat. Pandangannya masih lurus ke sandal birunya

"Santri putri kok mau jadi pelakor" cibir ustadzah Fairuz pelan

Sontak Rani mengangkat kepalanya. Matanya menatap ustadzah di depannya itu

pelakor?

"Apa?!" 

Rani kembali meringis. Hatinya sakit di difitnah seperti itu. Ia tak mungkin mengungkapkan alasan sebenarnya. Terlebih ia tau isu ustadzah Fairuz itu menyukai suaminya

"Untung sepi ya Ran, coba kalo tadi pagi, pasti semua anak tau" 

Rani menghembuskan nafasnya panjang. Harus menjawab apa ia? dijawab pun dikata tidak sopan.

"Ustadzah Lili itu adik dari om ustadzah, Ran. Jadi masih saudara sama ustadzah. Awas kamu ya!"

Rani menggigit bibir bawahnya. Pantas semarah itu. Pikir Rani

"Tapi gue gak gitu anjing" umpat Rani dalam hati. 

Hatinya sesak. Sungguh

Kata pelakor itu masih terdengar jelas di telinganya, walau sudah tak diucapkan kembali

"Sana pergi! awas sampai ustadzah tau kamu ke rumah ustadzah Lili lagi"

Rani tak menjawab pun tak mengangguk. Ia lancang pergi begitu saja









Masuk kamar tanpa ucap salam membuat teman-temannya menjadi heran. Terlebih Rani mengambil gulingnya secara kasar.

"Rani?" Najma khawatir. Ia melihat Rani langsung tengkurap kasar lalu menangis kencang

"Ran?"

"hiks.... hiks.."

"Anti kenapa Ran?" tanya Gina. Tangannya mengelus pelan punggung Rani yang bergetar

"Rani kenapa?"

"Gak tau"

"Dia dari bawahkan tadi?"

"Katanya dari ustadzah Fairuz malah"

"Rani beneran nangis itu?"

"Loh bisa nangis dia?"

"Heh!"

"Eh ngapain-ngapain?"



"Nih Ran, minum dulu" Anna menyodorkan segelas air putih

Rani diam. Ia masih tengkurap dalam tangisnya

"Ayo Ran, minum dulu" bujuk Asma

Nafas Rani tersenggal. Sontak membuat seisi kamar panik

"Rani..Rani.."

Dengan cepat Ilma yang tak jauh dari Rani membalikkan tubuh Rani. Nafas Rani  mulai tak beraturan

"Rani jangan nangis, nanti tambah sakit" tutur Bening

Kini hampir sekelas mengerubunginya. 

"Eh jangan deket-deket, nanti dia gak bisa nafas leluasa!" tegas Ilma

"Panggil ustadzah Malfa!" teriak ustadzah Alfi tiba-tiba. Beliau datang lalu menyuruh beberapa teman Rani untuk memindahkan Rani di atas kasur



***

Malam Senin ini seperti biasa mengaji di tempatnya masing-masing. Karena persiapan untuk acara perpisahan masih belum sempurna. Seperti panggung, kotak nasi, jajan, dan sebagainya  mereka berjalan seperti biasanya

Sedang Rani, ia terbaring lemas di atas brankar uks. Ia harus mendapatkan oksigen tambahan. Untungnya di uks menyediakan tabung oksigen

"Rani makan dulu yuk" bujuk ustadzah Malfa

Rani menggeleng. Punggungnya bersandar. Tatapannya kosong menatap depan.

"Kamu sejak siang belum makan kan?"

Rani diam

"Makan yah, aku suapin deh"

Rani diam

Ustadzah Malfa meletakkan kembali piring bernasi itu di nakas

Ia sudah mencoba menelfon ustadz Febri sedari tadi sore. Namun ponselnya tidak aktif. Kata ustadz Azmi sedang keluar dengan teman kampusnya. Pun ustadzah Malfa tidak punya nomor abang Rani. Rizal

"Santri putri kok mau jadi pelakor"

"Aarrgghh!!" teriak Rani meremas kepalanya yang tanpa kerudung itu

"Rani!" ustadzah Malfa menahan kedua tangan Rani

"Rani..tenang Ran" 

Tangis Rani kembali terdengar. Ia tak pernah sebelumnya di bentak sekasar itu. Pun dengan ustadzah ngajinya jikalau ia tidak lancar

"Febri sialan!" umpat ustadzah Malfa 

Terpaksa ustadzah Malfa memasukkan air putih yang sudah diberi tetesan obat tidur itu ke mulut Rani. Ia tidak bisa melihat Rani semacam orang stres itu tanpa tahu alasannya

Usai Rani memejamkan matanya, ia kembali menelfon temannya itu. ustadz Febri

"Assalamu'alaikum, ya Mal?"

"Pulang lo Febri sialan. Istri lo!!"

tut..tut...tut...

Ustadzah Malfa menghembuskan nafasnya. Lega. 

Terputusnya telfon dari sebrang, ia yakin temannya itu kembali dengan cepat

Dielus pelan rambut Rani yang terurai panjang. Ia sayang pada anak itu. Sudah ia anggap seperti adiknya. Terlebih kini menjadi istri teman kecilnya

"Kamu kenapa Rani.."



































Continue Reading

You'll Also Like

162K 5K 53
"apakah kamu menyesal menikahi aku mas."ucap dira menangis di hadapan ali. "Aku tidak menyesal sama sakali menikahi mu bidadariku,tolong jangan tingg...
11.8K 482 31
Cinta memang tak pandang usia , tak pandang kasta , begitupun dengan fifi sejak pertama kali bertemu sang ustadz fifi langsung jatuh cinta tapi sayan...
3.5K 720 33
Ketika dendam, marah, dan luka mengacaukan hidupnya... Nara hanyalah gadis kecil berusia enam tahun ketika segala hal direnggut paksa darinya. Ia ma...
9.4K 2.3K 78
[FOLLOW AKUN SEBELUM MEMBACA] [TAHAP REVISI] [END] Wajar jika remaja yang masih mengalami masa labil namun akan disebut kurang ajar jika yang mengala...