kita ini apasih ? โ€ข 7dream โœ“

By dreyy__hn

3.6K 351 3

"Dream aja! Pemimpi! Keren ga tuh!" "Pemimpi itu Dreamer goblok! Dream itu mimpi!" "Ya santuy aja kenapa si... More

๐——๐—ฟ๐—ฒ๐—ฎ๐—บ.
01. SBTP
02. Ya Karena Kita Ini Sama
03. Abang Tua Kenapa Sih?
04. Jangan sakit lagi ya?
05. Sepi, Kapan Pulang?
10. We're Right Here
07. Abang terus, aku kapan?
08. Trip to the Beach
09. Farewell Not, We're Here
11. Graduation doesn't mean farewell
[Epilog] Kita ini Apa Sih?

06. Orang Tua dan Keluarga

211 26 0
By dreyy__hn

Renjun memasuki pekarangan rumahnya. Sepi. Padahal biasanya ada sang ibu yang menonton TV di ruang tamu. Ia mulai masuk ke dalam rumah, dan tidak ada tanda tanda ibunya disana.

"Ma? Mama?" Panggil Renjun tapi tidak ada jawaban. Ia berjalan menuju ruang tamu, bisa saja ibunya tengah ketiduran disana.

Namun nihil. Yang ada dia malah kaget dengan situasi ruang tamu rumahnya. Berantakan. Robekan kertas ada dimana mana. Ia memungut salah satu robekan itu.

Ia menyesal memungut robekan itu. Ia ingin memutar waktu. Ia ingin bertindak seolah olah ia tidak memungut itu.

Demi Tuhan jantungnya nyaris berhenti berdetak. Ia hampir pingsan.

Salah satu robekan itu bertuliskan,

'Perceraian'

Tanpa basa basi ia langsung meletakkan tasnya secara asal di sofa dan berlari menuju kamar orang tuanya. "Jangan, jangan." Kata yang ia terus rapalkan dalam perjalanannya ke kamar tidur orang tuanya.

Renjun ini positive thinking. Tapi ia tidak bisa.

Kakinya melemas. Dugaannya benar. Dilantai, ada sang ibu yang tengah pingsan, dengan sebuah cutter yang sudah berdarah, dan beberapa pil yang berceceran. Ia langsung menghampiri ibunya dan memeluknya. Sambil menangis. Tangannya meraih handphone sang ibu dan cepat cepat menelfon salah satu kontak disana. Begitu tersambung, isakannya sudah tidak bisa ditahan lagi.

"Halo ma? Kenapa eh- Juna ini? Bentar bentar, kontaknya mama kok-"

"Bang, hiks mama, yang gue takutin bang, hiks kejadian."

Di seberang sana tidak ada jawaban. Mungkin kaget, mungkin speechless. Hingga beberapa saat,

"Bang, lo masih disana?"

"Lo anter mama dulu ke RS, jangan ngebut, RS sama kaya dulu, gue bakal otw 5 menit lagi. Semangat Ren, lo pasti bisa."

Renjun tahu apa yang ia harus lakukan. Hanya saja ia tidak tahu bisa atau tidak.

"Bang.."

"Hm? Lo pasti bisa, percaya sama gue. Jangan panik, jangan ngebut, tahan air mata lo dulu, nanti, lo bisa nangis di pelukan gue. Masalah papa, gue yang bakal selesaiin, oke?"

Renjun mengangguk walau yang disana tidak tahu. Telefon mati. Renjun mengangkat ibunya dengan semua tenaganya, mendudukkannya di kursi penumpang tak lupa memasang seatbelt. Sebelum itu ia tidak lupa untuk melakukan penanganan pertama.

Kakinya menginjak gas. Air matanya ia tahan mati matian. Ia mencoba mengemudi cepat, ia mencoba tenang. Tidak sampai 15 menit ia sampai, buru buru ia memanggil suster, lalu membantu menidurkan ibunya di brankar.

Ia setia menunggu didepan ruangan. Didalam sana ada beberapa dokter dan suster mencoba menyelamatkan ibunya. Dan ia tidak bisa melakukan apa apa selain berdoa.

Beberapa menit kemudian, seorang dokter keluar. "Wali pasien Wendi Viona Nuala?" Panggil sang dokter. Renjun bangkit dan buru buru meminta penjelasan. "Saya anaknya dok, ibu saya tidak apa apa, kan?" Sang dokter hanya tersenyum. "Nyonya Nuala masih bisa diselamatkan, tenang terlebih dahulu. Selanjutnya saya akan menjelaskan kondisinya." Renjun sudah siap menerima apa yang akan dijelaskan. Dokter itu menghela nafas sebelum melanjutkan. "Pasien overdosis obat anti depresan, dan dilihat dari riwayat kesehatan, pasien memiliki imun yang cukup rendah. Pula dengan luka di pergelangan yang cukup dalam hingga darah keluar lumayan banyak. Meski sudah diberi penanganan pertama, sampai di ruangan darahnya masih mengucur. Pasien dinyatakan koma, dan untuk kemungkinan sadar kami masih belum bisa menebak, tapi jika dipaksa, mungkin paling lambat 1 bulan, dan paling cepat 1 minggu, ada pertanyaan?" Renjun menggeleng. Ia tidak mampu mencerna apa kata dokter, yang ia tahu ibunya dalam kondisi koma itu saja. "Baiklah, saya permisi." Ujar dokter itu lalu berlalu. 

Renjun membuka handphonenya, menelfon satu kontak. Bukan, bukan kakaknya, namun keluarganya. 

___

"Renjun!"

Derap kaki banyak orang mengalun di telinga Renjun, juga teriakan teriakan memanggil namanya. Renjun menoleh, mendapat ke enam temannya ada disana, berlari ke arahnya. Jaemin yang pertama sampai, anak itu langsung menubruk dan memeluk Renjun. Mark kedua yang sampai, ia menepuk bahu Renjun. "Apa yang terjadi?" Tanyanya. Baru Renjun ingin membuka suara tapi,

"Junnn, tante kesayangan gue kenapaa?" Tanya Haechan sambil mengatur pernafasan. "Mama t-tadi." Renjun tidak melanjutkan kalimatnya. Sial, ia pikir ia akan lancar, tapi sepertinya tidak. "Udah ga usah dilanjutin, kondisinya gimana?" Tanya Jeno. "Koma, imun tubuh mama lemah, sayatan dipergelangan tangan juga terlalu dalam." Balas Renjun sambil menunduk. Jaemin masih setia memeluk Renjun. Sementara si dua bontot hanya terdiam. Mereka sama sama tidak tahu harus bereaksi apa.

Tadi memang sambil menunggu sang abang, Renjun menelfon Mark, mengatakan bahwa mama nya masuk rumah sakit. Dan mungkin Mark menyebarkannya di grup, entah, ia belum membuka ponselnya lagi, ia sibuk menjaga sang ibu.

"Didalem ada siapa bang?" Tanya Chenle. "Cuma bang Willy aja, masuk aja gapapa." Jaemin akhirnya melepas pelukannya lalu menatap Renjun. "Lo? Masih belom siap masuk?" Renjun mengangguk. Jaemin menghela nafas. "Gue, Jeno, sama Haechan aja yang masuk, yang lain stay diluar temenin Renjun, oke?" Usul Mark yang diterima. Sebelum masuk, Mark sempat berbisik ke Jisung, "bawa Renjun ke kantin, dia pasti belom makan dari tadi.", yang diangguki oleh Jisung. Setelah yang lain masuk menyisakan 4 orang diluar, bahu Renjun mulai bergetar. Chenle Jisung sempat panik, namun ditenangkan oleh Jaemin dengan mudah. Jaemin kembali memeluk dan mengusap punggung Renjun, membiarkan tangisan Renjun jatuh ke bahunya, persetan basah, sahabatnya jauh lebih penting.

"Tenang, mama lo bakal baik baik aja, gue yakin. Tante Wendi itu kuat, gue percaya hal ini bisa dilewati sama tante. Untuk papa lo, ayo kita urus sama sama. Kita berenam ada disini nemenin lo sampe tante Wendi sadar, kita ada disini nemenin lo sampe ayah lo sadar dan dapet hukumannya sendiri. Rendy Arjuna, lo ga pernah sendiri, inget itu, hm?"

Renjun masih terisak. Bahkan Chenle Jisung kini juga ikut menangis. Mereka tidak terima dengan beban yang harus diterima oleh abang mereka. "G-gue cuma takut Na, gue takut, gue ga mau dan ga pernah siap kehilangan." Ujar Renjun. "Ssstt, ga ada yang bakal kehilangan, mama lo bakal sadar, mama lo bakal sembuh, tante Wendi perempuan kuat gue percaya itu. Gue sumpahin tante Wendi bisa ngelewati masa komanya." Lanjut Jaemin.

Salah satu tangan Jaemin berhenti mengusap punggung Renjun, Jaemin mengarahkan tangannya ke dua orang disampingnya. Awalnya keduanya bingung, namun anggukan Jaemin dengan senyumnya yang tulus itu meyakinkan mereka. Chenle Jisung memeluk kedua abangnya. Dan Jaemin memeluk keduanya. Ia dengan telaten mengusap punggung kedua temannya itu. Teman yang sudah ia anggap sebagai keluarga.

___

Terhitung seminggu Wendi koma, Renjun dan Willy bergantian menjaganya, tapi kadang jika keduanya tidak bisa akan digantikan oleh anak anak Dream. Ya, sedekat itu mereka dengan Wendi. Mereka sudah menganggap Wendi ibu mereka sendiri, wajar jika ketika mereka mendengar Wendi masuk rumah sakit, mereka meninggalkan pekerjaan mereka, wajar hati mereka ikut sesak melihat Wendi terbaring lemah diatas bangsal.

Selama seminggu juga, Hans -ayah dari Renjun dan Willy- menghilang. Benar benar hilang seperti ditelan bumi. Padahal Renjun tidak sabar melayangkan tinjuannya ke ayahnya yang satu itu. Ia tidak sabar juga menghujat sang ayah, dan tidak sabar juga, melihat Welly memaki dan menghajar ayahnya itu habis habis an. Ah masa bodoh, Renjun tidak mau memikirkan kemana perginya ayahnya itu.

Sekarang, hanya ada dirinya, Haechan, Jaemin, dan Jisung yang menjaga Wendi. Yang lain pergi entah mengurus apa. Baru beberapa saat saja, tiba tiba pintu dibuka kasar.

"Jun, bokap lo udah ketemu, cepetan lo pulang sekarang! Tante Wendi kita yang jaga gapapa." Ujar Mark. Renjun langsung terdiam. "Cepetan! Jen anter gih!" Jeno tanpa babibu langsung menggandeng tangan Renjun, yang digandeng pasrah saja. "Gue bisa sendiri." Lirih Renjun. "Bang jangan gila deh, gue ga mau lo kebut kebutan berakhir lo diruang sebelah." Balas Chenle.

Singkat cerita, di ruang tamu kini sudah ada sang ayah dan kedua anaknya itu. Baik Willy ataupun Renjun kini sedang menahan emosi mati matian. Tidak ada yang membuka suara, entah kenapa tidak tahu. Mereka sibuk dengan pikiran masing masing.

"Papa sama mama dijodohin, kalian tahu itu kan?"

Baru Renjun dan Willy mengangkat kepala mereka. Tapi tidak ada yang membuka suara. Mereka memilih menunggu sang ayah menyelesaikan penjelasannya.

"Kakek kemarin minta papa gugat cerai mama, karena kakek mau jodohin papa sama perempuan lain, yang mana keluarganya sangat membantu bisnis keluarga kakek."

Hans terdiam sebentar. Lalu menghela nafas. "Tadi papa sempet jelasin ke mama, papa pikir mama bakal bicarain baik baik, papa pikir mama bakal tenang, tapi papa ga pikir mama yang bakal histeris. Mama robek surat itu, sehabis itu masuk kamar." Jelas Hans. "P-papa ga nyusulin m-mama? Papa selama ini kemana? Kenapa papa ga pernah jengukin mama di RS? Papa udah ga cinta mama?" Tanya Renjun, suaranya serak. "Pa, Willy cuma minta satu hal, jangan sampai kejadian dulu keulang lagi, dampaknya besar, pa." Pinta Willy menenangkan Renjun.

"Seminggu ini papa ngurus pekerjaan, berusaha cari jalan keluar, supaya papa ga dijodohin, papa masih cinta sama mama. Dan tenang, papa ga akan ngebiarin kejadian dulu terulang lagi. Papa udah belajar, papa paham, ini salah papa, biarin papa yang benerin ini semua. Sabar, sebentar lagi keluarga kita akan seperti biasa lagi, tenang, damai, dan hangat." Ujar Hans, menggenggam kedua tangan para jagoan yang ia lindungi itu. Ia bersumpah tidak akan membiarkan kejadian dulu terulang lagi, ia bersumpah, baik Willy atau Renjun tidak akan merasakan beban besar lagi. Ia yang akan membenahi keluarga mereka yang hampir pecah.

___

Bahagia itu ada, ketika keluarga itu tenang. Bahagia ada, ketika sebuah rumah kembali hangat. Bahagia selalu ada, hanya menunggu.

Dan Renjun sangatlah bahagia. Bebannya terangkat semua. Tangisannya menguap. Bibirnya tersenyum cerah.

Rumahnya yang sempat mendingin sekarang hangat sepenuhnya.

Meja makan kini penuh dan berisi candaan. Ada Hans ditengah, lalu disamping kanannya ada Wendi dengan kursi rodanya, disamping kiri Hans ada Willy, dan Renjun disamping Wendi.

3 minggu setelah insiden itu. Wendi bangun sekitar 9 hari kemudian, lalu setelah 3 minggu mendekam di rumah sakit, akhirnya ia diperbolehkan pulang. Dan makan malam kali ini adalah makan malam perayaan kembalinya Wendi dari rumah sakit, dan perayaan kembalinya keluarga Nuala yang hangat.

Dan pastinya, Dream ada disana menemani Renjun. Oh jangan lupakan beberapa teman Willy juga, yang diantaranya ada Johnny (kakak Haechan), Dimas yang merupakan kakak sepupu si kembar, dan Theo yang merupakan kakak kandung Mark.

Lalu Yuna dan Susan, ibu kandung Haechan dan Johnny juga bergabung menyelamati Wendi.

Makan malam berlangsung selama 2 jam. Setelah itu, semua kembali ke kesibukan masing masing. Dream memilih untuk berkumpul di kamar Renjun. Teman teman Willy memilih untuk berkumpul di ruang tengah. Yuna, Susan mengobrol dengan Wendy di ruang makan. Sementara Hans, dia pergi ke luar untuk merokok sekalian berbincang dengan Kai, paman Haechan, dan Abraham, paman Chenle.

Kembali ke kamar Renjun, mereka memesan pizza, dan beberapa junk food lainnya. Kamar Renjun dalam hitungan menit menjadi kacau, mirip kapal pecah. Tapi tidak apa, mereka janji akan membersihkan, lagipula mereka bertujuh memutuskan menginap.

"Rencana lo kedepannya ngapain Njun? Udah pengangguran lagi lo sekarang." Tanya Jeno tiba tiba. "Ya.. paling cuma ke sekolah, trus les, trus bantuin mama. Mama belom boleh ngerjain kegiatan berat berat kan." Balas Renjun sambil mencomot pizza nya. "Oh iya."

"Lo kalo tante Wendi kenapa napa, hubungin aja kita, minimal hubungin noh sebelah lo, calon dokter tuh anak." Renjun menoleh, disampingnya ada Jaemin yang sedang bermain game dengan Jisung dan Chenle. "Iya iya tenang aja." Balas Renjun menanggapi Haechan.

"Btw Njun, tante Wendi suka terang bulan? Besok nyokap gue mau jengukin sekalian bawa makanan." Tanya Mark ke Renjun. "Itu, bawain aja martabak manis udah dijamin seneng." Jawab Renjun. "Oh ya Le, bang Willy ternyata kenal sama kakak lo." Chenle menoleh ke Renjun. "Yang bener?? Lah kan mereka kayanya ga ada kegiatan bareng kan? Kok bisa kenal?" tanya Chenle bingung. "Ya.. ga tau, katanya aja familiar sama lo, terus keinget lo adeknya bang Cenzo." Chenle hanya ber Oh ria. Mereka lanjut dengan party kecil kecilan mereka.

Renjun sangat sangat bersyukur, ia bisa bertemu mereka. Mereka, yang selalu menyemangatinya, yang selalu ada untuknya. Mungkin jika mereka tidak ada di hidupnya, saat ini Renjun sudah bergabung dengan kakeknya di Surga. Agak klise, tapi, alasan Renjun bernafas dan berjuang hidup sebenarnya bukan hanya keluarga, namun mereka ke enam sahabatnya.

___

To Be Continue

mau ngumumin aja, mulai hari ini bakal slow update karena :
1. Writer Block
2. RL yang agak sibuk

Terima kasih sebelumnya buat yang vote, sayang kalian banyak banyak♡︎

Continue Reading

You'll Also Like

Sorai By El

Teen Fiction

104K 10.2K 26
Completedโœ“ [Baca selagi part masih lengkap.] *Jangan lupa komentar dan votenya. Deskripsi : Kisah tujuh pemuda yang saling mencintai dalam lingkup sa...
3.5M 180K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
22.1K 2.2K 34
Bagaimana jika seorang Danafa Arza yang hidup tanpa kasih sayang sang Ayah, justru jatuh cinta pada adik tirinya sendiri?
7.9K 1.3K 41
โš ๏ธ ๐—”๐—น๐˜‚๐—ฟ : ๐—Ÿ๐—ฎ๐—บ๐—ฏ๐—ฎ๐˜ โš ๏ธ Berawal dari gosip tentang Tanah Yang Hilang, penduduk negeri Arcus berbondong-bondong memecahkan lokasinya. Namun, hal...