XABIRU [END]

By SiskaWdr10

54.8K 4K 603

[Series stories F.2 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Hilangnya satu malaikat Tuhan kembali memberikan malaik... More

01.Kita yang sama
02.Si gadis sempurna
03.Apa itu ayah?
04.Mata yang sama
05.Mindset yang buruk
06.Dia iblis pembunuh!
07.Jagoan sedang sakit
9.Malaikat dan kehidupan
10.Anti bucin garis keras
11.Semesta & Rai milik Biru
12.Silsilah darah Ricardo
13.Ru, bumi udah bersyukur.
14.Si biang kerok menang
15.Masa-masa dengan Ra
16.Selamat hari Rai sedunia
17.Biru lebih berhak bahagia.
18.Prioritaskan diri sendiri
19.Puisi punya pemiliknya
20.Gess gadis bintang rock
21.Yang berkuasa atas rasa
22.Satu-satu nanti cape Ra
23.Insiden naas di rooftop
24.Duplikat dari sang ayah
25.Momen khusus ruang hati
26.Mengulang sejarah silam
27.Sejatinya rumah berpulang
28.Revolusi seorang Xabiru
29.Siap patah berkali-kali
30.Bad rumor, real hickey?!
31.Mengalir darah malaikat
32.Dua pemeran yang buruk
33.Selamanya tetap pelanggar
34.Dari si pemberi luka
35.Kita pake kerja cerdas
36.Hukum kekekalan hati
37.Biru, you are not alone.
38.Dasar pengingkar janji
39.Bandung adalah kamu
40.Ra selamat bahagia ya.
41.Kejutan paling mahal
42.Petualangan telah usai
43.Pulang untuk menetap
44.Pemenang dari takdir
45.Penikmat alur tengah
46.Lekung pemulih luka
47.Si netra hijau [akhir]
Hiii

8.Rai, kita jadi dukun ya.

1.5K 113 32
By SiskaWdr10

08.Rai, kita jadi dukun ya.

"Lho kalian ngapain disini? capek amat mukanya, mau minum? ayo masuk," ajak Rai dengan kedua tangan yang bekerja menggotong buku-buku paket prakarya.

"Pada biasa liat buku lo ya semua? sekalinya liat yang ganteng gak kedip," kesal Calvin saat anak-anak kelas unggulan di kelas Rai memperhatikan mereka berdua dengan tatapan aneh.

Rai terkekeh kecil. "Kata Bu Susan satu orang satu!" teriaknya pada orang-orang di dalam kelas, sesudah itu ia mengajak kedua teman Xabiru untuk duduk di bangkunya.

"Nih minum."

Diminum habis oleh mereka. "Ini kelas lo? pantes aja kita muter-muter nggak ketemu," kata Zergan.

"Eh? iya, kenapa nyari?"

"Lah bukannya kata lo, lo itu kelas dua?" Rai menyengir kikuk.

"Oh itu, maaf ya saya nipu," entengnya menjawab.

"Rai lo gak tau-taunya si Zergan nanyain tiap kelas nyari kelas si anak yang mau bunuh diri," ucap Calvin membuat Rai memutar malas kornea mata.

"Ngapa gue mulu si, berdua!" kesal Zergan membentak. "Kenapa pake acara nipu, sih?"

"Ya biar kalian jalan-jalan nyarinya, bukannya kalian seneng jalan-jalan?" Zergan dan Calvin saling pandang dan tersenyum lebar.

Benar, kedua---tiganya tidak betah di kelas, ingin selalu bertamasya keliling sekolah. "Asli sih, lo sakti banget jadi cewek. Jujur sekarang lo anak dukun kan?" Calvin menatap curiga pada Rai.

"Tolol bukan, kalau anak dukun pake kalung cabe, bawang, sereh, dia nggak," timpal Zergan sok tahu membuat Rai tertawa puas. Zergan itu wajahnya putih bersih, berhidung mancung, bulu halus di sekitar sisi-sisi muka cukup lebat. Intinya dia tampan dan berkharismatik tinggi. Dari point yang disebutkan amat ketara dia memiliki keturunan Turki.

Calvin sendiri memiliki mata yang sipit dan kulit coklat manis, dari ketiganya Calvin lah yang paling pendek juga receh. "Itu kayanya lebih ke cocok anak nasi goreng, sih? ngapain bawa-bawa kalung bumbu!"

"Aduh Rai lo jangan ketawa nanti gue demen gimana? bukan apa-apa kalo saingan gue Xabiru mah langsung mental gue," kata Calvin membuat Rai meredakan tawa manisnya.

"Eh? Xabiru udah dua hari nggak masuk kemana?"

"Kaki---"

"LIBURAN! biasa lah, banyak belajar butuh refreshing," sekat Zergan mengingat perintah Xabiru untuk mengawasi Rai dan jangan bilang ia sakit sebab takut Rai akan merasa bersalah. Banyak belajar, katanya.

"Iya itu kan, gan?" Calvin agak ngaco menyahut, ia lupa.

"Oh liburan, artinya kaki dia udah sembuh?"

"BENER KAN LO ANAK DUKUN!" kata Calvin rusuh.

"Tau dih, semua aja tau. Lo apa yang nggak bisa si Rai?" kesal Zergan. Rai lantas tertawa. Kedua kamerad Xabiru ini memang tidak tahu jika sebelumnya Rai akan menolong kaki Xabiru.

********

"CIAH, biru nontonnya barbie!"

"Eh diem lo ya berdua, batas suci ada di gerbang rumah," ketus Xabiru sambil mematikan TV.

"Udah gue bilang gan, biru mah jiwa laki hati hello kitty!" ejek Zergan. Mereka berdua duduk di sebelah Xabiru.

"Dih, itu bekas nonton si Fira," kata Xabiru meluruskan.

"OMG BIRU SUDAH KU BILANG PILIH TEMAN YANG BERKUALITAS!" suara mendengking Xaviera yang datang dari kamar. "Ini dua batagor diberi nyawa kau jadikan teman."

"Eh sembarangan lo bulepotan!" omel Calvin sambil melemparkan snack.

"Gini-gini kita nggak ada mending nya ya, Vin?" ucap Zergan keliru. Xaviera tertawa puas lalu segera menarik toples-toples snack.

"Mulai sekarang kita nggak usah temenan lagi deh gan? udah capek banget gue," balas Calvin dengan wajah nelangsa.

"Si bodoh," cetus Xabiru.

"Yaelah le nggak bakal kita abisin ini, udah sini-sini!" kata Zergan meminta cemilan di toples.

"Iya lo ngasih oleh-oleh mah kaga," sambung Calvin. Bola mata Xaviera berputar jengah.

"Biru tolong katakan pada dua teman---ah dua rakyat kamseupay itu tak akan pernah mau aku membelikan mereka oleh-oleh, rugi besar!" sewotnya lalu berakhir kejar-kejaran dengan Calvin yang kelaparan.

Zergan pun Xabiru terkekeh geli, dua manusia itu dari dulu tidak pernah akur. "Gimana dua hari belakangan, Rai nggak buat ulah lagi kan?" Zergan menggeleng.

"Dia sibuk sama Bu Susan, nggak tau ngapain. Si anjir sih beneran demen lo?"

Alis Xabiru terangkat satu. "Napa, lo juga demen?"

"Ya gila aja---iya."

"XAVIERA AMBIL KAN PISAU DAPUR!" teriak Xabiru membuat Zergan langsung ketar-ketir

*******

Semua pekerjaan rumah, semacam menyapu, ngepel, cuci piring dan lain sebagainya sudah Rai kerjakan dari satu jam yang lalu, tugas-tugas sekolah juga sudah ia kerjakan semua, semua dalam artian benar-benar semua. Bahkan tugas yang harusnya dikerjakan mingu depan sudah Rai kerjakan tadi. Ia resah, bingung harus melakukan apa lagi untuk membuat raganya capek agar bisa langsung tidur. Ia menarik selimut sampai menutupi wajah, tetap saja gagal!

"Aishhh, bakar aja apa ya suratnya? eyang baru sembuh masa besok harus kesekolah," ucapnya pada diri sendiri, dan ini juga alasan ia amat gundah. Rai sudah mengundurkan hari kedatangan eyang ke sekolah pada pak Wendi, tadi saat Rai akan mengundur lagi Pak Wendi marah. Ya terpaksa besok.

"Eh bakar?" kata itu mengingatkan ia pada seseorang.

"Gue bakar motor preman sialan hari itu karena mereka ngelecehin cewek terus dibuang, dan itu nggak sekali dua kali, tapi sering. Rai, hal yang paling berharga dalam diri wanita itu selain sikap juga mahkotanya kan? dan gue sebagai cowok nggak terima kalau kaum gue ngerusak apa yang harusnya dijaga."

Bibir Rai mengulum seutas senyum simpul. "Anak itu udah sembuh belum ya?" tak mau dibuat pusing ia akhirnya ia bangkit, mengambil tissue basah dan bekerja membersihkan medali serta piala-piala besar yang ada di rak kaca miliknya.

Pikiran Rai berkelana kemana-mana. Walau ia beberapa kali sering pindah sekolah tapi dirinya selalu mendapatkan juara dari tiap sekolah yang ia tempati itu dulunya. Lamunan terbuyar saat terdengar suara ketukan dari kaca jendela, gadis bergingsul ini tidak berpikir buruk. Takut itu hantu atau apa, ia langsung saja menghampiri dengan satu tangan yang memegang piala emas berukuran sedang.

'Turun ke bawah, barang lo ada yang ketinggalan di gue'

Tulisan di kertas yang menempel di drone berukuran sedang itu membuat kening Rai berkerut, detik berikut matanya mulai memencar mencari si pemilik drone.

Satu tangan Xabiru yang tengah duduk di motor depan gerbang rumah Rai melambai ke atas, menyuruh Rai menemuinya.

"Apa yang ketinggalan?" Rai memutuskan turun ke bawah. Xabiru tersenyum lalu melihat ke layar ponsel, dronenya menangkap lemari kaca dengan banyak medali serta piala di kamar Rai.

"Ni cewek apa kurangnya sih?" tanya Xabiru heran, Xabiru tidak minder PDKT dengan gadis sempurna. Ia malah bersemangat.

Lucu, piama panjang gambar panda dengan sendal bulu yang Rai kenakan membuat Xabiru tidak yakin jika Rai itu sungguhan anak kelas tiga SMA.

"Apa biru, apa yang ketinggalan? eh kaki mu udah sembuh? mau masuk nggak? disini dingin, ayo saya buka gerbang ya?" tanya Rai merentet, Xabiru menggeleng dan meronggoh saku celananya cukup lama.

Rai menunggu, wajahnya begitu  serius. Dengan wajah watados Xabiru mengeluarkan jari tengah dari saku. "IH? EH UDAH DEH, CEPET KAMU AJA YANG MINTA MAAF," kesal Rai membuat Xabiru tertawa terbahak-bahak.

"Oh lo tadinya mau minta maaf sama gue?" Rai mengibaskan tangan di depan muka Xabiru dengan wajah sinis.

"Nggak, nggak jadi!"

"Biasa aja kali kalo kangen, nggak usah ngambek gitu."

"Ih?!!"

Lagi-lagi Xabiru tertawa. "Kita sama-sama salah, nggak usah minta maaf."

"Yaudah."

"Ih?!!" beo Xabiru mengikuti cara Rai berucap tadi.

Rai menghentakan kakinya sebal. "Berisik ah, udah bilang ngapain?" sepertinya membuat Rai cemberut akan jadi favorit Xabiru.

"Ni," ucap Xabiru memberikan plastik. Rai melihat isinya.

"Boba sama ramen, lho siapa yang minta?"

"Nggak ada, diabisin ya?"

"Ih?!!" heran Rai dengan wajah bingung.

"Ra hidup itu jangan terlalu monoton belok dikit ya nggak papa, lagian sekali-kali mah ya nggak bahaya, aman."

"Biru apaan sih?"

"Lo pikir gue nggak tahu lo yang sering ngeborong aqua dengan pH tertinggi di kantin? bawa makanan dari rumah? biar hidup lo sehat jauh dari penyakit yang disebabkan asupan gizi?" mulut Rai ternganga mendengar ucapan Xabiru.

"Jangan diborong semua bisa ga? cantik, pinter, baik, produktif, ceria, easy going, hidup sehat dan lainnya. Serakah banget lo ambil semua?!" lanjut Xabiru dengan wajah marah yang dibuat-buat. "Sekali-kali harus ngerasain yang enak Rai, rugi banget hidup lo."

Tidak bisa berkomentar, Rai malah tertawa sampai memegang perutnya. "Dua teman mu kayanya keliru deh, mereka bilang saya serba tahu, apa mereka nggak sadar satu temennya ini jauh lebih banyak tau?!!" tanya Rai lalu lanjut tertawa padahal tidak ada yang lucu.

Xabiru ikut tersenyum melihat Rai tertawa oleh dirinya, ia menatap langit lalu menatap wajah Rai dengan tatapan teduh. "Ini gimana sih curang banget?"

"Hah, apanya?" tanya Rai gelagapan. Ia takut melakukan kesalahan tidak sadar.

"Benda langit sama lo sama-sama cakep? satu adonan pas dibikin tuhan?" tanya Xabiru menaikan satu alis. Dalam lubuk hati ia menahan senyumnya.

"Eh?" Rai terdiam, coba biasa saja walau pipinya panas.

"Lo itu si gadis sempurna," kata Xabiru berkata jujur.

"Biru apa yang berlebihan nggak baik, udah ya bikin novel aja sana dari pada godain saya," balasnya dengan gaya bahasa formal yang paling Xabiru sukai. Saya-kamu, unik! walau mungkin banyak tapi jarang Xabiru menemukannya.

"Udah makan tidur, jangan mikirin besok. Nanti bokap gue yang jadi wali murid lo, oke?"

"IH?!! tuh kan beneran kamu yang aslinya banyak tau itu! serius biru? eh tapi nggak ngerepotin?" Xabiru menggeleng dengan senyumnya.

"Gue juga ada urusan adminitrasi, jadi sembarian aja. Karna gue udah baik sekarang kasih gue pujian kaya hari itu!"

"Eh yang mana? oh---" Rai mengusap lembut pundak Xabiru. "Jagoan!" tatapan teduh dan pujian tulus yang Rai berikan membuat Xabiru mengingat pada mommy-nya, dulu sebelum mommy pergi sering sekali memanggil Xabiru si anak jagoan. "Biru kok bengong?"

Xabiru mengerjapkan mata. "Nggak, sana masuk."

"Makasih ya biru," baru satu langkah ia kembali membalikan badan. "Biru kamu nggak sengaja kesini buat ngasih ini doang kan?"

"Hah? ya--nggak dih, kerajinan amat gue?" Rai mengangguk dan bernafas lega.

"Kakinya udah sembuh kan?"

"Bawel banget Rai, mau gue nikahin lo? masuk," kesal Xabiru takut ia ketahuan kalau aslinya memang--- ia sengaja kesini padahal baru sembuh.

Rai mencebikan bibir kesal. "Hati-hati!"

********

Ani selaku KM XII IPS 1 sepertinya sudah malas harus menegur si anak nakal yang nongkrong-nongkrong depan pintu dengan beralasan 'Ibunya juga belum datang' atau 'kelas kita jauh dari kantor' jika tidak itu ya banyak lagi alasan lain.

"Gan, Vin, masuk."

"Bentar ni, nyari angin," katanya. Tuh kan.

"Xabiru izin?" tanya Ani membuka surat yang ada di meja guru. Kedua manusia itu berdiri dan menoleh pada wajah Ani.

"Iya!" jawab kedua nya kompak dengan wajah yang sangat serius.

Pak Wendi berjabat tangan dengan paman Xabiru (katanya). "Silakan duduk, pak."

Mereka duduk bersama, berhadapan. Entah sudah keberapa kali Rai menghela nafas dengan ide konyol Xabiru yang beresiko menambah masalah.

Dengan telaten pak Wendi menjelaskan masalah kemarin. "Ya wajar saja pak, anak muda zaman sekarang memang agak mainstream, jangan bandingan dengan era kita sebab itu sangat jauh sekali perbedaannya," balas paman Xabiru.

Harusnya ini sesi serius, tapi mendengar suara paman Xabiru (katanya) membuat Rai menahan tawa. "Tetap saja itu sangat berbahaya pak, ditakutkan anak yang lain meniru," jawab Pak Wendi.

Sambil satu tangannya sibuk memegang kumis paman Xabiru menjawab. "Saya pastikan itu tak akan terjadi lagi, saya akan mendidik Raisa dengan benar. Setelah saya memastikan Raisa terdidik benar bapak juga pastikan murid-murid bapak yang lain untuk tidak lagi menyebar berita hoax."

"Baik lah, ah---iya Rai juga sering bergaul dengan Xabiru si anak nakal, tolong beritahu anak bapak untuk segera menjauhi Xabiru sebab bisa jadi Xabiru lah yang membawa pengaruh buruk tersebut."

"Lho bapak kok jadi ngatur?"

"Eh?"

Rai menyikut lengan paman Xabiru (katanya). "Ah iya, biasa lah pak anak muda wajar nakal yang nggak wajar kalau udah tua suka nyalahin orang."

"Ayah----"

"Bergurau lah aku Rai," sekat paman Xabiru yang Rai akui ayahnya pada Pak Wendi.

Pak Wendi tersenyum kikuk. Ia merasa ucapan ayah Rai tengah menyindirnya. Merasa awkward yang (katanya) paman Xabiru itu kembali membuka suara. "Biasa lah Rai, bapak-bapak suka bergurau. Betul apa betul, pak?" Pak Wendi mengangguk ragu, "Ah bagaimana jika lanjut bergurau? cicak-cicak apa yang nempel di dinding?" si pemberi pertanyaan itu memandangi Rai dan Pak Wendi secara bergatian.

"Cicak Afrika?" tebak pak Wendi, Rai rasanya ingin hilang saja dari bumi.

Paman Rai menggeleng, semakin melebarkan gaya duduknya macam bapak-bapak pada umumnya. "Yang benar itu ya cicak-cicak di dinding, ha-ha-ha-ha," balasnya dengan suara tawa yang terpisah. Terpisah dalam artian memang seperti dibaca 'ha-ha-ha'. Rai menggaruk tengkuk, mulai panas dingin sebab wajah pak Wendi terlihat kesal.

"HENTIKAN XABIRU! LEPAS KUMIS MU, KALIAN BERDUA BAPAK HUKUM!" benar saja, dari awal ternyata Pak Wendi sudah tahu jika Xabiru menyamar sebagai ayah Rai.

*******

"Rai maaf, sana duduk biar gue aja yang ngerjain," ucap Xabiru lembut.

Rai menghela nafas, kira-kira sudah 10 kali lebih Xabiru mengatakan hal itu, awalnya respon Rai 'santai biru' atau 'gapapa biru' dan lain sebagainya tapi ternyata itu tak membuat mulutnya berhenti. "Biru udah, saya anak yang nggak takut kotor. Berani kotor itu hebat!"

"Rai udah sih?"

"Eh apa lagi?" tanya balik Rai bingung. Wajahnya sudah celemotan oleh cat tembok warna biru.

"Jangan ngeluarin kata-kata yang bikin gue pengen nyeret lo ke KUA." Rai lantas tertawa.

"Jayus banget biru, kita kan dihukum sama-sama, biru nggak cuma cowok yang boleh kuat, bisa ngerjain ini itu cewek juga bisa lah," kata Rai sambil terus meng-cat dinding belakang sekolah.

"Diem deh lo," kesal Xabiru dengan bibir mengerut.

"Ih?!!"

"Ini karna ide konyol gue, lo harusnya salahin gue saat tadi pak Wendi bilang," grutu Xabiru yang juga sibuk menge-cat.

"Ih?!!"

"Salahin aja gue Ra, ikhlas banget gue."

"Ih?!!"

"Ra gue cringe ya tadi? tolol emang si Calvin kumisnya nggak berfungsi bener."

"HAHAHAH," puas sekali Rai tertawa.

"Ih?!!" kesal Xabiru.

"Sumpah deh ketawa aneh tadi kamu itu bikin saya sakit perut," Rai sampai harus pegangan pada tangan Xabiru karna lututnya lemas oleh tawa.

"Ih?!!" kedua ya tertawa mengingat cara tawa bapak-bapak Xabiru tadi.

"Kenapa harus dipisah sih? itu ketawa musuhan bukan ketawa bapak-bapak!"

Setelah tawa mereda Rai kembali membuka suara. "Makasih ya? jangan ngerasa bersalah, kamu itu udah usaha banyak biru. Saya malah tadi terhibur kok."

"Usaha?" tanpa menoleh Rai menjawab.

"Kamu tidur malem kan buat akting jadi bapak-bapak?" Xabiru langsung terkesiap.

Diam cukup lama.

"Rai kita berdua kayanya cocok jadi dukun deh?"

"Eh? yaudah kita pulang aja, jadi dukun nggak harus lulusan SMA kok," kini Xabiru yang tertawa. Jujur Rai hanya menebak saja sebab kantung mata Xabiru hitam pekat. Ternyata itu sungguhan.

"Udah ketawanya biru, tolong ambilin air," ucap Rai sambil mengaduk cat.

"Ih?!! sama ayah harus sopan, nyuruh-nyuruh," jawab Xabiru membuat Rai tertawa membayangkan tadi ia menyebut Xabiru---ayah.

Rai sibuk tertawa dan Xabiru sibuk memperhatikan wajah cantiknya. "Rai lo nggak lagi pura-pura ketawa buat bikin gue gak ngerasa bersalah kan?"

"Eh?" kepala Rai menoleh pada wajah Xabiru yang menatap nya serius. "Kenapa mikir gitu?"

"Karna lo adalah orang yang selalu mentingin perasaan orang lain ketimbang diri sendiri."

  *********

Continue Reading

You'll Also Like

4.2K 248 47
WARNING!! DILARANG PLAGIAT! DAN DIHARAPKAN BAGI PEMBACA UNTUK VOTE DAN KOMEN SEBAGAI TANDA PERNAH SINGGAH!! SAYA SEBAGAI PENULIS SANGAT AMAT BERTERIM...
710K 155 2
Author note : cerita ini bakal aku unpublish dulu sementara, karena ceritanya mau aku rombak. Berhubung kontrak kerja sama udah habis, stay tune ya d...
3.7K 304 12
Wajib follow sebelum membaca cerita ini! Save cerita ini ke perpustakaan kamu!💙 Rafandra Iskandar Taqi' adalah putra KH. Malik Iskandar dan Umi Zula...
628K 17.4K 49
Cerita sudh end ya guys, buru baca sebelum BEBERAPA PART DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT. Kata orang jadi anak bungsu itu enak, jadi anak bungsu...