Murder Mystery-PBH

By _Bearcy_

211K 4.1K 1.7K

Bagaimana jika saudaramu mati satu persatu? [Boboiboy fanfiction] Ice tak menyangka jika kematian Halilintar... More

[ 2. Pertengkaran Kecil ]
[ 3. Pesan Aneh ]
[ 4. Kloningan ]

[ 1. Prolog ... ]

29.6K 1.5K 732
By _Bearcy_

[1. Prolog ... ]

Revisi besar-besaran. Kosa kata berubah drastis.

WARNING!
CAMPURAN BAHASA BAKU DAN NON BAKU.

•́⁠ ⁠ ⁠‿⁠ ⁠,⁠•̀

Minggu, 18 April

Sinar mentari lembut memanjakan penghuni bumi. Nyanyian ayam berkokok saling bersahutan. Ditambah suara televisi yang menyiarkan kartun sudah melengkapi indahnya pagi hari ini. Seharusnya begitu. Tapi tidak di rumah tujuh Boboiboy bersaudara yang berada jauh dari perkotaan, tepatnya di perkampungan yang bernama Pulau Rintis.

Pada awalnya, pemuda bernetra biru tua tak melihat sosok sang sulung ketika sedang menjalankan sarapan bersama, diceletuk oleh si adik bahwa sudah sejak tadi kakak tertua susah sekali dibuat terbangun. Kakak kedua mengangguk, lantas, langsung menaiki tangga untuk membangunkan sang sulung dengan suara cemprengnya.

Tidak ada respon setelah waktu sudah berjalan lima menit. Merasa janggal, segera ia memanggil si putra ketiga. Namun, seluruh adiknya malah ikut memeriksa. Kami khawatir, katanya.

Berkali-kali mereka mengetuk pintu. Berkali-kali pula mereka berteriak. Akan tetapi tidak ada sahutan dari balik  daun pintu yang bertuliskan 'Halilintar' disebuah papan kayu yang digantung dengan tali manila. Lantas, terpaksa harus didobrak.

Pintu berhasil dibuka oleh si adik bernetra oranye. Namun, bukannya menemukan sang sulung yang sedang bergelut manja di ranjang, mereka harus menemukan sang sulung tergeletak di lantai dengan kepala yang sudah terpisah dari tubuhnya.

Mereka terdiam. Bibir terlalu keluh untuk sekadar berteriak seusai menyaksikan pemandangan mengerikan. Bernafas pun tiba-tiba menjadi sulit. Sesak. Sangat sesak. Lantas, memutar otak, tidak mungkin mereka memerankan film bergenre thriller selain memang benar ini sebuah kenyataan, kan? Tapi jujur saja, mereka sangat mengharapkan itu. Kamera, dimana kameranya?

"Darah..." tiba-tiba, kakak kedua berujar lirih. Kakinya gemetar. Perlahan berjalan mundur hingga punggungnya bersentuhan dengan dinding. Lalu terjatuh, kesadarannya terombang-ambing.

Blaze--pemuda yang tadi mendobrak pintu dengan sigap mendekati Taufan--si putra kedua. Begitu tertangkap, Blaze bernafas lega. Disisi lain, baru ia dengar jika Taufan memiliki phobia terhadap darah. Tidak, bukan hanya dia. Blaze pastikan jika seluruh saudaranya juga terasa asing akan kebenaran itu.

"Kak Hali!" Pemuda bernetra zamrud berlari mendekati mayat Halilintar. Ingin memeluk tubuhnya untuk terakhir kali dan membuat senyuman dikepala nya yang sudah putus untuk Terakhir kali. Namun sebelum melakukan itu, tubuhnya dibawa kedekapan si bungsu.

"Solar, ini mimpi 'kan?" mendengar itu Solar bergeming. Membuat  tangisan Thorn pecah hingga baju kaos berwarna putih yang digunakan sang adik basah. Solar tentu tidak keberatan dengan hal itu. Ia semakin mengeratkan pelukannya.

"Apa yang sudah terjadi?" Gempa mengutuk diri. Pertanyaan itu begitu tak berbobot. Tapi, entah kenapa begitu spontan keluar dari bibir tipisnya yang bergetar hebat.

Padahal, baru kemarin Halilintar membantunya memasak di dapur. Sangat lucu melihat sang kakak merengek tatkala tak bisa memotong bawang. Lantas, Gempa mengajari jika jangan menekuk tangan ketika sedang memotong bawang. Usahakan wajah jauh dari bawang. Dan dengan lucunya, Halilintar langsung mempraktekkan.

Kenapa sekarang Halilintar malah terbaring dengan mengenaskan? Kenapa sudah jadi begini? Sejak kapan? Siapa yang melakukannya?

Begitu mendengar suara tangisan Thorn yang semakin kencang, Gempa tersadar. Tak bisa ia mengadu kepada Halilintar seraya menghela nafas ketika tak bisa mengatasi pertengkaran Blaze dan Ice. Tak bisa juga ia merengek meminta tolong kepada Taufan karena kue buatannya gosong.

Disaat inilah peran putra ketiga begitu penting. Ketika tak ada yang bisa diandalkan lagi selain dirinya.

"Solar, Thorn, segera keluar dari sini, nanti aku akan menyusul. Blaze, bawa kak Taufan ke kamarnya, lalu beri dia segelas air."

Mereka menurut. Dimulai dari Blaze yang keluar lebih dulu seraya memapah Taufan. Dan Solar--yang tiba-tiba berhenti diambang pintu dengan tangan Thorn di dalam gandengannya.

"Kakak bagaimana?"

"Aku akan menelepon polisi."

"Sebentar."

Spontan Gempa menatap putra kelima--Ice--yang sedang berjalan mendekati mayat Halilintar.

Bola mata Ice bergerak kesana-kemari. Memperhatikan setiap sudut kamar Halilintar. Tubuhnya berputar. Semua tak luput dari pandangan. Mulai dari cat kamar si sulung yang bernuansa merah hitam dan terkesan modern. Dua jendela yang salah satunya terbuka tanpa sedikitpun kerusakan. Koleksi buku novel Halilintar yang berserakan dengan ranjang seperti kapal pecah--Ice menyimpulkan bahwa kakaknya sempat memberontak. Kunci kamar yang masih tergantung sempurna digagang pintu.

Begitu Ice berjongkok di depan mayat si sulung, ia meraba darah amis disekitarnya tanpa merasa takut dan jijik sedikitpun.

"Darah asli," memangnya siapa orang yang dengan konyolnya meletakkan saus tomat di sana? Begitu bodoh Ice bertengkar dengan diri sendiri.

Lantas, Ice berbuat lebih jauh. Tanpa beban, ia mengangkat kepala Halilintar. Netra indah Ice meneliti setiap ujung kepala itu tanpa ada satupun yang terlewat. Mata? Masih ada dua, Hidung? Tidak retak, bola mata? Masih ada dengan netra rubynya, bibir? Masih seksi seperti biasa. Namun, ada satu hal yang sangat mengganjal.

"P?"

Ice menaikkan satu alis kala menemukan tulisan berhuruf 'P' di dahi Halilintar usai menyingkap rambut cokelat dengan sehelai rambut putihnya. Sangat aneh. Tak mungkin hanya kebetulan. Tangan putih bak susu itu mengambil ponsel yang selalu tersedia di saku celana. Lalu memotretnya. Begitu kepala itu sudah diletakkan kembali, Ice beralih menuju meja belajar halilintar.

"Cukup, semua yang kau lakukan tadi menakutkan. Langsung aku telepon polisi, ya?"

"Jangan." Gempa dibuat terheran-heran. Apa maksudnya? Tentu kita harus memanggil polisi. Jika tidak, akan gawat. Namun, Gempa berusaha untuk tenang. Setidaknya, pasti ada alasan tertentu yang membuat Ice seperti itu.

"Kenapa?"

"Coba kesini. Ada tulisan." Begitu merasakan kehadiran sang kakak di sampingnya, jari telunjuk Ice menunjuk tulisan buruk rupa yang ditulis menggunakan darah di cover buku fisika Halilintar. Buku itu terekspor di meja belajarnya, seolah memang sengaja diletakkan seperti itu.

Bukan ilustrasi, hanya memberitahu tulisannya saja.

Kepala Gempa langsung pusing tujuh keliling. Ia sangat tahu jika Halilintar tidak akan pernah menulis dengan tulisan seburuk itu, apalagi menggunakan darah. Ia juga sempat berpikir; bahasa alien dari manakah ini? Yang membuat Gempa malas untuk berteori soal alien.

"Tulisannya aneh sekali. Jelek pula. Apa itu semacam sandi rahasia seperti yang ada di televisi?"

"Nggak tahu. Aku khawatir ini bukan tulisan biasa. Tapi memungkinkan juga itu adalah sebuah sandi. Atau--" Ice menjeda ucapannya. Seketika terbayang film bergenre misteri yang baru saja ia tonton kemarin.

"Bisa jadi itu sebuah peringatan?"

•́⁠ ⁠ ⁠‿⁠ ⁠,⁠•̀

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

478K 22.2K 93
Ratih berusia 30 tahun yang telah memiliki seorang anak lelaki bernama Dani dari suaminya yaitu Yadi. Ratih diganggu mahluk misterius yang menjelma s...
13.9K 1.7K 6
"Jadi, selama ini kita cuman berenam, ya?" Keanehan itu sudah bermula dari awal pertama mereka bertemu, hingga saat ini, atau mungkin sampai kedepann...
91.9K 3.3K 47
Will you still love me when I'm be a monster? --------------- Shella yang dituntut sempurna oleh orang tuanya hanya dikenal sebagai cewek paling popu...
1K 49 16
MOHON DI BACA DEKSNYA SEBELUM BACA CERITANYA !! pada tahun 1975 terciptalah sebuah rumah wisata yang di tinggalin banyak orang, semua orang itu tingg...