Permaisuriku~

By BeautifulSea25

1M 89.8K 14.2K

[BUKAN NOVEL TERJEMAH] "Tiada kasta dalam cinta," .. Dewi Harnum adalah seorang pelayan di suatu Kerajaan. Ia... More

Permaisuriku~
Bab 1. Kecantikan Seorang Pelayan
Bab 2. Pangeran Yang Tersohor
Bab 3. Isteri Pangeran Mahkota
Bab 4. Tak Selamanya Terwujud
Bab 5. Sebuah Keputusan
Bab 6. Harum Sang Permaisuri
Bab 7. Surat Perintah Kerajaan
Bab 8. Sosok Lain
Bab 9. Kembali ke Istana
Sekilas Info---Jangan Di Bikin Pusing
Bab 10. Deklarasi Kepemilikan
Bab 11. Bukan Satu-satunya
Bab 12. Menuju Perang Kerajaan
Bab 13. Penantian Berharga
Bab 14. Kedatangan Sang Mahadewi
BUKAN UPDATE - Marhaban Ya Ramadhan
Bab 15. Menjaga Sikap
Bab 16. Kelopak Bunga Mawar Basah [SPECIAL BAB]
Bab 17. Kaalillya --- Nama Yang Terlarang
Bab 18. Kaalillya --- Gadis Cantik Berhargaku Yang Tersayang
BUKAN UPDATE - Meluruskan Suatu Hal
Bab 19. Pelayan Tiada Duanya
Bab 20. Pesona Seorang Pelayan
Bab 21. Perang Kerajaan---Bringtham VS Kashi
Bab 22. Perang Pangeran---Laksya VS Leonard
Bab 23. Datang Untuk Pergi
Bab 24. Hari Kebangkitan Cinta
Bab 25. Tanpa Sadar Terikat
Bab 26. Pernikahan Politik
Bab 27. Selir Sita Hamil?
Bab 28. Merasa Terancam
Bab 29. Perihal Pengaman
Bab 30. Dewi Harnum Meninggal?
Bab 31. Pertemuan Dua Insan [SPESIAL BAB]
Bab 32. Cinta Sepanjang Masa [SPESIAL BAB]
Bab 33. Kehilangan
Bab 34. Hatiku Hanya Menginginkanmu [SPESIAL BAB]
Bab 35. Ikhlaskan
Bab 36. Berpisah Untuk Bersatu
Bab 37. Kelicikkan Raja Alardo
Bab 38. Kesalahan Satu Malam
Bab 39. Keresahan Hati
Bab 40. Menunggu
Bab 41. Ujung Penantian
BUKAN UPDATE - Meluruskan Hal Lain
Bab 42. Akhir Penantian [SPESIAL BAB]
Bab 43. Ratu dari Pancakanta
Bab 44. Hadiah Pernikahan [1]
Bab 44. Hadiah Pernikahan [2]
Bab 45. Tinggal Kenangan
Bab 47. Bulan Purnama Sempurna [SPESIAL BAB]
Bab 48. Dunia Milik Kita [SPESIAL BAB]
Bab 49. Terungkap [1]
Bab 49. Terungkap [2]
Bab 50. Kilas Balik [SPESIAL BAB]
BUKAN UPDATE - PLAGIAT ...? (YES/NO)

Bab 46. [Tidak] Berharga

12K 1.1K 198
By BeautifulSea25

Didedikasikan untuk Wawaaisyara8

Cung! Siapa aja yang suka sama cerita 'Permaisuriku~'? 😇

***

Komentar terkait bab;

Bukan😂

Ini udah update😂

Terima kasih atas sarannya. Tapi harap maklum jika cerita 'Permaisuriku~' tidak sesuai dengan ekspetasi pembaca. Karena setiap ide seorang penulis pasti ada aja yang gak sesuai sama harapan pembaca, kan? Apa lagi saya penulis amatir hehe

Sekali lagi. Terima kasih dan maaf. Harap jangan tersinggung🙏🏼😊

Terima kasih jika suka dengan ide cerita yang tertuang. Tapi harap jangan terlalu senang, ya. Takutnya jadi boomerang😊

PS: CINTA DAMAI ^^

***

"Sekalipun kamu merasa hidupmu membosankan dan tidak ada gunanya ... tetaplah hidup. Napasmu saja sudah cukup untuk membuat hidupmu berharga~"

---BeautifulSea25---

•••

Kerajaan Alaska tengah diliputi perasaan berkabung. Semua orang berkumpul di taman belakang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada selir kelima Pangeran Leonard yang bernama Selir Ofamur Azia. Raja Ordos dan Ratu Sita juga datang.

"Di mana menantuku, Baginda Raja?" Raja Ordos menatap Raja Alardo dingin. "Bahkan saat putriku akan dikremasikan dia tidak hadir? Benar-benar."

"Putra Mahkota sedang sibuk."

Bersama selirnya, batin Raja Alardo mengimbuhkan.

"Sesibuk apa sampai tidak bisa memberikan penghormatan terakhir kepada selirnya, Baginda? Apakah Pangeran Leonard tidak menganggap Selir Ofamur berharga?" tanya Ratu Sita sopan.

"Sebaiknya, kita mulai ritual kremasi." tukas Raja Alardo dingin. Enggan berlama-lama berbincang dengan orang yang pernah mencoreng nama baik Kerajaan Alaska.

Ritual kremasi yang dilakukan oleh Raja Ordos berjalan dengan khidmat. Kobaran api mulai melahap habis tubuh pucat Selir Ofamur---menyisakan abu saat kobaran api mulai meredup.

Putri Carrissa mengusap perutnya perlahan. Matanya menatap kematian Selir Ofamur puas. Hatinya terus memuji kebodohan sang selir yang memilih bunuh diri karena Pangeran Leonard tak menyentuhnya.

Ia berharap jika para selir Pangeran Leonard yang lain juga mengikuti jejak Selir Ofamur. Bunuh diri karena tak disentuh Leon. Dengan begitu, Putri Carrissa tidak perlu repot-repot mengotori tangannya untuk menyingkirkan para selir Pangeran Leonard. Lihat, kan? Bahkan sebelum bertindak, Selir Ofamur sendiri yang memilih mundur dengan cara yang sangat tragis.

Ah, rasanya ... Putri Carrissa ingin berpesta.

Selamat tinggal, Permaisuri palsu....

♥♥

Selir Ambar berjalan congkak di lorong istana---tujuannya adalah mencari keberadaan Pangeran Laksya dengan beberapa pelayan yang mengekor di belakangnya. Ia tersenyum angkuh pada setiap orang yang menyapanya. Seketika, matanya berbinar saat melihat Pangeran Laksya tengah berbincang seorang lelaki yang Selir Ambar ketahui adalah Pangeran Shazjahant.

Melihat sosok Selir Ambar yang berjalan tergesa, Pangeran Shazjahant tersenyum miring sebelum pergi dari hadapan Pangeran Laksya.

"Suamiku!"

Pangeran Laksya memutar tubuh, menatap datar Selir Ambar yang kini telah berdiri di hadapannya. "Ada apa, Selir?"

"Ada apa?" Selir Ambar mengernyit. "Apakah salah jika seorang istri ingin menemui suaminya, Tuanku?" tanyanya lembut.

"Ah. Tentu saja tidak." Pangeran Laksya tersenyum tipis.

Selir Ambar memeluk lengan Pangeran Laksya manja. "Aku bosan tanpamu. Bisakah kita menghabiskan waktu bersama, Tuanku? Kita ini, kan masih pengantin baru."

Pangeran Laksya bergeming. Matanya tak sengaja melihat sosok Putri Gaurvy yang berjalan anggun menuju taman istana.

"Tuanku?" tegur Selir Ambar heran.

"Ah, ya." Pangeran Laksya tersadar. Ia melepas halus rangkulan Selir Ambar di lengannya, tersenyum manis sembari memegang pundaknya. "Sebagai Putra Mahkota, aku sangat sibuk, Selir. Sekarang pun aku harus rapat dengan dewan kerajaan. Kapan-kapan aku pasti akan mengajakmu jalan-jalan." bujuknya.

"Sungguh?" Selir Ambar memastikan. Walau berat hati, ia berusaha menerima jika suaminya bukan orang biasa.

"Iya, Sayangku ...."

Selir Ambar mengangguk disertai senyuman paksa.

"Baiklah. Aku pergi dulu." Pangeran Laksya mengecup kening Selir Ambar singkat sebelum pergi.

Langkah tergesa Pangeran Laksya menarik perhatian Selir Ambar. Hatinya diselimuti perasaan curiga. Terlebih saat Pangeran Laksya berbelok menuju suatu tempat. Entah mengapa ... Selir Ambar merasa jika Pangeran Laksya tengah mengabaikannya. Tangannya meremas sisi baju bangsawannya. Wajah cantiknya menyiratkan kecemasan.

Apakah perkataan Dewi Harnum telah menjadi kenyataan?

"Pelayan,"

"Ya, Selir?"

"Tempat apakah yang sedang Pangeran Laksya tuju?" tanya Selir Ambar datar. Namun tatapannya tak lepas dari sosok Pangeran Laksya yang telah menghilang.

"Pangeran Laksya tengah menuju taman istana, Selir."

"Taman istana?" Selir Ambar mengernyit. "Apakah rapat dengan dewan kerajaan dilaksanakan di sana?"

Para pelayan saling tatap. Salah satu dari mereka kembali menjawab, "Tidak, Selir. Rapat kerajaan hanya diadakan di ruang sidang istana."

Selir Ambar mengernyit dalam. Jika bukan rapat, mengapa Pangeran Laksya menuju taman istana? Mengapa lelaki itu membohonginya? Namun suara pelayan yang kembali mengudara membuat tubuhnya bergetar pelan.

"Biasanya, Pangeran Laksya menghampiri Putri Gaurvy yang tengah bersantai di taman istana, Selir."

Apakah Pangeran Laksya tengah menghindarinya?

Di tempat lain, Putri Gaurvy menatap hamparan bunga-bunga di hadapannya dengan bibir melengkung senyuman manis. Pelukan di perutnya membuatnya terkesiap---terkejut. Mengetahui siapa pelakunya, tubuhnya kembali tenang. Kali ini, tangannya balas memeluk tangan pelaku yang tengah memeluknya erat dari belakang tersebut.

"Aku sangat merindukanmu, Istriku."

"Tumben sekali." kekeh Putri Gaurvy geli.

Pangeran Laksya tersenyum tanpa makna.

"Mengapa kau di sini, Laksh?"

"Karena aku merindukanmu."

"Lalu selirmu?" Putri Gaurvy mengernyit.

"Dia bisa mengurus dirinya sendiri." jawab Pangeran Laksya acuh.

"Kalian bertengkar?"

"Tidak."

"Lalu, mengapa sikapmu sedingin ini padanya, Laksh? Mengapa kau mengabaikannya?" Putri Gaurvy keheranan. Ia memutar tubuh, menatap suaminya tak mengerti. "Biasanya kau akan menghabiskan waktu paling lama satu bulan bersama selir barumu. Tapi apa ini? Baru sehari pernikahan dan kau langsung meninggalkan selir barumu?"

"Sepertinya."

"Ada apa, Laksh? Apakah dia kurang memuaskanmu di atas ranjang?" ejek Putri Gaurvy.

"Tidak juga."

"Lalu, mengapa kau mengabaikannya?"

"Tidak tahu." Pangeran Laksya menggeleng pelan.

Putri Gaurvy berbinar. "Wah! Ini keberuntunganku atau nasib sial selir barumu itu?" guraunya.

"Entahlah." Pangeran Laksya mengangkat bahunya acuh. Ia kembali merangkul pinggang Putri Gaurvy mendekat. Kepalanya menyusup ke perpotongan leher sang putri yang indah. "Aku hanya ingin bersamamu." bisiknya lembut.

Putri Gaurvy sedikit berjinjit, memeluk leher suaminya dan tersenyum menggoda. "Tapi, ini adalah waktumu bersama selir baru---"

"Aku hanya ingin menghabiskan waktuku bersamamu, Vy." kata Pangeran Laksya manja.

"Baiklah. Sampai kapan?"

Pangeran Laksya menggeleng. Pelukannya pada tubuh Putri Gaurvy kian mengerat. Ia juga heran dengan dirinya sendiri. Sebelumnya, ia ingin sekali memiliki Selir Ambar. Tapi setelah mendapatkannya ... mengapa ia jadi seperti ini? Pangeran Laksya pun bingung. Tapi yang jelas. Saat melihat Selir Ambar ... ia merasa bosan. Di matanya, Selir Ambar yang sekarang ... cukup membosankan.

"Kudengar. Selir barumu kali ini sangat cantik---bahkan sampai mengalahkan kecantikanku, Laksh." kata Putri Gaurvy tenang. Wajah cantiknya bersinar puas---penuh kemenangan. Lalu, melempar senyum mengejek pada seseorang yang berdiri tak jauh dari mereka.

"Hanya kau yang paling cantik, Istriku."

Selir Ambar memutar tubuh. Lalu, pergi dengan membawa kemarahan tertahan di hatinya. Sialan! Pangeran Laksya mencampakannya. Perkataan Dewi Harnum benar-benar menjadi kenyataan.

Ia harus apa sekarang?

♥♥

Entah sudah berapa lama Dewi Harnum mengusap kepala Pangeran Leonard yang tidur di pangkuannya. Sang dewi meringis pelan saat kakinya mulai terasa pegal. Tangannya memindahkan kepala Pangeran Leonard di bantal dengan gerakan hati-hati. Sesekali mengusap rambutnya agar tak terbangun. Sang dewi sendiri cukup takjub melihat sang suami tertidur pulas. Padahal situasi di luar kamar penginapan mereka cukup berisik.

"Tidur yang nyenyak, Suamiku." bisik Dewi Harnum lembut. Bibirnya mengecup kening Pangeran Leonard tak kalah lembut.

Melihat banyak makanan yang masih utuh di atas meja, Dewi Harnum tersenyum tipis. Ia turun dari ranjang dengan gerakan perlahan. Emily memang menyiapkan makanan untuk mereka. Tapi, karena Dewi Harnum tengah berpuasa, Pangeran Leonard juga menolak makan.

Sang dewi kembali memakai selendang untuk menutupi wajahnya, kecuali bibir. Lalu, membawa banyak makanan itu keluar untuk dibagikan pada yang lebih membutuhkan sebagai amal.

Beberapa saat telah berlalu. Makanan di tangan sang dewi juga tersisa sedikit. Ia berjalan menuruni undakan tangga kuil dan memberikan makanan tersebut pada seorang nenek buta yang pernah ia temui saat pertama kali menginjakan kaki di kuil Dewa Zeus.

"Senang bertemu denganmu lagi, Permaisuri." kata nenek itu riang.

Dewi Harnum duduk di hadapannya, tersenyum tipis. "Aku juga senang, Nek. Bagaimana kabarmu?"

"Kabarku tidak pernah sebaik ini," Nenek tersenyum lembut. Penuh keharuan. "Apa pun yang ingin kau lakukan---selama itu dalam jalan kebenaran, lakukanlah! Jangan pernah meragu." katanya tiba-tiba.

Di balik selendangnya, Dewi Harnum mengernyit samar. "Apa maksudmu, Nek?" tanyanya penasaran.

"Kau akan temukan jalannya." Nenek itu enggan memberi penjelasan lebih. "Malam ini adalah malam bulan purnama sempurna. Malam yang indah dari pada seribu malam bulan purnama lainnya. Ikatan cinta dan penyatuan yang terjadi di malam ini akan selalu diberkahi." selorohnya menarik perhatian beberapa orang.

Tubuh Dewi Harnum bergetar pelan. "A---aku ...." Sang dewi tak bisa berkata-kata.

"Bagi seorang perempuan yang telah menikah, kebahagiaan dan kesedihan adalah suaminya. Seorang istri hanya akan mendapat kesempurnaannya saat menyatu dengan suaminya dan saling melengkapi hingga utuh."

Dewi Harnum berdiri, tersenyum paksa. "Terima kasih. Semoga Dewa selalu melindungimu, Nek." katanya tulus.

"Puji, Mahadewi!" seru sang nenek khidmat.

Dewi Harnum melangkah pelan sembari memegang selendangnya. Seketika, kakinya terhenti saat mendengar suara yang sangat indah. Ia tampak mencari sumber suara. Tanpa sadar, kakinya membawa sang dewi menuju sumber suara. Lalu, berhenti di salah satu kamar penginapan yang letaknya paling ujung---jauh dari keramaian. Lorong penginapan ini cukup sepi.

Dari celah pintu kamar penginapan, Dewi Harnum melihat sesuatu yang membuat jantungnya berdesir halus. Ia melihat seorang anak kecil dengan pakaian tertutup, kecuali tangan dan wajah---tengah membawa sebuah kitab di pangkuannya. Dewi Harnum tak pernah mendengar lantunan doa seindah itu. Tanpa sadar, airmatanya menetes begitu saja.

Tapi yang terjadi selanjutnya membuat sang dewi terkesiap.

"Shodaqallahul'adzim." bocah perempuan itu menutup kitabnya.

"Wah. Putri ibu pintar sekali. Kau mengaji dengan sangat baik."

"Ibu, mengapa kita harus beribadah kepada Tuhan secara sembunyi-sembunyi? Mengapa saat di luar, kita harus mengikuti cara beribadah orang-orang itu, Bu? Apakah kita tidak bisa beribadah kepada Tuhan kita dengan benar?"

"Sayang. Cukup turuti ayah dan ibu jika kau ingin tetap hidup." Wanita paruh baya tersebut memaksakan tersenyum. "Sebaiknya, kau pergi bermain di luar."

"Baik, Bu." Bocah perempuan itu menurut. Pergi keluar kamar penginapan tanpa menyadari kehadiran Dewi Harnum.

Dewi Harnum kembali melihat dari celah pintu. Ia akan pantau lebih dulu, setelah itu ia akan menemui pasangan islam yang tengah berbincang serius tersebut.

"Sampai kapan kita harus hidup seperti ini, Suamiku?"

"Laila, tenangkan dirimu."

"Bagaimana aku bisa tenang, Suamiku?" Laila berdiri, menatap suaminya berkaca-kaca. "Khumaira menanyakan begitu banyak hal padaku. Tapi, aku? Apa yang harus kukatakan padanya?"

"Haruskah aku mengatakan jika ayahnya bukanlah lagi seorang Yunani. Tapi, ayahnya adalah seorang islam?" Laila berdiri membelakangi suaminya.

"Aku pun tak ingin seperti ini." kata lelaki itu bersalah.

"Kita menderita seperti sekarang sejak mendiang Selir Maryam menciptakan selisih paham antara Arabia dan Yunani. Meskipun peraturan kerajaan membolehkan rakyatnya memilih agama, tapi tetap saja. Masyarakat akan mengecam keras adanya seorang islam." seloroh Laila terluka.

"Laila,"

Laila menatap suaminya sedih. "Aku pernah mengatakannya padamu. Ayo pergi ke negeri yang mayoritas rakyatnya menganut agama islam. Tapi kau menolak---"

"Aku tidak menolak dan tidak juga mengiyakan." Sang suami berdiri, menatap istrinya memohon---membujuk. "Tapi, aku tidak bisa meninggalkan Alaska, Sayang. Di sini, pekerjaanku sangat bagus. Kita juga bisa hidup dengan layak dan---"

"Apa gunanya materi jika hati kita tertekan, Suamiku?" sela Laila cepat.

"Laila,"

"Bukan hanya kita yang islam, Suamiku. Tapi beberapa dari kerabat dan tetangga kita juga islam. Tapi, kita harus berpura-pura menyembah Dewa mereka---padahal hati kita tidak sejalan dengan tradisi ini."

Dewi Harnum terhenyak. Ternyata masalah perbedaan agama memang sangat sensitif. Sang dewi menggigit bibirnya resah. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Tak lama, bibirnya bergumam penuh tekad---menjanjikan.

"Toleransi antar agama harus segera dibuat."

"Sayangku!"

Suara itu membuat tubuh Dewi Harnum menegang. Ia menghela napas---kembali menormalkan kondisi tubuhnya saat merasakan derap langkah Pangeran Leonard tampak tergesa ke arahnya. Dewi Harnum menoleh, tersenyum tipis.

"Sejak tadi aku mencarimu." Pangeran Leonard cemberut masam. Wajahnya tampak kuyu khas orang bangun tidur, namun masih terlihat tampan. "Apa yang kau lakukan di sini, Dinda?" tanyanya serius.

"Membagikan makanan."

"Makanan yang disiapkan bibi tua Emily itu?" Pangeran Leonard memastikan.

Dewi Harnum terkekeh geli, mengangguk. Ia merangkul lengan Pangeran Leonard---sengaja membawanya menjauh dari kamar penginapan tersebut. Pangeran Leonard dengan senang hati menuruti.

"Mengapa kau terbangun, Kanda? Padahal tadi kau tidur pulas sekali,"

"Itu karena tidak ada dirimu di sampingku." cebil Pangeran Leonard masih kesal. "Mengapa kau tidak membangunkanku jika ingin pergi? Aku, kan bisa membantumu, Dinda ...," rengeknya.

Dewi Harnum tertegun. Benarkah Putra Mahkota Alaska yang merengek barusan? Sulit dipercaya. Tapi, bibir sang dewi segera mengulas senyum lembut. "Aku tidak tega membangunkanmu, Kanda. Maafkan aku, ya. Jangan marah ...."

"Apa aku bisa marah padamu, Sayang?" Pangeran Leonard mendengkus samar. "Sepertinya tidak bisa."

"Kemarahan adalah salah satu bentuk emosi yang sangat diwajarkan. Suatu saat nanti, kau pasti akan marah padaku karena suatu hal," gurau Dewi Harnum.

"Dinda," tegur Pangeran Leonard tak senang.

"Tapi, aku berharap. Semarah apa pun kau nanti padaku ... tidak akan ada kekerasan fisik yang kau lakukan terhadapku,"

Pangeran Leonard menghentikan langkahnya. Melirik Dewi Harnum datar. "Hentikan pembicaraan ini. Aku tidak suka." tukasnya dingin.

"Maaf ...," Dewi Harnum menyengir polos.

Pangeran Leonard menghela napas panjang. Meredakan amarah yang sempat menguasai hatinya. Tangannya merangkul pinggang sang dewi posesif. Lalu, mereka berjalan dalam keheningan. Untuk pertama kalinya, Pangeran Leonard yang menyukai kesunyian---tampak membenci kesunyian saat bersama dengan Dewi Harnum.

"Mengapa kau diam saja, Dinda?" erang Pangeran Leonard frustasi.

Dewi Harnum mencebikan bibir. "Aku bicara, kau marah. Tidak bicara, kau juga marah. Aku benar-benar tidak mengerti dirimu, Kanda." keluhnya tertahan. Suaranya merajuk manja.

"Maaf, Sayang. Aku tidak bermaksud begitu." Pangeran Leonard mencuri kecupan singkat di bibir sang dewi di sela langkahnya. "Bagaimana kalau sekarang saja kita berburu, Dinda?" tawarnya mengalihkan pembicaraan.

"Tidak." Dewi Harnum melepaskan pelukan sang pangeran dan berjalan lebih dulu.

"Sayang, jangan marah. aku minta maaf." seru Pangeran Leonard penuh harap.

Dewi Harnum bergeming. Mempercepat langkah.

"Jangan seperti ini, Kesayanganku." bujuk Pangeran Leonard terus membuntuti Dewi Harnum. Langkahnya terhenti saat langkah sang dewi juga terhenti. "Sayang. Aku---"

"Aku ingin bertanya."

Pangeran Leonard mengerjap. "Katakan, Sayang,"

"Jika salah satu dari rakyat Alaska ada yang beragama islam, apakah kau akan mengucilkannya, Kanda?" tanya Dewi Harnum serius.

"Tidak, Sayang. Setiap rakyat memiliki haknya dalam peribadatan." Pangeran Leonard menjawab lugas.

Dewi Harnum terdiam.

"Ada apa? Apakah ada sesuatu yang menganggumu, Dinda?" tanya Pangeran Leonard serius.

"Ah, tidak." Dewi Harnum menjawab cepat. Tangannya merangkul lengan suaminya manja, tersenyum manis. "Mari berburu, Kanda." katanya riang---mengalihkan pembicaraan.

Pangeran Leonard tersenyum senang saat Dewi Harnum tak lagi marah padanya. Ia menyanggupi keinginan sang dewi dengan perasaan gembira. Lalu, melanjutkan langkah menuju kamar penginapan mereka untuk segera bersiap. Sang pangeran tak menyadari jika sang dewi tengah memikirkan hal penting.

Ia harus segera menemukan seorang islam yang memiliki pengaruh yang cukup kuat di dunia. Tapi siapa?

♥♥

Langit malam tampak indah. Taburan bintang dan bulan yang bersinar membuat nyaman sejauh mata memandang. Archaya berdiri di jendela kamarnya, menatap sang rembulan dengan tatapan yang sulit diartikan. Beberapa hari terakhir ini, hatinya selalu gelisah. Terlebih ia juga tengah menghindari seseorang.

"Aku sangat merindukanmu, Kangmas."

Archaya menutup mata saat sepasang tangan memeluk tubuhnya dari belakang. Kepala yang bersandar nyaman di punggungnya membuat hati Archaya berdesir halus sekaligus sesak.

"Ini salah, Dinda,"

"Apa yang salah?" Putri Seruni mengeratkan pelukannya. "Apa kau tahu, Kangmas? Sejak kau datang, aku berusaha keras menahan diri untuk tidak memelukmu. Tapi sikapmu beberapa hari ini membuatku kecewa, Kangmas. Mengapa kau mengabaikanku?" rajuknya manja.

Archaya membuka mata dan melepaskan pelukan Putri Seruni dari tubuhnya. Matanya menatap datar. "Kau tidak lupa siapa kita, kan?"

"Kita?" Putri Seruni berkedip sekali. "Kita sepasang manusia yang saling mencintai, kan?" gumamnya balik bertanya.

"Kita adalah sepasang manusia dengan kasta yang berbeda, Dinda. Kau seorang bangsawan. Sedangkan aku adalah seorang prajurit biasa." terang Archaya datar.

"Lalu, masalahnya di mana, Kangmas?" tanya Putri Seruni tenang.

"Mengapa kau tidak mengerti juga, Tuan Putri?" geram Archaya tertahan.

Putri Seruni tergelak ringan. Archaya mengernyit heran. Padahal tidak ada yang lucu. Saat sang putri mendekat---memeluknya erat, Archaya merutuk pelan saat merasakan dirinya menyerah---kembali luluh. Ia balas memeluk sang putri dan jatuh cinta lagi.

Putri Seruni tersenyum senang. "Aku dengar. Pangeran Leonard dari Alaska telah menikahi seorang pelayan, Kangmas." kata Putri Seruni tiba-tiba.

"Hem. Pelayan itu adalah adikku."

"Adik kandungmu?"

"Bukan. Sebenarnya ibuku menemukannya di samping bunga mawar yang berada di kebun kami. Saat itu tengah hujan badai, berkat perlindungan dewa, bayi itu baik-baik saja."

"Jadi maksudmu, dia bayi yang terbuang? Seseorang telah membuangnya? Begitu?" tanya Putri Seruni penasaran.

"Entahlah."

Putri Seruni mengangkat wajah---tersenyum lebar guna menyembunyikan raut iba sekaligus keterkejutannya. "Kita bisa mengikuti jejak mereka, Kangmas." katanya penuh arti.

"Mereka?" Archaya mengernyit.

"Pangeran Leonard dan adikmu itu." decak Putri Seruni gemas.

"Kita berbeda." Archaya menggeleng, menolak dengan kilat ragu yang membayangi matanya.

Putri Seruni melepaskan diri, berdecak kesal. "Terserahlah." katanya ketus. Lalu memutar tubuh---hendak pergi namun pelukan di pinggangnya menghentikan langkahnya. Archaya memeluknya dari belakang.

"Maafkan aku," gumam Archaya lirih.

Tanpa sepengetahuan lelaki itu, bibir Putri Seruni berkedut samar. Ia menahan diri untuk tidak tersenyum lebar. Pada akhirnya, cinta selalu menang dari pada ego. Putri Seruni memutar tubuh, menatap Archaya dengan riak wajah yang diatur agar sedatar mungkin.

"Pernikahan Pangeran Leonard dengan adikmu yang ternyata adalah seorang pelayan adalah pembuktian nyata pada dunia, Kangmas,"

"Pembuktian?" Archaya mengernyit.

Putri Seruni menangkup wajah Archaya, tersenyum lembut. "Mereka mengajarkan sekaligus membuktikan pada dunia jika tiada kasta dalam cinta, Kangmas." tuturnya lembut.

Archaya tampak berkaca-kaca. Putri Seruni benar. Tapi, pantaskah seorang tuan putri bersanding dengan seorang prajurit biasa?

Larut dalam pemikiran, entah siapa yang memulai, kedua bibir mereka saling tertaut lembut. Larut terbawa suasana, mereka menghabiskan malam bersama dengan penuh cinta. Pada akhirnya. Seorang prajurit biasa telah mendapatkan seorang tuan putri seutuhnya.

♥♥

HOPE YOU LIKE IT!

MAKASIH BANYAK ATAS SEMUA APRESIASI PEMBACA ^^

Ketika seorang penulis membuat suatu cerita, artinya dia sudah tau, mau dikembangkan seperti apa dan menjadi apa ide tulisannya tersebut.

Mungkin, ada yang merasa jika cerita ini sedang dalam tahap membosankan. Yaps, memang. Sejak awal sudah saya bilang. cerita ini cukup RUMIT dan MEMBOSANKAN. Ada pun pembaca yang kurang suka dengan cerita ini ... no problem. Selera genre cerita setiap pembaca pasti berbeda-beda, kan?

Jadi, saya ingin tahu. pembaca lebih suka genre cerita apa? [Kalau sukanya diluar genre fantasy, seharusnya pembaca tau jika cerita 'Permaisuriku~' ini sangat jauh dari kesukaan pembaca]

Oke. Sekian. 'Permaisuriku~' tetap lanjut kok. Tapi ya itu ....

PS: JANGAN NUNGGU UP ^^

See you soon😂

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 145K 103
Status: Completed ***** Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Th...
17.5K 1.4K 37
•typo dimana mana✔ "Aku rasa aku benar benar mencintaimu. Putuskan surat kontrak itu dan ayolah kita menikah sungguhan" "Mwo?" Cast: °yoonmin °taekok
83.9K 3.3K 38
Dia kehilangan keperawanannya karena ceo dingin, semua karena perangkap "sahabat" nya yang di rancang dengan cermat.
1K 96 5
ZEEDELSHA WP LOKAL "dia bakalan milih gw " -adel "kalo dia milih gw gimana? "-zee " gw milih husbu gw, mau apa lu semua! "-marsha Akan kah kedua ga...