BARA BRAYUDANI

By dillaaapy

582K 54K 26.1K

BAGIAN DUA DARI BARA [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Geng besar yang di pimpin seorang Bara Brayudani, membawa... More

1. Perempuan
2. Oppa/game
3. Lembayu
4. moymoy, moci, dan moki
open mem GC ke-2
5. yang sangat berarti
6. Pesta Malam
7. kekurangan satu anggota.
8. permulaan
9. sebuah pukulan
10. perbintangan
11. Lingkaran Pelindung, Star, dan Miracle
12. Cat
13. ruang percaya dan dipercaya
14. kelapa
15. Harta tahta G.O.VA
16. PRADA
17. Antara Gemlo
18. Rasanya memang berbeda.
19. Rapat
20. Beredar foto Mahameru
21. Udara dan Api
23. Waktu
24. Tidak suka
25. Emosi
26. Dialog mereka berdua
27. bulu tangkis
28. Berita angin
29. Soal
30. es krim
Mereka
31. MEREKA
32. Diam
33. CONSTELLATION
34. Apartemen
JANUUNTUKBARAAIRA
35. ga tau maunya apa
VOTE COVER
Kalian tim apa?
Jemput Bara Aira
36. Garis lintang yang tenggelam
37. Senyum
38. Dua masa
39. Mari bicara
40. Keinginan
41. Semestaku
42. Keberadaanmu di anggap

22. perisai seperti atmosfer

13.5K 1.5K 1.4K
By dillaaapy

PERISAI SEPERTI ATMOSFER: MENJAGA

Masalah moral masalah akhlak biar kami cari sendiri. Urus saja moral dan akhlakmu, peraturan yang sehat yang kami mau.

-G.O.VA-

Kalian punya trauma, sampai batin kalian tersiksa sampai sekarang?

Kalian pilih siapa di true beuty? Siapa tah satu kapal sama autor.

***

Mereka berlari ke arah gerbang sekolah. Jumlah mereka banyak. G.O.VA baru selesai tawuran dari sekolah lain. Mereka berlari karna mereka menang. Meninggalkan lawannya yang sudah terkapar begitu saja.

Ini bukan tentang mereka pengecut karna menyerang ramai ramai. Ini tentang kebersamaan yang terjalin antar mereka. Lagi pula yang di tantang itu satu kelompok bukan per orang. Jika memang per orang, mereka tidak akan beramai ramai.

Jadi, diharapkan kalian mengerti?

Gerbang sekolah itu terkunci. Mereka semua tadi lewat pintu belakang saat pergi saat jam istirahat.

"Jok jok naik Jok," suruh Bara sambil tangannya yang berkacak pinggang. Laki laki itu juga ngos ngosan.

"gue aja terus, heran deh gue." protes Joko.
"udah sih bang naik aja, bisa liat pemandangan lo nanti." ucap Gilang.

"nih lo yang naik nih." ucap Joko sambil memukul gerbang hitam tinggi ini.

"ga usah bacot cepetan!" perintah Bara dengan nada otoriternya.

Joko antara ikhlas dan tidak ikhlas naik memnjat pagar besi itu. "pegangin woy! Goyang goyang ini." ucapnya.

"badan lo kecil aja," komentar Cekra dengan tangan bersedekap dada.

"bagus kalo gerbangnya roboh, ga usah pake kunci lagi." sahut Bams. Laki laki itu malah tambah menggoyangkan gerbang dengan sengaja mendorong badannya ke gerbang. "GOBLOK!!" histeris Joko.

"KALIAN!!! TURUN KAMU JOKO!!!" teriakan itu berasal dari ibu Sukma yang membawa penggaris kayu panjang. Penggaris itu menyentuh tanah.

Mereka semua lari meninggalkan gerbang. Joko yang sudah seperuh perjalanan di atas cepat cepat turun karna ibu Sukma berjalan cepat ke arah mereka.

"WOY ANJING LAH KALIAN!!!! TUNGGU WOY!!!!" Teriak Joko yang lari tergopoh gopoh karna terakhiran.

"BANGSAT SEKALI KALEAN!!!"

"IBU TUNGGU KALIAN DI BK!!" ibu Sukma berteriak dari dalam gerbang. Guru yang masih memiliki anak satu itu mendengus sebal memiliki anak murid yang susah di atur. Apa lagi salah satu di antaranya adalah cucu pemilik sekolah.

***

Mereka semua diam saja saat ibu Sukma berbicara bak kereta babaranjang yang lama selesainya. Sudah terbiasa adalah jawabannya. Rasanya kuping mereka berdengung dengung.

Hanya beberapa orang saja yang masuk ke dalam ruangan BK, tapi nama nama mereka semua sudah masuk buku kasus sekolah.

"YAH!!!! DIBILANGIN MASUK KANAN KELUAR KUPING KIRING!" Joko sampai terperanjat kaget saat mistar kayu itu menghatam meja depan mereka.

Joko menggerakan tangannya seperti mulut yang tak berhenti berbicara saat itu Sukma tidak melihat ke arahnya.

"kenapa ketawa tawa? Apa yang lucu?!" Mereka semua menggeleng.

"Kalian ini bisa ga nurut sama peraturan. Jadi siswa yang taat, ga aneh aneh mulu." Ibu Sukma sampai gregetan dengan mereka.

"karna kami bukan standar masyarakat bu," jawab mereka kompak.

"ga asik jadi standar masyarakat. Hidup nya kaya sama sama aja." ucap Joko.

"standar masyarakat kan harus jadi anak baik, anak yang banyak prestasi, nguasai semua olahraga, public spekingnya bagus,piagamnya nya banyak. Beban hidup saya terlalu berat nangung itu semua bu." ucap Cekra.

"lebih tepatnya lo beban hidup." ucap Bams.

"sekali kali jangan jadi standar masyarakat. Mengambil jalan yang berbeda sekali kali ga masalah." ucap Kevin.

"inget kata ibu matematika, banyak jalan menuju roma." ucap Joko.

"kalian ini kalo di bilangin ada aja omongannya. Kalian ini kalo tawuran itu malah pengecut!" tegas ibu Sukma.

"ya gimana bu, yang di tantang kita semua. Ya maju lah. Gas aja." ucap Joko yang langsung nyerocos.

"kalo Joko yang di tantang bu, saya juga diem aja." ucap Deon, "masa bodo, bukan temen saya." Joko menatap Deon sengit.

"kalian ini mikir ga sih besok mau jadi apa waktu tamat sekolah?" ucap Ibu Sukma yang mulai dengan nada tenangnya.

"orang lain ga perlu tau kami akan jadi apa bu, tinggal liat nanti jika kami sudah jadi apa apa." ucap Kevin.

"selagi kita semua ga terjerumus sama obat obatan atau aksi pembunuhan, ibu jangan takut. Kami masih tau batasan untuk diri sendiri." ucap Bara.

"kami tau bu, bunuh manusia dosa. Saya juga takut di gentayangin." ucap Deon.

"tenang ada Joko kalo lo di datengin
setan," ucap Bams menepuk nepuk bahu Joko.

"ah dari pada ngebunuh anak orang, mending baperin anak orang," sahut Cekra. "bu pegel duduk doang bu di sini." sambungnya, "bener ga Jok?"

"bener banget ngab,"

"apapun penilai orang lain terhadap kami. Kami ga peduli bu. Kami punya peraturan sendiri bu, peraturan sehat yang kami mau." Bara berucap dengan nada tenangnya. Tapi di balik tenangnya itu, banyak hal yang tersirat.

Ibu Sukma tau, mereka memiliki sifat dan kemapuan mereka sendiri. Mereka tidak butuh bentakan mereka butuh pengertian. Bagaimana kita harus bisa mengerti dari sisi pendangan mereka. Guru yang masih memiliki anak satu itu, menatap dengan tenang anak muridnya yang menjauh dari ruangannya. Mereka itu pintar, pintar dengan cara mereka sendiri.

"KAMI BUAT MASALAH!!!"

"SEKARANG KENA IMBASNYA!!!"

"LARI LARI LAPANGAN!!!!"

"PUTAR PUTAR LAPANGAN!!!"

"SEMANGAT!!! SEMANGAT KAKAK!!!"

"SEMANGKA HANGAT!!! SEMANGAT!!!"

Dengan rombongan yang begitu ramai. Mereka semua berlari mengitari lapangan luas. Suara teriakan nyanyian mereka terdengar di sepanjang lapangan. Itu hukuman mereka lari lapangan dan membersihkan seluruh sekolah saat pulang sekolah.

***

Aira bersandar di salah satu tiang koridor yang ada di lantai bawah. Bara berlari ke arah perempuan itu, Aira menyambutnya dengan senyum.

"pulang sama yang Vensha dulu ya," ucap Bara sambil mengusap pelan pipi Aira,"kalo nunggu kelamaan," Bara melihat ke arah sekitar.

"drakornya?" Aira menatap Bara dengan mendongak sedikit.

"besok aja ya," Bara menatap mata Aira, "besok ya?" Bara mengulang kembali.

Dengan sedikit malas Aira menangguk. "ketinggalan episod kan aku, gara gara kamu." protes Aira.

"ga liat suho kan. Ga ada asupan tenaga jadinya." Aira bersedekap dada.

"sadar. Kamu tuh halu," Bara menoel kepala Aira sambil terkekeh. "cogan terus pikirannya,"

"kalo coganya kaya oppa oppa mah
bebas." Aira merentangkan tangannya lebar.

"kamu ga cemburu gitu?" tanya Aira penasaran sambil mendelikan matanya pada Bara, "enggak." jawab Bara acuh.

"lagi pula, mana bisa kamu sama dia." ucap Bara remeh.

"kurang ajar," Aira mengijak sepatu Bara kesal. Masalah begini, Bara senang menggoda Aira.

"mau nungguin sampe selesai?" tanya Bara, Aira menggeleng. "udah mau sore. Udah sana pulang." ucap Bara lagi. Mendorong dorong Aira untuk jalan.

"ngusir ceritanya." ucap Aira, "aku ke rumah Vensha aja ya? Nanti kamu pulang ini jemput ya?"

"pulang." ucap Bara.

"bentar doang. Liat drakor satu episod
aja."

"pulang." Bara sudah bersedekap dada

"Baii..."

"pulang Ra." Aira mengangguk pasrah. Jika Bara tidak mengganti ucapanya sudah pasti kita harus menuruti ucapan laki laki itu. "iya," jawab Aira lalu berjalan meningalkan Bara.

***

"BANG!!!! DI DEPAN RUSUH BANG!!!"

"GURU GURU UDAH PADA DI LUAR!!!!!"

gilang berteriak dari koridor sampai dihadapan Bara yang sedang bertugas membersihkan sekolah saat ini.

Bara meletakan asal sapu lidinya di tanah, menatap Gilang yang mengontrol nafasnya.

"Bang kacau. Parah parah!!" ucapnya ngos ngosan.

"BAR!!! Suara lemparan!" Cekra berteriak sambil menunjuk gedung depan.

Mereka semua lari secepatnya di area depan sekolah.

"anak santera?" tanya Kevin di sela larinya.

"ga tau bang. Jaketnya beda." jelas Gilang.

Sekolah yang sudah tidak berpenghuni kecuali mereka yang sedang menjalankan hukuman dan beberapa guru yang masih tinggal untuk beberapa tugas yang belum selesai.

Bara langsung berlari kedepan saat satpam penjaga gerbang itu masih di posnya dengan kebingungan.

Gerbang sekolahnya sudah di tutup kembali, padahal saat pulang tadi tidak tertutup.

Lemparan batu itu masih di lakukan oleh mereka sambil mendorong pagar besi hitam itu dengan kasar.

Bara dan kepala satpma bergegas pergi ke arah guru dan teman temannya berada.

Jaket itu, itu bukan milik santera. Tapi, gabungan.

"jangan deket deket kaca!" perintah ibu Sukma. "kalian buat masalah apa lagi?!" todongnya langsung. Sepontan mereka menggeleng dan ada juga yang mengangkat tangan tidak tahu.

"bu panggil polisi aja bu," minta salah satu guru yang lain. "masalahnya bisa panjang bu." jelas ibu Sukma.

"tapi gimana ini, bagunannya pada rusak." ucap salah satu guru yang berjenis kelamin laki laki.

"bapak coba hubungun pihak atasan aja." ucap bu Sukma, "pak Sumarno atau kepala sekolah pak." Guru yang diminta langsung cepat pergi dari tempat itu.

"WOY G.O.VA!!!"

"TAKUT KAN LO!!!"

Teriakan itu bersahut sahutan. Mereka mundur ketika batu itu hampir mengenai anggota inti dan lainnya.

"gimana Bar? Kita ga cukup orang." ucap Cekra.

Bara menelisik satu persatu manusia yang masih dengan aksinya. Percayalah di kepala Bara, sedang memikirkan semua hal.

"Mereka gabungan." hanya itu yang keluar dari mulut Bara.

"bu mending ajak guru yang lain masuk. Bahaya di sini." ucap Bara pada ibu Sukma.

Tanpa pikir panjang ibu Sukma mengarhakan semua guru untuk tetap di dalam gedung. Ia akan membicarakan masalah ini ke pihak atasan untuk mengambil tindakan.

"MATI MATI!!!"

"ANJING MATI!!!"

"ambil semua sambel atau lainnya di kantin." Bara menatap semua anak buahnya saat ini.

"buat apa Bar?" tanya Bams heran.

"serangan pertama." Bara tersenyum culas ke arah mereka.

"sebagian cari Air sama ember yang banyak. Sebagian kumpulin sambel sebangsanya." Semua dari mereka langsung pergi sesuai dengan pertintah Bara.

Jika mereka yang memulai memberi satu serangan, maka dia akan memberi dua serangan.

"Rel dimana?"

"bawa anak anak. Ga usah semua."

"kumpul semua di gang. Kalo kalian gue kasih intruksi langsung maju."

Panggilan telpon itu langsung tertutup. Bara berlari ke dalam sekolah. Tujuanya, mencari kepala satpam dan mengambil kunci gerbang.

Ember ember yang diminta Bara sudah semunya siap. Mereka juga sudah mencapur semuanya dengan sambel yang mereka dapat dari kantin. Tanpa buang waktu, semua dari mereka membawa ember itu dan menyiramkannya ke anak anak yang ada di depan gerbang mereka.

See...

Belum menyentuh saja, mereka sudah meringis kesakitan.

Bara membuka gerbang itu. Semuanya terjadi bagitu saja. Adu fisik itu semakin menjadi ketika Real dan yang lain datang.

Anggota lawan sudah lemah karna tersiram air cabai tanpa membilasnya dengan air bersih.

"makan tuh air sambel! Pedes pedes tuh mata!" Joko menduduki lawanya di perut. Mencekiknya dengan kesal.

Kevin melemparkan salah satu orang di depan Bara. Kevin seakan berkata bahwa dia pemimpinya hari ini.

Dengan kasar, Bara menginjak bagian dadanya. Tapi tidak kuat hingga membuat orang itu mati.

"siapa pemimpin kalian?!" tanyanya mengintimidasi. Laki laki yang ada di bawah Bara diam sambil meringis sakit.

"SIAPA?!!" bentak Bara dengan menginjak dada itu lebih kuat. Ia menelisik semua yang ada di bawahnya. Jaket, dengan lambang gabungan. Bara mengerti.

"Beni." jawab laki laki itu.

Bara menarik kasar kerah baju lawannya. Merogoh semua kantong dan mengambil berlembar lembar uang dengan nominal yang besar.

"buat ganti rugi sekolah gue." ucapnya menepuk nepuk pipi itu dengan uang itu.

"ambil semua duit mereka!" perintah Bara.

Dengan senang hati mereka semua merogoh saku lawanya.

"nih gue sisain buat jajan." Joko menepuk nepuk saku lawanya dengan senang. Sedangkan di genggaman banyak uang yang ia pegang.

"lo banyak duit juga ternyata." Bams mengibaskan kibaskan uangnya dengan bangga.

"buat beli kaca sekolah gue." Deon Mengabil dompet dengan asal.

Bara mendorong lawan yang ada di genggamannya. Teman temannya semua sudah berkumpul di sisi laki laki itu.

"Pergi lo semua!" usir Bara.

Mereka berlari ke arah motor mereka. Tanpa sepatah katapun mereka meninggalkan area SMA Perwira Kartika.

***

Bara melangkah masuk sedirian ke dalam ruangan yang di penuhi oleh para guru. Bara menunduk sebagai sopannya saat ini.

"bu, ini uang buat tambahan ganti rugi." semua guru yang ada di sana melihat Bara dengan pandangan yang berbeda saat laki laki itu menyerahkan uang itu di meja.

"kalo ibu dan bapak tanya, ada masalah apa sampai seperti ini. Maka saya jawab, saya sama teman teman saya ga pernah punya masalah sama siapapun." ucap Bara mantap.

"dan kami, ga tau tujuan mereka datang hari ini." Bara berucap dengan nada santai tapi tidak hilang sopannya.

"tapi, selalu kalian yang jadi sasaran saat terjadi kericuhan di sekolah. Jelas. Pasti kalian buat ulah!" ucap guru laki laki yang duduk sendiri.

"saya pernah dengar pepatah. Semakin tinggi pohon itu, semakin kencang juga anginya."

"jadi menurut saya pak, kami sudah terlalu tinggi hingga banyak orang yang membeci." Bara masih berdiri di tempatnya tadi. Memandang para guru yang jumlahnya ada delapan orang.

"ibu sudah masukan daftar nama kalian lagi di buku hitam." ucap ibu Sukma dengan menakan kata lagi.

"dan buat orang tua kamu dan teman teman kamu sudah ibu hubungi. Dan mereka akan datang besok." jelas Ibu Sukma. Bara mengangguk. Tidak ada lagi yang harus di cegah, semuanya sudah terjadi.

Bara melangkah pergi karna sudah tidak ada hal yang akan di bicarakan. Ia akab memberi tahu teman temannya.

"dan jangan lupa bereskan kekacauan yang kalian perbuat hari ini!"

***

"Alsean apa yang gue buat nanti pulang sekolah." Joko memunguti kaca kaca itu dengan lesu, "Anjing banget, dateng ga liat sikon!" umpatnya.

"Anjing udah balik dari tadi gue kalo ga ngerjain ini." Bams frustasi dibuatnya. "bokap gue di rumah lagi." sambungnya lesu.

"besok gue siapa yang dateng." ucap Kevin dengan tenang. Tangannya sibuk memberskan kaca.

"Bar yang bayar kantin siapa?" tanya Cekra. Laki laki itu malah bertanya yang lain.

"gue." jawab Bara tanpa menoleh. Cekra menghela syukur. Takut takut dia yang suruh bayar.

"anjing lo. Giliran begitu lo tanyain." ucap Deon sarkas. "dasar pelit."

"bukan pelit yon. Lagi hemat." jawabnya membela.

"cot bacot bacot cot!!!" seru Joko bernada.

"kalo di panggil orang tua, nyokap gue nanti ke SMA mana? Garuda apa PK?" tanya Real yang sedari memikirkan itu semua. Mereka spontan menggeleng tak tau. Begini nih nasibnya yang sudah menganggap PK seperti sekolahnya.

"kira kira Vespia gue di sita kagak ya?" monolag Joko. Merenungkan Vespianya.

"gue doakan di sita." jawab Deon enteng.

"kalo di sita nebeng lo lah!!! Ga usah beli bensi. Hemat kata Cekra." ucap Joko. Senang berhasil menggoda Deon.

"njing anjing anjing njing!!!"

"Bar sewa orang ngapa buat beresin ini. Lo kan banyak duit," ucap Joko kepintaran.

"pinter banget otak lo." Cekra menoyor kepala Joko ketika ia lewat sambil menggeret ember. "pinter lah." jawab Joko langsung.

"gue lempar pake ember ini lo nanti." Cekra sudah mengangkat ember besar itu, ia pura pura mengarahkan ke Joko.

"Vin tolongin gue!!!" Joko berlari ke Kevin sambil menarik narik baju seragaman laki laki itu. Dengan kasar Kevin melepas tangan Joko di seragmanya.

"apa sih lo Jok." Kevin berjalan ke arah lain.

"kasian ga punya temen." ledek Cekra. Laki laki itu berjelan kembali karna ingin mengebalikan ember yang tadi di ambil.

Joko melempar bulatan kertas ke arah Cekra dengan kasar. Kepaka laki laki itu menjadi sasarannya.

Brak...

Cekra berbalik dengan ember yang di letakan kasar ke lantai oleh Cekra. Joko melotot sambil meringis, laki laki itu siap kabur.

"BANGSAT LO JOKO!!!" Cekra mengejar Joko yang sudah lari terlebih dulu. Mereka berdua hanya berputar putar daerah situ.

"Gebuk Kra Gebuk!!!!" sorak Bams.

"ANJING GA BISA NAFAS GUE MONYET!!!" Joko berteriak saat Cekra mengapit lehernya dengan tangan besar laki laki itu.
"bukan teman kita Kra, ga papa di buang." Ucap Deon. Cekra mengangguk. Menyeret Joko ke gerbang sekolah.

"DURHAKA KALIAN!!! GUE KUTUK NIH!!!"

Cekra menutup gerbang dengan cepat setelah melempar Joko keluar.

"HUS HUS SANA PERGI SANA!!!" Cekra bersedekap dada. Joko berpegangan erat pada pagar besi.

"ibu tiri hanya cinta pada ayahku saja..." Joko bernyanyi dengan tangan yang mengapai ngapai Cekra. "ku di buang dan hina, seperti anak jalanan..." Joko bahkan sudah duduk di lantai.

"SALAH WOY LIRIKNYA!!!" Deon berteriak dari dalam.

"Buka dulu Cekra anjing!!!" Joko menggoyangkan pagar itu seakan marah.

"siapa lo siapa gue." ucap Cekra. Masih di depan Joko, tapi terhalang gerbang.

"BARA AKU DI DUSTAKAN!!!!" Adunya, "TOLONG BUKA UNTUK HAMBA YANG HANYA RAKYAT JELATAH INI!!!" sambung nya.

"LAGI JOK!!!" Bams ternyata sedari tadi merekam itu semua. Ponsel itu menyorot ke arah Joko dengan mengezoomnya. "gue pastian setelah ini lo viral." ucap Bams ngakak.

"GA GITU JUGA VIRALNYA. ELIT DIKIT NGAPA!!!" Teriaknya dari luar pagar.

"NIKMATIN DULU JOK, NANTI DI BUKAIN!!!" teriak Bara. Cekra memeletkan lidahnya ke Joko.

"gue ikut prihatin terhadap nasib bapak." ucap Cekra pura pura sedih, "semoga bapak bisa menerimanya dengan ikhlas dan lapangan dada." Cekra ngakak setelah mengucapkan kata itu. Laki laki itu berlari ke arah Bara dan lainnya.

"BAKU HATAM KITA KRA ABIS INI!!!" teriak Joko.

***

Sore hari yang dimana senja seharusnya ingin tenggelam, kini malah tidak ada.  Matahari sore itu, tertelan dengan awan hitam yang berjalan pelan di langit.

Aira mendongakan kepalanya ke atas langit. Rambut perempuan itu serta baju muslimah panjang berwarna biru yang ia pakai, berkibas terkena angin.

Tanganya menggenggam bunga sedap malam. Di arahkan selendang panjang yang sedari tadi tersampir di pundaknya, ke atas kepala.

Kalian tau pasti apa yang ingin Aira lakukan. Menyekar, Ziarah, berkujung, atau lainnya. Intinya ia sedang menyapa para mereka yang sudah pergi lebih dulu.

Di letakannya beberapa tangkai bunga sedap malam itu ke dua makan yang ada di depannya. Aira sudah ikhlas sejak lama. Karna sesungguhnya jika ada kehidupan pasti ada kematian.

"satu yang ku pertanyakan, hidup setelah kematian itu seperti apa?" Aira memandang kedua pusaran yang ada di depannya. Setelah perempuan itu berdoa, menyebut nama kedua anak manusia yang sudah jadi tulang belulang.

"apa itu yang di namakan masa depan yang sesungguhnya." Aira tersenyum lembut, "apa mendapat siksaan atau malah sebaliknya, atau malah kedua duanya."

Aira menghela nafasnya pelan, "sebenarnya semua hakikat manusia itu sama. Kembali kepada tuhan yang maha esa. Tuhan yang memiliki semesta raya, yang menghidupkan dan mematikan." Aira sebenarnya bingung. Kenapa mereka di luar sana memasalahkan agama. Sebenarnya, cuman berbeda kita dalam menyebutkan nama tuhan dan bagaimana cara beribadahnya. Karna intinya kita sama sama berpijak pada tuhan yang maha esa.

Aira menggeleng kecil membayangkan itu. Di otak kecilnya itu, banyak sekali pertanyaan yang jawabannya itu tidak tau harus cari dimana.

"aku bakalan doain kalian berdua. Suapaya jika kalian di sana mendapat hukuman atas perbuatan duniawi. Kalian bisa tertolong karna doa manusia manusia yang masih hidup." Aira menepuk pelan makan yang di tumbuhi rumputan hijau itu.

Aira beranjak dari duduknya. Membersihkan bajunya karna daun yang jatuh tertiup angin. Melangkah perlahan menuju pintu keluar.

Aira jarang ketika berkujung ke sini membawa kendaraan. Pikirannya selalu kosong setelah itu. Banyak hal perlu ia resapi. Seperti kematian contohnya.

BARABRAYUDANI: Dimana? Kata tante pergi keluar.

AIRAALMA: di makam. Jemput ya, ga bawa motor.

Tanpa menunggu apa respon Bara, Aira langsung mengerimkan lokasi ia berada. Aira menatap kedepan jalan, air dengan butiran kecil dari langit itu turun, di susul dengan gemuruh lalu menjadi hujan yang begitu lebat. Suaranya yang jatuh ke atap rumah, makin membuat suasana tenang.

Aira berlari ke arah warung yang seperti buka dua puluh empat jam.

"numpang sebentar ya pak," ucap Aira kepada bapak bapak yang memakai kopiah berwarna putih.

"iya silahkan." jawabnya.

Aira memberi air mineral kemasan lalu meneguknya sedikit. Ia mengecek ponselnya siapa tau Bara membalas pesannya lagi.

"dimana Ra?" suara itu yang Aira dengar ketika mengangkat telfonnya.

"neduh di warung nih." Aira melambaikan tanganya ketika melihat mobil Bara.

"tunggu situ." Sambungan telfon itu lalu mati.

Bara berhenti di sebrang jalan. Tak lama laki laki itu keluar dengan payungnya. Menjemput Aira yang tersenyum ke arahnya.

"dingin. Matiin aja AC nya." minta Aira setelah Bara selesai menggunakan sabuk pengaman.

Bara menuruti apa perkataan Aira. Laki laki itu mengambil selimut kecil yang ada di jok belakang. Siapa lagi jika bukan mamahnya yang menaruh itu.

"kamu berantem lagi ya?" tanya Aira melihat ke arah Bara. Bara mengangguk.

"tau dari mana?" tanya Bara. "lambe sekolah," jawab Aira menyandarkan badannya dengan nyaman ke kursi.

Bara mengelus rambut Aira yang acak acakan karna angin. Aira mengambil tangan Bara yang ada di atas kepalanya. Masukan tangan Bara ke selimut yang ia pakat.

"tangan kamu hangat." ucap Aira nyaman. Tangan Aira memang dingin. Perempuan itu tidak tahan dengan dingin.

"mau kemana?" tanya Bara yang melihat Aira memejamkan matanya.

"kemana saja. Yang penting ga menembus cakrawala." jawabnya yang masih terpejam.

Bara terdiam sebentar saat menatap Aira terpejam seperti itu. Entah apa yang di gunakan Aira sampai ia benar benar jatuh untuk perempuan didepannya ini.

"cita cita kamu apa?" tanya Aira tiba tiba. Mereka sedari tadi hanya berkeliling kota dengan hujan yang masih turun.

"walaupun aku bilang pun, aku ga bisa ngapa ngapain Ra." jawab Bara santai.

Aira langsung beranjak dengan posisi yang benar saat duduk. Menepuk tangan Bara sambil mendelik. "orang belum usaha udah bilang ga bisa!" ucap Aira tegas.

"sebutin coba apa sih? Lagian kamu juga punya duit, banyak orang tau keluarga kamu. Bilang ga bisa ku tonjok nih!" Aira mengomel sambil mengarahkan kepalan tangannya di hadapan Bara.

Bara dengan terseyum mengarahkan sendiri pipinya ke kepalan tangan Aira. Laki laki itu tertawa senang menggoda Aira.

"apa Bai kasih tau," Aira menatap Bara memohon.

"kok jadi Bai?"

"suka suka aku lah. Cepet apaan?" paksa Aira.

"pilot," Jawab Bara. Melihat ke arah Aira sebentar lalu fokus ke jalan lagi.

"terus kenapa ga bisa? Kan belum di
coba." Aira menggosok gosok tangannya ke tangan Bara. "pegang kantor papah," jawabnya.

Aira langsung diam. Terlihat berfikir menghadap jendela di depannya, "kalo ga bisa jadi pilot," Aira menengok ke arah Bara, "harus bisa buat maskapai sendiri." Aira senyum sumingrah ke Bara.

"Ga semudah itu Ra,"

"ya harus optimis dong!" tegas Aira, "gini deh, kalo jadi pilot kan,  kerja sama orang lain. Sedangkan kalo punya maskapai penerbangan sendiri, otomatis mereka yang kerja sama kamu." Aira menaikan dagunya membenarkan ucapannya.

"bakalan aku catet buat next project." Bara menarik Aira ke rangkulannya, "aku malah ga pernah ke pikir sampai situ Ra." Bara menggoyang goyangkan dagunya di di atas kepala Aira.

"sekarang mulai di fikir." Aira menjentikan jarinya ke kening Bara. Bukannya melepas jarinya Aira malah mengusap kening itu pelan.

"pokoknya kalo jadi nanti aku mau naik. Gratis ya!!!!" Aira merentangkan tanganya senang. "kira kira namanya apa ya?" Aira berfikir.

"belum juga jadi, udah mikirin nama." dengus Bara. "ya ga papa lah. Cepet apa namanya?" tondong Aira.

"suka suka kamu lah," Jawab Bara apa adanya. "ga bisa gitu! Itu punya kamu."

"Aira Airlines. Puas?" Bara menatap Aira. Aira tersenyum lebar dengan berfikir, "Bara mah!!!!" Aira berseru. Memeluk Bara dengan erat.

"ayo turun," ajak Bara.

Aira menengok ke sana sini. Tempat ini, ini jalan ke arah bukit. Bara mengajaknya kesini.

"mau pake payung apa enggak?" Bara bertanya sambil tengannya ia letakan di kursi Aira.

Aira menurunkan kaca mobil, tangannya ia tadahkan ke luar jendela. "ga usah. Udah ga seberapa juga ini," Aira tersenyum sambil menengok ke Bara.

Bara dan Aira keluar secara bersamaan. Sebelum itu, Bara menggunakn tudung hoodie putihnya. Menarik Aira kedalam dekapannya.

Mereka jalan keatas sana. Kata mereka yang sudah pernah ke sini, senja di sini indah. Karna langsung menghadap Barat.

"biasanya kalo langitnya berwarna gini, ada pelangi." Aira mendongak ke langit, "tapi ini enggak ada." tanganya ia masukan ke saku depan hoodie Bara.

"ga setiap habis hujan ada pelangi Ra." Bara menatap wajah Aira dari samping, "tapi, pasti langit kembali cerah." Bara mencubit gemas pipi Aira. Aira menggeram kesal.

"kaya hidup ya. Sedih senang, sedih senang." Aira menatap lurus ke depan.

"kita berotasi. Bukan bumi saja yang berotasi." Bara ikut memandang ke depan seperti Bara, "hidup ga selalu tetap. Berubah ubah, seperti Air."

"hanya tinggal kita saja yang mencari posisi yang pas menempatkannya." Aira menyambung ucapan Bara.

"sayang kamu!!!!" Aira berseru lucu sambil merentangkan tangannya. Ia langsung menghambur ke pelukan Bara.

Bara menyambut begitu saja pelukan itu, "dan aku tetap mencintaimu seperti mahameru."

"kenapa Meru?" Aira mendongak untuk melihat Bara, "kenapa ga Rinjani?" tanyanya lagi.

"karna meru adalah pusat alam semesta. Aku mencintaimu seperti mencintai alam semesta." Bara menyakiknkan Aira yang tersenyum lebar, "sedangkan rinjani, itu untuk dewi Anjani."

"jika semesta itu bisa di tambah lagi. Itu cintaku sama kamu." Aira menatap Bara dari Bawah. Bara mendekatkan wajahnya ke Aira. Laki laki itu menelusupkan wajahnya di leher Aira. Ia suka, sangat suka.

"kamu punya Bara, harus selamanya." bisik itu membuat Aira tertawa geli. Permintai Bara adalah paksaan. Jika semesta tak berpihak, tetap dituntut harus berpihak.

Kisah sederhan, tidak lika liku. Mereka yang berdiri di atas bukit dengan senyap angin dan jingga yang turun dengan kabut itu, hanya mencoba berbaur dengan sesama. Saling paham dan saling mengerti.

Berjalan berdua dengan mendalami apa saja yang ada di semesta raya ini.

-oOo-

Semesta raya dan diriku itu selalu berdekatan. Semesta tau, seberapa traumanya diriku akibat luka batinku di waktu dulu. Semesta tidak apa kan jika aku bercerita padamu? Engkau tau semesta, mengapa aku menghindari kata kata yang terkadang terlontar begitu saja dari mereka. Semesta aku trauma. Bayangku dengan kata kata itu menjadi satu. Itu yang sering aku tanyakan dalam diriku aku ini sebenarnya aku ini Deprsi atau tidak?
Aku tau kau tidak bisa menjawab. Tapi aku merasa depresi saat ini.

FOLLOW AKUN WATTPAD dillaaapy FOLLOW JUGA INSTAGRAM @dillapalepyy @g.o.va @dilwapstor jangan lupa #barabrayudani #barabrayudani2 #kobarangova #satukobaran.

Terimakasih semua

Bara Brayudani
Cekra Andara
Kevin maulana Hibran
Joko Abdullah
Real Ramanovan
Deon Abdullah
Bams Candradinata

Aira Almanovan
Geby Martana
Arinda Maharani
Vensha Varisa
Ivana Cartela
Sajidah Racni lembayu
Karina Selle R
Indira Reharjo
Asta Dewi
Arnisa Dewi































Spam next biar rame kaya tawuran.

Continue Reading

You'll Also Like

RAJAWALI By windy

Teen Fiction

13K 127 4
[ HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA! ] Algara Rajawali Diagra cowok gagah berani dengan mata setajam elang, parasnya yang tampan membuat ia menjadi most w...
2.7K 807 26
Sebelum membaca, jangan lupa follow akun authornya duluu yaaa... **** RIYANDRA MAHESWA, Seorang lelaki yang kehilangan kasih sayang dari Ibunya sejak...
17.8K 2.1K 33
⚠[DAHULUKAN FOLLOW] Tidak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Jikapun ada, pasti diantara keduanya ada yang menyimpan rasa lebih. Apaka...
176K 29.6K 11
Masih dengan cerita yang sama namun versi terbaru. Gionatan dan keluarga kecilnya. Keluarga Angkasa yang setiap hari penuh cerita dan menghibur para...