Things that you (might) like

By rizkitaramadan

20 1 0

Cuma short story random yang isinya kebanyakan angst. Nulisnya pas lagi pusing, jadi ngilangin stress aja ^^, More

Relationship Goals?

18 1 0
By rizkitaramadan

Puluhan pasang mata itu tak dapat mengalihkam atensi dari seroang pemuda yang begitu atraktif tengah berdiri di depan ruang kelas. Tubuh atletis, wajah tampan dengan hidung mancung dan mata bulat yang menggemaskan. Semua itu ditunjang dengan pakaian modis dari merek ternama yang dikenakannya.

Siapa yang tak kenal dengan Arjuna Giandra. Pemuda dua puluh tahun itu pasti tengah menunggu kekasihnya menyelesaikan perkuliahan terakhir hari ini. Sudah menjadi hal yang biasa bagi para mahasiswa di kampus melihat Juna yang sedang  bucin pada Edel, kekasihnya.

Keduanya digadang gadang sebagai pasangan paling romantis sepanjang tahun yang bahkan beritanya tersebar hingga kampus tetangga. Saking bucinnya Juna pada Edel, pria itu bahkan rela menunggui di kampus hingga sang kekasih selesai memgampu jadwal kuliah padahal dirinya sedang tidak ada kelas.

"Sayang, kamu udah dari tadi, ya? Maaf, ya aku lama. Tadi nyalin catetan Aska dulu soalnya." Gadis cantik dengan rambut sebahu datang tiba-tiba membuat Juna menoleh. Namun, penjelasan terakhir dari Edel membuat raut Juna yang semula bersemu kini menjadi keruh.

Ia hanya menjawab seadanya kemudian menarik tangan Edel agak paksa untuk mengikutinya. Si gadis hanya pasrah mengimbangi langkah lebar Juna menuju parkiran. Ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Juna membanting pintu mobil agak keras. Pemuda itu hanya diam, tetapi dari kilatan matanya Edel dapat melihat emosi yang meluap pada diri kekasihnya. Menghela napas panjang, gadis berambut cokelat terang itu mencoba meraih tangan kekar pacar kesayangannya itu. Berusaha memberi ketenangan sebelum pertengakaran lebih lanjut terjadi dalam hubungan mereka.

"Sayang, kamu kenapa, sih? Aku salah, ya?" tanya Edel begitu lembut dan hati-hati. Menjalin kasih selama hampir dua tahun membuatnya cukup hafal akan sifat dan tabiat sang pacar.

"Nggak apa-apa." Juna menepis tangan Edel begitu saja, lalu menyalakan mesin mobil untuk kemudian melaju dengan cepat meninggalkan area kampus. Edel yang kebingungan hanya diam tanpa berani mengajukan tanya lebih lanjut.

***

Tiba di halaman kost Edel, Juna memilih diam dan membiarkan gadisnya agar segera turun dari mobil. Namun, perasaan tidak enak lantaran didiamkan membuat Edel mencari cara mencairkan perasaan Juna. Alih-alih langsung turun, Edel justru menatap lurus pada Juna yang tengah terdiam dengan tatapan tajam ke depan. Enggan melihat wajahnya.

"Sayang, ngomong dong ... aku nggak tahu salahku di mana kalau kamu diem aja kayak gini," ucap Edel seraya mengusap pelan lengan kiri Juna.

Tampak berhasil, karena kini pemuda itu menoleh dengan kilatan penuh emosi memandang gadis bertubuh mungil di sampingnya. "Berapa kali sih, gue bilang? Gue nggak suka lo deket sama Aska atau siapapun itu cowok selain gue!" Ujar Juna setengah berteriak membuat Edel berjengit kaget. Namun, ia mencoba tenang karena bagaimanapun, ini bukan pertama kalinya Juna seperti ini padanya.

"Tapi, Yang, Aska itu temen aku. Kita udah kenal dari SMA loh, aku juga udah berkali kali bilang ke kamu 'kan?" jelas Edel masih dengan suara lembut mencoba menenagkan Juna.

Namun, pria yang dirundung emosi itu seolah menutup mata. Ia justru semakin meluap melihat Edel tampak membela Aska dan membenarkan hal yang tidak ia sukai. "Gue nggak peduli, Del, lo kenal sama dia berapa lama. Yang jelas, sekarang lo punya gue, dan gue nggak suka lo deket sama cowok lain selain gue," tegas Juna sekali lagi dengan emosi yang membuncah.

"Aku sama Aska cuma temen, Jun! Kamu ngertiin kenapa, sih!" Kini si gadis turut terpancing emosinya. Bahkan tidak ada panggilan sayang dalam kalimatnya seperti tadi.

"Bangsat! Lo sama gue juga berawal dari temen!" teriak Juna yang sudah tidak dapat lagi membendung emosi.

Edel tak mau kalah. Meski air mata mulai membumbung pada kelopak matanya, ia tetap menatap dengan berani pada Arjunanya. "Tapi Aska beda! Aku nggak pernah suka sama dia sejak awal, nggak kayak ke kamu!" Kini terikan Edel kian nyaring. Jika saja suasana depan kost tidak sepi, dapat dipastikan orang akan mendengar pertengkaran mereka di dalam mobil.

"Iya, lo mungkin biasa aja ke dia, tapi kita nggak pernah tahu perasaan dia ke lo gimana, Del!" sahut Juna tetap tak mau mengalah.

Mulai lelah, Edel memilih menghela napas panjang. Ia mengusap kasar air mata yang membanjiri pipi mulusnya. Ditatapnya sang kekasih penuh dengan kemarahan.

"Ya udah. Terserah kamu kalau kamu masih mau marah, yang pasti aku udah jelasin semuanya ke kamu. Makasih udah anter pulang," ucapnya kemudian melepas sabuk pengaman dan melangkah keluar.

Air mata tak henti mengucur dari pelupuknya. Mengabaikan tatapan penjaga kost yang baru saja muncul dari halaman belakang. Gadis itu terus melangkah memasuki kamarnya yang berada di lantai dua. Menutup pintu kasar lalu menangis terisak seraya menjatuhkan tubuhnya pada kasur.

Sementara Juna menatap kosong pada kepergian Edel. Ia memperhatikan bagaimana gadis itu melangkah dengan kesal seraya terus mengusap mata serta pipinya. Ada rasa nyeri di dalam dada melihat gadis itu menangis. Lagi-lagi karena ulahnya.

***

Edel terbangun pukul tujuh malam. Ia menyadari sudah tiga jam ia tertidur sejak masuk ke kamar usai pertengkarannya dengan Juna di mobil tadi. Gadis itu membongkar tasnya guna mencari keberadaan ponsel. Berharap ada setidaknya panggilan atau satu pesan singkat dari Juna.

Nihil. Ponsel itu hanya menampilkan layar kosong berhiaskan potret dirinya bersama Juna sebagai layar kunci. Kemudian ia menekan beberapa tombol dan mulai mencari kontak Juna dalam aplikasi pesan singkat.

Membaca ulang deretan pesan mereka beberapa hari terakhir. Bahkan semua masih baik-baik saja tadi pagi. Juna masih mengantar dirinya seperti biasa, dan mereka sarapan bersama. Namun, semua menjadi kacau hanya karena kecemburuan Juna yang menurutnya berlebihan.

Tengah asik men-scroll layar, Edel dibuat kaget akan bunyi pemberitahuan pada ponselnya. Satu pesan masuk dari Juna membuat otomatis terbaca saat dirinya tengah membuka room chat mereka.

Maaf

Satu pesan singkat yang Juna kirim mampu menghangatkan hatinya. Ia tersenyum tipis lalu segera membalas pesan itu. Maaf juga.

Tidak butuh waktu lama, Juna segera menghubunginya melalui panggilan telepon. Edel buru-buru bangun dan mengusap wajahnya yang kusut karena air mata dan bangun tidur. Meski hal yang sia-sia karena di sana Juna tak dapat melihatnya.

Ia buru buru menekan tombol hijau lalu menempelkan ponsel pada telinga. Menyambut sapaan halo dari ujung sana yang terdengar begitu lembut. Sangat berbeda jauh dari beberapa jam lalu saat mereka bertengkar.

"Kenapa baru telepon?" tanya Edel dengan suara dibuat buat seolah tengah marah dan kesal pada kekasihnya. Namun, yang ia dengar hanya kekehan Juna di ujung telepon.

"Maaf, tadi aku ketiduran," jawab Juna melalui ponselnya. Pemuda itu dapat membayangkan saat ini kekasihnya tengah cemberut di bali layar ponsel.

"Jangan cemberut, nanti cantiknya hilang," celetuk Juna yang berhasil membuat Edel tersipu di tempatnya.

"Kamu udah makan?" Tanpa menunggu respons Edel, Juna lebih dulu bertanya pada gadis itu, meski ia sudah tahu jawabannya.

Edel menggeleng, lalu menjawab pada panggilan telepon, "Belum, tadi aku ketiduran juga."

Juna tersenyum meski Edel tak dapat melihatnya. "Ya udah, sini turun. Aku bawain makanan buat kamu," ujarnya terdengar begitu manis hingga membuat Edel bergegas lompat dari tempat tidur. Ia melihat dari balik jendela, memastikan ucapan Juna.

Benar saja. Mobil hitam itu sudah bertengger di depan gerbang kostnya. Ia buru-buru menjawab dan mematikan panggilan. Berjalan keluar menghampiri sang kekasih. Tanpa tahu bahwa pemuda itu tidak pulang sama sekali sejak pertengkaran mereka tadi sore.

Juna memilih diam memperhatikan Edel yang berjalan kesal memasuki kostnya. Pandangannya lurus ke lantai dua di mana jendela kamar Edel terlihat terang beberapa saat setelah gadis itu masuk ke dalam.

Tirai putih tipis yang menampilkan bayangan gadis itu tengah telungkup di atas tempat tidur membuatnya nyeri. Ia membayangkan Edelnya sedang menangis tersedu di dalam sana. Namun, setelah beberapa jam tak terlihat pergerakan dari wanita itu, baru ia menyadari bahwa gadisnya tertidur usai menangis.

Juna merutuki dirinya sendiri yang memiliki sifat sumbu pendek. Ia sadar berkali kali menyakiti Edelnya hanya karena emosi sesaat yang tak dapat ia bendung. Selama hampir tiga jam, Juna lakukan untuk merenungi kesalahannya. Hingga sebuah inisiatif muncul saat melihat foto gadis cantik dalam galeri ponselnya.

Edelnya sangan menyukai menu pada restoran cepat saji. Ia ingat betul, Edel sering kali membeli menu yang sama saat mood-nya sedang buruk. Maka sebagai permintaan maaf, Juna berinisiatif memesan makanan itu untuk Edel saat gadis itu terbangun nanti.

"Sayang, maafin aku, ya? Aku sering banget nyakitin kamu," ucap Juna seraya mengusap lembut rambut cokelat milik Edel. Gadis itu masih sibuk mengunyah suapan terakhir pada burger di tangannya.

Dengan sigap Juna meraih gelas minuman soda untuk diberikan pada Edel. Gadis itu tersenyum manis, menerima lalu meminum hampir setengahnya. Ia meletakkan gelas kemudian beralih menatap mata tajam milik Juna.

"Maafin aku juga, masih belum bisa cepet ngertiin kamu," ujar Edel menanggapi ucapan Juna barusan. Namun, satu kalimat dari bibir tipis pria itu membuatnya tercekat hingga terdiam beberapa saat.

"Kita putus aja, Del. Aku nggak bisa nyakitin kamu lebih dari ini."

"Juna? Sayang? Kamu bercanda 'kan?" tanya Edel, tidak percaya akan apa yang baru saja ia dengar. Namun Juna menggeleng sebagai jawaban.

"Aku serius, Del. Aku udah mikirin ini baik-baik. Aku udah terlalu sering bikin kamu nangis, dan hatiku sakit lihat kamu begitu. Jadi sebaiknya kita udahan aja, ya?"

Edel menggeleng kuat. Bulir air mata mulai menggenang pada sudut matanya. "Nggak! Aku nggak mau putus, Juna! Kamu tahu 'kan, aku sayang banget sama kamu."

"Iya, Sayang. Aku juga sayang banget sama kamu, tapi aku nggak mau hubungan kita terus berlanjut dengan saling nyakitin kayak gini."

Lagi-lagi Edel menggeleng. "Nggak. Kita bisa kok, perbaikin ini semua. Aku janji bakal lebih ngertiin kamu lagi, aku janji nggak akan bikin kamu—"

"Stop, Edel! Kamu berhak bahagia, Sayang. Kamu berhak dapat cowok yang lebih baik dari aku."

"Tapi aku bahagianya sama kamu," jawab Edel sambil terisak. Kali ini ia tak dapat lagi membendung air matanya.

"Maaf, maafin aku, ya? Kamu pikirin baik-baik, ya? Kamu nggak sepenuhnya bahagia kok, sama aku. Aku yakin, perasaan itu cuma karena terbiasa aja. Nanti kamu juga akan terbiasa saat nggak ada aku lagi di samping kamu."

"Gimana bisa, Jun? Gimana aku bisa terbiasa saat aku udah terlalu bergantung sama kamu?"

Juna meraih tangan mungil Edel. Mengusapnya lembut berharap dapat mengurangi rasa perih pada hati gadis itu. "Maafin aku. Pelan-pelan, ya? Kita coba untuk terbiasa sendiri. Aku juga akan berusaha kuat kok, tanpa kamu."

"Tapi, Jun—"

"Aku pamit, ya? Itu ada cokelat kesukaan kamu, nanti makan, ya. Biar mood-nya bisa baik lagi." Juna berdiri lalu menunduk untuk mendekat pada Edel yang duduk terdiam dengan derai air mata di pipinya. Ia mengecup puncak kepala gadis itu cukup lama sebelum pergi meninggalkannya seorang diri. Membiarkan Edel larut dalam tangis akan kepergiannya.

End


Yeaaaayyy ... hasil gabut nggak bisa tidur akhirnya jadi juga curahatan nggak jelas ini Wkwkk

Have a nice day💕

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 15.1K 18
Warning! Khusus area dewasa dedek-dedek gemush silakan menyingkir dulu Kumpulan cerita dewasa murni hasil pemikiran sendiri!
1.9M 86.7K 46
Di satukan oleh keponakan crush Kisah seorang gadis sederhana, yang telah lama menyukai salah satu cowo seangkatannya waktu sekolah dulu, hingga samp...
257K 8.3K 60
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.
340K 25.7K 33
Adrian Martadinata pemuda manis yang harus meninggal karena penyakitnya yang kambuh. Saat sadar Adrian ternyata kembali ke masa lalu.....