Alina's Love Story [TAMAT]

By fmoonab

306K 20.1K 2.7K

Mengisahkan perjalanan hidup Alina yang penyabar nan baik hati, dengan sang anak yang bernama Putra. Putra ad... More

2. Sayang mamah.❤
3. Siapa Alina?
4. Peluk mamah.
5. Jalan-jalan.
6. Peluk?
7. Jahat.
8. Papah.❤
9. Setuju
10. Kiss.
11. Miss me?
12. Paulina?
13. Abuela. ❤
14. Cry..
15. Menikah. 💔
16. Malam pertama.💔
17. Putra.. ❤
18. Uang.
19. Hadiah.
20. Alina🔥
21. Tersinggung
22. Rangga tak ada
23. Talak.
24. Jangan ganggu
25. Jadi talak?
26. Bulan madu
27. Putra marah
28. Honeymoon.❤
29. Pulang honeymoon.
30. Lea.
31. Lea🚩
32. Mulai romantis.
33. Baju olahraga.
34. Terbongkar?!
35. Hug.🩷
36. Diantar papah.
37. Tahu.
38. Berusaha tegar.
39. Sulit.
40. Alina pergi.
41. Merana.
42. Spanduk
43. Coba cari lagi
44. Bertemu?
45. Cerai?
46. Minta cerai!
47. Putra menangis.
48. Saran Jaya
49. Ngidam
50. Tak mau berpisah.
51. Tidak
52. Ulang Tahun❤️
53. Tembak
54. Putra berulah.
55. Kabar buruk
55. Hore!!
56. Kado apa?
57. Ikhlas.
58. Liburan
59. Jalan-jalan.
60. Farhan kurang ajar.
61. Ada adek❤️
62. Mengejutkan
63. Masuk Penjara?
65. Bayi❤️
65. Cordellia Iswara
66. True Love ❤️
67. "Tolong jaga suami hamba."
68. Lili cute.😙
69. ALINA❤️

1. Nangis.🌹

28.6K 905 79
By fmoonab


Cover jelasnya di bawah yaa nantiiii.

Kalian yang sayang akuuu, jangan lupa dibeli yaa. Hihihi. Xixiixixi

[ALINA'S LOVE]

"~~Huu! Aaanak haraam. Wlee! Anak haraam."

"~Putra anak haram, ga punya bapak.~"

Nyanyian nan menjengkelkan itu tiada hentinya mengalun layak nyanyian indah. Putra tak sedikitpun memberi respon atas apa yang semua temannya sorakan seolah ingin semua masuk terdengar ke telinganya ini.

Putra duduk dengan datar layak orang bisu tuli. Lalu Putra lanjut memutar tubuhnya diatas kursi untuk mengambil buku yang ada di ransel yang sudah menyerupai barang rongsok ini.

"Pelajaran apa ya udah ini?"

"Oh, mtk. Haha. Gampang, ga usah belajar." Putra terkekeh angkuh menyimpan buku matematikanya itu.

"Anak haram! Woy! Diem mulu, lo? Takut dihukum lagi ama guru, ye?"

Anak laki-laki berbaju putih merah super bersih itu melotot begitu angkuh pada Putra yang sekarang tak sedikitpun menggubris.

"Anak baru tapi songong! Gue disini bos!"

"Gue cucu mantan sekolah! Tahu, kagak? Hah!" Bentak anak bertubuh gembul itu dengan semakin berani menggebrak meja.

"Minggir!" Desis Putra menengadah dengan tatapan tajam menakutkannya itu.

"Si anak haram songong amat! Kata mamah aku juga, dia itu anak haram."

Putra yang sedang membeku berusaha meredam kemarahannya seketika memutar kepalanya, menatap pada sosok gadis mungil yang berbisik begitu sengaja agar terdengar.

Usia Putra sudah sembilan tahun, tapi Putra tak tahu siapa ayahnya. Ibunya selalu bilang jikalau ayahnya sibuk mencari uang, tapi selembar foto pun tak pernah mampu ibunya beri lihat sebagai bukti. Putra sendiri ingin tahu siapa ayahnya.

"~Anak haram! Ga punya bapak, ibunya miskin~~. Hahaha."

"Hahaha. Bajunya kotor, lusuh, kayak gembel."

Putra seketika menengadah seolah meminta orang tersebut meneruskan ucapannya. Putra membengis seiring sadar ibunya telah direndahkan, tangannya mengepal penuh amarah.

"Anak ha-."

"Woy! Udah, woy! Die mau kambuh!" Bisik para anak kecil jahil itu yang masih tidak bisa menyembunyikan kekehan merendahkannya pada Putra.

Para anak-anak sudah banyak terhasut. Putra yang anak haram, ekonominya miris, lalu mentalnya yang jauh dari kata sehat. Semuanya seolah sempurna menjadi satu.

"Diem, woy! Diem! Die tu juara silat se Kota!" Bisik salah satu anak yang bertubuh cukup tinggi besar, kepada semua temannya.

"Tapi budak ini orang miskin."

'Bugh!'

Tanpa diduga, Putra pun akhirnya kehilangan kontrol. Dirinya menonjok begitu penuh kekuatan pada sisi wajah anak laki-laki yang setia berdiri disampingnya setelah tadi mengejek merendahkan dengan semangat.

'Bugh!'

"Aaaa!" Jerit para anak gadis yang sedari tadi mengejek Putra di pojokan kelas. Semuanya jelas syok dan takut kala melihat Putra membuat laki-laki itu terjungkal dan pingsan dalam dua kali tonjokan saja.

"Aaaa! Ayo laporin ibu guruu!"

Putra yang berdiri dengan napas membara sejak tadi pun seketika membeku menatap gerombolan teman kelasnya berlarian heboh keluar ruangan. Sesuai teriakannya, mereka pasti mencari guru untuk melaporkan dirinya.

"Lu ga usah gang-." Putra melongo layak orang bodoh lala tahu korbannya pingsan bagaikan patung. Lubang hidungnya mengeluarkan darah.

"Erik, lo pingsan?"

"Rasain!" Desis Putra dengan seketika berubah menakutkan setelah melongo layak anak bodoh.

Putra yang merasa terlalu hening dj kelaspun akhirnya memilih keluar. Putra tidak ingin difitnah mencuri barang lagi seperti di sekolah dulunya.

Kaki Putra melangkah lebar tanpa dosa. Semua orang sibuk mundur juga berbisik bisik kala Putra melewati mereka di koridor. Semuanya sibuk menunggu guru yang kebetulan sedang rapat.

[ALINA'S LOVE STORY]

Sedangkan itu, disisi lain, Alina berjalan dengan tak sedikitpun berminat menatap ke selain jalan yang akan ia lewati. Banyak warga kampung disini, mereka pasti banyak menggunjingkan soal dirinya sekarang.

Alina Kayla namanya, usianya 27tahun. Ibu dari satu anak ini memiliki paras rupawan yang khas. Tinggu tubuhnya 158 senti, cukup normal namun mungil untuk ukuran di Indonesia ini.

Hidup susah sudah bukan lagi hal asing. Setiap harinya Alina hidup susah, susah dalam artian secara finansial. Karena bahagianya Alina masih bisa ia bangun sendiri. Melihat anaknya makan banyak saja sudah sangat membuat dirinya bahagia.

"Neng Alin, mau kemana? Siang-siang gini, toh. Wartegnya lagi tutup, ya?" Ujar salah satu perempuan berusia lansia, dengan kerudung besar yang menutupi setengah tubuhnya. Bibirnya melengkung manis dengan ramah.

"Ini, bu, iya. Wartegnya tutup lagi." Alina sebisa mungkin tersenyum manis. Alina bukannya tak mau dan tak bisa, justru Alina sibuk memikirkan pandangan buruk orang pada dirinya sekarang.

"Terus, ini mau kemana? Rapih kayak gini, mau cari kerja?"

"Ah? Bukan, bu. Mau ke sekolah Putra. Ada panggilan dari sekolahnya."

"Halah! Palingan si Putra ketahuan nyuri. Ya, kan, ibu-ibu? Atau paling enggak, dia main kasar sama temen sekelasnya!" Ujar ibu-ibu bertubuh berisi yang ada di belakang Alina sana. Tangannya mengeluarkan suara setiap mengibas, akibat banyaknya gelang mas yang ia pakai.

"Sst, neng, jangan didengerin."

Alina membeku dengan kepala setengah menunduk. Matanya tak berani membalas tatapan ibu ustadzah nan baik hati ini.

Menjadi single mother tidaklah mudah. Terlebih Alina tidak pernah menikah. Ya, Alina hamil diluar nikah. Tragisnya, Alina tidak tahu siapa ayah dari anaknya. Alina seperti pelacur, padahal Alina korban. Setiap harinya dipenuhi dengan hinaan, dan Alina terima itu, selagi anaknya tidak diusik.

"Ibu Tia, ga baik bicara seperti itu. Jatuhnya fitnah, dosa besar. Fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan." 

"Enggak gitu konsepnya, bu Hajjah. Saya itu menelisik faktor-faktornya, memang seperti itu adanya, kok." Ibu yang bernama Tia itu mendelik dengan bibir mengerucut kesal kala dirinya merasa terpojok.

"Yang dulu-dulu juga bukan kejadian fakta, kok, bu. Betul, kan, Alina?"

Alina yang ditatap pun seketika memaksakan diri tuk mengangguk. Alina seperti adik kelas yang sedang diserbu. Jelas anaknya tidak pernah berbuat hal seperti itu. Untuk urusan main kekerasan, Alina percaya pasti ada faktor besar yang membuat anaknya melakukan itu.

"Cucu saya dulu yang dipukul! Sampe kepalanya kena meja. Masih mau bilang fitnah?!"

"Alina, kamu jalan aja, sana. Ga baik kalo terus gini. Ibu minta maaf udah bikin kamu digunjingin." Ibu ustadzah tersebut dengan erat mencengkram juga mengguncang lengan Alina cukup tak sabaran. Kasihan sekali Alina.

"Iya, bu. Saya permisi ya, ga papa, kok." Alina dengan sebisa mungkin tersenyum sebagai penutup pembicaraan mereka.

"Saya permisi, bu."

"Yaa, hati-hati dijalan, Lin."

Alina tak lupa mengangguk sebelum ia lanjut melangkahkan kakinya lebih jauh lagi. Kebetulan dirinya sekarang buru-buru, Alina harus diskusi tentang biaya sekolah Putra.

"Huh! Ga bisa didik anak! Dasar!"

Kaki Alina melangkah dengan mencoba tabah menerima segala bisikan para tetangga yang ada disisi jalan. Alina sudah sangat kenyang dengan segala cacian, itu sudah menjadi makanan sehari-hari. Tapi tak apa, Alina bangga dengan dirinya yang bahkan tak pernah berbuat ulah sama sekali. Orang-orang saja yang repot mengurusi hidupnya.

'Tiit! 'Tiit!'

"Aaah! Ya ampun, Allahu Akbar!" Ucap Alina terperanjat dengan dada yang ia tekan. Disisinya ternyata ada motor gede yang gagah, dimana ada laki-laki putih bersih yang tersenyum manis padanya.

"Al-alina, aku minta maaf bikin kamu kaget. Aku ga maksud."

"Pak dosen? Enggak, ga papa. Saya emang banyak ngelamun aja." Alina menggeleng ditengah berusaha menetralkan perasaan terkejutnya. Alina benar-benar terkejut.

"A-em,.. pak dosen-."

"Aku anter? Yuk! Enggak, aku ga nanya. Aku ngajak."

Mata Alina menatap kaku layak orang bisu tuli yang kebingungan tak bisa menangkap ucapan lawan bicara dengan sepenuhnya. Alina paham, sangat paham maksudnya. Alina hanya bingung cara untuk menolaknya. Harusnya jangan mengajak saja, Alina tidak tega menolak. 

"Sekolah Putra sekarang jauh, ya? Aku tahu, kok. Kamu sendiri tahu itu sebelum kampus dimana aku ngajar. Berarti aku bakal ngelewat kesana."

"Jangan nolak."

Alina membeku layak patung, tataannya perlahan melayang menelisik keadaan sekitar. Alina takutnya menambah topik gibah para ibu-ibu, dosa mereka bisa semakin menumpuk.

"Ayo, yuk!"

"Aah!" Ringis Alina terkejut dengan seketika menepis tangan yang baru saja meraih telapak tangannya.

"Ma-maaf, pak. Saya ga maksud, saya kaget." Alina tergagu kesulitan menelan ludah kala menatap mata pria manis itu yang sedang terkejut sekarang. Sungguh Alina tak biasa disentuh, digenggam. Terlebib Alina tak pernah pacaran.

"Ayo, buruan naik. Kamu ga mau telat, kan?"

"A-em,.. em."

"Ayo, Alinaa. Hey! Jangan peduliin tetangga. Lagian kita cuman naik motor bareng."

Alina yang menatap lama pada sosok laki-laki sabar ini pun dengan perlahan mengangguk tuk mengiyakan. Alina tak ingin menolak rezeki, ini menghemat uang agar dirinya tak perlu naik angkot atau ojek.

"Saya naik?"

"Haha. Iya, dong."

Alina pun akhirnya memberanikan diri mencengkeram handle yang kebetulan ada di ujung jok untuk membantu dirinya naik.

"Sudah, pak," bisik Alina dengan berusaha tidak terlalu dekat dengan punggung itu. Alina sangat hati-hati dengan laki-laki, Alina sosok yang overthinking, tetapi syukur otaknya selalu mencoba bijak dan berpikiran netral.

"Aku ga kayak boncengin orang. Kamu harus banyak makan, Alina. Padahal Putra itu gede badannya."

"Hehe." Alina terkekeh kala mendengar anaknya disebut. Benar sekali, Putra dan dirinya seperti bukan ibu dan anak. Alina yang kurus kering, sesangkan Putra yang tinggi berisi dengan perut cukup kembung, namun tidak gemuk.

"Suara kamu merdu. Saya suka dengernya."

Alina yang mendengar itu seketika senyap kembali. Alina kembali seperti sosok autis yang seolah tak bisa merespon orang.

"Kita berangkat. Pegangan yang kenceng."

[ALINA'S LOVE]  

Kediaman Jaya Prajaya.

"Rangaa! Aaaa! Mamih kangeen!"

Rangga yang melihat ibunya berlarian kencang di kejauhan sana pun dengan senang hati merentangkan tangannya.

"Papiiih, ada Rangaa! Dia udah pulang dari Jerman!" Teriak Paulina, perempuan dengan perbedaan usia tak lebih dari 16 tahun dengan Rangga itu.

Rangga namanya, tubuhnya tinggi besar, kekar, berotot dengan segala lekuk tubuh juga pahatan wajah yang sempurna. Tinggi tubuhnya 188senti, dibilang sangat tinggi untuk ukuran Asia. Rangga tinggi dikarenakan Ayah dan ibunya sama-sama tinggi.

Usia Rangga tahun ini menuju 39 tahun. Rangga adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Tiga adiknya adalah perempuan, dirinya anak laki-laki satu-satunya di keluarga Prajaya ini.

"Rangaa. Kamu tu yaa! Ck! Mamih minggu kemaren syok, tahu tahu kamu ga ada di kamar pas mau sarapan. Katanya ngedadak pergi ke Jerman." Paulina dengan erat memeluk sang anak. Tubuh tinggi dengan mudah membuat ia bisa mendaratkan dagunya diatas bahu kokoh sang anak.

"Rangga bosen, miih."

"Mentang-mentang kerjaannya bisa dikerjain dimana aja," ucap Paulina dengan mata mendelik kesal juga bibir yang mengerucut. Paulina sosok yang ekspresif.

"Sebentar, Rangga bawa hadiah buat mamih."

"Aaaah, bapeer. Hiks. Anaknya mamih suka gitu, deh." Paulina sibuk cemberut manja dengan tangan yang dengan centil berusaha menutup wajah cantiknya ini.

"Here! Just for you." Rangga tersenyum lebar dengan gemas seiring memajukan kotak mungil berisi cincin dengan berlian berwarna merah tajam, berbentuk bulat terbilang besar. Ini sempurna.

"Whoa! Omg! Ini yang mami mau pas lihat acara lelang ituu!"

"Haha. Sengaja Rangga beli lebih mahal, biar bisa aku jadiin kado."

"Aaah! Anaknya mamiih. Ga salah lagi deh, kalo kamu dikejar banyak cewek. Mereka pasti mau diperlakuin kayak mamih. Haha. Kasihan mereka. Hahaha." Paulina tertawa besar dengan nada angkuh centil khasnya.

Wanita di luaran sana mengantri ingin menjadi pasangan Rangga, pastinya mereka ingin merasakan diperlakukan layaknya ratu. Sayang sekali tak ada satupun yang membuat Rangga terpikat. Suruh hati Rangga jatuh sempurna terhadap sosok gadis bernama Alina.

Rangga tersenyum tipis dengan wajah garang menakutkannya yang berubah miris. Dimanakan Alina sekarang? Rangga rindu sekali. Rangga hanya bisa mengingat saja, mengingat dimana dirinya memeluk Alina semalaman, dengan penerangan yang seadanya. Kejadian itu terjadi 10 tahun yang lalu.

"Pasangin, dong. Ck."

"Haha. Oke, right." Rangga kembali tertawa pendek agar tak membuat ibunya penasaran.

Perlahan, cincin nan mewah itupun semakin sempurna terpasang di jadi tengah Paulina. Senyuman Paulina mengembang sempurna ditengah wajah yang bersemu merah.

'Cuup.'

"I love you, Rangga, anaknya mamiih."

Rangga tersenyum mengedipkan matanya seiring ia membungkuk tuk mengecup punggung tangan sang ibu. Ibunya membuat ia terhibur di pagi hari.

"Rangga mau langsung ke kantor."

"What?!" Jerit syok Paulina dengan seketika menarik tangannya yang masih Rangga genggam lembut.

"Iya, Rangga cuman mampir sebentar, buat ngasih ini ke mamih."

"What? Kamu baru aja pulang, Rangga. Denger ya! Jerman-Indonesia itu ga deket."

"No! Rangga duluan." Rangga menggeleng dengan keras tanpa bisa dibantah. Tangannya dengan gagah membetulkan jas puluhan juta yang ia pakai.

"Tapi Rangaa,.." 

"Bye, mamih."

'Cuup.'

Paulina mendelik kesal seiring anaknya mengecup ujung kepala. Padahal dirinya masih rindu. Rangga terhitung sangat jarang bertemu di rumah dengan mereka.

"Bye-bye!"

[ALINA'S LOVE]

Beberapa saat kemudian.
Di tengah kota Jakarta.

Mobil mewah nan langka itu perlahan mengurangi kecepatannya lalu berakhir berhenti tepat dengan pergantian warna lampu merah itu.

"Jadi seperti ini, tuan. Nanti gedungnya bisa dibilang menjadi gedung baru paling canggih, semuanya sudah terpikirkan sempurna."

"Yeah, bagus. Biar saya ketemu dia langsung. Dia cerdas. Haha." Rangga dengan bangga menelisik dokumen di tablet canggih miliknya.

"Dia orang Spanyol, tuan, anak dari jajaran orang paling kaya disana. Hanya saja entah karena konflik apa, dia diusir."

"I don't care! Mau dia tukang mungut sampah sekali pun, selagi dia bermanfaat di bisnis saya, dia cerdas!"  

'Tiit!'

'Tiit!'

"Ck! What the,..!" Geram Rangga dengan perasaan marahnya memutar kepala tuk menatap samping mobilnya yang entah kenapa berisik.

"Ada kecelakaan, tuan! Mobil kita kebetulan bener-bener terhalang."

'Tiit!'

"Alina?" Gumam Rangga tak percaya menatap sosok perempuan beramput panjang yang sedang menaiki motor dengan wajah sabarnya itu.

Rangga membeku setengah mati. Tanpa sadar wajah tampannya maju mendekat hingga hampir mengenai jendela mobilnya. Sungguh Rangga tak percaya, Rangga harus lebih jeli melihatnya. Benarkah itu Alina? Bukannya Alina tidak ditemukan dimanapun, disetiap sudut kota bogor?

Alina sibuk meringis kala sangat penasaran dengan apa yang terjadi. Alina sangat buru-buru.

"Kecelakaannya parah ya, pak?"

"Enggak parah, cuman ngalangin jalan banget. Kita keblok."

'Tiit!' 'Tiit!'

"Kamu pegangan, Alina, aku mau kesana, jalannya sempit. Aku bakalan ngebut!"

'Bruumm!'

"Aaaah!" Jerit Alina dalam sekali hentakan memeluk erat perut dari sosok laki-laki yang membonceng dirinya sekarang ini. Sungguh dirinya sangat terkejut dan takut pastinya.

"Alinaa!"

"Brengsek! Ergh! Jangan bawa Alina!" Teriak Rangga memunculkan wajahnya dari jendela. Terlihat tangannya yang memaksa membuka pintu.

"Alinaaa!"

'Tiit!'

Rangga berdiri ditengah jajaran motor dan mobil yang masih mengantri untuk bisa mencari jalan lolos. Mata tajamnya melotot penuh ketidakpercayaan seiring Alina menjauh teramat cepat dengan motor yang melaju layak dikejar hantu.

"Alinaaa! Alina, tungguu!" Teriak Rangga berlarian tak pikir panjang melewati puluhan motor yang berusaha melaju saling berlomba.

Rangga berlarian penuh tenaga. Dirinya bahkan hampir tersandung saat akan menaiki trotoar pembatas jalan raya ini. Sungguh dirinya tak bisa merelakan kepergian gadis cantik itu begitu saja.

"Tuan Rangga, awaaas!"

"Alinaa! Aaarrgh!" Teriak Rangga dengan seketika berusaha menutup kedua wajahnya. Ada dua mobil truk besar disana. Ingin berlari maju atau mundur pun akan tetap kena.

"Tuan Rangaaa!"

'Brakk!'

'Duarr!'

Bersambung...

Jangan lupa komen komen. Hehe. Semoga pada suka. Selamat menunggu.🤗🤗🥰🥰😘❤🤩

Jangan sampe ketinggalan PO!

Jangan sampe nyeseeel. nyess banget pasti rasanyaa. hehehe

Continue Reading

You'll Also Like

698K 6K 19
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
52.9K 4.4K 13
Christy anak badung, keras kepala yang selalu kesepian karena orang tua nya membuangnya sedari kecil, dia tinggal sendiri dan mencari nafkah sendiri...
86.1K 5.4K 18
[Completed] Sebuah kejadian mengharuskannya terpaksa kabur dari rumah. Hilangnya arah dan tujuan, tak tahu harus kemana lagi, membuat hidupnya teromb...
428K 16.2K 23
Sejak kecil, Kenan sangat suka sekali pada bayi bernama Celine. Ternyata hingga besapun dirinya jatuh hati pada gadis ini. Meski gadis itu manja, san...