Princess of Rainbow Element [...

由 desphrodite

684K 88.6K 5.4K

TAMAT! Reinkarnasi yang membawanya berpetualang ke benua Servia. Benua dengan sejuta kejutan dan tantangan te... 更多

PROLOG
1. Jiwa yang lain
2. Racun menyusahkan
3. Pedagang Ramuan
4. Karma untuk seorang penista
5. Misteri
6. Pria Naga hitam
7. Terungkap
8. Petualangan Laut Gaxia
9. Hutan Gaxia
10. Enam nama dalam satu raga
11. Elemen Yi Jian
12. Pasar Quon
13. Kultivasi ganda
14. Roh yang kotor
15. Salah paham
16. Aula kota
17. Keberangkatan
18. Kelompok hitam
19. Perkemahan
20. Festival Servia
21. Berebut Liontin
22. Senjata pendamping
23. Singa yang lapar
24. Misi pertama
25. Menyerang ballack
26. Kristal Beast
27. Pulangkan dia!
28. Pelan-pelan
29. Naga berlian
30. Kerasukan ular ganjen
31. Rencana
baca aja
32. Tidak mengerti
33. Hukuman
34. Pertengkaran
35. Komplotan Bandit
36. Perayaan Servia
37. Sultan Dadakan
38. Hubungan yang rumit
39. Bijaksana
40. Siapa Lawan Siapa
41. Cuaca dan Air kimia
42. Menegangkan
43. Lapar keadilan
44. Kesalahan fatal
45. Bukan antagonis
46. Jangan main-main
47. Cermin Keberuntungan
48. Menara Zafreng
49. Akademi
50. Asrama
51. Dia kenapa?
52. Kelas Sosial Penelitian
53. Kunci misteri
54. Rumput laut lava?
55. Perpustakaan Sakura
56. Tiga kekuatan magis
57. Phoenix Laut Gaxia
59. Mempersatukan
60. Menjenguk
61. Kecemasan
62. Terlambat

58. Bertemu

5.8K 863 54
由 desphrodite

Niura berjalan ke luar hutan Gaxia. Cahaya mentari pagi terlihat tidak berhasil menerobos masuk melalui celah-celah akar pohon yang menggantung, membuat suasana hutan terlihat gelap di pagi hari. Meskipun begitu, Niura menyukai hutan ini.

Hembusan angin yang dingin, suara nyanyian burung di pepohonan dan aroma embun pagi. Sangat indah dan luar biasa dengan penyatuan elemen alam menjadi satu padu. Dan hal itu tentu saja membuat siapapun yang berjalan di bawah pepohonan rindang itu menjadi betah berlama-lama.

Niura memperlambat per jalannya untuk sekedar melihat sulur-sulur tanaman yang menggantung. Tadi malam Niura menginap di rumah pengobatan karena permintaan dari Tabib Lin dengan alasan penyakit Niura yang semakin parah.

Niura mengakui bahwa dirinya memang memelihara cacing parasit, dan itu membuat Tabib Lin terkejut. Tabib Lin mengatakan bahwa cacing parasit adalah makanan makanan Dewa kematian Roiden, namun, cacing itu sebenarnya milik Dewa phoenix, dan diturunkan kepada keturunannya.

Satu hal yang ada di pikiran Niura, Xiuhuan dan Xinxin!

Para keturunan Dewa phoenix seperti mereka menggunakan cacimg parasit sebagai alat untuk pemindahan elemen. Itulah mengapa semakin lama elemen Niura semakin berkurang. Tidak ada cara untuk mengeluarkan cacing parasit yang semakin berkembang biak, sudah Niura pastikan bahwa Xiuhuan dan Xinxin sekarang memiliki banyak tenaga darinya.

Telah tiba di penghujung hutan, alih-alih keluar Niura malah tidak sengaja melihat dua orang pria dengan postur tegap tengah memainkan sihir. Dalam sekejap Niura mengetahui bahwa pria itu adalah Roiden karena tubuhnya berlumuran kabut hitam, namun, pria satunya tidak ia ketahui. Pria di samping Roiden itu memegang sebuah kertas berwarna kuning.

Niura berjalan menghampiri, sebenarnya Niura ingin pergi ke pasar untuk membeli tanaman obat dengan resep yang diberikan Tabib Lin, namun, tak disangka Dewa kematian itu pun berjalan ke arah yang sama.

"Hei!"

Niura menghentikan langkahnya. Ia terkejut saat Roiden malah mendahuluinya. Niura berpura-pura tidak melihat dan terus berjalan ke depan.

"Dewa, apakah dia istrimu?" tanya pria di samping Roiden penasaran.

"Hmm."

Roiden langsung menarik lengan pria itu dan menghampiri Niura.

Niura melirik dengan ekor matanya dan berjalan lebih cepat. Entah mengapa, rasanya ia malu dipergokki seperti tadi.

"Hei ... kau mau ke mana? Tidak baik mendiamkan suami seperti ini!" Roiden memprotes tak suka. Sementara pria di belakangnya memandangi mereka berdua aneh.

"Dan kau bukan suamiku," jawab Niura tanpa melirik.

Roiden medesah pasrah, ia menghentikan langkahnya membiarkan Niura menjauh. "Tak lama lagi kita akan menjadi suami istri asli!"

Spontan saja langkah kaki Niura terhenti dengan sendirinya. Matanya membelak terkejut. Ia membalikkan badannya dan melihat dua pria yang juga memandanginya. Roiden dan pria di sampingnya itu berjalan menghampiri Niura. Setelah dilihat, ternyata Roiden menggunakan topeng, mungkin agar tidak ada yang mengetahui keberadaannya. Entah mengapa Niura jadi teringat akan gurunya yang selalu mengenakan topen perak.

Tlak

Roiden menjentikkan jarinya di hadapan mata Niura yang mematung. Niura mengerjapkan matanya, memandang Roiden tak suka, lalu melirik pria di sampingnya bingung.

"Siapa dia?"

Roiden melirik ke kiri, memandang pria itu datar. "Yangyang, tangan kananku."

Niura membelak menatap lengan Roiden bingung, "Lengkap ...." gumamnya tak sadar.

"Apanya yang lengkap?" tanya Roiden heran. "Ah tidak-tidak."

Niura memutar jalannya, berbelok ke arah pasar. Begitupun dengan Roiden dan Yangyang. Oh, ternyata pria itu adalah kekasihnya Xin Qian.

Mereka bertiga berjalan dalam diam hingga akhirnya telah tiba di gapura pasar. Pasar yang sangat berisik dengan keberadaan banyak orang yang melakukan interaksi jual beli. Membuat pendengaran Niura terasa sakit sekali.

Niura berdecak kesal, ia berusaha menerobos jalan dan mencari kedai tanaman obat, namun susah sekali karena suara-suara yang bising.

Roiden memandangi Niura heran, ia menghampiri gadis itu dengan niat bertanya. "Kau mencari apa?" tanyanya penasaran.

Niura melirik Roiden bingung, "APA?" tanyanya dengan kencang.

"KAU MENCARI APA?"

"BAYAM?"

"HAH?"

Begitupun dengan Roiden, ia ikut merasa bingung dengan apa yang dikatakan gadis itu. Mencoba menghela napas dan kembali membuka mulutnya, "AYAM?" tanyanya salah sasaran.

Niura menggaruk kepalanya frustasi. Sesekali beberapa warga menabraknya dan membuatnya hilang keseimbangan. "KAU INI BICARA APA?!"

Roiden hanya membuka rahangnya, ia menarik lengan Niura menuju tempat yang lebih sepi, tepat di mana Yangyang berada. "Apa yang kau cari?" ulangnya kesal.

Niura menggigit bibirnya geram. Karena hilangnya separuh kekuatan elemennya membuatnya kehilangan anugrah penajam pendengaran juga. Ia melepaskan genggaman Roiden dan segera pergi kembali mencari tanaman obat. "Aku mencari tanaman ... obat!" jawabnya mulai nyambung.

Roiden menganggukkan kepalanya, membiarkan Niura meninggalkannya bersama Yangyang. Ia melirik Yangyang yang tengah memakan beberapa buah anggur dengan kesal.

Yangyang yang merasa tak enak dilihat seperti itu langsung menaikkan satu alisnya bingung. Ia pun mengentikan aktivitasnya memakan anggur, "Ada apa?" tanyanya.

"Ck." Roiden berdecak tak suka, itulah mengapa ia menyesal memelihara ras naga, mereka samgat tidak peka. "Istriku tadi bilang apa?" lanjutnya. Ternyata pria itu masih tak tahu apa yang Niura inginkan.

Yanyang memutar matanya jengah, tuannya ini sangat tidak nyambung. Ada masalah apa dengan telinga seorang dewa?

"Katakan apa yang dia inginkan!" geram Roiden berhasil membuat anggur di tangan Yangyang berhamburan dan rusak diinjak-injak masa yang berlalu lalang.

"A–ayam mainan ...." jawab Yangyang ketakutan. Itulah yang didengarnya tadi, Niura mengatakan bahwa dirinya ingin mencari ayam mainan.

Roiden mengerutkan alisnya, yang benar saja? "Antar aku ke kedai mainan," pintanya dan akhirnya mereka berdua berjalan menuju kedai mainan kayu. Sesekali mereka ditertawakan oleh anak-anak yang juga tengah memilih mainan. Dan itu membuat Roiden geram, ia bahkan sempat berebut satu buah mainan kayu kecil dengan salah satu bocah yang tidak didampingi orang tuanya.

"Akhirnya ...." gumam Niura lega saat dirinya berhasil sampai di sebuah kedai tanaman obat yang tidak terlalu ramai. Segera ia hampiri seorang pedagangnya yang merupakan seorang anak yang lebih muda darinya. "Tolong berikan aku semua yang ada di surat ini," ucap Niura seraya memberikan seutai surat yang terdapat catatan bahan-bahan untuk membuat ramuan.

Terlihat anak laki-laki itu menghentikan lengan Niura yang memberikannya sebuah surat, "Maaf, Nona, tapi aku tidak bisa membaca," katanya sendu.

Niura memangut-mangut memahami. Mungkin karena sibuk bekerja, anak itu sampai melupakan pendidikan, entah siapa orang tuanya. "Baiklah, berikan aku tanaman obat Ralie, wanhi, dan klairi," lanjut Niura membuat anak laki-laki itu mengangguk dan mengambilnya beberapa tanaman obat sesuai dengan yang Niura inginkan.

Seraya memandangi anak laki-laki itu, Niura jadi penasaran bagaimana seluk-beluknya. "Ehm ... di mana orang tuamu?" tanya Niura tiba-tiba.

Anak laki-laki itu menghentikan aktivitasnya spontan. Menatap Niura dengan pandangan sendu, "O-orang tuaku?" tanyanya balik.

"Ya," jawab Niura dan berhasil membuat anak laki-laki itu terduduk lesu. Niura yang merasa bersalah langsung menghampiri anak laki-laki itu tergesa-gesa tanpa memikirkan belanjaannya yang terjatuh.

"Ma–maaf, apakah pertanyaanku menyakitimu?" tanya Niura waspada. Ia mengusap pipi anak itu yang basah terkena air mata.

Anak laki-laki itu menunduk, "Tidak, hanya saja aku teringat sesuatu. Orang tuaku ...."

"Tidak. Jika kau tidak bisa mengatakannya tidak masalah, sebagai gantinya, aku akan memenuhi satu permintaanmu," potong Niura yang langsung membuat anak itu memandangnya senang.

"Be–benarkah?"

"Ya."

Anak itu menghela napasnya, menghirup oksigen untuk yang ke sekian kalinya.

Niura memandangi anak itu kasihan, jika dipikir-pikir, kemungkinan usia anak itu baru sepuluh tahun tahun, atau lebih. Kasihan sekali.

"Sedari kecil, aku disembunyikan oleh orang tuaku di hutan dengan alasan aku adalah aib. Orang tuaku masih sangat muda, kalau tidak salah ... saat ini mereka seusiamu. Setelah aku menginjak usia empat tahun, atau setahun yang lalu, mereka tak kunjung mendatangiku di hutan, sejak saat itu aku tidak tahu kabar mereka berdua. Aku hidup seperti ini, mencari dan menjual tanaman obat sendiri," jelas anak laki-laki itu datar. Berbeda dengan sebelumnya, nampaknya anak itu lebih bisa mengendalikan emosinya saat ini.

Niura teringat akan kata-kata anak itu, setahun yang lalu? Berarti, saat ini usia anak itu baru menginjak lima tahun? Namun, mengapa Niura merasa anak itu telah menginjak usia sepuluh tahun, apakah karena faktor kehidupannya yang sangat sulit. Bisa jadi.

"Jadi ... apa yang kau inginkan?" tanya Niura teringat akan janjinya bahwa ia akan mengabulkan satu permintaan anak tersebut.

Anak itu menggeleng cepat. "Tidak ada."

Niura merasa bingung, kalau seperti ini ia yang merasa tak enak. "Bagaimana ciri-ciri orang tuamu? Siapa nama mereka?" tanyanya dan mendapatkan jawaban yang membuatnya tak mampu berucap.

"X–xin Qian dan Yanyang?" tanya Niura terkejut. Anak laki-laki itu memandangnya aneh. "Ada apa denganmu, Nona? Mengapa kau sangat terkejut?"

Mengapa ia tidak pernah tahu kalau Xin Qian dan Yangyang telah memiliki anak sebelum mereka menikah? Ini masalah yang sangat besar, pantas saja Xinxin sangat membenci adiknya itu.

"Aku mengenal mereka!"

Anak itu membelak terkejut, sedetik kemudian ia terkekeh dan menggeleng. "Tidak mungkin. Ibuku tidak akan mau bergaul dengan orang sepertimu, dia bahkan sering melakukan kekerasan terhadap putri kaisar," jawabnya tak percaya.

'Putri Kaisar itu aku!'

"Ikut aku!" putus Niura dan menarik anak itu.

"Eh, mau ke mana?" Anak itu terkejut dan langsung berdiri secara tiba-tiba.

Niura menoleh ke belakang, langsung saja ia rapihkan seluruh barang dagangan anak itu dan menutup kedainya. Ia menarik anak itu dengan cepat sebelum ada yang menganggapnya penculik.

Niura mengatakan bahwa ia akan membawa anak itu ke orang tuanya. Sering kali anak itu menggeleng takut, namun, Niura mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja karena orang tuanya telah berubah.

Niura membawa anak itu menuju tempat di mana Roiden dan Yangyang berada, ia menghela napas lega melihat Roiden yang masih ada di tempat. Namun, ia tidak melihat keberadaan Yangyang.

Roiden mengernyitkan alisnya bingung memandangi Niura dan anak laki-laki yang menurutnya asing. Apakah istrinya itu telah memiliki anak dri pria lain? Atau dia menculik?

"Hentikan pikiran burukmu!"

Jangan lupa bahwa kemampuan membaca pikiran tidak hilang dalam diri Niura. Ia melihat Roiden yang tersenyum kikuk.

"Siapa dia?"

Anak itu bersembunyi di balik tubuh Niura ketakutan. Ia merasakan aura mematikan yang sangat pekat. Niura yang merasa aneh langsung saja berjongkok di hadapan anak itu dan mengelus kepalanya.

Roiden membelakkan matanya, entah mengapa ia merasa cemburu.

"Ada apa?" tanya Niura lembut.

Anak itu menatap Niura dan Roiden bergiliran, masih dengan rasa takut. "Dia bukan ayahku."

"Apa?!"

Roiden menghampiri mereka berdua, menatap Niura tajam. Apakah mungkin gadis itu meminta Roiden bertanggung jawab atas anak dari pria lain?

Niura bisa dengan cepat membaca pikiran Roiden, ia tergesa-gesa, memeluk anak itu yang semakin ketakutan. "Bukan itu maksudnya," jelas Niura membuat Roiden geram.

"Katakan siapa anak itu? Siapa ayahnya?"

"Yangyang."

Roiden memandang Niura tak percaya. Entah mengapa hatinya terasa sakit, bukankah Niura baru saja mengenal Yangyang? "Kau ... berapa lama huh? Sudah berapa lama kau berhubungan dengan ras naga itu?!"

Niura menggeleng-geleng cepat. Benar dugaannya, pria itu salah tangkap. Niura langsung menarik lengan Roiden yang baru saja ingin meninggalkannya. Dengan cepat ia melepaskan dekapan anak itu dan menggantinya dengan memeluk Roiden kuat. Roiden mematung dalam dekapan itu, berhasil bungkam. Niura menghela napas lega, mengambil nyali untuk kembali berbicara. "Dia memang anak Yangyang, namun, dia bukan anakku," jelasnya.

Niura menjelaskan segalanya dengan sesekali anak itu ikut membantu menjelaskan hingga akhirnya Roiden mengerti dan meminta maaf atas kesalahannya. Karena merasa bersalah, Roiden memberikan Niura ayam kayu mainan yang ia beli.

"Katakan di mana Yangyang?" tanya Niura dengan mata jelalatan mencari keberadaan pria itu.

Roiden menurunkan kedua tangannya, meminta anak itu agar berada di gendongannya. "Aku memberinya tugas untuk membunuh orang dengan aura merah," jawab Roiden jujur.

"Bagaimana deng———"

"PENGUMUMAN-PENGUMUMAN!"

Tiba-tiba semua perhatian terarah ke salah seorang pria berpakaian zirah layaknya prajurit istana yang datang dengan membawakan sebuah pengumuman memotong ucapan yang Niura lontarkan.

Dengan cepat pria itu langsung dikerumuni oleh penduduk yang tengah berada di pasar, termasuk Niura dan Roiden. Kali ini Roiden menggendong putra dari Yangyang dan Xin Qian yang diketahui bernama Leng Li.

"Ada apa?" tanya Roiden yang penasaran.

Entah bertanya pada siapa, dan Niura hanya menggeleng saja.

Hiruk-pikuk kerumunan muali menggema, semuanya merasa penasaran sekaligus panik karena tidak biasanya ada prajurit istana yang melakukan kerumunan seperti ini, apalagi raut wajahnya yang terlihat tidak bahagia.

"Selamat pagi penduduk kekaisaran Quon, saya selaku ketua prajurit ingin membawakan kabar buruk," kata pria itu sendu.

Kini bising semakin bertambah, dalam sekejap saja mereka berhenti berisik saat salah satu prajurit yang lain mengisyaratkan untuk diam agar ketua prajurit itu bisa kembali berbicara.

"Selir Tian Hua, dan Putri Tian Zhi telah meninggal dunia duapuluh batang dupa yang lalu. Yang mulia Kaisar Hongli kembali sakit parah setelah sembuh dari kecelakaan petir yang dibuat oleh Putri Perdana menteri bernama Xin Qian."

Lang Li. yang berada di gendongan Roiden langsung membelakkan matanya terkejut. "I–ibu ...?" gumamnya tak percaya.

Roiden dan Niura yang baru menyadari itu langsung menenangkan Leng Li yang mulai menangis. Bagaimanapun anak itu tak punya salah, orang tuanya lah yang harusnya bertanggung jawab.

"Le–leng Li ... Leng Li, sadarlah!"

Niura menepuk-nepuk pipi Leng Li pelan saat anak itu memejamkan matanya. Niura yang panik langsung mengambil alih Leng Li dari Roiden. "Carikan Tabib!"

Roiden menganggukkan kepalanya. Dengan segera ia merebut kembali Leng Li dan membawanya pergi. Padahal Niura menyuruhnya untuk mencari tabib, bukan membawa anak itu ke tabib, tapi ah sudahlah.

Tepat saat kepergian Roiden, salah seorang gadis mendatangi Niura tepat di belakangnya. Gadis itu memandang Niura kesal walau hanya lewat rambutnya. "Kalau mengurus anak itu yang benar! Bukannya suamimu yang mengutusnya dan kau malah berbelanja di sini ...!"pekik gadis itu sembarangan membuat Niura mengerutkan alisnya. Apakah ada yang berbicara dengannya? Segera ia berbalik badan dan membalas gadis yang sepertinya tengah menatapnya tajam.

"Jaga ucap ... panmu ...." balas Niura dengan jeda . Ia terkejut melihat wajah gadis yang memarahinya itu, apakah ini nyata? Atau hanya kebetulan?

"Xiao Li?" gumam gadis itu ikut terkejut. Terlihat jelas raut kesal dalam wajah gadis itu. Niura langsung menarik lengannya saat gadis itu akan menghindar.

"Apa yang ingin kau lakukan? Lepas!"

Niura semakin mengeratkan pegangannya, menarik gadis itu ke pinggir kerumunan, tidak terlalu jauh.

"Lepas!" Gadis itu terus meronta-ronta, namun, karena penyakit aneh Niura itu membuatnya lepas.

Gadis itu langsung menghindar dan berlari.

"KAU YANG SEHARUSNYA MENGURUS ANAKMU DENGAN BAIK! BUKAN MENELANTARKANNYA UNTUK BEKERJA DI USIANYA YANG MASIH BELIA!" teriak Niura berhasil menghentikan langkah gadis itu.


继续阅读

You'll Also Like

220K 13.3K 46
☠️ PLAGIAT DILARANG KERAS☠️ FOLLOW SEBELUM BACA!!! Menceritakan tentang seorang gadis bernama Ayla Humairah Al-janah, yang dijodohkan oleh kedua oran...
66.3K 11.8K 23
Ketika pengorbanan mengubah nasib dari 2 jiwa yang berbeda, lalu bagaimana jika salah satu harus bertahan dengan menjadi Mahkota yg berlumuran darah...
769K 41.2K 46
Ini adalah sebuah kisah dimana seorang santriwati terkurung dengan seorang santriwan dalam sebuah perpustakaan hingga berakhir dalam ikatan suci. Iqb...
262K 17.5K 42
Eleanor gadis yang dilakukan layaknya pelayan oleh kedua orang tuanya. Pada suatu hari,ia mendapatkan surat undangan untuk bersekolah di salah satu...