Permaisuriku~

By BeautifulSea25

1M 91.5K 14.2K

[BUKAN NOVEL TERJEMAH] "Tiada kasta dalam cinta," .. Dewi Harnum adalah seorang pelayan di suatu Kerajaan. Ia... More

Permaisuriku~
Bab 1. Kecantikan Seorang Pelayan
Bab 2. Pangeran Yang Tersohor
Bab 3. Isteri Pangeran Mahkota
Bab 4. Tak Selamanya Terwujud
Bab 5. Sebuah Keputusan
Bab 6. Harum Sang Permaisuri
Bab 7. Surat Perintah Kerajaan
Bab 8. Sosok Lain
Bab 9. Kembali ke Istana
Sekilas Info---Jangan Di Bikin Pusing
Bab 10. Deklarasi Kepemilikan
Bab 11. Bukan Satu-satunya
Bab 12. Menuju Perang Kerajaan
Bab 13. Penantian Berharga
Bab 14. Kedatangan Sang Mahadewi
BUKAN UPDATE - Marhaban Ya Ramadhan
Bab 15. Menjaga Sikap
Bab 16. Kelopak Bunga Mawar Basah [SPECIAL BAB]
Bab 17. Kaalillya --- Nama Yang Terlarang
Bab 18. Kaalillya --- Gadis Cantik Berhargaku Yang Tersayang
BUKAN UPDATE - Meluruskan Suatu Hal
Bab 19. Pelayan Tiada Duanya
Bab 20. Pesona Seorang Pelayan
Bab 21. Perang Kerajaan---Bringtham VS Kashi
Bab 22. Perang Pangeran---Laksya VS Leonard
Bab 23. Datang Untuk Pergi
Bab 24. Hari Kebangkitan Cinta
Bab 25. Tanpa Sadar Terikat
Bab 26. Pernikahan Politik
Bab 27. Selir Sita Hamil?
Bab 28. Merasa Terancam
Bab 29. Perihal Pengaman
Bab 30. Dewi Harnum Meninggal?
Bab 31. Pertemuan Dua Insan [SPESIAL BAB]
Bab 32. Cinta Sepanjang Masa [SPESIAL BAB]
Bab 33. Kehilangan
Bab 34. Hatiku Hanya Menginginkanmu [SPESIAL BAB]
Bab 35. Ikhlaskan
Bab 36. Berpisah Untuk Bersatu
Bab 37. Kelicikkan Raja Alardo
Bab 38. Kesalahan Satu Malam
Bab 39. Keresahan Hati
Bab 40. Menunggu
Bab 41. Ujung Penantian
BUKAN UPDATE - Meluruskan Hal Lain
Bab 42. Akhir Penantian [SPESIAL BAB]
Bab 43. Ratu dari Pancakanta
Bab 44. Hadiah Pernikahan [1]
Bab 45. Tinggal Kenangan
Bab 46. [Tidak] Berharga
Bab 47. Bulan Purnama Sempurna [SPESIAL BAB]
Bab 48. Dunia Milik Kita [SPESIAL BAB]
Bab 49. Terungkap [1]
Bab 49. Terungkap [2]
Bab 50. Kilas Balik [SPESIAL BAB]
BUKAN UPDATE - PLAGIAT ...? (YES/NO)

Bab 44. Hadiah Pernikahan [2]

13.5K 1.2K 423
By BeautifulSea25

Didedikasikan untuk SitiNajwa558

Nasi sudah menjadi bubur mah susah, ya? Tapi, kalau yang udah jadi bubur dibuang ... bisa, kan? 😂😂

***

Komentar terkait bab;

Ln: Pelajaran apa? Pelajaran ngebucin? 😂😂

Iya sengaja kayaknya😂

Baca aja deh😍

Ln: Ngamuk, ya🤔

Menurutku pribadi, cerita ini udah kayak sayur sop yang dipotong kecil-kecil---dicampur jadi satu. Jadilah, bakwan. Bala-bala ....

Setuju, gak?

Ps: Senyumnya mana ^^

***

"Menaruh rasa iri pada orang lain hanya akan membelenggu hidupmu dalam jurang kedengkian~"

---BeautifulSea25---

•••

Sinar matahari pagi begitu hangat. Sehangat perasaan Selir Ambar yang tengah menyisir rambut basahnya perlahan. Wajahnya berbinar bahagia. Bibirnya tak bisa berhenti tersenyum. Pipinya merona saat mengingat malam pertamanya dengan Pangeran Laksya semalam. Begitu indah---sangat indah.

Setelah sampai di Kerajaan Lahore, Pangeran Laksya memang menggendongnya ke kamar pengantin yang telah disiapkan untuk mereka. Lalu, bercinta dengan penuh gairah sampai matahari terbit. Tapi, saat Selir Ambar terbangun, Pangeran Laksya sudah tak ada di sisinya. Mungkin ada urusan penting. Selir Ambar berusaha berpikiran positif. Walau hatinya tidak berpikiran demikian.

"Jika kau melakukan hal itu tanpa ikatan---Pangeran Lahore akan mencecap seluruh kenikmatan tubuhmu, Tuan Putri."

"Apa salahnya? Dia akan tetap menikahiku," jawab Putri Ambar angkuh.

"Itu benar. Tetapi---setelah berhubungan intim di malam pertama, esok harinya---kau akan dicampakkan, Tuan Putri,"

Tetapi mengingat ucapan Dewi Harnum, mau tak mau membuat keresahan---ketakutan melanda hatinya. Selir Ambar menggigit bibirnya gelisah. Bagaimana jika ucapan pelayan itu menjadi kenyataan?

"Apa yang harus kulakukan?"

♥♥

Putri Carrissa bersandar di kepala ranjang dengan kaki diluruskan. Semua jendela kamar dibuka agar sinar matahari pagi menyinari paviliunnya. Ia dengar, sinar matahari di pagi hari sangat baik untuk ibu hamil. Wajah sang putri tampak bercahaya khas wanita hamil. Matanya berbinar bahagia. Di hadapannya, terdapat Selir Anye dan Selir Kemuliaan Maham yang memberikan ucapan selamat dan banyak hadiah untuknya.

"Terima kasih. Seharusnya, kalian tidak perlu merepotkan diri seperti ini."

"Merepotkan diri apanya, Tuan Putri?" Selir Kemuliaan Maham duduk di sisi tubuh Putri Carrissa, tersenyum tulus.

"Kau akan melahirkan calon pewaris Kerajaan Alaska---sekaligus menjadi calon putri mahkota ... sudah sepatutnya kami memberikan penghormatan lebih terhadapmu." selorohnya lembut. Matanya menatap Selir Anye yang duduk di sudut ranjang Putri Carrissa. "Benarkan, Selir Anye?"

"Ah, iya. Benar sekali." Selir Anye tersenyum lebar. "Sebaiknya, kau menjaga kandunganmu dengan baik, Tuan Putri. Karena jika sampai kau keguguran, kau akan batal menjadi calon putri mahkota," nasihatnya mencibir halus.

Putri Carrissa menatapnya tajam.

"Selir Anye," tegur Selir Kemuliaan Maham.

"Aku hanya mengatakan kebenaran, Yang Mulia Selir," kata Selir Anye tenang.

"Tapi, kita harus menjaga perasaan Putri Carrissa, Selir. Biasanya, perasaan wanita hamil sangat sensitif. Tidak baik menyinggung perasaan calon putri mahkota," seloroh Selir Kemuliaan Maham lugas.

"Masih calon," Selir Anye tersenyum tipis---mengingatkan. "Lagi pula---"

"Keluar!" seru Putri Carrissa setengah membentak. Iris hijaunya menatap Selir Anye nyalang. "Keluar kau, Anyelin. Keluar!" usirnya berapi-api.

"Salam, Calon Putri Mahkota~" Selir Anye berdiri, memberi salam hormat dengan bibir yang melengkung lebar---mengejek. Lalu, pergi.

Perasaan Putri Carrissa tampak belum membaik. Selir Kemuliaan Maham hendak bicara---menenangkan, namun suara sang putri kembali mengudara. "Tinggalkan aku, Selir. Aku tidak ingin menyakitimu dengan sikapku," kata Putri Carrissa mengusir halus.

"Baiklah, Tuan Putri. Jaga dirimu," Selir Kemuliaan Maham berdiri dan memberi salam hormat sebelum pergi.

"Berani sekali selir rendahan itu menghinaku!?" geram Putri Carrissa tertahan. "Lihat saja. Setelah aku berhasil melahirkan anak Leon dan menjadi Putri Mahkota ... akan kuperintahkan Leon untuk melepaskan semua selirnya itu!" imbuhnya penuh tekad.

Suara langkah kaki yang terdengar membuat Putri Carrissa menghela napas panjang---berusaha menenangkan diri dari amarah yang sempat menguasai hatinya. Melihat siapa yang datang, bibir Putri Carrissa melengkung lebar---bahagia. "Leon ...," sapanya penuh cinta.

"Siapa yang memintamu hamil?" tanya Pangeran Leonard dingin saat sudah berdiri di sisi ranjang Putri Carrissa.

Seketika, senyum Putri Carrissa luntur. Wajahnya keruh karena tidak senang atas pertanyaan yang diajukan sang pangeran padanya. "Tidak ada. Aku memang menginginkan kehamilan ini." katanya datar.

"Kau hanya menginginkan posisi tertinggi di istana." tuding Pangeran Leonard dingin.

"Aku tidak sepicik itu, Leon," elak Putri Carrissa ketus.

"Kau memang sepicik itu, Riss."

Putri Carrissa bergeming.

"Aku telah memerintahkanmu ke tabib kandungan untuk mencegah kehamilanmu, kan?"

"Ini di luar kemampuan tabib kandungan!" pekik Putri Carrissa kesal.

"Itu karena kau tidak pergi ke sana!" bentak Pangeran Leonard.

Putri Carrissa menatap Pangeran Leonard dengan mata berkaca-kaca karena hormon kehamilan. "Janin ini hadir karenamu juga, Leon. Karena kita. Kau yang meniduriku tanpa pengaman dan menyentuh---"

"Itu karena aku menganggapmu sebagai permaisuriku, Sialan!" tukas Pangeran Leonard kasar.

Putri Carrissa membuang muka---menyembunyikan airmatanya. "Semua sudah terjadi, Leon. Tidak ada yang bisa kita lakukan selain menerima kehadirannya." katanya lembut---membujuk.

"Aku tidak menginginkannya." tolak Pangeran Leonard tegas.

"Lalu ... apa maumu, Leon?" tanya Putri Carrissa sedih.

"Gugurkan."

Tubuh Putri Carrissa menegang. Satu kata itu bagai pedang yang menghunus jantungnya. Sakit sekali, tapi tidak berdarah. "Leon ...," gumamnya syok.

"Kau mendengarnya, Carrissa." tukas Pangeran Leonard dingin. "Gugurkan." perintahnya mengintimidasi.

"Tidak!" Putri Carrissa menggeleng cepat. Tangannya memeluk perut ratanya secara naluriah, seolah ingin melindungi janin dalam kandungannya. "Tidak apa jika kau tak ingin merawat anak ini, Leon. Aku sendiri yang akan---"

"Kau tuli, ya?!" bentak Pangeran Leonard. Iris birunya kian menghujam Putri Carrissa tajam---berbahaya. "Gugurkan."

"Aku tidak mau!" jerit Putri Carrissa menangis pilu.

"Jadi kau tidak mau, ya?" gumam Pangeran Leonard tersenyum lebar---berbanding terbalik dengan matanya yang menyorot bengis---mengerikan.

Putri Carrissa beringsut mundur ke ujung ranjang---menjauhi Pangeran Leonard dengan tangan memeluk perutnya sendiri. "Ka---kau mau apa, Leon?" tanyanya ketakutan.

"Aku tidak suka isteri yang pembangkang. Kau tahu itu, kan?" Pangeran Leonard tersenyum lembut. Semakin lembut senyuman lelaki itu, semakin berbahaya juga tatapannya yang kian menajam.

"Jangan, Leon ...." Putri Carrissa menggeleng beberapa kali. Menangis---memohon.

Ia melihat Pangeran Leonard berjalan semakin cepat ke arahnya. Sang putri panik---takut. Lalu, apa yang terjadi membuatnya terkejut bukan main. Matanya yang dipenuhi airmata terbelalak syok.

Pangeran Leonard mencekik lehernya!

"Le---leonhh ...." Napas Putri Carrissa terasa berat---tercekat. Tangannya berusaha melepaskan tangan besar Pangeran Leonard yang mencekik lehernya. Namun sulit. Terlalu kuat. Mungkin bekas cekikan itu akan terlihat sampai beberapa hari ke depan. "Le---lepaskanhh!"

"Seharusnya, kau mematuhi perintahku." kata Pangeran Leonard dingin. Lalu, teringat ucapan Dewi Harnum. "Selain suamimu, aku juga dewamu. Kaalillya juga mengatakannya," imbuhnya menguatkan cekikannya.

"Dia mengatakan itu karena tidak tahu kegilaanmu, Leon!" teriak Putri Carrissa emosi dalam sekali tarikan napas. Wajahnya semakin pucat pias. Napasnya terdengar semakin berat. "Su---suamiku adalah de---dewaku. Ta---tapihh ... perintahhh seperti apa yanghh kauhh berikan pa---padakuh?" tanyanya terbata-bata.

Pangeran Leonard bergeming. Cekikannya semakin kuat. Telinganya mengabaikan raungan kesakitan Putri Carrissa. Ia tampak mengerikan.

"KAALILLYA!" jerit Putri Carrissa sekuat tenaga.

Seketika, cekikan Pangeran Leonard terlepas begitu saja. Matanya kembali menyorot datar. Putri Carrissa langsung terbatuk hebat. Hidungnya menghirup rakus udara sekitar untuk kembali mengisi paru-parunya yang kosong. Lalu, berusaha menormalkan napasnya yang memburu.

Pangeran Leonard menatap perut rata Putri Carrissa penuh kebencian. Lalu, pergi---meninggalkan paviliun Putri Carrissa tanpa kata. Lebih baik, ia menemui Dewi Harnum.

"Tuan Putri!" Setelah kepergian Pangeran Leonard, Dewi Harnum datang. Berlari kecil menghampiri Putri Carrissa. "Ada apa denganmu, Tuan Putri?" tanyanya khawatir.

Niat awalnya datang adalah untuk memberikan Putri Carrissa hadiah atas kehamilannya. Namun, siapa sangka ... ia malah melihat keadaan sang putri yang mengenaskan.

"Air ...," pinta Putri Carrissa lemah.

Dewi Harnum meletakkan kotak hadiahnya di nakas. Lalu, mengambilkan air minum dan membantu Putri Carrissa minum dengan sigap. "Merasa lebih baik, Tuan Putri?"

Putri Carrissa mengangguk. Napasnya mulai terdengar teratur---lebih tenang. Dewi Harnum mengusap keringat di kening Putri Carrissa dengan ujung selendangnya penuh perhatian. "Terima kasih, Kaalillya," katanya tulus. Lalu, kembali bersandar dengan benar di kepala ranjang.

Dewi Harnum mengangguk. "Apa yang telah terjadi, Tuan Putri?"

"Aku baru saja dicekik oleh siluman, Kaalillya," gurau Putri Carrissa tersenyum lemah.

Dewi Harnum mengernyit. "Siluman?"

"Siluman jadi-jadian," Putri Carrissa terkekeh pedih.

"Aku tak mengerti,"

"Ini salahku. Dia tidak menginginkan kehamilanku tapi aku memaksakan diri," kata Putri Carrissa lirih.

"Apakah ...," Dewi Harnum tampak ragu. "Apakah siluman jadi-jadian yang kau maksud adalah Pangeran Leonard, Tuan Putri?" tebaknya.

"Siapa lagi?" Putri Carrissa tersenyum kecut.

"Mengapa Pangeran Leonard mencekikmu, Tuan Putri?" tanya Dewi Harnum hati-hati.

"Karena aku menolak perintahnya untuk menggugurkan kandunganku,"

"Apa?" Dewi Harnum syok.

Putri Carrissa menangis pelan---tampak menyedihkan. "Karena sekarang kau adalah isterinya Leon juga, aku akan membagi sebuah rahasia denganmu,"

Dewi Harnum mengernyit.

"Leon selalu menggunakan pengaman saat menyentuh semua isterinya."

"Apa? Mengapa?" Dewi Harnum terkejut.

"Kau belum disentuh Leon, ya?" Putri Carrissa menyimpulkan. Wajah pucatnya tampak senang.

Dewi Harnum menggeleng polos. "Mengapa Pangeran Leonard menggunakan pengaman saat menyentuh isterinya, Tuan Putri?" tanyanya penasaran.

"Karena hanya sosok permaisuri sajalah yang ingin Leon sentuh dengan benar. Leon juga ingin, permaisurinyalah yang mengandung anaknya untuk pertama kali," terang Putri Carrissa sedih. "Itulah sebabnya, dia ingin aku menggugurkan kandunganku, Kaalillya. Tapi, aku tidak mau ...."

Dewi Harnum terdiam. Entah apa yang ia pikirkan. Matanya berkedip. Cinta Pangeran Leonard untuknya begitu keterlaluan. Tapi anehnya ... mengapa ia bahagia?

"Jika Pangeran Leonard menggunakan pengaman, mengapa kau bisa mengandung, Tuan Putri?" tanya Dewi Harnum hati-hati.

"Itu ... karena ketidaksengajaan, Kaalillya," Putri Carrissa menghela napas panjang.

Dewi Harnum mengernyit.

"Setelah kepergianmu, Leon menemuiku. Dia mencumbuiku dengan cara yang berbeda. Saat kami bercinta, Leon menganggapku sebagai permaisurinya. Ia juga melupakan pengaman. Sisanya, bisa kau simpulkan sendiri." ungkap Putri Carrissa sedih.

Dewi Harnum mengangguk paham.

"Aku berharap ... Leon tak, 'kan pernah menemukan sosok permaisurinya itu," cetus Putri Carrissa.

"Mengapa?" Dewi Harnum mengernyit.

"Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada nasibku dan nasib para selir, Kaalillya. Leon pasti hanya akan memprioritaskan permaisurinya saja," seloroh Putri Carrissa tak suka. "Jika Leon menemukan permaisurinya, kita pasti akan menderita." imbuhnya.

"Ya. Kalian pasti akan menderita," gumam Dewi Harnum tanpa sadar.

Putri Carrissa menoleh cepat, mengernyit. "Kalian?" ulangnya tak mengerti.

Tersadar, Dewi Harnum mengerjap. "Maksudku ...," Dari balik selendangnya, bola mata sang dewi bergerak ke sana-kemari---mencari kalimat yang tepat. "Kita semua akan menderita jika Pangeran Leonard menemukan permaisurinya, Tuan Putri." ralatnya menyakinkan.

Kita semua, kecuali aku....

♥♥

Setelah kembali dari paviliun Putri Carrissa, Dewi Harnum kembali ke paviliunnya. Lalu, berdiri---berdiam diri di dekat jendela. Entah apa yang ia pikirkan. Sepasang lengan kekar memeluknya dari belakang. Siapa yang berani menyentuhnya jika bukan Pangeran Leonard?

"Apa kau suka hadiahnya, Dinda?" bisik sang pangeran penuh cinta. Melupakan kekesalannya pada Putri Carrissa.

Dewi Harnum mengangguk. Kepalanya memikirkan banyak hal. Tidur di mana Pangeran Leonard semalam setelah ia usir dari kamarnya?

"Aku tidak bisa tidur, Dinda," Pangeran Leonard menghela napas panjang. "Semalam aku sendirian di kamarku." curhatnya sedih.

Dewi Harnum mengernyit. "Bukankah kau memiliki banyak isteri, Kanda? Minta saja salah satu dari mereka untuk menemanimu," katanya pelan---mengingatkan.

"Iyakah?" Pangeran Leonard berkedip dua kali. Bibirnya melengkung senang saat kembali mendengar suara lembut sang dewi.

Dewi Harnum mengangguk polos.

"Entahlah. Aku tidak ingat," kata Pangeran Leonard tenang. "Seingatku, aku hanya memiliki satu isteri." imbuhnya.

Tanpa sepengetahuan Pangeran Leonard, ujung bibir Dewi Harnum berkedut samar. "Benarkah? Siapa?" tanyanya.

"Kau tahu siapa yang kumaksud, Sayang,"

"Tidak. Aku tidak tahu."

"Dia ...." Pangeran Leonard merapatkan bibir. Menatap wajah yang tertutup selendang itu lekat. "Entahlah. Aku juga tidak ingat siapa," imbuhnya jenaka.

Dewi Harnum mengerucutkan bibirnya sebal. Pangeran Leonard menutup mata. Menikmati kebersamaan mereka.

"Apa kau masih marah padaku perihal semalam, Dinda?" Tiba-tiba Pangeran Leonard berbisik serius.

Dewi Harnum bergeming.

"Cintaku untukmu sangat tulus, Sayangku. Putri Carrissa memang menginginkanmu. Dia juga memerintahkanku. Tapi, jauh sebelum itu ... aku sudah lebih dulu menginginkanmu, Dinda. Memujamu dalam cinta yang membara. Aku pun telah membuktikan diriku padamu sebelum pernikahan kita, Sayang." terang Pangeran Leonard lelah.

Di balik selendangnya, pandangan Dewi Harnum menunduk dengan bibir yang dikulum---menahan senyum. Matanya tak sengaja melihat benang merah yang terikat di pergelangan tangan kirinya. Benang serupa juga terdapat di pergelangan tangan kiri Pangeran Leonard. Dewi Harnum berkedip. Jadi, lelaki yang bicara padanya di kuil saat hari Agape itu adalah Pangeran Leonard?

"Katakanlah, Dinda. Apa yang harus Kanda lakukan agar kau tak marah lagi pada Kanda?" bujuk Pangeran Leonard selembut mungkin. Semanis mungkin.

"Kanda ...," gumam Dewi Harnum lirih. Hatinya membuncah karena perasaan bahagia.

"Jika nyawaku bisa membuatmu tak marah lagi padaku ... akan kulakukan tanpa segan, Sayang."

Dewi Harnum segera memutar tubuh---menghadap Pangeran Leonard. Jemarinya menutup bibir sang pangeran cepat---secara naluriah. Kepalanya menggeleng---meminta sang pangeran diam dan jangan bicara sembarangan.

Pangeran Leonard membuka selendang sang dewi---menatap maniknya dalam. Lalu, menggenggam tangan yang menutup mulutnya---mengecupnya dengan mesra. "Kemarahanmu membuatku frustasi, Sayang," gumamnya pelan---seakan memohon agar dimaafkan.

"Mengapa harus nyawa, jika hidupmu bisa kumanfaatkan, Kanda?" gurau Dewi Harnum tersenyum jenaka.

Pangeran Leonard tersenyum lebar. Matanya berbinar bahagia. "Manfaatkan aku sepuas hati dan sesukamu, Say---"

Jemari Dewi Harnum kembali membungkam bibir sang pangeran. "Jangan bicara seperti itu, Kanda. Aku hanya bercanda ...," katanya serius.

"Tapi, aku tidak bercanda, Sayang." Pangeran Leonard kembali menggenggam tangan itu---menyingkirkan dari mulutnya dan diletakan di dadanya yang berdegup kencang, seakan ada badai di hatinya. Badai cinta.

"Aku hanya merasa ada jika kau membutuhkanku---menginginkanku. Bergantung padaku. Aku senang dimanfaatkan jika kau orangnya." terangnya bersungguh-sungguh.

"Seharusnya ... kau marah karena ucapanku, Suamiku,"

"Sayangnya ... aku sedang tidak ingin marah padamu, Isteriku."

Dewi Harnum tersenyum. Tak lama, mereka berdua terkekeh ringan bersama, seolah ada yang lucu. Sang dewi tersenyum malu saat Pangeran Leonard memeluknya erat. "Kanda, sudah sarapan?"

"Bagaimana aku bisa makan jika isteriku juga belum makan?" Pangeran Leonard balik tanya. Suaranya lembut---memanjakan.

"Putri Carrissa tengah mengandung, Dinda."

Perkataan Pangeran Leonard kembali terngiang di telinganya. Dewi Harnum tersenyum tipis. Ucapannya waktu itu membuahkan hasil. Sebelum Putri Carrissa memonopoli Pangeran Leonard dengan kehamilannya sebagai senjata, ia akan lebih dulu menghabiskan waktu sebanyak mungkin bersama sang pangeran.

"Apa keluarga kerajaan biasa sarapan pagi, Kanda?" tanya Dewi Harnum tiba-tiba.

"Ya. Tapi, tidak sepagi ini." Pangeran Leonard mengeratkan pelukannya. Dagunya berada di atas kepala sang dewi. "Mengapa bertanya seperti itu? Apakah isteriku sudah lapar?" tanyanya geli---memanjakan.

Dewi Harnum menggeleng pelan. "Aku berpuasa, Kanda."

"Puasa apa?" Pangeran Leonard mengernyit.

"Malam ini adalah malam bulan purnama sempurna. Aku berpuasa untuk kebaikanmu, Kanda," kata Dewi Harnum tulus.

Pangeran Leonard tersentuh. "Aku juga akan berpuasa kalau begitu," putusnya lugas.

Kepala sang dewi terangkat, "Kau tidak---"

Kini giliran Pangeran Leonard yang membungkam mulut sang dewi dengan jemarinya. "Aku berpuasa untukmu---demi kebaikanmu juga, Dinda." katanya lembut sembari membebaskan bibir sang dewi dari tangannya.

Dewi Harnum tersenyum hangat. Kepalanya mengangguk lembut. Lalu, memeluk Pangeran Leonard erat. "Jika aku ingin jalan-jalan keluar istana ... apakah aku diizinkan, Kanda?" tanyanya lugu.

"Siapa yang akan mencegahmu, Sayangku?" Pangeran Leonard tersenyum hangat. Bibirnya mengecup puncak kepala sang dewi mesra. "Kau bisa melakukan apa pun yang kau inginkan. Apa pun." imbuhnya menjanjikan.

"Kalau begitu ...," Dewi Harnum mengangkat kepalanya---menatap Pangeran Leonard dengan cengiran manis khas dirinya. "Aku ingin keluar istana, Kanda. Aku ingin kau menghabiskan waktu seharian penuh ini bersamaku. Hanya ada kita berdua. Apakah bisa?" tanyanya berkedip lugu.

Pangeran Leonard terkekeh geli. "Aku akan meminta Jenderal Lathan untuk menyiapkan keperluan saat perjalanan kita keluar istana," katanya mengecup kening Dewi Harnum dalam.

"Dengan penyamaran," cetus Dewi Harnum.

Pangeran Leonard mengernyit tak setuju. "Aku rasa---"

"Dengan penyamaran, Kanda ...," rengek Dewi Harnum manja.

Pangeran Leonard tertegun. Lalu, tergelak merdu. "Apa pun keinginanmu, Permaisuriku~"

Dewi Harnum tersenyum bahagia. Matanya berkilat misterius.

Tunggu hadiah dariku, Kanda....

♥♥

Di ruang makan seluruh anggota kerajaan berkumpul untuk sarapan bersama, kecuali Dewi Harnum, Pangeran Leonard dan Selir Ofamur. Pangeran Leoneel belum kembali. Ia masih sibuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat Alaska.

Raja Alardo mengernyit samar. "Dimana Leon dan Kaalillya?"

"Mereka pergi keluar istana, Suamiku. Leon sudah meminta izin padaku. Dia ingin mengajak Kaalillya jalan-jalan," jelas Ratu Issabelle.

Raja Alardo mengangguk.

Putri Carrissa tampak menahan marah mendengarnya. Pangeran Leonard mengajak Kaalillya jalan-jalan? Ini keterlaluan. Ia saja belum pernah Pangeran Leonard bawa jalan-jalan bersama---berdua. Sang pangeran benar-benar keterlaluan.

"Hebat sekali. Dalam satu hari, Kaalillya telah berhasil menaklukan Pangeran Leonard," celetuk Selir Anye kagum. Namun, tatapannya melirik Putri Carrissa---mengejek.

"Kau benar, Selir Anye. Sepertinya tidak lama lagi ... Kaalillya akan menjadi isteri kesayangan Pangeran Leonard," sahut Selir Kemuliaan Maham lembut. Tak menyadari Putri Carrissa yang tengah dilanda perasaan cemburu.

Selir Anye mengangguk.

Selir Rashi mendelik samar---malas. Jengah. Pelayan rendahan menjadi kesayangan Putra Mahkota? Mungkin itu hanya nasib baik sang pelayan. Jika Pangeran Leonard sudah bosan, pelayan bernama Kaalillya itu pasti akan dicampakkan seperti para selir lainnya.

"Mengapa kau menggunakan syal di lehermu dalam cuaca panas seperti ini, Nak?" tanya Selir Kemuliaan Fansley heran.

"Itu ...." Putri Carrissa mengerjap gugup saat semua mata menatapnya penasaran. "Aku hanya sedang ingin, Ibunda Selir." kelakarnya tersenyum menyakinkan.

"Hormon kehamilan?" Raja Alardo memastikan.

"Sepertinya, Ayahanda,"

Selir Kemuliaan Fansley mengangguk mengerti. Namun, matanya menyiratkan siasat. Hanya puteranya---Pangeran Leoneel yang memberikan pewaris pertama untuk Kerajaan Alaska.

"Di mana Selir Ofamur?" tanya Ratu Issabelle yang tersadar jika Selir Ofamur tidak ada---orang-orang pun tersadar.

"Akan kupanggil Selir Ofamur, Ibunda." Putri Fansya berdiri---undur diri untuk menjemput Selir Ofamur.

Sesampainya di kamar Selir Ofamur, Putri Fansya menjerit keras dengan apa yang dilihatnya. Jeritannya terdengar sampai ke ruang makan. Semua orang berdiri---terkejut. Lalu, berlari---menghampiri Putri Fansya.

Apa yang terjadi? Mengapa Putri Fansya menjerit?

♥♥

HOPE YOU LIKE IT!

Satu-persatu selir Leon harus di .... (Diapain maunyawkwk)

----------------

SPOILER NEXT BAB;

"Jangan mendekat, Pangeranku!"

----------------

PS: JANGAN NUNGGU UP ^^

See you soon😘

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 102K 25
❝Apakah aku bisa menjadi ibu yang baik?❞ ❝Pukul dan maki saya sepuas kamu. Tapi saya mohon, jangan benci saya.❞ ©bininya_renmin, 2022
242K 9.9K 32
Nakala Sunyi Semesta Setelah tragedi di rel kereta api malam itu Kala di buat heran dengan hal aneh yang terjadi pada nya, kala pikir malam itu dia m...
1.8M 154K 55
terbangun dengan tubuh yang berbeda membuat luna harus menahan nasib buruk dimana dia adalah istri seorang DUKE. yang di kenal kasar dan juga tidak...
2.4M 170K 49
Ketika Athena meregang nyawa. Tuhan sedang berbaik hati dengan memberi kesempatan kedua untuk memperbaiki masa lalunya. Athena bertekad akan memperb...