Le Scénario (Dramione Oneshot...

By powderedonut

61.8K 4K 826

[Dramione Short Story Compilations] _ DISCLAIMER: All characters belong to J.K. Rowling All rights reserved ... More

-Introduction
-Yours
-Draco Baby
-not an update
-Ms. Granger
-Amortentia
-Accio Love
-Fallen
-Happy Valentine, Love
-A Mistery and A Serendipity
-request?
-Promise?
-Promise.
-The Devil's Possession
-quick questions
-An Abandoned Malfoy?
-Stupidly in Love
-Father's Day Out
-Professor Granger
-Be My Bride
-Happy Ending?
-sorry
-Happy For You
-Mistletoe

-Accio Love (2)

2K 209 25
By powderedonut

Title : Accio Love
Rate : T
Word count : 2434
Type : Twoshots
[Thursday, January 14th, 2021 : 12.28 am]
___________________________________________

Lima tahun telah berlalu sejak Hermione lulus dari Hogwarts. Dan itu berarti sudah lima tahun juga ia hidup tanpa Draco. Namanya kini disegani sebagai salah satu Pahlawan Perang. Sebagai otak dari trio emas, tidak sedikit tawaran pekerjaan yang datang padanya. Dan pilihannya jatuh kepada tawaran dari kementrian. Jadi, di sinilah ia sekarang, mengetuk pintu Mentri Sihir Kingsley Shacklebolt untuk menjawab panggilannya.

"Ms. Granger," sapa Kingsley. Hermione tersenyum sopan.

"Kau memanggilku, Minister?" tanya Hermione. Kingsley mengangguk, menyuruh Hermione masuk dan duduk di kursi tepat di depannya.

"Ada yang ingin kubicarakan denganmu," jawab Kingsley.

"Apa itu?" tanya Hermione penasaran. Kingsley menimbang sejenak sebelum menjawab.

"Aku tahu kau belum terlalu lama bekerja di sini. Tapi menurutku lima tahun adalah waktu yang lebih dari cukup untuk menilai hasil kerjamu. Aku ingin kau menggantikanku," jawab Kingsley seraya menatap Hermione serius. Hermione diam. Otaknya mendadak berhenti bekerja, lupa kalau ia harus mengirim sinyal pada indera yang lain.

"Kenapa?" tanya Hermione saat otaknya akhirnya ingat akan tugasnya.

"Karena aku pikir kau mampu. Dan aku yakin seluruh masyarakat sihir juga akan berpikir demikian. Bagaimanapun juga kau adalah pahlawan perang, otak dari trio emas. Dan the brightest witch of your age," jawab Kingsley mantap.

"Tidak, bukan itu. Maksudku, kenapa aku harus menggantikanmu? Kau mau kemana?" tanya Hermione lagi.

"Kau tahu sudah waktunya aku berhenti. Umurku tidak semuda kau, Hermione," jawab Kingsley seraya terkekeh pelan. Hermione ikut tertawa kecil.

"Baiklah, aku akan melakukannya. Sebuah kehormatan untuk menggantikan orang sehebat dirimu, Minister," ucap Hermione setengah bercanda. Kingsley kembali tertawa pelan.

"Kehormatan itu milikku, Ms. Granger. Untuk digantikan oleh penyihir sepintar dirimu adalah sesuatu yang sangat menenangkan," jawab Kingsley.

***

"Minister Granger, eh?" sapa Harry meledek. Hermione tertawa seraya memukul Harry pelan.

"Berhenti menyebutku seperti itu, kau manusia menyebalkan!" jawab Hermione di sela tawanya. Harry ikut tertawa.

"Apa kau senang?" tanya Harry setelah tawa mereka berhenti. Hermione mengernyit.

"Apa maksudmu? Tentu saja aku senang. Tidak semua orang bisa mendapat kehormatan untuk menjadi mentri sihir," jawab Hermione setengah bercanda.

"Bahkan anak yang terpilih seperti kau tidak bisa mendapatkannya," lanjut Hermione meledek Harry. Harry kembali tertawa.

"Kau juga menyebalkan kau tahu?" ucap Harry. Hermione hanya menjulurkan lidahnya, meledek.

"Serius Hermione, apa kau senang?" tanya Harry lagi. Hermione diam, menatap Harry.

"Aku benar-benar tidak mengerti maksudmu, Harry. Apa aku terlihat tidak senang?" Hermione bertanya balik. Harry mengedikkan bahunya.

"Entahlah, aku hanya merasa kau agak berubah. Semua dari dirimu terasa berbeda. Tawamu, senyummu, semuanya. Seperti dipaksakan? Kau seperti dipaksa hidup?" jawab Harry. Kekhawatiran tersirat jelas dari suaranya. Hermione terdiam. Ia menunduk, memalingkan wajahnya dari Harry.

"Semua orang berubah kau tahu? Aku berubah, kau berubah, Ron berubah. Begitupun orang lain. Perang pasti mengubah banyak hal, Harry," ucap Hermione seraya kembali menatap Harry.

"Tapi tidak menjadi seperti terpaksa melanjutkan hidup, Hermione. Tidak aku, tidak juga Ron. Kau kehilangan semangat hidupmu," jawab Harry. Hermione menghela napas panjang. Ia tersenyum pedih.

"Well, aku memang kehilangan banyak hal kan?" balas Hermione pelan. Harry menatap Hermione sedih. Sudah lima tahun dan ia masih melihat luka yang sama di mata Hermionenya.

"Kau masih belum bisa melupakan Malfoy?" tanya Harry ragu. Membawa Malfoy ke dalam pembicaraan dengan Hermione beresiko memperparah luka yang sudah dalam. Tapi ia merasa perlu mengembalikan Hermionenya yang dulu.

"Kau berharap aku melupakannya? Bagaimana mungkin aku melupakannya? Aku membunuhnya, Harry. Dia mati karena aku!" jawab Hermione pedih. Ia kembali memalingkan wajahnya dari Harry, menolak Harry melihat matanya, membaca pikirannya dan mengorek isi hatinya.

"Kau tidak membunuhnya, Hermione. Kau tidak bisa terus menyalahkan dirimu atas kesalahan yang tidak pernah kau lakukan," ucap Harry tegas.

"Dia dibunuh karena berkhianat, Harry. Dia berkhianat karena aku! Kalau saja aku tidak bersamanya, dia tidak akan mati!" sentak Hermione. Ia merasa hatinya kembali tercabik karena ingatan itu.

"Kau melakukan hal yang benar kau tahu? Kau mengembalikannya ke sisi terang. Kau membuatnya menjadi orang baik. Dia mati sebagai orang baik, tidakkah itu membuatmu lebih baik?" ucap Harry berusaha menyadarkan Hermione. Hermione menggelengkan kepalanya keras.

"Kau mau aku menganggap kematiannya sebagai hal yang baik?" tanya Hermione gemetar, menahan air mata yang memaksa keluar. Harry menatap Hermione frustasi.

"Kau tahu bukan itu maksudku, Hermione," jawab Harry.

"Aku hanya tidak ingin kau terus hidup seperti ini," lanjutnya pelan.

"Seperti apa? Apa menurutmu aku pantas hidup bahagia sementara dia mati terbunuh karena aku?" tanya Hermione menuntut.

"Aku harus bilang berapa kali itu bukan salahmu?" tanya Harry hampir gila.

"Kau tidak mengerti, Harry! Aku-"

"Aku mengerti, Hermione. Aku sangat mengerti!" potong Harry marah.

"Aku kehilangan orang tuaku karena mereka mencoba melindungiku!" lanjutnya. Hermione menangis.

"Aku minta maaf," lirih Hermione di sela tangisnya. Harry menghela napas lelah. Ia berjalan mendekati Hermione, membawanya ke dalam pelukannya.

"Malfoy tidak akan senang melihat kau terus menangisinya seperti ini, Hermione," ucap Harry seraya mengusap kepala Hermione pelan.

"Kau harus melanjutkan hidupmu dengan baik," lanjutnya. Hermione mengangguk.

"Aku akan melanjutkan hidupku dengan baik," jawab Hermione. Harry tersenyum lega.

***

"Hermione! Demi Merlin! Aku sangat merindukanmu!" seru Molly senang. Hermione berjalan menghampiri Molly.

"Percayalah Molly, aku juga," jawab Hermione seraya tersenyum.

"Aunty Minny!" Seorang anak kecil berlari menghampiri Hermione dari belakang Molly. Hermione menghampiri anak itu, memeluknya.

"James! Kau di sini?" tanya Hermione senang. James mengangguk lucu.

"Dad bilang kau akan ke sini, jadi aku ikut!" jawabnya.

"Oh aku benar-benar merindukanmu!" seru Hermione seraya mengecup pipi anak baptisnya itu. James tertawa geli.

"I miss you too, Aunty!" balas James. Hermione tertawa. Ia lalu menggendong James masuk ke dalam.

[Aku juga merindukanmu, Aunty!]

"Minister Granger! Apakah kau akhirnya terbebas dari jadwal super sibukmu?" sapa Ron meledek. Hermione memutar bola matanya malas.

"Kau sama menyebalkannya dengan Harry, Ron," jawab Hermione. Ron tertawa.

"Tapi serius, Hermione. Merlin! Kau selalu sibuk! Tidakkah kau bosan dan ingin melarikan diri dari pekerjaan mengerikan itu?" tanya Ron serius. Hermione tertawa.

"Tidak, aku cukup menikmatinya," jawab Hermione.

"Kau seharusnya meluangkan waktu untuk mencari pasangan dan membuat beberapa bayi kalau kau sangat menyukai James," ucap Ron saat melihat Hermione menggendong James, tampak seperti tidak akan melepaskannya.

"Bagaimana dengan kau dan Lavender? Kenapa kalian tidak segera menikah dan membuat bayi?" tanya Hermione balik.

"Kau benar-benar pintar menjawab, Hermione. James, bagaimana menurutmu? Apakah kau juga merasa Auntymu perlu mencari seseorang dan membuat bayi dengannya?" tanya Ron mencari bantuan.

"Tidak apa-apa, Uncle. Aunty Hermione bisa menjadikan aku bayinya kalau ia mau," ucap James serius. Hermione kembali tertawa dibuatnya. Ron menatap James tidak percaya dan Harry yang baru datang mendelik.

"James, kau milikku, oke?" ucap Harry serius.

"Tidak apa-apa, Dad. Kau masih memiliki Albus," jawab James seraya menatap Harry. Harry menatap James horor.

"Ginny, kau dengar itu? Hermione ingin mengambil James!" seru Harry dramatis. Hermione baru akan menyerukan protesnya saat Ginny menjawab.

"Tidak apa-apa, Harry. Hermione, aku bisa menyumbangkan James untukmu kalau kau mau," seru Ginny dari dapur. Hermione tertawa melihat raut kesal Harry. Batinnya berbisik pelan, seandainya Draconya juga tertawa bersamanya di sini.

***

Hermione kembali pada rutinitasnya sejak lima tahun yang lalu. Tangannya terulur mengusap nisan di depannya. Ia terus berbicara, bercerita tentang apapun seperti yang selalu dilakukannya. Seolah-olah kekasihnya yang tertanam di bawah sana bisa mendengarnya. Seakan kalau ia terus berbicara, suara yang dirindukannya akan menjawabnya seperti yang selalu terjadi bertahun lalu. Hermione menahan air matanya yang hendak menetes, berusaha menepati janjinya pada Harry untuk hidup lebih baik. Tapi kenapa rasanya sulit? Sangat sulit sampai rasanya ia ingin mati. Menyusul Draco yang dengan kejammya meninggalkannya membusuk di sini. Hidup lebih baik apanya? Melanjutkan hidup apanya? Kalau hatinya saja menolak lupa. Menolak pergi semua yang dirasakannya bertahun-tahun lalu. Mengunci semua ingatan menyakitkan itu kuat-kuat. Menghancurkan terus dirinya sendiri dari dalam. Hermione merasakan air mata kembali membanjiri wajahnya. Sejalan dengan memori-memori indah yang kembali berputar di otaknya. Seperti sebuah proyektor memutar film lama. Sialan. Kenapa bukan Draconya saja yang kembali? Kenapa hanya memorinya yang tak mau pergi?

"Kau tahu, Draco? Kadang aku merasa aku sangat-sangat membencimu," lirih Hermione di sela tangisnya.

"Aku membencimu karena meninggalkanku."

"Aku membencimu karena kau mengingkari janjimu."

"Aku membencimu karena kau membawa pergi hatiku mati bersamamu."

"Aku membencimu karena kepergianmu menghapus semua bahagiaku."

"Aku membencimu karena kau membuatku membenci diriku sendiri."

"Aku membenci diriku yang masih sangat mencintaimu. Apa kau dengar? Apa kau senang karena aku tidak bisa melupakanmu?" Hermione terisak pelan.

"Kenapa kau tidak membawaku mati bersamamu saja? Kau pikir menyenangkan hidup sendiri di sini? Kau pikir mudah hidup dalam bayang-bayangmu?"

"Aku tidak pernah tahu mencintai seseorang akan semenyakitkan ini. Tapi kenapa aku yakin aku akan kembali memilih jalan yang sama kalau waktu kembali diulang? Kenapa aku tahu aku akan tetap memilih mencintaimu? Memilih tetap bersamamu?"

"Aku benar-benar membencimu, love."

"Tidak bisakah kau kembali padaku?" Hermione merasakan suaranya semakin bergetar. Ia tahu ia tidak seharusnya seperti ini. Ia tahu ia tidak seharusnya melakukan ini lagi. Tapi ia tidak bisa. Maka dengan gemetar, ia menyentuh kembali kalung di lehernya, membuka liontinnya dan mengetuknya pelan.

"Accio Love," ucapnya parau. Hermione mengusap air matanya, merapikan dirinya. Dalam hati, ia berjanji ini akan menjadi kali terakhirnya. Tapi ingatkah dia sudah berapa kali janji seperti ini dia buat? Hermione baru akan berdiri dan pergi saat ia merasakan sepasang tangan menutup matanya.

"Harry? Kaukah itu?" tanya Hermione pelan. Ia merasa bersalah karena melanggar janjinya.

"Aku minta maaf. Aku janji ini yang terakhir. Aku akan berusaha hidup dengan benar dan melupakan Draco," ucapnya cepat.

"Aku akan menemui siapapun yang selama ini Ginny siapkan dan menikah dengannya. Aku akan membuat bayi lucu seperti James. Aku janji. Tolong jangan marah," lanjut Hermione, sedikit takut karena Harry hanya diam.

"Harry?" panggil Hermione ragu. Ia mulai takut. Tangannya terulur, mengenggam tongkat di balik jubahnya.

"Siapa kau?!" sentak Hermione saat menyadari orang itu tidak terasa seperti Harry.

"Ouch. Has it been that long?" jawab orang itu. Hermione merasakan tubuhnya menegang.

[Ouch. Apakah sudah selama itu?]

"Draco?" bisiknya ragu. Ia tidak berani menoleh ke belakang, tidak siap menghancurkan hatinya dengan kepingan harapan lain.

"Kau benar-benar akan melupakanku dan membuat bayi dengan pria lain, love?" tanya Draco tidak suka. Suaranya terdengar kesal. Hermione merasakan tangisnya kembali pecah. Ia memberanikan diri untuk menoleh ke belakang, menangis semakin histeris saat melihat orang yang selama ini dirindukannya kembali berdiri di hadapannya. Rasanya terlalu.. tidak nyata. Draco memeluk Hermione erat, merasakan hatinya teriris melihat gadis kesayangannya begitu hancur.

"Maaf," bisik Draco pelan.

"Maafkan aku, love," lanjutnya seraya berusaha menenangkan Hermione.

"Aku membencimu," bisik Hermione pelan.

"Aku tahu. Aku juga membenciku karena sudah menyakitimu," jawab Draco.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Hermione seraya terisak.

"Untuk apa kau ke sini? Untuk apa kau menemuiku?" lanjutnya marah.

"Aku berjanji padamu akan datang saat kau panggil," jawab Draco pelan. Tangannya mengusap kepala Hermione sayang.

"Lima tahun, Draco," gumam Hermione lelah. Air matanya tidak mau berhenti mengalir, mengeluarkan semua sesak yang tersimpan bertahun lamanya.

"Lima tahun aku memanggilmu dan kau tidak pernah datang. Jadi untuk apa kau datang sekarang?" lanjutnya seraya masih terisak. Draco mengeratkan pelukannya.

"Maaf, love. Aku benar-benar minta maaf," jawab Draco. Ia benar-benar sedih membayangkan Hermionenya hancur selama ini. Ia membenci dirinya karena ia mengacaukan hidup gadisnya. Ia membenci dirinya karena ia merampas habis senyum favoritnya.

"Kau tahu aku tidak butuh maafmu, Draco," sentak Hermione seraya melepas pelukannya. Pelukan yang selama ini dirindukannya, kini dikembalikan padanya. Ia senang. Ia tahu ia senang. Tapi ia juga marah. Rasanya seperti dipermainkan. Kesedihannya seperti tidak berarti. Hancurnya seperti sudah direncanakan.

"Aku akan menjelaskannya, oke? Aku akan menjelaskan semuanya, aku janji. Tapi tolong tenangkan dirimu dulu," ucap Draco seraya menatap Hermione. Hanya ia yang tahu betapa ia merindukan mata hazel itu. Hanya ia yang tahu kalau sampai saat ini, hanya mata itu yang berhasil menenggelamkannya.

***

Draco berlari menghampiri kedua orang tuanya, lega akhirnya menemukan mereka.

"Draco, kau harus segera pergi dari sini," ucap Narcissa kalut.

"Dark Lord tahu kau berkhianat," ucap Lucius menjelaskan. Draco mengangguk mengerti. Ia baru akan mengajak kedua orang tuanya pergi saat Voldemort mendadak muncul di depannya.

"Draco," panggil Voldemort pelan. Draco merasa jantungnya berhenti. Ia berjalan mundur.

"Kau tahu aku benar-benar benci dikhianati," ucap Voldemort. Suaranya terdengar sangat berbahaya.

"My Lord, dia hanya tersesat. Aku yakin dia akan kembali padamu," ucap Lucius berusaha membela anaknya. Voldemort menoleh, menatap Lucius.

"Aku tidak butuh pendapatmu," ucapnya. Lucius terdiam. Voldemort berjalan mendekati Draco. Sementara Draco merasa posisinya tersudut. Kalau ia mundur sedikit lagi, ia akan langsung jatuh. Dan mati jatuh dari menara astronomi benar-benar bukan pilihan yang menguntungkan.

"Avada kedavra!" seru Voldemort seraya mengarahkan tongkatnya pada Draco. Narcissa menjerit kencang saat kilatan hijau itu menyambar. Sementara Voldemort terkekeh pelan sebelum pergi.

"Arresto momentum!" seru Narcissa sebelum tubuh Draco benar-benar jatuh. Ia kemudian berlari ke bawah, menghampiri tubuh anaknya yang sudah terbaring di tanah. Sementara Lucius mengikutinya dari belakang.

"Draco?" panggil Narcissa pelan. Ia menepuk pelan pipi pucat anak kesayangannya, berharap mata kelabu itu masih dapat menatapnya balik. Tapi tidak. Draco tidak membuka matanya.

"Aku tidak apa-apa, Mother," lirih Draco pelan. Narcissa tersentak pelan. Air matanya semakin deras. Draco hidup? Anaknya masih hidup? Benarkah? Bagaimana bisa?

"Draco, Son? Kau bisa mendengarku?" panggil Narcissa sekali lagi, memastikan kalau-kalau ia hanya sekadar berhalusinasi.

"Ya, Mother," lirih Draco. Suaranya terdengar makin pelan. Narcissa terisak penuh syukur. Anaknya hidup! Merlin, terima kasih! Perasaan lega benar-benar membanjiri dirinya. Dengan cepat ia memanggil Lucius, memintanya mendekat untuk menggendong Draco dan ber-apparate ke Manor.

***

"Kau selamat dari kutukan kematian? Bagaimana bisa?" tanya Hermione bingung. Ia akhirnya berhasil ditenangkan oleh Draco, walaupun jejak air mata masih menghiasi wajahnya. Draco menggeleng pelan.

"Tentu saja tidak. Tidak ada yang bisa selamat dari kutukan kematian, kau tahu itu," jawab Draco. Ia menghela napas pelan.

"Aku menjatuhkan diri sebelum kutukan itu mengenaiku," lanjutnya. Hermione memekik histeris.

"Kau gila! Kau pikir kau tidak akan mati kalau jatuh?! Bagaimana kalau kau sendirian saat itu?!" sentak Hermione marah. Draco mengelus rambut Hermione pelan.

"Tapi aku hidup kan?" ledeknya seraya tersenyum menggoda. Hermione menatapnya tajam.

"Aku benar-benar tidak mengerti pola pikirmu, Malfoy," desis Hermione kesal. Senyum Draco lenyap begitu Hermione memanggilnya dengan nama keluarganya. Ia melangkah pergi, hendak meninggalkan Hermione. Hermione terbelalak kaget.

"Kenapa jadi kau yang marah?!" sentaknya panik. Draco tetap berjalan menjauh.

"Kau tahu aku tak suka kau memanggilku begitu," desis Draco tajam. Hermione mendengus kesal.

"Lalu kau pikir aku suka mendengarmu melakukan percobaan bunuh diri?" tanya Hermione sarkastik. Draco menghela napas. Ia kemudian berbalik dan kembali menghampiri Hermione.

"Aku sudah minta maaf, love. Lagipula itu jelas bukan percobaan bunuh diri. Aku mencoba menyelamatkan nyawaku," jelas Draco pelan, setengah frustasi.

"Aku minta maaf karena baru menemuimu sekarang. Aku harus menunggu sampai semua pelahap maut ditangkap," lanjutnya kembali meminta maaf. Hermione menarik tangan Draco, membuatnya jatuh terduduk sebelum meletakkan kepala Draco di pangkuannya.

"Maaf. Aku tidak bermaksud marah padamu. Aku merindukanmu. Sangat," bisik Hermione pelan. Tangannya terulur membelai surai platina itu lembut. Draco tersenyum seraya menatap Hermione.

"Aku mengerti, Minister Granger," jawab Draco seraya mengerling jahil.


-Fin-

___________________________________________

[A/N] Hai! Selesai di sini twoshotsnya hehe. Ini wordsnya lebih banyak dari biasa, semoga kalian ga bosen bacanya! Jujur tadinya mau dibikin oneshot aja tapi gak rela Draco mati🥲. Anyway thankyou for all your votes and comments in every chapter<3

Continue Reading

You'll Also Like

197K 24.5K 43
Sentuhan cinta, kasih sayang, dan kehangatan yang hanya untuknya. Dimohon untuk membaca season pertama dulu ya luv agar tidak bingung saat membaca s...
134K 13.4K 25
Xiao Zhan, seorang single parent yang baru saja kehilangan putra tercinta karena penyakit bawaan dari sang istri, bertemu dengan anak kecil yang dise...
128K 13.3K 24
Lima tahun lalu, Wonwoo memutuskan sebuah keputusan paling penting sepanjang hidupnya. Dia ingin punya anak tanpa menikah. Lima tahun kemudian, Wonw...
725K 67.8K 42
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...