𝐒𝐓𝐔𝐂𝐊 𝐖𝐈𝐓𝐇 𝐘𝐎𝐔, �...

By ssatify

76K 10.9K 2.5K

[ completed ] ❛ i don't know why i'm still stuck with you, ed. ❜ - edmund pevensie x fem!reader - fanfiction ... More

New Book
Character
PROLOG
01 | new school
02 | not too bad
03 | prank
04 | jaeden changes
05 | detention
06 | he had no choice
07 | gossip
08 | sunday
09 | aidan sick
11 | jack's crush
12 | P.E
13 | sick
14 | telmarine
15 | prince caspian
16 | aslan
17 | confess
18 | back to school
19 | race
20 | rain
21 | revealed
22 | museum
23 | secret
24 | madison
25 | secret admirer
26 | last time
27 | home
28 | meet again
29 | dawn treader
30 | lone islands
31 | coriakin's island
32 | bad dreams
33 | ramandu island
34 | sorrow
35 | dark island
36 | the last day in cambridge
37 | rooftop, night
38 | looking for his promises
EPILOG

10 | the game

1.7K 315 151
By ssatify

Hari ini libur. Guru-guru sekolah kami rapat. Aku terbangun pada jam delapan pagi. Aku segera pergi ke ruang makan.

Louis sedang minum teh dengan Paman Alan. Millie sedang mengoleskan selai ke rotinya. Bibi Michelle sedang membuat minuman. Sementara aku sedang membuang sampah keluar.

BRUK!

Kulempar plastik sampah itu ke tempat sampah. Seseorang lewat.

"Hai, [Name]," sapa orang itu. Aku yang sudah berbalik, menoleh.

Seorang laki-laki yang sepertinya seumuran dengan Paman Alan, menyapaku. Ia berambut keriting dan memakai topi. Berlusin-lusin susu tersusun di keretanya. Dia mengendarai kereta kuda.

"Hai, Paman Oliver," balasku. Aku mengingat namanya. Paman Alan pernah menceritakan tentang Paman Oliver yang tinggal tak jauh dari rumah paman.

"Dimana Alan?" tanya Paman Oliver, tersenyum.

"Sedang minum teh dengan Louis," jawabku.

"Ooh. Kirim salam ya," kata Paman Oliver. "Oh, iya, [Name], kenal Wyatt kan?"

"Wyatt?" aku berpikir sebentar. "Oh, iya, aku kenal. Wyatt Oleff?"

Paman Oliver mengangguk dan menoleh ke samping. Muncullah Wyatt yang menoleh ke arahku. Dia memegang sebuah buku.

"Hai," sapanya.

"Hai," balasku. "Kau Wyatt kan?"

"Ya," jawab Wyatt. "Senang bertemu denganmu."

"Senang bertemu denganmu juga," balasku.

"Baik. Paman mau mengantar susu-susu ini. Sampai jumpa, [Name]. Kirim salam sama Paman Alan, ya," kata Paman Oliver.

Aku mengangguk. "Baik, Paman. Sampai jumpa."

Kereta Paman Oliver berjalan pergi. Aku masuk ke dalam rumah.

"Paman, tadi Paman Oliver lewat dan mengirim salam untuk paman," kataku pada Paman Alan.

"Wah, Oliver," gumam Paman Alan. "Terima kasih, [Name]."

Aku mengangguk. Aku berjalan ke ruang makan dan duduk di meja makan. Ku oleskan selai cokelat ke rotiku.

"Dimana Aidan?" tanyaku pada Millie.

"Di kamar. Sakitnya semakin parah," jawab Millie.

Aku masuk ke dalam kamar Aidan setelah sarapan. Aku membawa nampan sarapannya. Dia sedang bergumam-gumam sendiri. Tubuhnya berselimut hangat. Hidungnya merah.

"Hai," sapaku. Dia menoleh.

"Hai," balasnya. "Ada apa?"

"Tidak apa-apa. Hanya mengecekmu saja," jawabku. "Oh, ya, ngomong-ngomong, Heather dan Sadie akan kesini nanti. Menjenguk mu."

Aidan mengangguk.

"Ini, sarapanmu," kataku sambil meletakkan sarapan Aidan di meja sebelah kasurnya.

"Thanks," ucapnya sambil duduk dengan perlahan. Aku mengangguk dan pergi keluar.

---

Siang harinya.

Aku sedang berbaring sambil membaca buku di tempat tidur. Millie sedang bermain catur dengan Louis di ruang keluarga.

TOK! TOK!

Kudengar ada yang mengetuk jendela kamar. Aku mendongak dan kulihat, Sadie dan Heather sedang mengetuk kaca jendela. Aku terlonjak kaget.

"Di depan!" kataku pada mereka. Mereka melihatku dengan wajah yang berseri-seri, lalu mengangguk. Aku segera berlari ke pintu depan.

Kubuka pintu rumah dan mereka masuk ke dalam.

Mereka menemui Bibi Michelle terlebih dahulu. Lalu mereka sedikit mengobrol dengan Millie dan Louis yang sudah berdebat karena ingin ganti permainan.

"Hei, mana Aidan?" tanya Heather saat kami sudah meninggalkan Millie dan Louis.

"Di kamarnya. Sakitnya semakin parah," jawabku. "Mau lihat?"

Mereka mengangguk. Kami pergi ke kamar Aidan.

Aku mengetuk pintunya, lalu masuk ke dalam, diikuti oleh Sadie dan Heather.

"Aidan," panggilku. "Ini, Sadie dan Heather mau menjengukmu."

Aidan menoleh dan melihat kami. Dia sedikit tersenyum.

"Aidan!" seru Heather. Mereka langsung menghampiri Aidan.

Mereka mengobrol. Lumayan lama.

---

Akhirnya kami sampai di kamarku.

Aku belum bilang kalau Paman dan Bibi telah membuat kamar lagi. Untukku dan Louis. Jadi sekarang, kami mempunyai kamar masing-masing.

"Wow, empuknya," kata Sadie yang merebahkan dirinya di kasurku.

"Hei, bagaimana kalau kita bermain Truth or Dare?" usul Heather. Aku dan Sadie langsung menoleh.

"Bagaimana kalau..." Sadie berpikir sebentar. "Bagaimana kalau Who Has a Crush On You?"

"Game apa itu?" tanyaku bingung.

"Game mencari siapa yang menyukai kita," jawab Sadie.

"Jadi, kita harus mencari orangnya? Keluar?" tanya Heather yang sama bingungnya denganku.

Sadie menggeleng. "No, permainannya mudah kok. Dan ingat, ini cuman game. Apapun nama yang keluar, itu hanya bohongan."

"Nama yang keluar?" tanyaku.

"Ada botol tidak?" tanya Sadie. Aku mengambil sebuah botol kosong di meja belajar dan memberikan botol itu pada Sadie. Sadie meminta sebuah kertas besar dan kuberikan juga.

Sadie menulis beberapa nama di kertas itu. Nama-namanya adalah:

Noah.

Finn.

Jack.

Jaeden.

Wyatt.

Aidan.

Caleb.

Gaten.

"Cukup?" tanya Sadie.

"Tambah dua orang lagi biar jadi sepuluh," kataku.

"William saja," usul Heather. Sadie mengangguk dan menuliskan nama William.

William, anak kelas Heather. William Franklyn Miller.

"Satu orang lagi?" tanya Sadie.

"Edmund," jawabku cepat. Sadie menulis nama Edmund.

Sadie juga menulis kata "Unknown" atau tak diketahui.

"Nah, sekarang, kita hompimpa. Siapa yang beda sendiri, dia dapat giliran pertama," kata Sadie. Aku dan Heather mengangguk.

Kami melakukan hompimpa.

Sampai akhirnya, Sadie yang pertama, Heather yang kedua, dan aku yang terakhir.

"Aku duluan kan?" tanya Sadie. Aku dan Heather mengangguk.

Sadie memutar botol yang diletakkan di atas kertas.

Botol itu terus berputar dan akhirnya sampai ke nama...

Unknown.

"Tak diketahui?" tanya Sadie.

"Hei, bisa jadi itu Caleb!" kata Heather. Sadie mengernyit heran.

"Sekarang, giliranmu," kata Sadie pada Heather.

Heather memutar botol itu. Botol.itu berputar sampai akhirnya berhenti dan mengarah ke nama...

Wyatt.

"Wyatt?!" pekik Heather kaget. Dia ternganga.

Sadie tersenyum-senyum dan menyenggol lengan Heather. "Kau senang kan?"

"Senang?" tanyaku bingung yang kebanyakan diam dari tadi.

"Iya, Heather suka pada Wyatt," jawab Sadie. "Dia tak berhenti menceritakan Wyatt padaku."

"Bagaimana tidak? Dia tipeku," kata Heather dengan wajah merah.

"Tadi pagi aku bertemu Wyatt," kataku.

"Wah, kok bisa?" tanya Heather.

"Pamannya, Oliver, berteman dengan pamanku," jawabku. "Tadi pamannya lewat saat aku sedang membuang sampah keluar. Ternyata Wyatt ikut."

Heather tersenyum-senyum.

"Sekarang, kau, [Name]," kata Sadie. "Putar botolnya."

Aku menarik napas dan memutar botol itu. Botol itu berputar lumayan lama, sampai akhirnya berhenti di nama...

Noah.

Aku terdiam. Sadie dan Heather melihat ku dengan bingung dan melihat nama yang muncul.

"Noah?" tanya Sadie.

"Benarkah Noah suka padamu?" tanya Heather.

"I don't know," jawabku bingung. "Ini hanya game, kan?"

"Tapi, bisa jadi," kata Sadie. Aku mendelik.

"Tatapannya padamu kemarin tak bisa dijelaskan," ujar Sadie. "Beda dari biasanya."

"Beda dari biasanya?" tanyaku yang sangat bingung.

"Iya, beda dari biasanya. Dia seperti... tulus gitu," kata Sadie. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku.

"Mana mungkin," kataku.

Aku harap yang keluar adalah nama Edmund.

---

Keesokan harinya.

Aidan sudah lumayan sembuh. Tadi malam dia sudah tak pusing lagi. Panasnya mereda.

Aku berjalan dengan Louis dan Millie menuju sekolah. Topiku terpasang di kepalaku. Rambutku ku kucir seperti biasanya.

Sekolah sudah lumayan rame. Aku pergi ke kelasku.

Sadie sudah hadir. Dia sedang mengobrol dengan Sophia.

Aku duduk di kursiku. Pintu terbuka dan sesosok anak laki-laki tinggi masuk ke dalam kelas. Edmund.

"Pagi, Ed," sapaku.

"Pagi, [Name]," balasnya. Dia duduk di kursinya yang berada di belakangku. Kami mengobrol sampai akhirnya bel berdering.

---

Aku mengikat tali sepatuku. Ini sudah jam pulang. Hari ini biasa saja. Seperti biasa.

Kelas sudah sepi. Tinggal aku sendiri. Aku memakai tasku dan berjalan keluar.

Hujan mulai turun. Aku berjalan pelan di koridor yang sudah mulai sepi. Aku mencari-cari Louis ataupun Millie.

Koridor sepi sekali. Hanya aku sendiri yang ada di koridor. Begitupun di tangga.

Aku terlambat pulang karena harus mengerjakan tugas tadi. Aku pergi ke toilet saat pelajaran tadi dan saat kembali, anak-anak sudah menyiapkan tas.

Itu semua juga karena gurunya lama datang.

Aku tak punya payung untuk pergi ke gerbang dan ke stasiun. Aku bingung akan pergi dengan apa.

Bagaimana kalau bajuku basah kuyup? Sampai rumah, aku harus mengepel lantai karena basah.

Saking bingungnya, aku sampai tak menyadari aku telah berada di bawah sebuah payung. Seorang anak laki-laki tinggi memegang payung ini.

Aku baru sadar tak lama kemudian. Aku mendongak dan ternyata, Edmund yang memegang payung.

"Kau tak pulang?" tanya Edmund.

"Pulang. Tapi aku tak punya payung," jawabku. "Untung kau belum pulang."

"Memang belum," kata Edmund. "Ayo, ke stasiun."

Aku mengangguk dan berjalan ke stasiun dengan Edmund.

Di bawah payung dengan Edmund rasanya beda. Aku pendek dan dia tinggi. Tentu payung nya semakin tinggi.

Jalanan basah. Mobil-mobil berlalu lalang. Akhirnya kami sampai di stasiun bawah tanah.

"Thanks, Ed," ucapku.

"Ya, sama-sama," jawab Edmund, lalu dia bergabung dengan teman-temannya yang lain.

Aku berjalan dan...

BUK!

"OUCH!" pekik seseorang dengan suara yang sangat keras. Aku terkejut karena telah menabrak seseorang. Orang itu memegang tangannya.

Madison.

"Maaf, aku tak sengaja!" kataku. Madison meringis kesakitan.

"[Name], kau seharusnya melihat kalau jalan!" kata Ruby galak.

"Aku tak tahu," kataku jujur.

"Madison, kau tak apa-apa?" tanya Kaycee. Madison menangis. Dan aku tahu, tangannya tak begitu sakit. Kan sudah beberapa hari.

Anak-anak mendengar tangisan Madison dan langsung melihat ke tempat kami. Beberapa anak.perempuan langsung mengerubungi Madison. Aku berjalan pergi menghindari kerumunan.

Menyebalkan.

·
·
·

hai, maaf bgt GW GA ADA IDE😭😭

makanya ini nulisnya sesuai ide yg ada aja😭

hiks maaf 😢

jgn lupa vote+comment. maaf kalo ada typo atau kesalahan lainnya.

gw mau nyari ide lagi, jadi mungkin bakal slow update. gw juga mau nulis cerita yg lain😭

btw nanti malam tahun baru. thank you yg udah baca cerita ini selama tahun 2020. makasi buat yg udah baca dari buku pertama sampai sekarang🥺

gw cuman gabut doang bikin cerita ini, karena gw suka sama Edmund heheheh

byeee

Continue Reading

You'll Also Like

124K 13.5K 25
Lelaki itu memang aneh, lelaki itu memang menyebalkan, aku selalu bertanya tanya apa yg salah dengan diriku sampai kau begitu membenciku?[End] Deskri...
5.2K 598 15
The secret of house gaunt :: Tidak ada yang pernah tau tentang itu mereka semua menyembunyikanya pohon keluarga yang lama lama habis tapi tidak deng...
480K 57.8K 24
JANGAN TERJEMAHKAN/REPUBLISH CERITA INI DI PLATFORM MANAPUN. __________________________________ [C O M P L E T E D] 13+ •Tahun Keempat: Harry Potter...
85.6K 8.9K 25
status: completed! start: 31 Oktober 2020 end: 16 Januari 2021 © yalcxei