saat hendak menerobos hujan tadi pemuda berasma jevon itu datang lagi, menarik sang jemari untuk tak menyelami diri dalam kubangan hujan.
katanya kutemani menunggu tapi ia tak tahu jehara ingin jatuh bersama hujan juga, menari di bawahanya lalu esok hari dilanda demam agar tak perlu menyapa dusta mereka.
gadis itu hanya mengangguk. kembali duduk di bawah atap halte, berdua. matanya berlarian ke segala sudut seperti sedang mencari sesuatu yang hilang. ternyata perihal bincang. mungkin hanya ia yang merasa canggung karena sebenarnya pemuda itu terlihat biasa saja.
saat suara gemuruh diselingi petir membombardir pendengaran dan perasaan hingga pemudi itu memekik menutup telinga, pemuda itu mengangkat kamera lensanya bergerak ke arah si nona lantas menekan tombol menimbulkan suara cekrek dari bingkaian gambar yang ia ambil.
"kau memotretku?" jehara menoleh kaget melepas genggamannya dari telinga.
"tidak."
jehara menatapnya curiga, jelas-jelas kamera itu mengarah padanya. objek indah apa yang sedang bersamanya selain dirinya.
namun, rasa percaya diri jehara sirna saat jemari gagah jevon menunjuk lengkungan indah di bawah nabastala. kolerasi indah sehabis hujan memang hanya milik pelangi.
jehara berdehem menghilangkan puing puing malu yang mulai naik ke permukaan seperti air bekas hujan yang menggenang memenuhi permukaan tanah.
si nona berpaling merona. sedang si taruna terbahak durjanya.
jevon kembali melirik pigura dibalik kamera yang menggantung di dadanya,
sesosok cantik yang ia gemari sejak kemarin hari memenuhi sudut pigur.