Still Unfair

By keyralvia_

253K 23.5K 2.4K

[Part Lengkap] [demi kenyamanan di harapkan untuk Follow sebelum membaca] [Axender series] [Unfair Book II] ... More

kata sambutan
Prolog
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35 [Menuju Ending]
36 [Ini Endingnya?]
Exrta part|My Family My Team
Ekstra Part 2| Ini Tentang Libra
jadi ini ceritanya

25

4.4K 512 48
By keyralvia_

Maaf jika typo


===

Nathan termenung memikirkan ucapan Kirana beberapa waktu yang lalu. Kepalanya bertumpu pada tangan kanan sedangkan pandangan nya memandang lurus ke arah jendela besar yang berada di rumahnya.

Perkataan Kirana tempo hari lalu kian terngiang-ngiang di telinganya.

"Maaf kalau saya lancang pak, tapi jika bapak terus-menerus merasa bersalah dan terlalu memikirkan kesalahan bapak di masa lalu. Maka yang akan bapak dapatkan adalah kehilangan untuk yang kedua kalinya"

Untaian kata yang keluar dari bibir Kirana mengingatkan nya pada kesalahan masa lalu yang bahkan dirinya pun tidak bisa melupakannya, dirinya masih terpuruk dalam penyesalan yang teramat dalam. Mulai dari kepergian Kanaya, hubungan nya memburuk dengan keluarga, Libra yang seakan menjadi manusia yang berbeda, dan putri kecilnya yang entah bagaimana kabarnya.

Dunia seakan menghukumnya dengan memberikan cobaan yang teramat berat untuknya.

Andai tuhan memberikannya kesempatan kedua. Ia janji akan menjaga Kanaya dan mencintai nya dengan sepenuh hati. Nathan sangat ingin mengatakan bahwa ia mencintai Kanaya, Nathan ingin mengucapkan nya dengan sungguh-sungguh. Namun sayang, Nathan terlambat. Ia terlambat menyadari perasaannya sehingga kini hanya ada penyesalan yang menghantuinya.

Tok..

Tok..

"Pak Nathan?"

Lamunan Nathan Buyar kala ketukan pintu menyadarkan nya.

Nathan memperbaiki posisi nya lantai ia kembali menegakan kepalanya. "Masuk!" Ucapnya.

Pintu kamarnya terbuka, menampilkan sosok Kirana dengan pakaian kasual namun tetap terlihat sopan. Nathan sengaja tidak berangkat ke kantor hari ini, ia sedang tidak mood untuk berurusan dengan berkas-berkas sialan itu.

"Pak ini makan siangnya" ucap Kirana sambil menaruh nampan berisi makan siang milik Nathan di atas meja.

"Saya pamit dulu pak" ucap nya dan berbalik untuk keluar dari kamar Nathan.

"Kirana!" Panggil Nathan.

Kirana kembali menoleh ke arah Nathan dengan ekspresi tanya mendominasi wajahnya. "Kenapa pak? Ada lagi yang bisa saya bantu?" Tanya Kirana.

"Soal janji kamu"

Kirana mengerenyitkan keningnya, masih belum mengerti arah pembicaraan bosnya itu. "Janji? Janji saya yang mana pak?" Tanya Kirana.

Nathan berdecak. "Janji untuk menjadi orang yang selalu ada untuk saya, menjadi penyemangat saya dan—"

"Ahh soal itu! Tapi seingat saya, saya gak pernah ngucapin janji" jawab Kirana memotong ucapan Nathan.

Nathan memutar bola matanya malas. "Terserah, tapi saya serius soal ucapan saya sebelumnya" Jawab Nathan. "Saya mau memperbaiki kesalahan saya, saya tidak ingin kehilangan untuk yang kedua kalinya. Tapi—Saya tidak sanggup jika harus berhadapan langsung dengan Thalassa. Tatapan matanya mengingatkan saya pada kesalahan saya yang lalu" jelas nya.

Kirana menunduk, tanpa di sadari air matanya menetes. Andai Nathan tau kalau istrinya meninggal karna mendonorkan jantung untuknya. Apa Nathan masih mau berdekatan dengannya? Ia adalah penyebab utama Kanaya kehilangan nyawanya.

"Saya juga hidup dalam perasaan bersalah pak, setiap kali saya menatap mata bapak, yang ada hanya sebuah penyesalan dan rasa bersalah yang teramat dalam. Saya merasa bersalah karna membuat pak Nathan kehilangan istri bapak" Batin Kirana.

"Kirana? Kamu—"

"Saya akan bantu pak Nathan, saya berjanji akan membuat pak Nathan bahagia dan hidup normal seperti manusia pada umumnya, saya janji pak!" Ucap Kirana dengan tegas.

Nathan menatap Kirana tak percaya. Namun bibirnya tertarik ke atas menampilkan sebuah senyuman kecil yang tulus.

"Saya pegang janji kamu" jawab Nathan.

"Jadi, apa yang kamu lakukan untuk membantu saya?" Tanya Nathan.

•°•°•°•°•

"Rapat Evaluasi Pensi kali ini membahas tentang kinerja kalian"

Arkan duduk di kursi kebesarannya sambil melihat beberapa saran dan kritik dari murid yang kemarin mengikuti pensi dan menonton pensi.

"Pertama-tama Congrats buat Apres, Pentas Seni tahun ini berjalan lancar"

Tepuk tangan  terdengar riuh setelah Arkan menyelesaikan perkataannya.

"Evaluasi untuk Pensi gak terlalu banyak, hanya ada sedikit Evaluasi untuk bagian keamanan. Gue liat masih ada beberapa murid yang bawa  petasan, kenapa kalian bisa lengah? Untung anggota lain sigap buat ngamanin. Coba kalo enggak?!" Suara Arkan kian meninggi membuat atmosfer ruang OSIS terasa lebih dingin.

"Gue denger dari anggota lain, katanya Keamanan malah asik ngerumpi si pos" lanjutnya.

"Kalian tuh jadi OSIS bukan cuma buat gaya-gayaan aja, kerja yang bener! Percuma kalian pake Almet OSIS kalo kalian gak becus jadi pengurus OSIS"

Satu fakta tentang Arkan. Arkan di kenal sebagai ketua OSIS yang tegas namun tetap ramah. Arkan bisa saja meluapkan amarahnya ketika salah satu anggotanya tidak bisa bekerja dengan baik.

"Banyak laporan dari murid-murid, katanya Keamanan sok berkuasa. Trus marah-marah gak jelas di gerbang depan"

"Jadi OSIS bukan berarti jadi penguasa sekolah. OSIS bukan untuk main-main. Sekali lagi gue denger laporan kayak gitu, gue gak segan-segan buat keluarin kalian dengan tidak hormat. Ngerti?!"

"Siap mengerti!"

"Rapat selesai, kalian boleh keluar dari ruang ini. Kecuali Sean" ucapnya sambil melirik Sean dengan tajam.

Semua anggotanya keluar dari ruang OSIS, hingga hanya menyisakan Sean dan Arkan yang masih diam. Arkan diam karna sedang menyiapkan kata-kata untuk di sampaikan kepada Sean, sedangkan Sean diam karena bingung mau membuka topik seperti apa. Namun pemuda itu membetulkan posisi duduknya memberikannya gestur bahwa ia akan membuka pembicaraan, karna Sean tidak suka suasana canggung seperti sekarang.

"Lo mau ngomong apa sama gue? Kalo soal Thalassa, gue mending keluar dari sini" ucap Sean.

Arkan terdiam. Entah kenapa Sean seakan-akan tau isi kepalanya. Ia memang ingin bicara soal Thalassa.

"Bener ya? Soal Thalassa?" Tanya Sean.

Arkan menghela nafasnya, lalu memandang ke arah lain asal tidak bersitatap dengan Sean.

"Lo itu kenapa si Ar?" Tanya Sean dan lagi-lagi pertanyaan yang di layangkan oleh Sean tidak di jawab Arkan.

Sean berdiri dan menghampiri Arkan.  "Ar, berapa kali gue bilang kalau Thalassa suka sama lo. Thalassa mau di anggap lebih dari seorang adik—"

"Gue gak bisa!" Ucap Arkan dengan cepat memotong perkataan Sean.

Sean menaikan sebelah alisnya. "Gak bisa? Why? Kasih gue satu alasan logis kenapa lo gak bisa nerima Thalassa. Gue gak munafik, secara fisik Thalassa Cantik. Bener kan?"

Arkan mengangguk. "Emang, gue gak pernah bilang dia jelek. Tapi tetep aja gue gak bisa, gue ngerasa gak pantes buat dia, gue udah sering buat dia kecewa" jawab Arkan.

Arkan menatap intens ke arah Sean. "Lagi pula, gue tau kok kalo lo punya perasaan lebih sama Thalassa" lanjutnya sukses membuat Sean bungkam.


•°•°•°•

Nathan menatap bingung Kirana yang menyusun dua kursi berhadap-hadapan, entah apa maksudnya. Nathan hanya memperhatikan gerak-gerik Kirana tanpa berniat mengomentari. Lagi pula ia malas untuk buka suara.

Kirana menepuk-nepuk kedua tangannya dengan senyuman mengembang. "Nah, selesai!" Ucapnya.

"Saya gak tau ini akan berhasil atau enggak. Tapi apa salah nya kita coba dulu, iya kan pak?" Tanya Kirana.

Nathan hanya mengangguk pasrah.

"Saya pernah baca di internet, ini tuh terapi disarankan oleh Bapak Dr. Iwandi Gunawan, seorang pakar Terapi" ucapnya sambil menjelaskan dengan sungguh-sungguh kepada Nathan.

"Nah karna udah ada dua kursi di sini. Sekarang pak Nathan duduk di kursi ini" ucap Kirana sambil menujuk salah satu kursi.

Nathan mengerenyitkan dahinya bingung, namun tetap ia turuti perkataan asistennya itu.

"Releks ya pak, pokoknya tenangin pikiran bapak. Kalo perlu tarik nafas lalu buang secara perlahan-lahan"

Nathan mengangguk dan menuruti perintah Kirana.

"Okey, udah releks?" Tanya Kirana dan di jawab anggukan kepala oleh Nathan.

"Setelah itu pejamkan mata. Pejamkan mata bapak erat-erat. Bayangkan bapak kembali masa lalu bapak. Masa lalu yang membuat bapak merasa bersalah ataupun masa lalu yang menyiksa bapak selama ini"

Nathan menarik nafasnya, lalu mulai memejamkan matanya.

Ia mengikuti arahan Kirana. Ia mulai mengingat kejadian-kejadian yang pernah terjadi di hidupnya. Kejadian yang membuat nya menjadi manusia yang paling menyesal di muka bumi.

Ingatan yang pertama kali muncul di kepalanya adalah saat di mana ia mengetahui bahwa mantan pacarnya selingkuh dan mengecewakan hatinya. Pada saat itu Nathan merasa sangat amat frustasi sampai ia tidak bisa mengontrol emosi nya.

Manusia mana yang tak sakit hati jika pasangannya malah memilih berselingkuh dengan sahabatnya sendiri?

Lalu ingatan itu kembali membawanya, bertemu dengan gadis cantik bermata hazel. Gadis yang menangis karna kehilangan masa depan nya. Tapi dengan bodohnya Nathan malah mengabaikan tangisan itu.

Lalu ia kembali di bawa pada situasi di mana ia telah sah secara hukum dan agama menjadi suami dari sosok Kanaya. Suami yang seharusnya menjaga istrinya, dan mengayomi istrinya agar menjadi lebih baik. Tapi ia justru kebalikannya, ia adalah suami yang kejam. Suami yang tidak berperasaan yang membiarkan istri dan calon anaknya tidur di sebuah sofa ruang tamu.

"K-kita satu kamar?" Tanya Kanaya gugup.

"Kita? ya enggak lah bodoh! Lo tidur aja di sofa ruang tamu! Mana sudi gue satu kamar sama cewek murahan kayak lo"

Ia melihat dirinya sendiri yang membentak istrinya sendiri. Nathan benar-benar jahat. Ia benci dirinya sendiri.

Melihat Nathan yang berusaha keras untuk bisa memaafkan dirinya, Kirana jadi terharu dan tanpa sadar meneteskan air matanya.

"Lihatlah secara objektif. Jangan melibatkan perasaan bapak atau pendapat bapak saat ini. Cukup lihat faktanya dari berbagai sudut pandang" ucap Kirana.

Setelah itu, Nathan semakin memejamkan matanya. Melihat di mana dirinya membentak Kanaya.

"Gue tau akal-akalan lo jalang sialan! Lo mau minta duit kan sama gue? Mau morotin gue kan? Tapi sorry-sorry aja nih gue gak sudi ngasih duit gue sepeserpun buat orang kayak lo! Mau lo sujud di kaki gue juga gak bakal gue kasian sama lo!"

"Lo itu cewek gak tau diri tau gak?! Masih mending gue mau nikah sama cewek jalang kayak lo, tapi lo malah jalan sama cowok lain, dasar gak tau diri!! Lo pikir itu wajar? Di saat lo udah punya suami tapi lo jalan sama cowok lain tanpa seizin gue"

Dan masih banyak kata-kata kasar yang telah Nathan keluarkan untuk mendiang istrinya.

Kirana bergetar, ia tidak yakin Nathan bisa menjalankan terapi yang sekarang di lakukannya dengan lancar.

Namun dengan pendirian yang kukuh. Kirana percaya bahwa Nathan bisa. Kirana tersenyum di balik air matanya yang entah kapan turunnya.

"Maafin saya pak" gumam Kirana pelan.

"Tetap pejamkan mata bapak dan lihat secara objektif. Semakin lama semakin objektif. Dari sini bapak akan bisa menilai sisi baik buruknya dan dapat mengambil pelajarannya" ucap Kirana.

Nathan menurunkan sedikit bahunya, lalu menghela nafasnya.

Sisi baik yang ia dapatkan dari kejadian kelam di masa lalu adalah, ia lebih menghargai seseorang yamg ia sayang. Namun keadaan nya tidak memungkinkan. Dan sisi buruknya, ia masih terpuruk dan tidak pernah melupakan kejadian kelam itu.

"Setelah semua memori itu selesai, bayangkan diri bapak ataupun pengalaman bapak di masa lalu sedang duduk di depan bapak. Duduk di kursi yang tadi saya siapkan" ucap Kirana.

Nathan mengangguk samar, ia mulai membayangkan kalau dirinya di masa lalu sekarang tengah duduk di depan nya. Namun itu tidaklah mudah.

"Bayangkan saja. Jika sulit, cukup rasakan kehadirannya" ucap Kirana lagi.

Nathan mengangguk. Kali ini ia akan mencoba lagi.

Dan ia mulai bisa merasakan kalau dirinya di masa lalu duduk berhadapan dengannya sekarang.

"Jika sudah berhasil, maka ucapkan 'Saya memaafkanmu. Saya memaafkan semua yang terjadi. Saya sudah mengikhlaskannya' Ucapkan dari lubuk hati bapak yang terdalam. Ucapkan dengan senyum tulus di bibir bapak" ucap Kirana.

"Saya memaafkan mu. Saya memaafkan semua yang terjadi. Saya sudah mengikhlaskannya" ucap Nathan dengan nada lirih dan sepenuh hati.

Melihat itu Kirana tersenyum samar.

"Selanjutnya gunakan imajinasi bapak. Bayangkan diri bapak di masa lalu yang sedang duduk di hadapan bapak, tengah mengecil. Lalu berada di telapak tangan bapak"

"Bayangkan saja"

Nathan mengangguk, ia mulai membayangkan kalau dirinya di masa lalu mulai mengecil, semakin mengecil. Dan kini berada di telapak tangan sebelah kanannya.

"Tetap bayangkan diri bapak di masa lalu mengecil di telapak tangan bapak. Setelah itu genggam erat telapak tangan bapak" ucap Kirana dan Nathan pun mengikuti semua arahan Kirana.

"Angkat dan bawa ke hati bapak. Masukan si masa lalu tadi ke dalam tubuh bapak, ke dalam jiwa bapak. Resapi setiap makna gerakannya" lanjut Kirana dan Nathan masih mengikuti arahan nya.

"Setelah itu atur nafas bapak. Tarik nafas dalam-dalam dari hidung lalu keluarkan pelan-pelan dari mulut. Lakukan terus hingga hati bapak terasa lapang"

Nathan mulai menarik nafasnya dan membuangnya, terus seperti itu hingga ke lima kalinya.

"Sudah? Lalu tersenyumlah. Katakan dalam hati bapak bahwa bapak sudah memaafkan masa lalu itu. Bapak sudah mengikhlaskannya. Bapak sudah berdamai dengannya. Dan bapak akan bahagia untuk kedepannya. Bapak akan menjalani hidup lebih baik lagi. Rasakan makna katanya. Ucapkan dalam hati dengan sungguh-sungguh"

"Saya akan bahagia, saya akan menjalankan hidup saya dengan bahagia dan lebih baik lagi bersama anak saya, saya yakin akan hal itu. Saya yakin bahwa hidup saya bisa lebih baik lagi. Saya akan mengenang semuanya, dan menjadikan itu sebagai pelajaran kedepannya" ucap Nathan dalam hati.

"Setelah hati bapak yakin dengan apa yang bapak katakan, sekarang saatnya membuka mata. Buka mata bapak dan tatap dunia lalu tersenyumlah. Sedikit dongakkan kepala dan yakinlah bapak bisa"

Nathan membuka matanya secara perlahan, entah kenapa beban di pundaknya sedikit berkurang. Ia mulai menarik bibirnya membentuk sebuah senyuman yang selama tujuh belas tahun tak pernah ia keluarkan. Senyuman tulus dari hati Nathan yang terdalam.

"Sekarang saatnya berdiri dan bangkit lagi. Coba awali dengan sedikit berjalan jalan sembari terus tersenyum tulus" ucap Kirana.

Nathan mulai bangkit dari tempat duduknya. Kakinya melangkah sedikit demi sedikit. Kepalanya mendongak menatap tepat pada mata milik Kirana. Mata indah yang sangat menyejukan. Lalu pandangannya beralih pada hidung mancung yang bertengger manis di wajah milik Kirana, dan jangan lupakan bibir indah yang di poles dengan sedikit lipcream.

Tanpa aba-aba Nathan memeluk Kirana dengan erat. Bahkan sangat erat, membiarkan kepala nya bersandar pada bahu sempit milik Kirana.

"Kirana, saya bisa. Saya bisa melihat wajah kamu" gumam Nathan tepat di telinga Kirana.

Kirana tersenyum, laku perlahan tangannya naik dan membalas pelukan Nathan tak kalah erat.

"Kirana, trimakasih" ucap Nathan.




"Papa?"








Tbc.

A.n

2198 kata.

Oh iya, soal terapi itu. Key dapat dari dupi. Dunia psikologi. Dan key juga sempet search di google. Jadi maafkan bila key salah yaa.

Maaf ya kalau ada kata-kata di atas yang salah atau kurang tepat. Sekali lagi key minta maaf.

Permasalahan Nathan SELESAI!


Continue Reading

You'll Also Like

624K 24.5K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
1.7M 123K 48
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
411K 25.6K 47
Xevira. Gadis dengan segudang sifat petakilannya. Gadis yang tidak bisa diam. Gadis yang selalu mengikuti Kevin kemana pun ia pergi. Dan gadis terane...
52K 4.2K 56
Series # 7 Abila Nafisa Putri *** Setelah kembali dari Belanda, Abila memulai hidup barunya dengan melanjutkan sekolahnya di SMA Merpati. Di nyataka...