Anargya | Jaeyong & Nomin [✓]

By shnaxxya

2.1M 324K 307K

[ DIBUKUKAN - PART TIDAK LENGKAP ] "...anargya berarti tak terhingga nilainya, namun bagi mereka aku bahkan t... More

jendral anargya,
01 : dunia kecil jendral
02 : kalian ngapain?!
03 : Berulah terus
04 : 2 kebohongan 1 kejujuran
05 : Sehat selalu ya bunda..
06 : Tegakkan dagumu, Jendral
07 : Bunda.. telinga jendral sakit...
08 : Ayah minta maaf, nak
09 : Bara Bagaspati
10 : Rindangku telah datang memelukku
11 : Nasi goreng
12 : Bunda, aku kira kau berubah..
13 : Seperti tulang yang patah
14 : Naresh dan lingkungannya
15 : Naresh yang meresahkan
17 : Bunda, anakmu sedang tidak baik-baik saja...
18 : Wiloka dan si bocah kesepian
19 : Ini semua karena jidat Ica!
20 : Denyutan jantungmu, aku ingin mendengarnya lebih lama...
21 : Kamu meresahkan, tapi aku suka
22 : Aku marah, jika ada yang membuat bundaku terluka
23 : Sagara Abimanyu dan semesta terpendamnya
What if Jendral Naresh jadian.
PDF ANARGYA
ANARGYA BOOK VERSION

16 : Menghindari kamu!

65.7K 12.5K 11K
By shnaxxya

Selamat malam, nitip sebentar-nanti jangan lupa baca A/N di bawah ya, terimakasih 🙏

***

Sepanjang perjalanan, Naresh tak bisa menyembunyikan senyuman manisnya. Semilir angin menjadi saksi bisu betapa bahagianya perasaan Naresh sekarang saat dirinya mendapati fakta bahwa Naresh berangkat bersama remaja bermata serupa bulan sabit yang sudah berhasil merebut atensinya.

Ya, sebut saja Naresh itu bocah ugal-ugalan, meresahkan, memaksa, penuh kejutan, atau apa pun itu, terserah. Dirinya sejak kecil sudah hidup dengan prinsip yang terucap dari bibir sang ibunda-"kejar dan ambil apa yang kamu suka, asal kesukaanmu itu belum hal milik orang lain, terserah tidak apa-apa." katanya. Pemikiran ibunya memang ajaib dan berbeda dari yang lain, tak heran jika ia melahirkan putra seperti Naresh Javaro yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan apa yang sudah merebut atensinya, yang sudah berhasil membuat Naresh sempat berhenti detak waktunya tatkala menatap bagaimana mata indah itu ikut tersenyum indah, yang sudah membuat keingintahuan Naresh bertambah tatkala melihat bagaimana sisi berbeda dari seorang Jendral Anargya.

Semuanya, Naresh ingin mengambilnya. Jendral belum milik orang lain, jadi terserah-tidak apa-apa. Tidak, ini bukan murahan. Naresh tidak menjual diri bahkan. Naresh hanya ingin mendekati dan mengambil apa yang sudah menjadi kesukaannya, dengan caranya sendiri.

Mesikpun caranya sangat sangat sangat meresahkan. Jangan ditiru, hanya bisa dilakukan oleh seorang Naresh Javaro, tidak dengan kalian.

Laju terhenti begitu naresh mendapati lampu merah menyala di sebuah perempatan, membuat jendral segera menegakkan diri-sedikit melakukan peregangan karena merasa pegal dengan punggungnya.

"Lain kali naik vespa aja bang, asalkan yang bonceng abang gue mah ayo ayo aja." Naresh memijat punggung jendral membuat sang empu tersentak, segera memukul pelan tangan Naresh-"dih, di pijitin malah nolak. Yaudah, gue ga bantu kalo lo nanti turun-turun dari motor jalannya kayak kukang."

Ck-kenapa juga lampu merah ini lama sekali! Jendral ingin cepat-cepat sampai di sekolah dan pergi jauh-jauh dari spesies aneh yang ia bonceng saat ini.

"Mas, samean nggak tumbas tahu petis ku a mas? Sak bungkus regane limangewu." [Mas, kamu nggak beli tahu petis ku ta mas? Satu bungkus harganya lima ribu]

Tiba-tiba saja, Naresh mendapati seorang bocah perempuan yang membawa keranjang berisi dagangannya, berdiri tepat di samping motor.

"Eh? Sek sek, tak njukuk duwit." [Eh? Sebentar sebentar, tak ambil uang]

Tanpa pikir panjang, sang pemuda mengambil uang di tasnya. Dua lembar lima ribu itu Naresh berikan pada sang gadis, membuat Naresh segera menerima dua bungkus tahu petis-dagangan sang gadis dengan wajah polos itu terjual akhirnya.

"Suwun mas." [Terimakasih mas]

"Mugo-mugo payu yo! Semangat lek dodolan, daganganmu diluk engkas payu soale mari dituku wong ganteng." [Semoga laku ya! Semangat jualan, daganganmu sebentar lagi laku soalnya habis dibeli orang ganteng]

Gadis itu tertawa, "pacarnya mas ya?" Lalu ia menunjuk ke arah jendral yang terfokus ke arah depan, menunggu lampu merah berganti hijau.

Naresh terkekeh, "bukan.."

"Yah, kirain pacar.."

"Dia suami aku."

"WAH!" Sontak membuat gadis itu terkejut. "Kapan menikahnya mas?"

"Baru aja nikah."

"Oh ya?!" Binar polos keluar dari manik sang gadis, "semoga sakinah mawadah wadefak ya mas."

"HEH?! Warohmah!" Naresh melotot. "Btw, tahu petisnya nggak akan mas makan."

"Loh? Kenapa mas? Aku jualane halal kok mas, nggak ada kencing kuda di tahu petisku, serius!"

"Ya kali mahar nikahannya mas makan."

"Hah?!" Gadis itu melolong bingung.

10, 9, 8..

Lampu merah mulai menghitung mundur, membuat Naresh seketika menatap sang gadis sembari mengusak surainya lembut.

"Mas sama dia udah nikah," naresh menunjuk jendral yang tak acuh dengan kericuhannya di belakang, "kamu jadi penghulu.." naresh menunjuk sang gadis, lalu kemudian beralih menunjuk semua pengendara motor yang terhenti di sekitarnya menunggu lampu merah, "... orang-orang itu jadi saksi sama pengiringnya."

".. tahu petis ini jadi maharnya."

Lalu tak lama, gadis itu segera menyadari kalau lampu sebentar lagi hijau. Segera saja ia berlari ke pinggir jalan dengan pandangan yang masih lekat ke arah Naresh. Hingga di detik selanjutnya, di mana lampu sudah berubah jadi hijau-jendral mulai melajukan motornya diiringi kendaraan lain yang ada di belakangnya, gadis itu melambai dan meloncat girang kepada Naresh yang mulai menjauh dari pandangannya.

"Semoga bisa sehidup semati ya mas! Ntar anniversary nikahannya order tahu petisku!!!!!!!" - teriak sang gadis.

Membuat Naresh hanya terkekeh, melambai dari kejauhan dan memandang bagaimana gadis itu begitu antusias.

***

Bara menurunkan beberapa kardus berisi pakaian dan sembako dari dalam mobil. Tak sendiri, pemuda itu bersama dengan teman satu ukmnya-hendera. Baru saja sampai di lokasi di mana bara dan rekan satu timnya akan mengadakan baksos sekaligus sobo kampung, dimana ia akan menginap selama beberapa hari di rumah penduduk kampung dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang biasa penduduk kampung lakukan.

Bara saat ini ditugaskan sebagai sie keamanan sebenarnya. Tugas Bara seharusnya berpatroli di malam hari bersama rekan satu sie-nya, mengecek siapa saja yang masih keluyuran di luar. Oh tentu, Bara tidak ingin anak ukm-nya sampai melakukan sesuatu yang tidak-tidak.

"Lo nanti tidur di rumah gue aja bar," tawar hendera.

Ah iya-hendera ini kebetulan tinggal di kampung di mana tim ukm kampus akan mengadakan saba kampung. Jadi, anggap saja hendera ini sebagai tuan rumah bagi teman-temannya. Pemuda itu ditugaskan menjadi sie konsumsi, dimana tadi bagian bendahara memberikan sejumlah uang pada hendera untuk kemudian ia berikan pada sang ayah yang menjual mi ayam dan bakso di kampungnya, yang nanti akan jadi hidangan setiap makan malam para anggota ukm selama beberapa hari ke depan.

"Gapapa biar gue tidur sama Darel."

"Darel udah sama Frasa, udah lo tidur di rumah gue, gapapa kok."

Bara mengangguk setuju akhirnya, "oke deh." Lalu kemudian ia mengangkat kardus yang sempat ia letakkan di bawah, "ayo ke sana."

Hendera menyetujui, membantu Bara membawa barang-barang untuk baksos, berjalan masuk ke sebuah gang di mana keduanya seketika disambut warna-warni cerah dari kampung tempat tinggal hendera sejak kecil.

Kampung warna-warni.

Bidang jalannya naik, membuat keduanya harus menapaki tangga satu-persatu, apalagi saat itu bara dan juga hendera berbarengan dengan para wisatawan yang kebetulan berkunjung ke sana, jadi mereka harus benar-benar memperhatikan langkah atau jika tidak, barang yang keduanya bawa akan jatuh tertabrak orang yang lewat.

"Lo udah kebiasa di tempat bising kayak gini ya?" Tanya bara.

"Udah biasa gue mah, makin malem makin rame."

Hendera kemudian berbelok ke arah kiri, dimana ia masuk ke sebuah gang berukuran tiga meter-segera disambut tatapan Bara oleh penghuni kampung yang berjualan souvenir dan hal-hal lainnya.

Dipikir-pikir, bara jarang memanjakan dirinya untuk sekedar refreshing ke tempat wisata. Dirinya selama ini terotasi untuk fokus mengurus kehidupan perkuliahannya. Jadi jangan heran jika sekarang ia begitu senang berkunjung ke kampung halaman hendera.

"Buk, pak.. hendera balik."

Keduanya kemudian berhenti di sebuah rumah dengan cat warna hijau, banyak tanaman pot di teras mungilnya, dan jangan lupakan kandang kucing di sana-terdapat tiga kucing yang sibuk memakan makanannya.

Mereka sampai di kediaman hendera.

"Mas hendera!!!!!!!!!" Gadis mungil keluar dari dalam rumah itu, datang menghambur peluk ke arah hendera seketika.

"Loh, kamu sudah pulang ca? Kapan? Kok nggak bilang?" Hendera terkejut. Ia sudah beberapa hari tak pulang ke rumah, jadi ia tak tahu kalau adik bungsunya baru saja pulang dari rumah sakit. Iya, hendera adalah seorang sulung di keluarganya, sama seperti Bara.

"Ica pulang tadi pagi. Mas ngapain pulang? Nggak minggat sekalian aja mas?"

"Lambemu." Hendera meremat bibir mungil ica gemas. "Ibuk sama bapak mana?"

"Mereka lagi ke pasar, belanja buat dagang besok."

"Oh, yaudah. Bantuin mas bawa ini," hendera menepuk dua kardus yang ia letakkan di lantai teras rumahnya, "bawa masuk, taruh ke ruang tamu."

"Apa ini mas? Temen-temen mas ngasih hadiah buat Ica ya gara-gara ica habis opname?"

"Sok penting banget hidup kamu." Hendera menimpali, "ini buat kebutuhan baksos, buat orang yang nggak mampu."

"Ica juga nggak mampu mas. Buktinya kamar Ica nggak ada ac, keluarga kita nggak ada wifi. Wifi aja numpang ke tetangga, sebulan kita bayar ke dia 150.000, kita miskin mas."

"Citra Hanggini Praka Siwi anaknya bapak Jagratara Firmansyah sama ibuk Sadasa Argan!! Tolong kalo disuruh sama mas-nya yang nurut nggak usah kebanyakan bacot."

"Iya mas siap, ica otw." Sang gadis kemudian membawa kardus-kardus itu, membantu sang kakak yang hampir gila karena ulahnya.

Tanpa sadar, ulah hendera dan sang adik membuat seulas senyum iri terpatri di bibir seorang Bara Bagaspati.

Kapan aku begitu dengan kedua adikku?

Tidak pernah..

Aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri..

Sagara benar..

Ya, aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri..

"Bar, Bara! Malah bengong, ayo sini masuk." Hendera memanggil sang teman setelah beberapa kali ia tak diacuhkan, membuat Bara tertegun dari lamunan dan segera sadar, ikut masuk ke dalam rumah, tak lupa ia melepas alas kakinya.

***

Jendral dan Naresh jadi pusat perhatian.

Sepanjang keduanya turun dari motor, berjalan di area parkiran, semua mata tak lepas memandang dari bagaimana jendral yang berhasil membuat seisi parkiran heboh karena membawa motor sport. Seolah mereka terkejut dengan pemikiran, "wow.. ternyata ada murid tampan disini, kenapa aku baru tahu?!"

"Kenapa sih pada ngeliatin bang jendral, pingin gua colok satu-satu matanya." Naresh tak terima. Ia mempercepat langkahnya untuk mengiringi jendral yang berjalan tergesa karena gugup menerima semua tatapan itu.

"Bang ya tuhan jangan cepet-cepet anjir kalo jalan."

"Say yha mha lu." [Saya malu]

"Loh, kenapa? Sempak lo kebalik?"

"Na... Jha nghan ber chan dha." [Na.. jangan bercanda]

"Lah, gue tanya anjir. Lagian kenapa malu coba?"

"Mhe rhe kha me li hah ti sha yha." [Mereka melihati saya]

"Ya wajar lah, mereka punya mata." Naresh menahan lengan Jendral, berusaha membuat remaja itu tenang dan tidak gelisah, "jalannya pelan-pelan aja."

"Sha yha, ing nghin che phat - che phat mha suk." [Saya ingin cepat-cepat masuk]

"Buat ngehindarin tatapan mereka?"

Jendral menggeleng, "bhu at meng hin dha rin, kha mu." [Buat menghindarin kamu]

Lalu jendral melepas pegangan tangan Naresh, berjalan pergi meninggalkan pemuda yang mamasang raut cengoh itu sendirian.

"Ooo asu." - Naresh.

***

"Kamu nggak kesini?"

Tanaka meremat bajunya, ia terduduk di ujung ranjang sembari menerima sebuah panggilan telpon dari seseorang.

"A-aku lagi sibuk."

"Alasan."

"B-beneran.."

"Habis ini kesini, nggak ada penolakan."

Tanaka memandang sendiri refleksinya di cermin yang menghadap tepat ke arahnya, raut wajah yang tak bisa didefinisikan. "I-iya.."

Lalu sambungan telpon itu terputus sepihak.

***

(A /N)


-jangan salah lapak.

-jangan membandingkan ceritaku sama cerita yang kamu baca, apalagi menyamakan. pembaca yang udah ngikutin cerita ini dari awal pasti tahu.
-benci tanaka, jangan taeyong. Begitu pula sagara, jangan sungchan. Ini hanya fiksi, jangan sampai taeyong maupun sungchan ikut ketendang dari list biasmu hanya karena cerita ini. Ini hanya ✨fiksi✨
-jangan spam dm nagih untuk update, cukup tunggu. Aku luang, aku update, jadi tenang saja okai.

Terima kasih🌙

Continue Reading

You'll Also Like

634K 69.8K 107
Hanya kisah sederhana mengenai perdebatan 24/7 antara Papa Alin dan Papi Injun. © Yourxpine 🚦BXB , MPREG, homophobic dni 🚦
43.1K 4.7K 15
Jungwoo yang dulunya gendut dan terus di bully sekarang berubah bagaikan pangeran negri dongeng. hanya saja kelakuannya yang seperti bayi tetap sama...
775 46 4
Menceritakan kisah cinta seseorang . . . . . . . . udah di baca aja dari pada penasaran tapi jan lupa vote ya makasihh
245K 36.8K 33
"heh bocah, ngapain telat?!" "a-anu, tadi bantuin bunda jemur sprei, hng.." - © snwwtbz