Prolog

793 47 0
                                    

#

Damian menyesap kopinya dengan penuh ketenangan, seakan pertemuan kali ini juga tidak ada bedanya dengan puluhan pertemuan bisnis yang pernah ia ikuti.

Meskipun pada kenyataannya ini adalah pertemuan yang membahas tentang masa depannya. Atau lebih tepatnya tentang pernikahannya dengan wanita yang akan mendampinginya untuk menjalani hidup sebagai suami istri. Ini sama sekali tidak terlihat seperti itu dimata Damian.

Pada akhirnya pernikahan inipun terjadi atas dasar kesepakatan bisnis kedua keluarga besar, dalam rangka menyatukan kekuatan untuk bisa menjadi selangkah lebih maju dibanding saingan bisnis mereka yang sekarang sudah semakin berkembang.

Damian sama sekali tidak keberatan dengan hal ini, dia adalah laki-laki dan sebagai pewaris satu-satunya keluarga Atmachandra, sejak kecil ia sudah diberitahu berulang-ulang kalau hak istimewa memilih pasangan sama sekali tidak ada di tangannya.

Karena jika itu demi keuntungan perusahaan maka ia harus menerima perjodohan dengan wanita dari keluarga yang sebanding dengan keluarganya.

Hanya saja, ia sungguh merasa kasihan dengan wanita yang akan dijodohkan dengannya itu.

Seorang wanita, apalagi dari kalangan berada umumnya memiliki hati seperti kaca. Mereka hidup dalam kemewahan sejak kecil dan terlampau dimanja dengan segala kemudahan sehingga selalu memimpikan pangeran berkuda putih di hari pernikahannya kelak.

Menghadapi perjodohan dengan pria asing yang tidak ia kenal dan tidak dicintai ataupun mencintainya jelas bukanlah hal yang mudah bagi seorang gadis kaya.

"Ini adalah pertama kalinya kalian bertemu. Damian, aku tahu kau sangat sibuk dan sudah harus berangkat ke Dubai besok malam, maka ini mungkin akan menjadi satu-satunya pertemuan kalian sebelum menikah. Aku harap kau dan anakku bisa segera akrab."

Ucap pria tua dengan rambut seputih salju di hadapan Damian. Dia adalah Gumilar Pradipta, pemilik JD Group sekaligus calon mertua Damian.

Damian tersenyum. Dalam hatinya ia mengolok basa-basi tidak lucu yang dilontarkan oleh Gumilar Pradipta.

Damian dan puterinya baru bertemu hari ini, bagaimana mungkin mereka bisa langsung akrab? Cerita akan berbeda seandainya ia bersama pelacur, mereka akan mengakrabkan diri kepadanya dengan sendirinya.

Tapi dengan nona muda dari keluarga Pradipta yang dikenal sangat menjunjung tinggi sopan santun keluarga mereka layaknya sedikit jejak keturunan darah biru yang memang diwariskan dari nenek moyang mereka, sudah bisa dibayangkan betapa membosankannya nona muda Pradipta ini.

"Jangan khawatir Tuan, itu tidak akan menjadi masalah untuk kami." Ucap Damian.

Gumilar Pradipta tertawa lebar.

"Sayang sekali ayahmu tidak bisa datang kesini. Padahal sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Karena kita akan menjadi keluarga, panggil aku Papa, anggap saja kau sedang membiasakan diri, lagipula dalam waktu kurang dari seminggu kau tetap akan memanggilku Papa." Ucap Tuan Pradipta lagi.

Damian mempertahankan senyuman ramah dan penuh rasa hormat di wajahnya meski dalam hatinya ia memandang rendah pria di hadapannya ini.

"Baiklah Papa." Ucap Damian.

Dan Gumilar Pradipta kembali tertawa penuh kepuasan dengan suara seraknya.

Dengan ayah seperti seorang Gumilar Pradipta, Damian sudah bisa memperkirakan seperti apa puterinya yang akan disodorkan kepadanya sebagai istri.

Orang bilang, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Seperti dirinya yang mewarisi hampir sembilan puluh persen gen ayahnya mulai dari wajah dan kepribadian kecuali prinsip serta pola pikir, maka ia juga tidak begitu banyak berharap anak perempuan seorang Gumilar Pradipta akan jauh berbeda dari ayahnya.

Just Friendship MarriageWhere stories live. Discover now