Bab 1: Begin

11 7 0
                                    

Nehan menaiki sepeda melayang-nya, memasukkan kontak, menyalakan mesin dan ia pun menaikinya. Berbelok keluar pagar besi, keluar menuju tempat kerjanya. Melewati jalan raya yang terhubung oleh pusat keramaian Kota Naradipa—di sisi jalan ada robot patroli sedang menyeberangkan ibu dan anak. Di rumah tadi, ia sempat sarapan sederhana—sepiring telur ceplok, yang mungkin digorengkan adik perempuannya, Rosita, karena adiknya berangkat pagi untuk bekerja di sebuah perpustakaan yang tidak jauh dari pusat kota. Tempat kerjanya—berada di Kerajaan Sarfraz, mulai terlihat. Ia membelokkan sepeda melayang-nya ke gerbang belakang kerajaan. Terdapat sebuah gerbang kecil. Gerbang kecil itu sisi kanannya mulai mendeteksi siapa yang datang dari ujung atas ke bawah.

"Pendeteksian selesai," ucapnya, sudah mendeteksi.

Gerbang kecil itu terbuka otomatis, ia melajukan sepeda melayang-nya pelan memasuki gerbang, memakirkan di pojok kanan dengan sepeda melayang prajurit sihir lain. Ia turun, berjalan ke arah lapangan di sana markas prajurit sihir seraya berkumpul dengan para prajurit sihir lain. Salah satu dari prajurit sihir melihatnya. Menyapa, "Selamat pagi, Nehan!"

"Selamat pagi!" jawabnya. Ia melihat para prajurit sihir lain sedang latihan baris-bebaris dari kejauhan."Eh, Dra, memangnya latihan?"

Badra menggeleng.

"Enggak, prajurit sihir itu pilihan."

"Prajurit sihir pilihan?"

"Ya, mereka dipilih untuk menyambut kunjungan dari pihak Kerajaan Kasusra," jelas Badra.

"Oh ya, kapan?"

"Nanti siang. Kamu enggak tahu?"

"Enggak," kata Nehan cuek."Kalau
begitu, prajurit sihir yang dipilih, bagaimana?"

"Prajurit sihir lain seperti aku hanya disuruh berbaris kok. Kamu enggak menemui Yang Mulia?"

Nehan teringat.

"Ah, ya. Aku lupa!" tidak lupa berpamitan pada teman prajurit sihirnya itu, melangkah menuju kerajaan. Saat memasuki kerajaan, ia melihat pintu ruangan pribadi sang Ratu terbuka sedikit dan pemimpin kerajaan itu keluar bersama Adwaya, tangan kanannya berbalik menuju dapur. Samara menoleh ke Nehan sebentar dengan angkuh, melangkah melewatinya menuju aula depan. Nehan pun mengikutinya dari belakang.

Dari luar prajurit sihir yang dipilih berbaris masuk ke aula depan. Teriakan pemimpin barisan memberhentikan disusul prajurit sihir lain di belakang. Adwaya sudah dari dapur, menuju aula depan dan sudah menghampiri Samara.

"Hidangannya sudah siap,
Yang Mulia," kata Adwaya.

"Oh, bagus. Sekarang kita hanya
menunggu kedatangan mereka."

Siang hari menjelang, sementara kunjungan dari Kerajaan Kausra mulai memasuki wilayah perbatasan Kota Prana dan Kota Naradipa sementara di perpustakaan kecil yang tidak jauh dari pusat kota, gadis berusia 21 tahun sedang mencatat buku-buku yang baru dikembalikan oleh siswa kelas 3, SMA Naradipa 2.

"Selanjutnya," ucap Rosita, selesai mencatat buku-buku tadi. Satu siswa maju, berambut hitam, berkulit sawo matang, memakai headband batik Gatot Kaca itu mengembalikan komik ke Rosita.

"Kak, komik ini bagus lho," katanya, sambil menyengir.

Rosita menerima komik yang berjudul "Kinara," bersampul gambar prajurit wanita bersama tameng wayang Srikandhi. Ia membaca judulnya sebentar.

Rosita The Begin AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang