22 4 0
                                    

.

.

.

.

.



Saat itu pagi musim semi yang hangat.  Seorang pemuda dengan helai perak menutupi mata cantiknya sedang mengajar kelompok siswanya.  Dia memberi mereka senyuman manis saat matanya yang hangat memeriksa seisi kelas untuk memastikan semua siswa hadir.

"Baiklah," kata Taehyung bertepuk tangan dengan senyum percaya diri.  "Adakah yang bisa memberitahuku apa hal terpenting dari Retikulum Endoplasma itu?" 

"Terbagi menjadi dua, Tae-ssaem." Salah satu siswanya yang berusia 16 tahun (karena semua siswanya dimana remaja belia) mengangkat tangan sambil berteriak.

Taehyung bergumam sambil mengamit dagunya mengingat jawabannya lalu dia menggelengkan kepala.

"Usaha yang bagus tapi kurang tepat." Kata Taehyung sambil berjalan pelan, terlihat mencolok karena celana jins putih yang menutupi lekuk pinggangnya nampak sempurna. Semua murid pria memandangnya lapar. Kemudian dia mengambil pisau pendek titanium yang disembunyikan di balik kemejanya lantas dia memutar pisau itu dengan anggun di antara jari-jarinya.


Taehyung menghela napas. "Sepertinya tidak ada lagi? Baiklah, harap kalian mempelajari dengan benar. Minggu depan kita ulangan jadi persiapkan sebaik mungkin."


Murid-muridnya mengangguk mengerti.  Taehyung tetap memegang gagang kulit hitam erat-erat di tangan kanannya sementara tangan yang lain bertumpu di pinggulnya dan dia melihat ke kelasnya memberi mereka tatapan semangat.



"Sekarang, apakah ada yang ingin memegang pisaunya?" tawar Taehyung. mata murid-muridnya berbinar, atensi mereka tertuju pada pisau yang dipegang Taehyung.  Tak satu pun dari mereka pernah memegang pisau titanium.  Sekelompok siswa mengangkat tangan dengan gembira, semuanya mencalonkan diri terlebih dahulu.



"Wow, Tae-ssaem saya yakin Tae-ssaem pasti habis bercinta, suasana hati Tae-ssaem begitu baik~~~" Suara menggoda yang familiar berbicara dari belakang kelas. Seperti sekawanan lebah yang membungkuk kepada ratu mereka ... atau lebih tepatnya raja. Dalam hal ini, mereka semua menjauh dari remaja kulit salju itu dan di sana, tepat di belakang berdiri remaja muda itu, dengan tangan terlipat di seragam hitamnya. Rambut pendeknya berantakan seperti biasanya beserta mata sipitnya menatap berani sang guru. Taehyung menghela nafas mengabaikan ucapan si murid padahal sebenarnya itu benar.



"Yoongi," Taehyung berbicara memberinya senyum lembut meskipun Yoongi kasar. Hal yang wajar sebenarnya mengingat mereka masih dalam tahap pencarian jati diri. "Apakah kau ingin memegang pisaunya dulu?"


Yoongi, Taehyung lumayan mengakui Yoongi sebagai salah satu murid favoritnya.  Bocah itu berpura-pura tidak dihormati dengan dipancing terlebih dahulu kemudian berjalan maju dengan lengan di sampingnya.



"Hati-hati itu tajam."  Taehyung memperingatkan, memberikan Yoongi pegangan pisaunya terlebih dahulu.  Yoongi memutarnya di tangannya dan Taehyung terus mengawasinya untuk memastikan dia tidak melukai dirinya sendiri.


Mata Yoongi berbinar saat melihat ada ukiran naga terbentuk di bilahnya.  Taehyung tersenyum.



"Pisau ini sudah ada di keluargaku selama beberapa generasi."  Taehyung menjelaskan. Yoongi mengembalikan pisau itu dengan sedikit ruam merah pada pipi putihnya.



Taehyung tersenyum melihat tingkah Yoongi. Meskipun Yoongi bertindak keras, dia adalah anak yang pemalu.  Meskipun demikian Taehyung memberinya senyuman yang menghibur dan menepuk kepala kecil Yoongi.

One Nit [kookv]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon