✎៚┆Satu

7K 928 829
                                    

Semilir angin terasa lembut membelai wajah, menenangkan, kala indera mencium serta aroma rumput basah yang terbawa hembusannya

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Semilir angin terasa lembut membelai wajah, menenangkan, kala indera mencium serta aroma rumput basah yang terbawa hembusannya.

Dekorasi bunga dan hiasan serba putih menyambut kala diri menginjakkan kaki pada halaman depan gereja.

Tersenyum simpul.

Kala atensinya menangkap sepasang kekasih tengah bergandeng tangan, saling menatap cemas seraya mulut berjanji untuk sehidup semati berdua.

Gadis itu terpaku.

Berusaha mati-matian untuk menjaga kelopak terakhir hatinya.

Menyadari.

Tak akan ada lagi perjuangan yang sama, tak akan lagi ada rasa cinta yang bersemi di hatinya, tak boleh ada, jangan sampai ada.

Sebab altar berdekorasi indah puluhan bunga, bermandikan tawa bahagia para tamu, kini menjadi saksi bisu rontokan terakhir keping hatinya.

Membaur pilu bersama sorak ramai undangan meneriaki nama mereka.

Padahal diri sudah menguatkan hati untuk datang, meski berhiaskan linang air mata atau pilu hatinya meronta, sakit, kala atensi menyaksikan sendiri pernikahan Itadori dengan belahan hatinya.

Malangnya hati sang gadis. Ceroboh ia sebab meremehkan kenyataan yang bisa jadi tak sesuai dengan angan. Selain itu, tadi, dengan bodoh pula ia menolak tawaran Fushiguro untuk bersama dengannya selama acara tersebut digelar.

Kini ia menyesal.

Menyadari kenyataan yang begitu menikam.

Sang gadis tak kuasa lagi membendung air matanya. Merasa begitu terpuruk dengan keadaan. Kali ini, di tengah udara hangat musim panas yang menusuk, berteman sendu dan pilu, Ia, membisikkan nama itu lagi dengan lebih keras, keluar dari sekedar suara dalam hati.

"Fushiguro, aku butuh kamu di sini--"

"Permisii."

Atensi yang terpejam seketika dibuka paksa, berdalih menatap heran pemuda berambut hitam arang yang tengah berdiri di atas altar.

Itu Fushiguro.

Manik biru gelapnya nampak begitu familiar di mata.

Gadis itu tentu mengenalnya.

Yang mengherankan adalah mengapa ia berdiri di sana seraya menggenggam seikat bunga mawar putih. Sedangkan tangan satunya menjinjing tinggi sebuah alat pengeras suara yang tiba-tiba berdengung memekakkan telinga.

"Tes, tes." pemuda itu mencoba mic di tangannya.

"Oh ini sudah benar--ekhm, ano--bisakah aku meminta perhatian kalian sebentar?" manik biru gelapnya nampak mengedar sejenak, mencari, sebelum akhirnya berlabuh pada sosok gadis bersurai (h/c) terikat yang tengah berdiri di pinggir pagar masuk.

Sang gadis melonjak kaget. Perasaan kini cemas tak karuan kala dirinya diberi sebuah kedipan mata kanan Fushiguro yang begitu menggoda.

"Terlebih untuk gadis yang di sana." telunjuk Fushiguro terangkat di udara, diarahkan pada tempat gadis itu berpijak.

"A-aku?" [Name] berkata linglung.

"Iya. Kau, gadisku."

Itadori terkesiap begitu telinga mendengar kata yang belum pernah sekalipun keluar dari mulut sahabatnya. Mendangak kemudian, mencari kalap, gadis manakah yang beruntung dicap sebagai milik Fushiguro.

Engsel rahang terlepas. Menganga. Kaget tak menyangka. Sekaligus kesal sebab diri sudah dipermalukan dihadapan hadirin yang terhormat. Andai dirinya sedang berada tepat di sebelah Fushiguro, mungkin kini vas bunga di sebelah altar sudah hancur lebur dihantamkan pada kepalanya.

"Kupinta kau untuk datang dan berdiri di sebelahku."

Seluruh pasang mata kini terfokus akan sosoknya yang melangkah pelan menuju altar. Berdegup hati sang gadis. Komat-kamit bersumpah akan menendang tulang hidung Fushiguro sampai hancur setelah ini berakhir.

Tak terasa kini diri sudah berdiri kaku di depan altar. Menyempatkan diri bertanya lewat pandang 'Apa maumu?' sambil ragu-ragu melangkah naik. Fushiguro yang merasa waktu sudah terbuang sia-sia hanya karena menanti sang gadis melangkah pun dengan geram bertindak untuk menyeret tubuhnya.

Lantas berakhir dengan berdampingan kaku di atas altar pernikahan orang.

"A-apa maumu F-Fu-Fushiguro san?" bisik sang gadis setengah pasrah.

Seluruh atensi yang menanti kegiatan selanjutnya dari kedua insan tersebut mulai bersorak ramai.

Begitu pula Itadori dan Kugisaki yang nampak bersekongkol meneriaki nama dari keduanya, seakan disandingkan layaknya pernikahan Itadori barusan.

"Fushiguro!!! [Name]!!!" teriak mereka.

Suasana ricuh kembali tenang kala Fushiguro mengucapkan kata yang mengagetkan,

"[Name] aku mencintaimu."

Melihat [Name] yang terdiam membuat Fushiguro paham, bahwa gadis itu perlu ulangan kata yang kedua. Oke, pemuda itu akan mengucapkannya lagi.

"[Name], aku ingin menikah denganmu."

Tenggorokan tersedak liur yang entah datang dari mana, melotot, terlebih selepas Fushiguro menggigit setangkai mawar di pegangannya, dan mulai berjongkok, menyodorkan sebuah cicin perak bertabur permata cantik yang elok dipandang mata.

Umpatan Kugisaki nampak nyaring terdengar, membelah atmosfer senang yang luar biasa kala gadis yang tengah berdiri di hadapan Fushiguro menangis deras, meloncat untuk mendekap tubuh sang pemuda hingga jatuh berdua di atas karpet merah.

"KURANG AJAR AKU DITINGGAL KALIAN BERDUA."

Fushiguro tersenyum tipis seraya mengusap lembut surai gadis yang menangis pilu di dekapannya. Memeluknya erat. Seakan tak ingin lagi berpisah.

"Maafkan keegoisan ku ya." Fushiguro berbisik lembut pada telinganya.

Gadis yang menindih tubuh Fushiguro itu menggeleng keras, menampik ucapan yang Fushiguro bisikkan padanya.

"Harusnya aku yang minta maaf. Ga peka. Padahal aku udah tau kamu suka, tapi tetep aja ngejar Itadori yang sudah suka sama orang."

Fushiguro terkikik pelan, merona, tak menyangka akhir hubungan mereka akan menjadi bahagia. Tangan jenjang sang pemuda kini menarik dagu sang gadis, menatapnya lembut dan berkata,

"Megumi sayang [Name]."

Dan menciumnya.

⋆ ✧ ⋆ ✧ ⋆

Husband ★ Fushiguro MegumiOù les histoires vivent. Découvrez maintenant