-ELEGY-

150 26 11
                                    

Kenjiro membenci Semi Eita.

Sejak pertama kali Kenjiro menginjakkan kaki di kampus barunya ia sudah tidak senang dengan seniornya itu. Lelaki itu memiliki rambut sewarna brown-ash. Setiap ujung rambut berwarna gelap melewati telinga serta bagian belakang hampir menyentuh kerah kemeja yang dikenakannya. Lalu ia juga memiliki bentuk mata yang cukup tajam menambah kesan buruk di mata Kenjiro yang selalu berpenampilan rapi dan tertata.

Sesungguhnya Shirabu Kenjiro bukanlah tipe yang gemar menilai seseorang dari penampilan semata. Meskipun penilaian dari fisik adalah salah satu hal yang tidak dapat dihindari. Kalian pasti akan langsung mendapat sebuah kesan pertama dari tampilan visual seseorang ,bukan? Pemuda pendiam itu biasanya memilih untuk menyimpan semua penilaian itu untuk dirinya sendiri lalu tetap berusaha mengenal seseorang dengan lebih cermat.

Namun entah mengapa Kenjiro tetap tidak bisa menahan rasa tidak sukanya pada seniornya itu.

Semua berawal pada hari-hari pertama masuk kuliah. Saat itu Kenjiro tengah mengerjakan tugas awal minggu yang mulai menumpuk. Kenjiro sendiri masih berada di fase adaptasi dari seorang siswa sekolah menjadi seorang mahasiswa yang lebih mandiri. Pemuda berambut coklat lembut itu memilih untuk mengerjakan tugasnya di salah satu meja Kafe dekat kampus. Dengan dua buah oatmeal muffin dan secangkir kopi hitam tanpa gula untuk membantunya tetap terjaga tersaji dekat laptopnya. Kenjiro masih fokus hingga tidak menyadari seorang laki-laki kurus asing berjalan mendekati mejanya.

"Maaf, aku sedang menunggu pesananku. Meja yang masih kosong berada terlalu jauh dan yang dekat sudah terisi. Apakah aku boleh duduk di sini?"
Kenjiro mendongak. Saat itulah matanya menatap wajah asing yang balas menatapnya dengan ramah. Namun entah mengapa Kenjiro langsung merasa jika langsung mendapat kesan tidak suka pada pemuda itu.

"Silahkan."

Kenjiro membalas dengan tenang tetap berusaha sopan. Ia dibesarkan dalam sebuah keluarga yang menjunjung tinggi sopan santun. Pendapat dan kesan pribadi terletak pada urutan nomor dua setelah tata karma terhadap orang lain. Maka meski pembawaan orang di depannya membuatnya tidak nyaman, Kenjiro membiarkan sosok kurus itu mengambil tempat duduk di hadapannya. Kenjiro kembali menekuni layar laptopnya yang ia abaikan sejenak karena interupsi orang itu.

"Semi san!"

Kenjiro masih mengetik di laptopnya ketika barista memanggil sebuah nama yang tidak dikenalnya. Kemudian terdengar derit kaki kursi bergesekan dengan permukaan lantai kayu saat pemuda di hadapan Kenjiro bangkit dan berjalan mendekat ke barista.

Rupanya itu adalah nama pemuda asing tersebut. Namun Kenjiro masih sibuk menekuri modul sumber bahan tugasnya untuk disalin di laptop sehingga mengabaikan saja bahkan kini ia lupa nama yang baru saja disebut oleh barista.

Bukan urusannya. Pemuda itu hanyalah orang asing baginya.

Kenjiro sudah menemukan sumber yang diinginkannya dan kembali mengetik ketika pemuda kurus itu kembali duduk di kursi yang ada di hadapannya. Sesungguhnya Kenjiro sedikit risih. Bukankah pesanannya sudah ia dapatkan jadi tidak perlu duduk dekat barista?

Satu porsi Quiche, makanan Prancis dengan isian adonan Bayam, Salmon, Ayam, Daging Asap terbalut keju, dan satu cup kopi hitam tanpa gula seperti milik Kenjiro. Berusaha fokus pada tugasnya, Kenjiro yang hanya mengganjal perutnya dengan oatmeal muffin nyaris mengeluarkan suara keroncongan.
Membuat Kenjiro semakin kesal. Kosentrasinya langsung pecah antara mengerjakakan tugas dan menahan lapar. Ternyata tidak sampai di situ saja, karena kini pemuda itu mengajaknya berbicara.

"Banyak tugas,ya?"

Kenjiro melirik dan hanya bisa melihat wajah pemuda itu karena bagian dadanya tertutup layar laptop miliknya.

ELEGYWhere stories live. Discover now