Dia bergumam, "sampai disini pembantaian nya. Aku muak melihat drama!" pria itu meninggalkan lapangan tanpa rasa bersalah.

Aletta berlari kearah Kun yang terbaring tak berdaya. Aliran bening telah bercucuran dari kedua matanya.

Bagaimana bisa, seseorang yang bahkan Aletta tak kenal, mempertaruhkan nyawanya untuk Aletta?

Ini sesuatu yang membingungkan.

Satu yang Aletta tahu tentang lelaki yang bernama Kun itu. Kun adalah ketua kelas Aletta. Yukhei juga pernah bilang, jika emua orang sangat menghormati dan menyayangi Kun. Kun adalah lelaki yang baik. Dia mampu bertahan menjadi ketua kelas dari kelas tujuh sampai saat ini.

Tapi sekarang, sepertinya tugas Kun sudah berakhir.

Kun yang sudah menghayati pengabdiannya telah pergi.

Aletta sama sekali tak menduga bahwa semua ini akan terjadi. Aletta pikir, hidupnya dan penderitaan itu akan berakhir pada saat ini.

Tapi ternyata, Tuhan berkata lain.

Tuhan masih memberi harapan pada Aletta untuk tetap bertahan dan berjuang untuk melunasi segenap janjinya pada seseorang yang telah tiada.

"H–hei, Aletta.." lirih Kun.

Aletta mendekat, "Kun.."

"Hapus air matamu.. ja–jangan.. menangis.."

Aletta mengangguk, dan mengusap wajah nya kasar.


"Jaga diri kalian baik-baik..."

"B–berjanjilah padaku, untuk keluar dari penderitaan ini dengan selamat..."

"B–berjanjilah... untuk tetap hidup..."

── PERFECT INNOCENT 🌩 ꒱


Kini Aletta, Yukhei, Dejun, dan Winwin sedang dikejar oleh beberapa pria bertopeng. Tampaknya mereka akan melanjutkan perihal hukuman yang tadi. Tidak ada ampun, mungkin seperti itu motto hidup pria-pria kekar itu.

Ah, tidak ada waktu untuk bertarung pada pikiran sendiri.

Aletta tersandung, kemudian terjatuh.

Kini, tidak ada jalan keluar.

Semuanya berakhir.

Punggung keempat remaja itu menempel satu sama lain, mereka mengambil posisi untuk melawan pria-pria bertopeng itu. Tanpa tanda atau peringatan apapun, seseorang berlari kedepan posisi Aletta, dan menarik Aletta sekuat tenaga agar tidak terkena tembakan.

Secara refleks, pria-pria itu terhenti.

"Kenapa mereka berhenti?" tanya Aletta.

"Sepertinya kehabisan peluru," desis Yukhei remeh.

"Kehabisan peluru–"

"Oh tidak," Dejun terkejut.

"Mereka mengeluarkan bom!"

"LARI!"

Mereka beralih berlari kearah timur didekat lapangan basket sekolah. Dibagian kirinya terdapat banyak sekali ruangan, sepertinya ada ruangan untuk ganti baju dan istirahat.

Pria-pria bertopeng itu sudah hampir tak terlihat. Sementara, Aletta mengepalkan tangannya yang bergetar hebat. Dia sangat merasakan jantungnya ikut berdetak cepat. Aliran bening masih setia mengalir keluar dari kedua matanya. Hidungnya merah, Aletta masih dalam posisi yang sedang berlari.

Kapan ini akan berakhir?





"Masuk kemari!" teriak Winwin.

"Clek!" pintu dikunci.

Dimana mereka sekarang?

"Hei, dimana ini?!" tanya Aletta.

Penglihatannya buram, perlahan-lahan ia mengucek matanya. Matanya merah, ini disebabkan oleh tangisannya yang sedari tadi tak berhenti.

"Sudahlah jangan menangis," tegur Dejun.

"Ini dima–"

"Kamar mandi," sahut Yukhei.

"Hey kalian, ini kotor!" seru Aletta.

"Sstt! Jangan teriak, nanti mereka mendengar kita," tegur Winwin.

"Hm."

"Hei, aku tiba-tiba teringat Kun..." gumam Aletta.

Air mata nya mengalir lagi.

"Sudahlah. Jangan menangis terus," ucap Dejun.

"Kita harus membalaskan dendam nya dengan tetap hidup," tutur Yukhei.

"Lalu? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Winwin.

"Ah, iya Winwin. Bagaimana kondisi tubuhmu?" tanya Dejun.

"Sudah mendingan. Ini semua berkat Aletta," ujarnya.

Aletta menghapus air matanya. Lalu memikirkan nasib nya selanjutnya.

Apa yang akan terjadi?

Apa kah mereka akan terus dalam keadaan seperti ini?

Apakah mereka akan mati konyol dengan tetap dalam keadaan seperti ini?

Tidak. Mereka harus segera keluar dari penderitaan ini.

Mereka harus tetap berjuang untuk membalaskan semua darah yang telah ditumpahkan.

"Bagaimana selanjutnya?" gumam Aletta.

"Hei, apa mungkin mereka akan datang kemari dan tetap memberi kita hukuman?" tanya Winwin.

"Sepertinya iya," tutur Dejun.

"Teman-teman, aku lapar," sahut Lucas.

"Ini sudah tiga hari. Dan kita belum mengunyah sesuatu untuk mengisi perut dan tenaga," lanjutnya.

"Ah, aku tahu suatu tempat disini yang bagus untuk tempat beristirahat," ujar Winwin semangat.

"Tempat apa itu?" tanya Yukhei.

"Tempat dimana mereka tidak akan menemukan kita."

"Lalu?" Dejun menaikkan sebelah alisnya, "apa kita bisa keluar dari sini sesegera mungkin?"








"Kita susun rencana ditempat itu oke!" kata Winwin.

Tiga orang yang lainnya mengangguk.

Tiga orang yang lainnya mengangguk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Perfect Innocent || WinwinWhere stories live. Discover now