03: Debat Masalah Mesin Espresso

552 139 12
                                    

Pada akhirnya, apa yang tertulis di bundle yang diberikan Seonghwa dua minggu yang lalu menjadi kenyataan. Tepatnya, Hongjoong tidak tahu Seonghwa punya modal dari mana sampai bisa menyewa ruko, melengkapi peralatan membuat kopi (dan bukan peralatan manual, tetapi menggunakan mesin yang tidak sengaja melihat resinya seharga mobil terbaru) dan sekarang keduanya tengah menyusun gelas-gelas di rak yang telah didesain oleh orang profesional.

"Hwa," panggilan itu membuat Seonghwa yang tadinya tengah mengelap gelas espresso, menoleh, "lo ngaku deh, semua yang ada di sini pake uang orang tua lo?"

"Enggak. Mereka gak bakalan sudi ngebiayain aku yang pembangkang karena tidak mau masuk kedokteran."

"Terus, ini semua apa dong?"

"Oh, ini pakai uang tabunganku," mendengar kata uang tabungan, Hongjoong menatap Seonghwa sangsi dan kemudian mendengar tawa dari lelaki itu, "mukamu lucu menatapku begitu."

"Lo gak melakukan pekerjaan haram 'kan untuk membuat Potiori Coffe?"

Seonghwa berusaha menahan tawanya, tetapi gagal dan membuat Hongjoong sebal karena dia sudah benar-benar khawatir malah ditertawakan. "Kenapa mikir begitu sih? Enggak percaya banget ini pakai uang tabunganku."

"Gimana mau percaya?" Hongjoong menunjuk mesin kopi yang berukuran besar dan memiliki tiga slot untuk membuat espresso. "Lo beli Kees Van Der Westen tipe yang bisa beli mobil!"

"Ya tidak apa-apa?" Seonghwa menatap Hongjoong heran. "Itu investasi jangka panjang."

"Yang harganya di bawah itu pasti ada!" Hongjoong tidak bisa menahan kekesalannya. "Lagian beli yang single slot juga gapapa buat memulai."

"Dan lihat kamu dimarah-marahin sama pelanggan kayak di tempat kerja kita dahulu?" pertanyaan Seonghwa itu membuat Hongjoong menatap lelaki itu heran karena merasa nada bicaranya agak tidak ramah. "Tempat kerja kita dulu, meski udah rame masih tetap menggunakan mesin lama dengan alasan harga mesin espresso mahal. Kadang kamu malah pake manual espresso karena kasih aku bagian mesin."

"Gue enggak keberatan kalo pake manual espresso. Sekalian olahraga juga."

"Akunya keberatan," perkataan Seonghwa itu membuat Hongjoong sedikit tergelitik untuk bertanya alasannya. Namun, kemudian hanya helaan napas yang didengarnya, hal yang jarang sekali Hongjoong dengar dari Seonghwa karena entah Tuhan saat pembagian sabar kepada manusia sepertinya memberikan dosis berlebihan kepada lelaki itu. Lalu Hongjoong mendengar, "lagian udah kebeli. Kalau kamu mau jual terus downgrade sesuai keinginanmu, silahkan dicoba."

"Lo becanda? Siapa yang mau beli mesin yang harganya bisa beli mobil dua ayla secara tunai begini di jaman sekarang?"

"Yaudah, dipake aja buat Potiori Coffee kalau begitu."

"Cuma gue masih gak tenang soal sumber duit lo dari mana beli mesin ini," Hongjoong menunjuk mesin yang sejak tadi menjadi sumber perdebatan mereka, lalu menunjuk sekeliling mereka, "atau sewa ruko beserta dekorasi yang menggunakan jasa profesional. Sumpah lo gak terlibat bisnis gelap?"

"Astaga, kuno sekali pikiranmu, Joong," Seonghwa menggelengkan kepalanya, lalu menghela napas, "uangnya beneran dari uang tabunganku dari jaman SD sampai SMA dan jangan potong dulu perkataanku, oke." Hongjoong jadinya tidak mengatakan apa pun karena dilarang Seonghwa duluan. "Saat SMP, guru ekonomiku membahas soal saham dan jadilah uang tabungan itu kubelikan saham. Dua minggu lalu, aku jual setengah saham yang aku kumpukan selama ini untuk menjadi tempat ini."

Hongjoong menatap Seonghwa dengan kebingungan dan tampaknya yang ditatap menunggu perkataannya. "Lo sekolah di mana sih, sampe jaman SMP udah diajarin soal saham?"

"Emangnya itu bukan hal umum yang dipelajari?" pertanyaan Seonghwa yang terdengar polos itu ingin membuat Hongjoong menangkup wajah dengan sebelah tangannya karena frustrasi. Seperti mereka berasal dari dunia yang berbeda dan entah bagaimana kisahnya malah bisa bertemu dan berteman hingga sekarang. "Lagipula kamu kenapa protes mesin impianmu ada di depan mata sih? Dulu kalau di tempat kerja lagi sepi, kamu selalu buka website yang menjual mesin espresso itu."

"Ya dulu gue cuma mimpi, mana kepikiran kalau ada di depan mata gue sekarang?"

"Ya sudah, sekarang kamu tidak perlu mimpi lagi."

"Lagian lo kenapa inget banget sih soal nih mesin? Gue aja udah lupa pernah bahas ini."

Seonghwa tidak menjawab dan kembali mengelap gelas-gelas espresso dengan tekun. Membuat Hongjoong menghela napas dan kalau ingin membantu Seonghwa mengelap gelas, pasti akan langsung diusir. Karena katanya kalau Hongjoong yang memegang gelas-gelas espresso kalau dilap kurang bersih, tangannya yang entah kenapa destruktif sekali dengan benda-benda kecil dan gelas espresso tidak terkecuali yang menjadi korbannya.

Andai Hongjoong bertanya sekali lagi, mungkin Seonghwa akan menjawab kalau dia memang selalu ingat semua perkataan lelaki itu. Meski seringkali dijuluki pelupa karena seringkali menghilangkan benda-benda kecil seperti kunci mobil atau pulpen setelah mencatat pesanan orang-orang. Membuat Hongjoong yang menyimpan semua itu di sakunya dan baru akan memberikan ke Seonghwa kalau dibutuhkan.

Kalau kalian mau tahu alasan Hongjoong terus mengejar alasan mesin espresso yang mereka miliki karena tahu harganya semahal apaan

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Kalau kalian mau tahu alasan Hongjoong terus mengejar alasan mesin espresso yang mereka miliki karena tahu harganya semahal apaan. Silahkan kalian merenungkan kehidupan kalau punya uang segini enaknya dipakai apa aja dan bukan cuma membeli satu mesin ini :')

 Silahkan kalian merenungkan kehidupan kalau punya uang segini enaknya dipakai apa aja dan bukan cuma membeli satu mesin ini :')

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.
Potiori Coffee | ATEEZМесто, где живут истории. Откройте их для себя