Ketika kepala sekolah selesai berbicara, mikrofon diambil oleh salah satu pria yang berpostur besar dan tinggi. Pria tersebut mengenakan topi dikepalanya yang hampir menutupi topengnya. Pria itu mendorong kepala sekolah dengan kasar kearah para hadirin. Aku pikir, itulah yang memicu kepanikan pertama didalam hatiku.

Pria itu mulai berbicara dan semua orang memperhatikan. "Kami adalah organisasi killerman yang bertanggung jawab atas pembunuhan dan pemboman baru-baru ini. Oleh karena itu, kalian sekarang berada dibawah kendali kami," katanya. Semua orang mulai membuat keributan, tetapi dibungkam oleh sebuah pistol yang ditembakan ke atap. "DIAM! siapapun yang berbicara, akan langsung kami tembak," ancamnya. Semua orang terdiam dengan menahan ketakutan.

"Kalian akan melayani kami dengan satu tujuan. Hanya satu tujuan!" Pria itu memberi penekanan diakhir kalimatnya.

"Kalian harus membantu kami untuk mendapatkan kembali pimpinan kami dari pemerintahan kalian yang begitu menyedihkan. Dan kami tidak akan ragu untuk membunuh siapapun jika kalian melawan pada kami," katanya sambil mendorong kepala sekolah naik keatas podium dan menendang lututnya, memaksanya untuk membungkuk. Pria yang berada disebelah sang ketua, menodongkan pistol kearah kepala sekolah. Dan berikut yang aku sadari setelah mencoba menutup mata adalah, "DORR!" Kepala sekolah terjatuh kelantai, tak sadarkan diri dengan darah mengalir deras dari kepalanya.

Terdengar banyak teriakan dan keributan disaat itu juga. "DIAM!" pria besar itu berteriak lagi. Auditorium itu sekali lagi dipenuhi dengan keheningan. Yukhei dan Dejun yang berada disampingku menggenggam erat kedua lenganku.

"Kami akan berkeliling dengan membawa tas. Jadi kalian harus memasukkan semua perangkat seluler kalian kedalamnya. Siapapun yang tertangkap membawa ponsel akan langsung dibunuh. Kalian tidak boleh berbicara kecuali kalian disuruh berbicara oleh kami," katanya sambil terus memberi intruksi yang membuat kami semakin tegang ketakutan.

Orang-orang berkeliling dengan tas yang berisi seluruh perangkat seluler milik masyarakat sekolah. Setelah dikumpulkannya seluruh barang yang diminta, kami disuruh duduk dimana kami berada dan tidak melakukan komunikasi. Aku tak sengaja melihat salah satu pria menyeret tubuh kepala sekolah pergi.

Beberapa jam berikutnya adalah kepanikan, ketakutan, dan lebih banyak kematian. Seorang siswa menyimpan ponselnya dan mencoba menghubungi orangtuanya secara diam-diam tetapi segera tertangkap dan segera ditembak. Aku mencoba tetap tenang dan berpikiran dingin, tetapi situasinya membuat ini menjadi sangat sulit. Yukhei yang mengenggam lengan kiriku tampak sedikit menggigil. Sedangkan Dejun, wajahnya kelihatan sangat pucat.

Aku menyaksikan mereka mulai mengumpulkan sekitar 5 guru, 3 laki-laki dan 2 perempuan. Aku mengenali guru sejarahku yang tadi sempat mengajar dikelas pagi. Kemudian mereka mulai menempelkan berbagai kotak kecil dan kabel padanya. Jantungku hampir berhenti ketika aku menyadari bahwa itu adalah sejenis bom. Kengerian murni di wajah mereka sangat luar biasa. Badan mereka bergetar hebat, sehingga aku yakin bahwa aku memimpikannya selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, jika aku berhasil keluar dari sini. Tiga pria mengawal guru untuk keluar dari auditorium dan aku hanya bisa bertanya-tanya apa yang terjadi selanjutnya pada mereka. Kami tak perlu menunggu lama ketika ledakan keras terdengar setelah dua dari tiga orang pria itu kembali.

Siang berganti malam dan kami mendengar tiga tembakan lagi tapi untung saja tidak ada kematian, meskipun satu petugas kebersihan dan dua siswa membutuhkan perawatan medis. Aku bisa mendengar rengekan kecil kesakitan karna mereka tidak berani membuat terlalu banyak suara. Hampir tidak ada yang tidur sepanjang malam, mungkin hanya tertidur saat kelelahan total mereda dan mereka tidak tidur kembali. Begitupun dengan aku, Yukhei dan Dejun. Kami hanya tertidur dengan gelisah sambil menyenderkan kepala kami satu dengan yang lainnya.

Keesokan paginya orang-orang menderita kelaparan, kehausan, dan kepanasan karna ditumpuk rapat didalam auditorium. Tubuhku terasa lemas dan sangat lelah saat pagi hari ketika aku baru bangun. Yukhei tidak ada disampingku, begitu juga dengan Dejun. Ada apa gerangan? Kenapa mereka meninggalkanku? Atau mereka dalam keadaan yang tidak baik-baik saja?

Aku mencoba berjalan dengan gugup kearah pojokan auditorium, dimana ada jendela yang terpajang disana.

"Hey, itu mereka!" aku melihat Yukhei dan Dejun mencoba menyelamatkan seorang laki-laki muda yang sedang diseret beberapa pria besar.

Siapa laki-laki itu?

Kenapa Yukhei dan Dejun mencoba menyelamatkannya?

Aku menyipitkan mata dan mencoba memerhatikan dengan lebih seksama dan teliti sekali lagi.

Laki-laki itu?

Bukankah dia...






















Dong Sicheng?!

Dong Sicheng?!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Perfect Innocent || WinwinWhere stories live. Discover now